Anda di halaman 1dari 20

LEGAL ADMINISTRATIF BANK SYARI’AH PEMBUKAAN, PERUBAHAN,

MERGER, KONSOLIDASI, AKUISISI, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI.

A. Legal Administratif
Bank adalah badan usaha yang menghimpun laba dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Definisi bank syariah adalah bank yang kegiatan usahanya dilakukan berdasarkan
prinsip syariah. Sedangkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
(UU No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah).
Bank adalah lembaga perantara keuangan atau bisa disebut financial intermediary,
artinya lembaga bank adalah lembaga yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan masalah
uang. Sedangkan bank syariah merupakan bank Islam yang dimana bank beroperasi dengan
tidak bergantung dengan bunga, dalam hal ini bank syariah menjadi lembaga perbankan yang
sejalan dengan syariat Islam berdasarkan Al-quran dan Hadits Serta kaidah-kaidah fiqih.
Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa bank syariah adalah lembaga
keuangan yang melakukan tugas pokoknya menyalurkan dana dan menghimpun dana
masyarakat serta melakukan jasa-jasa keuangan lainnya sesuai syariat Islam.
Pada prinsipnya di Indonesia setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, wajjib terlebih dahulu memperoleh izin usaha
sebagai bank umum atau bank perkreditan rakyat dari pimpinan bank Indonesia, kecuali
apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang undang
tersendiri. Kewajiban untuk memperoleh izin usaha sebagai bank umum atau bank
perkreditan rakyat adalah karena kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, oleh siapapun,
pda dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi karena kegiatan ini terkait dengan
kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya pada pihak bank.
Dalam memberikan izin usaha sebagai bank umum dan bank perkreditan rakyat, Bank
Indonesia memperhatikan:
1. Pemenuhan persyaratan tentang :
i. Susunan organisasi dan kepengurusan
ii. Permodalan
iii. Keemilikan
iv. Keahlian di bidang perbankan
v. Kelayakan kerja
2. Tingkat persaingan yang sehat antar bank
Tingkat kejenuhan jumlah bank dalam suatu wilayah tertentu, dan pemerataan
pembangunan ekonomi nasional, Khusus bagi bank perkreditan rakyat untuk mendapatkan
izin usaha, disamping syarat-syarat sebagaimana dimaksud diatas, wajib pula memenuhi
persyaratan tentang tempat kedudukan kantor pusat bank perkreditan rakyat di Kecamatan,
yakni kecamatan diluar ibu kota kabupaten atau kota madya, ibu kota provinsi atau ibu kota
negara. Persyarakan ini dimaksud agar bank perkreditan rakyat tetap dapat berfungsi sebagai
penunjang pembangunan dan moderenisasi di daerah pedesaan.
Dasar hukum legal administratif:
- UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mengatur tentang jenis usaha,
ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana dan larangan bagi
Bank Syariah maupun UUS yang merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional.
- UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memiliki tujuan untuk memberikan
keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan kesyariahan operasional
Perbankan Syariah. UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah didalamnya
mengatur pula kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur –unsur riba, maisir, gharar,
haram dan zalim.
Bank syariah sebagi sebuah lembaga keuangan mempunyai mekanisme dasar, yaitu
menerima deposito dari pemilik modal (depositor) dan mempunyai kewajiban (liability)
untuk menawarkan pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan pola dan/ atau
skema pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam.
Perizinan pendirian bank itu sendiri wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha
sebagai bank umum atau bank perkreditan rakyat dari pimpinan bank Indonesia, kecuali
apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang undang
tersendiri. Kewajiban untuk memperoleh izin usaha sebagai bank umum atau bank
perkreditan rakyat adalah karena kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, oleh siapapun,
pda dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi karena kegiatan ini terkait dengan
kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya pada pihak bank.
Persyaratan dalam pengajuan perizinan dan pendirian bank ditentukan harus adanya
dukungan dan permodalan yang kuat dan pemilik bank yang patut serta memiliki kondisi
keuangan yang sehat. Dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan bank, sehingga dapat
bersaing dengan dalam dunia perbankan internasional.
Pengaturan pendirian dan atau pemilikan bank umum syari'ah hanya dapat dilakukan
oleh warga negara indonesia atau badan hukum indonesia. Dan warga negara indonesia atau
badan hukum indonesia dengan warga negara asing atau badan hukumasing secara kemitraan
atau pemerintah daerah. 
Pendirian bank umum syari'ah dan kegiatan usaha yang akan dijalankan adalah
setelah bank yang bank yang bersangkutan memperoleh izin bank indoneia. Dalam pembrian
izin harus melampaui 2 tahap yaitu persetujuan prinsip dan izin usaha. Dengan maksut
persetujuan prinsip yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank.
Adapun pengaturan yang berkenaan dengan persetujuan prinsip atas permohonan izin
pendirian bank umum syari'ah adalah jangka waktu dalam pemberian persetujuan atau
penolakan, bank indonesia melakukan penelitian dan kebenaran dokumen dan pihak pihak
yang mengajukan permohonan pendirian bank wajib melakukan prestasi kepada bank
indonesia mengenai pendirian bank, persetujuan prinsip yang diberi waktu, dan sanksi.
Yang dimaksud degan izin usaha yakni izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
usaha bank. Yang dijelaskan dengan waktu perizinan atas permohonan usaha yang diberikan
tersebut, persetujuan tersebut di berikan kepada bank indonesia, lalu bank yang sudah
mendapatkan izin dari bank indonesia wajib melaksanakan kegiatan usaha bank yang sudah
di tentukan, dan wajib melaporkan pelaksanaan kegiatan usaha bank umum syari'ah dan
apaila tidak dilaksanakan maka itu tidak akan berlaku.
B. Pembukaan
Menurut UU No. 21 tahun 2008 pada pasal 9 dijelaskan bahwa Bank Umum Syariah
hanya dapat didirikan dan atau dimiliki oleh: warga negara Indonesia dan atau badan hukum
Indonesia, warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara
asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan dan pemerintah daerah.
Untuk memperoleh izin usaha Bank Syariah harus memenuhi persyaratan-persyaratan
sekurang-kurangnya tentang:
a. Susunan organisasi dan kepengurusan;
b. Pemodalan;
c. Kepemilikan
d. Keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan
e. Kelayakan usaha
Kantor cabang adalah kantor bank yang secara langsung bertanggung jawab kepada
kantor pusat Bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas yang
menunjukkan lokasi kantor cabang tersebut melakukan usahanya.
Pembukaan kantor cabang Bank perkreditan Rakyat hanya dapat dilakukan dengan
izin Pimpinan Bank Indonesia. Bank Indonesia, dalam memberikan izin pembukaan kantor
cabang Bank Perkreditan Rakyat, selain memperhatikan pemenuhan persyaratan pembukaan
kantor cabang bank Perkreditan Rakyat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, juga wajib
memerhatikan tingkat persaingan yang sehat antar bank, tingkat kejenuhan jumlah bank
dalam suatu wilayah tertentu, serta pemerataan pembangunan ekonomi nasional.
Bank menyusun Rencana Bisnis Bank (RBB) dengan tujuan untuk memberikan
gambaran tentang rencana kegiatan usaha bank baik dalam jangka pendek (satu tahun)
maupunjangka menengah (tiga tahun), termasuk rencana untuk pembukaan outlet-outlet baru.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Bank Syariah Mandiri, Rencana Bisnis
Bank (RBB) termasuk dokumen rahasia, sehingga penulis tidak dapat memberikan
keterangan lebih mendalam perihal RBB. Bank membuat surat permohonan pembukaan
outlet baru yang akan diajukan beserta buku RBB kepada OJK yang kemudian akan
dianalisisoleh OJK. Setelah mendapat hasil analisis, OJK mengirimkan surat keputusan
kepada bank mengenai permohonan pembukaan outletbaru yang telah diajukan.
Bank menerima surat keputusan dari OJK mengenai pengajuan permohonan
pembukaan outletbaru yang akan dilaksanakan.Setelah mendapatkanpersetujuan bank
kemudian melanjutkan dengan melakukan persiapan-pesiapan yang dibutuhkan dalam proses
pembukaan outletbaru seperti persiapan gedung, SDI, IT, dan sarana prasarana kantor serta
mempersiapkan dokumen permohonanpembukaan outletbaru dan di review oleh satuan kerja
keputusan bank dan satuan kerja pihak lainnya. kemudian diajukan kembali surat
permohonan serta dokumen kesiapan pembukaan outlet baru ke OJK.OJK mencatat dalam
daftar perizinan dan meneliti kelengkapan dokumen-dokumen yang diusulkanoleh bank,
apabila terdapat ketidaksesuaian dengan ketentuan maka OJK mengirim surat balasan kepada
bank mengenai ketidaksesuaian yang telah didapati untuk segera dipenuhi oleh bank yang
kemudianbank akan memulai proses seperti yang telah dilakukan sebelumnya.
Namun apabila surat permohonan dan dokumen yang diajukan memenuhi persyaratan
maka OJK melaksanakan pengecekkan operasional kantor dan analisis pemenuhan kesiapan
operasional serta RBB, profil risiko, dan ketersediaan kuota kantor. Kemudian memberikan
keputusan/penegasan pembukaan outlet baru pada bank.
Sebagaimana penjelasan diatas bahwa dalam prosedur pembukaan cabang sesuai
dengan RBB (Rencana Bisnis Bank) dan PBI (Peraturan Bank Indonesia) terkait Pembukaan
Kantor Cabang, yaitu tertera pada :
a. Pasal 42 Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pembukaan KC (Kantor Cabang)
hanya dapat dilakukan atas perolehanizin dari Bank Indonesia.
b. Pasal 43 Setiap bank yang ingin membuka kantor cabang dapat mengajukan
permohonan izin dari bank yang bersangkutan kepada Bank Indonesia disertai
dengan dokumen pendukung (PBI/No 15//13/PBI/2013.BAB V) yaitu contoh
format surat sebagaimana yang tertera dalam Lampiran 12 disertai dengan
dokumen sebagai berikut: (SEBI.No.15/50/DPbS. Hal:3).
1) Daftar pemenuhan persyaratan yang harus disediakan (compliance check list) dalam
persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan meliputi:
a) Daftar aktiva tetap dan inventaris
b) Susunan dan struktur organisasi
c) Bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian sewa atau nota kesepakatan sewa
menyewa gedung kantor.
d) Foto gedung kantor dan tata letak ruangan, termasuk ruang khasanah yang
menunjukkan persiapan kantor Bank beroperasi.
e) Persiapan sumber daya manusia.
f) Persiapan jaringan telekomunikasi; dan
g) Formulir atau warkat yang akan digunakan dalam operasional.
h) Rencana penghimpunan dan penyaluran dana paling singkat selama 12 (dua belas)
bulan beserta penjelasannya.
2) Hasil studi kelayakan yang telah dilakukan oleh bank bersangkutan dengan paling
kurang memuat potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan yang sehat antar
bank dan unit usaha syariah, serta tingkat kejenuhan jumlah kantor bank dan kantor
unit usaha syariah.
3) Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan Bank Indonesia dengan mempertimbangkan antara lain:
a) Kelengkapan dan kebenaran dokumen.
b) Analisis atas hasil studi kelayakan yang disampaikan oleh bank.
c) Analisis atas kemampuan bank, termasuk tingkat kesehatan, kecukupan permodalan,
dan profil risiko; dan
d) Analisis atas kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A ayat (2).
4) Bank Indonesia dapat memeriksakebenaran dokumen pendukung dan lainnya yang
disampaikan sertapersiapan pembukaan KC (Kantor Cabang).
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
a) Pasal 441)Pelaksanaan pembukaan KC wajib dilakukan paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal izin dari Bank Indonesia diterbitkan.
b) Pelaksanaan pembukaan KC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan
oleh Bank kepada Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai laporan kantor pusat bank umum.
c) Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank tidak
melaksanakan pembukaan KC, maka izin pembukaan KC yang telah diberikan
menjadi tidak berlaku. (PBI/No : 15/13/PBI/2013.BAB V).
Strategi yang dijalankan oleh Bank Syariah Mandiri dalam pembukaan cabang bank
yaitu strategi bisnis dan layanan sebaik-baiknya, yakni mencari keuntungan dan memberikan
pelayanan yang berkualitas, dengan adanya pengembangan usaha diharapkan dapat
menjangkau paksa pasar yang lebih besar. Peneliti melihat prosedur pembukaan cabang pada
Bank Syariah Mandiri ini dariaspek hukumnya telahsesuai dengan peraturan yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagaimana yang telah dipaparkan di atas pada pasal 42,
pasal 43 dan pasal 44, yaitu Bank Syariah Mandiri sudah memenuhi syarat dalam proses
perizinan pembukaan cabang baikdari segi bentuk badan usaha, bukti diri, tanda daftar
perusahaan, izin mendirikan bangunan (IMB) dan lain sebagainya sesuai dengan ketentuan
pembentukan perusahaan pada umumnya.
Adapun jika dilihat dari aspek keuangan sendiri yaitu Bank Syariah Mandiri ini tidak
menargetkan pada nominal keuntungan berapa akan dibukanya cabang baru, dengan kata lain
Bank Syariah Mandiri tidak menjadikan laba sebagai patokan dalam pembukaan cabang
outletbaru, karena pada dasarnya pembukaan cabang-cabang baru sudah tercantum dalam
RRB yang bersifat rahasia bagi umum.Aspek pasar dan pemasaran yaitu seperti yang telah
diketahui bahwa tata letak cabang Bank Mandiri Syariah di Bogor terletak pada perkotaan
dan Bank Mandiri Syariah sendiri sudah menjadi bank syariah terbesar diIndonesia dan
mempunyai strategi-strategi pasar yang bagus sehingga hal ini pula yang mampu menarik
nasabah atau masyarakat untuk memilih Bank Mandiri Syariah.
Standarisasi kelayakan pembukaan kantor cabang Bank Syariah Mandiri di kota
Bogor Provinsi Jawa Barat. Dari hasil wawancara Standarisasi pembukaan cabang pada Bank
Syariah Mandiri ini mengacu pada peraturan bank Indonesia (PBI) tahun 2013 yang isinya
adalah:
a. Dalam proses pembukaan cabang bank sesuai dengan PBI No 15/13/PBI/2013
yaitu Bank wajib mencantumkan rencana pembukaan, perubahan status,
pemindahan alamat, dan/atau penutupan kantor Bank setahun ke depan dalam
rencana bisnis Bank.
b. Rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan
kantor Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan kajian
yang paling kurang memuat:
1) Analisis kondisi keuangan, kesesuaian dengan strategi bisnis dan dampak terhadap
proyeksi keuangan.
2) Mekanisme pengawasan dan penilaian kinerja kantor Bank.
3) Analisis secara menyeluruh mencakupantara lain kondisi perekonomian nasional,
analisis risiko, dan analisis keuangan dan.
4) Rencana persiapan operasional antara lain sumber daya manusia, teknologi
informasi, dan sarana penunjang lainnya.
Dalam rangka pembukaan, perubahan status, dan/atau pemindahan alamat kantor,
bank wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kegiatan usaha
dan jaringan kantor berdasarkan modal inti.
Ketentuan lebih lanjut mengenai cakupan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia (PBI/No 15//13/PBI/2013.Pasal 41A).Jaringan
kantor bank yang akan dibuka harus mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia. BI selaku
pemegang otoritas perbankan dapat menyetujui atau menolak pembukaan jaringan kantor
bank tersebut dengan melakukan pertimbangan terlebih dahulu. Pertimbangan tersebut dapat
dilihat dari segi mikro dan makro ekonomiantara lain upaya pengembangan ekonomi daerah,
perluasan lapangan kerja, kesesuaian dengan prioritas sektor pembangunan, perluasan akses
keuangan bagi masyarakat ber-penghasilan rendah dan produktif (financial inclusion), dan
keberpihakan kepada kepentingan nasional.
Kendala yang dihadapi dalam pembukaan cabang Bank Syariah Mandiri di kota
Bogor Provinsi Jawa Barat.Kendala yang dihadapi dalam proses pembukaan cabang ini
diantaranya ialah dalam prosespencarian gedung yang sesuai dengan kriteria baik terkait luas
gedung yang akan ditempati, status kepemilikan gedung, maupun kesepakatan kontrak antara
bank dan pemilik gedung apabila gedung tersebut akan disewa oleh bank, ketersediaan SDM
yang ahli dalam bidang perbankan yang masih minim khususnya di wilayah Indonesia timur.
Pada prosedur pembukaan cabang dalam proses perizinan terhadap Bank Indonesia,
bank yang akan melakukan pembukaan cabang harus menyerahkan dokumen-dokumen yang
terkait seperti daftar aktiva tetap dan inventaris, susunan dan struktur organisasi, bukti
kepemilikan, penguasaan atau perjanjian, sewa atau nota kesepakatan sewa menyewa gedung
kantor, foto gedung kantor dan tata letak ruangan, termasuk ruang khasanah yang
menunjukkan persiapan kantor Bank beroperasi, persiapan sumber daya manusia, persiapan
jaringan telekomunikasi dan formulir atau warkat yang akan digunakan dalam operasional.
Pemberian kesempatan kepada bank konvensional untuk membuka kantor cabang
berdasarkan prinsip syariah bertujuan untuk meningkatkan jaringan perbankan syariah yang
dilakukan secara bersamaan dengan upaya pemberdayaan perbankan syariah yang sudah ada.
Dengan upaya tersebut diharapkan akan mendorong perluasan jaringanperbankan syariah,
pengembangan pasar uang antar bank syariah, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan
kinerja bank syariah yang akhirnya akan menunjang penguatanekonomi yang lebih tangguh.
C. Perubahan
Berdasarkan pasal 27 undang-undang perbankan yang diubah, setiap perubahan
kepemilikan bank, selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16
ayat 3, pasal 22, pasal 23, pasal 24, pasal 25, dan pasal 26 yang berhubungan dengan soal
perijinan dan kepemilikan usaha bank, wajib pula melaporkannya kepada Bank Indonesia.
Rencana pengalihan kepemilikana bank yang dilakukan secara langsung harus
dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia. Pelaporan ini dimaksudkan untuk
memastikan agar peralihan kepemilikan dilakukan kepada pihak-pihak yang memenuhi
persyaratan sebagai pemilik bank.
Peralihan kepemilikan saham bank yang dilakukan melalui bursa efek dilaporkan
kepada Bank Indonesia apabila kepemilikan suatu pihak melalui bursa efek tersebut telah
mencapai jumlah tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya pengelolaan bank sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Ada dua pasal dalam UU Perbankan Syariah tahun 2008 yang menyangkut perubahan
suatu bank. Pertama adalah bank konvensional bisa berubah menjadi bank syariah, sedangkan
bank syariah ataupun BPRS tidak bisa berubah menjadi bank konvensional (pasal 5). Kedua,
jika terjadi penggabungan atau peleburan antara bank syariah dan bank konvensional lainnya,
maka hasil penggabungan atau peleburan tersebut harus menjadi bank syariah (Pasal 17).
Ketentuan dalam dua pasal tersebut tentu merupakan kabar baik bagi perbankan syariah di
Indonesia, karena dua pasal tersebut menunjukkan dukungan perundang-undangan yang
cukup signifikan bagi per kembangan perbankan syariah.
Di samping itu, pasal lain yang mendorong perkembangan perbankan syariah adalah
pasal tentang pemisahan (spin-off) UUS menjadi Bank Umum Syariah (pasal 68). Dalam
pasal tersebut di-jelaskan bahwa spin-off UUS menjadi Bank Umum Syariah dilakukan jika
aset UUS tersebut telah mencapai minimal 50% dari nilai total bank konvensional induknya
atau 15 tahun sejak berlakunya UU Perbankan Syariah tahun 2008.
Dari pasal-pasal tentang konversi dan spin-off, nampak bahwa perbankan syariah
memang saat ini telah didukung penuh oleh UU. Namun, hal tersebut harus dilakukan dengan
hati-hati dan penuh perhitungan. Karena kalau konversi dan spin-off tersebut tidak dilakukan
dengan hati-hati dan penuh perhitungan, bisa jadi bank syariah baru yang dihasilkan tidak
bisa bersaing di pasar sehingga menjadi bank baru yang tidak sehat.
Salah satu hambatan bagi bank syariah saat ini adalah minimnya jaringan yang ada.
Sehingga, banyak masyarakat yang ingin bertransaksi di bank syariah jadi mengurungkan
keinginannya tersebut. Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat
terhadap bank syariah yang dilakukan BI menunjukkan tinggi nya minat masyarakat terhadap
perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan,
termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan ini kemudian oleh BI dicoba
untuk diatasi dengan office channeling. Diberlakukannya sistem office channelling ini,
diharapkan memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan industri bank syariah.
Pertama, dengan di berlakukannya office channelling, tentu akan semakin memudahkan bagi
nasabah untuk melakukan transaksi syariah tanpa harus men-datangi kantor bank syariah. Ini
menjadi solusi atas permasalahan ke terbatasan kantor unit usaha syariah yang ada selama ini,
sehingga menjadi salah satu hambatan per kembangan bank syariah. Dengan kata lain, akses
terhadap lokasi bank syariah yang selama ini menjadi kendala bagi nasabah untuk
mendapatkan fasilitas transaksi syariah akan dapat teratasi.
Kalau suatu UUS sudah dipisahkan (spin-off) dari bank induk nya yang konvensional
menjadi bank syariah baru, tentu pengelolaan dan jaringan bank syariah yang baru ini harus
terpisah. Oleh karena itu, pemisahan ini harus dilakukan dengan cermat, agar keluhan
masyarakat yang sebelumnya muncul terkait dengan pe layanan jaringan muncul kembali
pada bank syariah yang baru. Pasal tentang spin-off nampaknya sudah pada jalur yang benar.
Aturan bahwa setelah UUS memiliki aset 50% dari nilai total bank induknya harus
memisahkan diri dimaksudkan agar UUS telah siap secara modal dan jaringan untuk mandiri.
Sedangkan aturan bahwa UUS harus memisahkan diri setelah 15 tahun sejak di sahkannya
UU Perbankan Syariah 2008 dimaksudkan agar UUS tersebut telah benar-benar siap untuk
me misahkan diri, sehingga bisa meminimalkan hambatan-hambatan yang mungkin terjadi
dan bisa bersaing di dunia perbankan.Sementara, Dede Nurohman berpendapat bahwa
setidaknya UU Perbankan Syariah (UUPS) membawa 4 makna penting bagi bank syariah,
yaitu:
1. Aturan sebelum UUPS tidak mampu menampung perkembangan kegiatan usaha
perbankan syariah.
2. Perbankan syariah memang memiliki karakteristik yang berbeda dengan
perbankan konvensional.
3. Perbankan syariah dianggap sebagai alternatif solutif bagi penyelesaian persoalan
kesejahteraan masyarakat
4. Adanya UU tersebut mengindikasikan universalitas syariah Islam.
Dari beberapa pendapat tersebut nampak bahwa UU Perbankan Syariah memang
membawa makna dan dampak positif bagi perkembangan bank syariah di Indonesia.
D. Merger
Kata merger berasal dari bahasa inggris “merger” yang berarti menggabungkan.
Merger dapat diartikan sebagai penyatuan atau penggabungan dua perseroan atau lebih
dengan cara mendirikan perseroan baru dan membubarkan perseroan lainnya. Sedangkan
menurut pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 Tentng Perbankan mendefinisikan bahwasanya merger adalah penggabungan
dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan
membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi.
Penggabungan (merger) badan usaha secara umum dapat diartikan sebagai suatu
transaksi yang dapat menggabungkan dua atau lebih perusahaan, namun ada beberapa jenis
penggabungan usaha (bussines combination) lainnya yang dianggap sebagai penggabungan,
meskipun secara teknis bukanlah penggabungan.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT)
menggunakan istilah “Penggabungan” sebagai pengganti terminologi “Merger”. UUPT
memberikan pengertian penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua
Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang
karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri
beralih Karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya
status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia memberikan pengertian
(definisi) mergerdengan rumusan kalimat yang hampir seragam, hanya pada UUPT
memberikan definisi khusus tentang “penggabungan” yang lebih lengkap, yaitu perbuatan
hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan
perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang
menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan
dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena
hukum. Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Perbankan, memberikan pengertian mengenai
mergersebagai: “Penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan
berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa
melikuidasi”.
Definisi diatas kemudian dimuat secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 1999 Tanggal 7 Mei 1999 Tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi bank.
Kepemilikan usaha bank dapat beralih kepada pihak lain melalui penyatuan usaha
(combination atau busines amalgamation) bank dalam memperkuat dirinya guna mewujudkan
sistem perbankan yang sehat, efisien, dan mampu berdaya saing dalam era globalisasi dan
perdagangan bebas. Secara umum terdapat 3 (tiga) bentuk penyatuan usaha dalam hal ini
usaha bank, yaitu merger, konsolidasi, dan akuisisi yang oleh UUPT diterjemahkan dengan
“penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan”. Penyatuan usaha bank adalah
dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha bank yang
bersangkutan atau perluasan usaha bank yang bersangkutan, sehingga bank menjadi kuat
(Pasal 37 ayat 1 huruf d Undang-Undang Perbankan).
Tipe merger dalam kacamata ekonomi dan yang biasanya dipergunakan dan
diaplikasikan dalam dunia usaha adalah tipe horizontal (horizontal merger), mergervertikal
(vertical merger), dan mergerkonglomerat (conglomerate merger), sedangkan dalam
kacamata hukum, tipe mergerdilihat semata-mata dari perikatannya, yaitu “statutory merger”
yang diatur oleh syarat-syarat yang ditetapkan pemerintah dimana para pihak terikat suatu
akta merger (istilah anglo saxon : act of merger) merupakan dokumen yang diajukan kepada
pemerintah bersama-sama dengan dokumen merger terkait.
Selanjutnya peraturan perundang-undangan juga mengatur akibat hukum dari
mergertersebut. Pasal 122 UUPT menjelaskan berakhirnya perseroan karena dilakukan
merger tanpa dilakukan suatu likuidasi terlebih dahulu, akibat hukumnya adalah:
a. Aktiva dan passivebank yang digabungkan atau meleburkan diri beralih krena
hukum pada perseroan yang menerima penggabungan.
b. Pemegang saham perseroan yang menggabungkan diri menjadi pemegang saham
perseroan yang menerima penggabungan.
c. Perseroan yang menggabungkan diri atau meleburkan diri berakhir karena hukum
terhitung sejak tanggal penggabungan diri berakhir karena hukum terhitung sejak
tanggal penggabungan mulai berlaku.
Sedangkan Pasal 2 PP No. 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi, dan akuisisi
Bank, menyebutkan bahwa merger mengakibatkan:
a. Pemegang saham yang melakukan mergeratau konsolidasi menjadi pemegang
saham bank hasil merger
b. Aktivadan passivebank yang melakukan mergeratau konsolidasi, beralih karena
hukum kepada bank hasil merger.
Merger merupakan salah satu cara perusahaan dalam mengatasi persaingan usaha
yang terjadi dalam praktik, untuk menciptakan suatu perusahaan yang lebih besar dan kuat
dalam pasar, mengingat merger merupakan bagian upaya restrukturisasi untuk menciptakan
sinergi dibandingkan cara lain dalam mengatasi persaingan, seperti memfokuskan sumber
daya ekonomi yang dimiliki pada segmen tertentu yang lebih kecil.
Merger memiliki tujuan yaitu:
1. Memperbesar modal
2. Menyelamatkan kelangsungan produksi
3. Mengembangkan jalur produksi
4. Menciptakan system pasar monopolisitik.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
mergerberkembang melalui pertauran perundang-undangan, sedangkan pengertian akuisisi
tumbuh dalam praktek secara harfiah diterjemaahkan sebagai “pengambilalihan” dan dalam
konteks hukum perusahaan dapat berupa pengambialihan sahamatau kekayaan. Dalam
praktek tidak mudah untuk membedakan antara tindakan mergerdengan akuisisi. Tidak jarang
suatu transaksi yang secara formal bukan sebagai merger, melainkan secara materiil
mempunyai akibat sebagai merger.
Merger memiliki manfaat yang besar, baik terhadap perusahaan-perusahaan yang
melakukan merger maupun terhadap konsumen, diantaranya:
1. Memberikan efisiensi dan peningkatan produktifitas bagi perusahaan yang melakukan
merger;
2. Memberikan penyelesaian dalam beragam masalah, seperti masalah kesulitan
keuangan atau masalah ancaman bangkrut (failing firm reasoning);
3. Dapat meningkatkan utilisasi kapasitas berlebih (idle capacity), menekan biaya
transportasi, dan mengganti manajer berkinerja buruk yang tidak tesedia secara
internal;
4. Dapat memberikan akses modal dalam internal perusahaan;
5. Dapat memberikan manfaat dalam riset dan pengembangan (research &
development);
6. Dapat menghasilkan biaya produksi yang lebih rendah, penurunan harga, dan
peningkatan kualitas barang yang menguntungkan konsumen.
Menurut Munir Fuadi, secara yuridis yang manjadi dasar hukum bagi merger adalah:
1. Dasar hukum utama (Undang-Undang dan peraturan pelaksana);
2. Dasar hukum kontraktual;
3. Dasar hukum status perusahaan, seperti pasar modal, Penanaman Modal Asing
(PMA), Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
4. Dasar hukum konsekuensi merger;
5. Dasar hukum pembidangan usaha.
Berdasarkan hubungan usaha, serta ada atau tidaknya kesamaan sifat dari 2 (dua)
entitas usaha yang melakukan merger, bentuk merger dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Horizontal Merger, dalam arti merger dari 2 (dua) unit usaha atau lebih yang
memiliki produk sejenis baik barang atau jasa. Horizontal merger dilakukan untuk
mengurangi persaingan industri, memperkuat pangsa pasar, dan memperoleh
efisiensi biaya operasional;
2. Vertikal Merger, dalam arti merger antara 2 (dua) unit usaha atau lebih yang
mempunyai keterkaitan supplier atau pelanggan. Vertical merger dilakukan untuk
lebih menjaga kontinuitas produksi dan operasi perusahaan.
3. Congeneric Merger, dalam arti merger 2 (dua) unit usaha atau lebih dalam industry
sejenis yang tidak memiliki keterkaitan supplier atau pelanggan;
4. Conglomerate Merger, dalam arti merger antara dua unit usaha atau lebih dalam
industry yang berbeda dan tidak ada keterkaitan satu sama lain, sehingga model ini
merupakan diversifikasi usaha untuk mengurangi resiko.
Menurut Ashibly merger horizontal adalah penggabungan satu atau beberapa
perusahaan yang masing-masing kegiatan bisnis (produksinya) berbeda satu sama lain
sehingga yang satu dengan yang lain nya merupakan kelanjutan dari masing-masing produk.
Contoh PT A mengusahakan kapas, bergabung dengan PT C yang mengusahakan kain dan
seterusnya. Dengan demikian tujuan kerjasama disini adalah menjamin tersedianya pasokan
atau penjualan dan distribusi di mana PT B akan mempergunakan produk PT A dan PT C
akan mempergunakan produk PT B dan seterusnya.
Merger vertical adalah penggabungan satu atau beberapa perusahaan yang masing-
masing kegiatan bisnis berbeda satu sama lain, namun tidak saling mendukung dalam
penggunaan produk. Misalnya badan usaha perhotelan, bergabung dengan badan usaha
perbankan, perasuransian sehingga di sini terlihat adanya diversifikasi usaha dalam suatu
penggabungan badan usaha.
Di pandang dari aspek hukum, bentuk kerjasama ini hanya dapat dilakukan pada
badan usaha dengan status badan hukum (dalam hal ini perseroan terbatas).
Merger perbankan di Indonesia tentu akan memberikan dampak yang positif terutama
terhadap perekonomian nasional, karena mergerperbankan akan memberikan kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan untuk deposito, giro dan tabungan. Bagibank-bankbesardi
beberapanegaramaju, seperti Amerika Serikat misalnya, selain aspek makro ekonomi dan
mikro ekonomi yang dipertimbangkan dalam suatu keputusan merger, pihak pemerintah
sering sekali memperhatikan aspek-aspek yang bersifat struktural, yang meliputi tiga aspek.
Pertama, aspek kesehatan dan keamanan. Artinya perusahaan baru hasil merger tersebut
harus menjadi perusahaan yang sehat danaman. Apabilaperusahaan
lamaadayangtidaksehat,makaharusbiasdiupayakan agar penyakit lama tersebut tidak boleh
menular ke perusahaan hasil merger. Kedua, aspek kompetisi dan konsentrasi. Penggabungan
perusahaan tidak boleh berakibat pada semakin terkonsentrasinya bisnis dalam industri
karena tidak bisa mendorong efisiensi di dalam bisnis tersebut. Ketiga, aspek pelayanan
kepada masyarakat. Penggabungan usaha tidak harus mengurangi kualitas pelayanan bank
kepada masyarakat luas.
E. Konsolidasi
Kata konsolidasi berasal dari bahasa inggris “consolidation” yang berarti peleburan.
Secara sederhana konsolidasi diartikan penggabungan dua perseroan atau lebih dengan cara
membentuk perseroan baru dan membubarkan perseroan yang bergabunng tadi. Jadi beberapa
perseroan yang ada bergabung atau menyatukan diri menjadi perseroan baru, dimana hak dan
kewajjiban perseroan yang ada diambil oleh perseroan baru yang telah dibentuk. Sedangkan
menurut pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 Tentng Perbankan mendefinisikan bahwasanya konsolidasi adalah
penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara mendirikan bank baru dan
membubarkan bank-bank tersebut dengan atau tanpa likuidasi.
Konsolidasi yang berasal dari kata “consolidation” , yang berarti “melebur”, adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) perseroan atau lebih untuk meleburkan diri
dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan
pasiva dari perseroan yang meleburkan diri, selain status badan hukum perseroan yang
meleburkan diri berakhir karena hukum.
Konsolidasi atau yang disebut juga sebagai peleburan perusahaan, merupakan
perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu atau lebih perseroan untuk meleburkan diri
dengan perseroan lain dengan membentuk satu perseroan baru, yang masing-masing
perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar (tanpa proses likuidasi), sehingga perseroan-
perseroan yang telah membubarkan diri membentuk perusahaan baru. Singkat kata,
konsolidasi merupakan penggabungan perusahaan yang bergabung menjadi satu dan
membentuk perusahaan baru.
Bank merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bergerak dalam lalu lintas
keuangan. Tindakan yang dilakukan perbankan harus didasarkan pada landasan hukum yang
berupa peraturan perundang-undangan. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh
perbankan adalah restrukturisasi perusahaan. Restrukturisasi perbankan dapat berupa merger
(penggabungan), konsolidasi (peleburan), dan akuisisi (pengambilalihan).
Pengertian konsolidasi yang tercantum pada Pasal 1 angka 10 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas merupakan perbuatan hukum yang
dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu
perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang
meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena
hukum. Terbentuknya bank yang baru mengakibatkan bubarnya status hukum bank-bank
yang melakukan konsolidasi. Seluruh aktiva dan pasiva dari bank yang meleburkan diri
menjadi satu sebagai modal bank yang baru. Konsolidasi yang dilakukan oleh suatu bank
harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi, dan
Akuisisi Bank, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Adapun akibat hukum yang ditimbulkan dari peleburan antara lain pemegang saham bank
yang meleburkan diri akan menjadi pemegang saham bank yang baru serta bank yang
meleburkan diri akan berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal konsolidasi mulai
berlaku.
Antara konsolidasi dan merger sering kali dipersamakan sehingga dalam praktik
kedua istilah ini sering di pertukarkan dan dianggap sama artinya, namun sebenarnya terdapat
perbedaan pengertian antara konsolidasi dan merger. Dalam merger penggabungan antara dua
atau lebih badan usaha tidak membuat badan usaha yang bergabung menjadi lenyap,
sedangkan konsolidasi adalah penggabungan antara dua atau lebih badan usaha yang
menggabungkan diri saling melebur menjadi satu dan membentuk satu badan usaha yang
baru, oleh kerena itu, konsolidasi ini sering kali di sebut dengan peleburan.
Menurut Abdulkadir Muhammad sebagaimana halnya dengan penggabungan, maka
peleburan juga bertujuan untuk mencapai hal-hal berikut:
a. Memperbesar jumlah modal;
b. Memperbesar sinergi perseroan;
c. Menyelamatkan kelangsungan produksi;
d. Mengamankan jalur distribusi; dan
e. Mengurangi pesaing dan mampu bersaing secara monopolistic.
Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/KEP/DIR menetapkan
bahwa merger, konsolidasi dan akuisisi BPR dapat dilakukan atas:
a. Inisiatif BPR yang bersangkutan, yang wajib terlebih dahulu memperoleh izin
dari Direksi Bank Indonesia;
b. Permintaan Bank Indonesia.
Marger dan konsolidasi hanya dapat dilakukan:
a. Antar BPR yang:
i. Berkedudukan dalam wilayah provinsi yang sama; atau
ii. Berkedudukan dalam wilayah provinsi yang berbeda sepanjang kantor-kantor
BPR hasil merger atau konsolidasi berlokasi dalam wilayah provinsi yang sama;
b. Antara BPR konvensional dan BPRS apabila BPR hasil merger dan konsolidasi
dimaksud menjadi BPRS.
Salah satu faktor BPR hasil merger atau konsolidasi dijadikan sebagai kantor pusat,
dan kantor BPR lainnya dapat menjadi kantor cabang.
Izin merger atau konsolidasi atas inisiatif BPR dapat diberikan apabila dipenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Telah memperoleh persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat
Anggota;
b. Permodalan BPR hasil merger atau konsolidasi memenuhi ketentuan rasio
kewajiban pemenuhan modal minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
c. Calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi BPR hasil merger atau konsolidasi
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia tentang BPR yang mengatur kepengurusan BPR;
d. Apabila BPR hasil merger atau konsolidasi akan menjadikan kantor BPR lainnya
sebagai kantor cabang, BPR hasil merger wajib memenuhi persyaratan modal
disetor untuk pembukaan kantor cabang BPR sebagaimana diatur dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia yang mengatur tentang pembukaan kantor
cabang BPR.
Dilakukannya konsolidasi akan menimbulkan konsekuensi yuridis. Akibat hukum dari
pelaksanaan konsolidasi ini adalah bank yang meleburkan diri akan bubar sejak akta
pendirian bank konsolidasi disetujui oleh Menteri Kehakiman. Pemegang saham bank yang
melakukan konsolidasi secara otomatis akan menjadi pemegang saham bank hasil
konsolidasi. Aktiva21 dan pasiva22dari bank yang melakukan konsolidasi beralih karena
hukum kepada bank hasil konsolidasi. Konsolidasi yang dilakukan tidak akan mengurangi
hak dari pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar.
Penjualan saham yang dilakukan oleh pemegang saham minoritas dapat dilakukan jika
pemegang saham minoritas tidak menyetujui tindakan yang dilakukan bank yang
bersangkutan, seperti mengubah Anggaran Dasar; menjual, menjaminkan, menukar sebagian
besar atau seluruh kekayaan yang dimiliki oleh; ataupun bank yang bersangkutan melakukan
restrukturisasi (melakukan merger, akuisisi, atau konsolidasi).
F. Akuisisi
Secara terminologi “akuisisi” biasanya digunakan untuk mencakup transaksi yang
terjadi antara dua pihak atau lebih, dimana pihak yang satu, pembeli pada akhirnya
mendapatkan dan menjadi pemilik dari sebagian atau seluruh aset pihak lain, penjual.
Akuisisi suatu usaha bank oleh bank lain diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1999. Di sana disebutkan yang dimaksud dengan akuisisi itu adalah pengambilalihan
kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap bank.
Dari definisi diatas dapat di ambil kesimpulan bahwasannya kepemilikan dapat
beralih kepada pihak lain melalui penyatuan usaha (combination atau business
amalgamation) bank dalam rangka memperkuat dirinya guna mewujudkan sistem perbankan
yang sehat, efisien, dan mampu bersaing dalam era globalisasi dan perdagangan bebas.
Kinerja antara dua bank atau lebih dapat terjadi karena merger dan konsolidasi, sehingga
diharapkan muncul bank kuat dengan kinerja yang lebih baik. Demikian juga, akuisisi bank-
bank dapat menunjang terciptanya sistem perbankan yang sehat dan efisien melalui
masuknya investor yang mempunyai modal kuat. Dengan demikian, penyatuan usaha bank
adalah dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha
bank yang bersangkutan atau perluasan usaha bank yang bersangkutan, sehingga bank dapat
menjadi kuat.
Akuisisi Bank Umum dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum, baik
melalui pembelian saham secara langsung maupun pembelian saham melalui bursa efek,
dengan membeli seluruh atau sebagian jumlah saham Bank Umum yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian Bank Umum kepada pihak yang mengakuisisi.
Izin akuisisi bank umum atas inisiatif bank yang bersangkutan dapat diberikan apabila
dipenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Telah memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota
dari Bank Umum yang akan diakuisisi;
b. Pihak yang melakukan akuisisi memenuhi persyaratan sebagai pemilik bank umum
sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yang
mengatur kepemilikan bank umum;
c. Apabila bank umum yang diakuisisi terdaftar dipasar mmodal, maka wajib dipenuhi
ketentuan pasar modal mengenai penawaran tender dan keterbukaan informasi
pemegang saham tertentu;
d. Dalam hal akuisisi dilaukan oleh bank, maka bank wajib memenuhi ketentuan
mengenai penyertaan modal oleh bank yang diatur oleh Bank Indonesia.
Akuisisi BPR dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum melalui
pengambilalihan seluruh atau sebagian jumlah saham BPR yang mengakibatkan pihak yang
mengakuisisi memegang pengendalian BPR.
Izin akuisisi BPR atas inisiatif bank yang bersangkutan dpat diberikan apabila
dipenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Telah memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat
Anggota BPR yang akan diakuisisi
b. Pihak yang melakkukan akuisisi memenuhi persyaratan sebagai pemilik BPR
sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indomesia tentang BPR
yang mengatur kepemilikan dan permodalan BPR.
Dalam pasal 28 Undang-Undang Perbankan menetapkan bahwasannya merger,
konsolidasi dan akuisisi bank wajib terlebih dahulu mendapat izin dari Pimpinan Bank
Indonesia. Dalam memberikan izizn tersebut, Bank Indonesia akan menilai apakah
pelaksanaan merger, konsolidasi dan akuisisi bank tersebut:
a. Dapat mendorong kinerja dan sistem perbankan nasional;
b. Tidak menimbulkan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu orang atau suatu
kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
c. Tidak merugikan kepentingan nasabah.
Selain itu, merger, konsolidasi dan akuisisi bank juga dilakukan dengan
memperhatikan banyak kepentingan-kepentingan, diantaranya adalah kepentingan bank,
kepentingan kreditor, kepentingan pemegang saham minoritas, kepentingan karyawan bank
dan kepentingan rakyat banyak.
Dalam PP Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank
menetapkan sebagai berikut:
Pasal 3
Merger, Kosolidasi dan Akuisisi Bank dapat dilakukan atas:
a. inisiatif Bank yang bersangkutan; atau
b. permintaan Bank Indonesia; atau
c. inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan
perbankan.
Kepemilikan dapat beralih kepada pihak lain melalui penyatuan usaha (combination
atau business amalgamation) bank dalam rangka memperkuat dirinya guna mewujudkan
sistem perbankan yang sehat, efisien, dan mampu bersaing dalam era globalisasi dan
perdagangan bebas. Kinerja antara dua bank atau lebih dapat terjadi karena merger dan
konsolidasi, sehingga diharapkan muncul bank kuat dengan kinerja yang lebih baik.
Demikian juga, akuisisi bank-bank dapat menunjang terciptanya sistem perbankan
yang sehat dan efisien melalui masuknya investor yang mempunyai modal kuat. Dengan
demikian, penyatuan usaha bank adalah dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan atau perluasan usaha bank yang
bersangkutan, sehingga bank dapat menjadi kuat.
G. Pembubaran dan Likuidasi Bank
a. Pengertian Likuidasi Bank
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, likuidasi adalah proses membubarkan
perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban kepada para kreditor
dan pembagian harta yang tersisa kepada para pemegang saham (persero).
Sedangkan menurut Kamus Perbankan likuidasi adalah pembubaran perusahaan
dengan penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, dan pelunasan utang serta
penyelesaian sisa harta atau utang antara para pemilik.
Adapun menurut Zainal Asikin menyebutkan likuidasi adalah suatu tindakan untuk
membubarkan suatu perusahaan atau badan hukum.
Menurut pasal 1 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999, bahwa yang
dimaksud dengan likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban
bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.Ini berarti,
likuidasi bank merupakan kelanjutan dari tindakan pencabutan izin usaha dan pembubaran
badan hukum bank.
Menurut PP RI No. 25 tahun 1999 keputusan dan penetapan pembubaran badan
hukum bank sebagaimana dalam pasal 5 dan 6 wajib:
c. Di daftarkan dalam Daftar Perusahaan dan di Panitera Pengadilan Negri yang
meliputi tempat kedudukan bank yang bersangkutan;
d. Di umumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan 2 (dua) surat kabar
harian yang mempunyai peredaran luas; dan
e. Di beritahukan kepada instansi yang berwenang oleh Tim Likuidasi dalam jangka
waktu 7 hari terhitung sejak pembentukan Tim Likuidasi
Pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh tim likuidasi. Dengan terbantuknya tim
likuidasi, tanggung jawab dan kepengurusan bank dalam likuidasi dilakukan oleh tim
likuidasi dalam segala hal yang berkaitan dalam penyelesaian hak dan kewajiban bank
tersebut. Sejak terbentuknya tim likuidasi, direksi dan dewan komisaris menjadi non aktif,
dan berkewajiban untuk setiap saat membantu memberikan segala data yang diperlukan oleh
tim likuidasi.
Sebelum likuidasi selesai, anggota direksi dan dewan komisaris bank yang
bersangkutan tidak diperkenankan untuk mengundurkan diri, kecuali dengan persetujuan
Bank Indonesia.
Pelaksanaan likuidasi Bank dilakukan oleh tim likuidasi secara efisien dan efektif, dan
diharapkan likuidasi dapat selesai dalam waktu singkat.
Anggota tim likuidasi berjumlah minimal tiga orang dan maksimal tujuh orang,
dimana salah seorangnya ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau pengadilan
untuk menjabat ketua yang mempunyai wewenang bertindak mewakili Tim Likuidasi.
Pelaksanaan likuidasi bank yang dilakukan oleh tim likuidasi tersebut wajib
diselesaikan dalam waktu paling lambat lima tahun terhitung sejak tanggal dibentuknya tim
likuidasi apabila penyelesaiannya mengalami tingkat kesulitan yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai