Anda di halaman 1dari 9

INISIASI 4 MANUSIA DAN PERADABAN

1. Pengertian hakikat peradaban dan masyarakat yang adab


2. pengertian evolusi kebudayaan
3. permasalahan yang muncul terkait dengan isu peradaban dalam kehidupan manusia

A. PENGERTIAN ADAB DAN PERADABAN

Adab dalam kamus Bahasa Indonesia berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan
budi pekerti. Dengan demikian, manusia yang beradab berarti manusia yang mempunyai
akhlak, kesopanan dan budi pekerti. Hal-hal ini merupakan suatu ukuran untuk melihat
apakah manusia itu beradab atau sebaliknya ”tidak beradab”. Tetapi, yang menjadi
pertanyaan adalah ”Siapakah yang mengukur beradab atau tidaknya manusia
tersebut?”Sebelum menjawab pertanyaan di atas, maka kita perlu melihat mengenai asal
dari kata ”civilization” atau yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai kata
peradaban. Kata civilization berasal dari kata civis yang artinya orang yang tinggal di sebuah
kota, dan kata civitas berarti
komunitas di mana orang-orang tinggal. Dengan demikian, kata ”civilization” yang berarti
peradaban mengandung gagasan tentang ’citification’ atau ”the coming to be of cities.”

Jadi kembali pada pertanyaan di paragraf sebelumnya, maka akhlak, kesopanan dan
budi pekerti adalah suatu konsep yang bersifat normatif, artinya ada tolok ukur yang
mengikuti norma-norma tertentu yang ada di dalam suatu masyarakat dan kebudayaan
tertentu. Sedangkan dalam hal ini, norma adalah sekumpulan gagasan dan juga sekaligus
merupakan sekumpulan tingkah laku yang dianggap wajar, serta diterima oleh banyak orang
di dalam suatu masyarakat tertentu. Dengan demikian, suatu norma tidak datang dengan
sendirinya di dalam suatu masyarakat dan kebudayaan tertentu. Akan tetapi, norma adalah
produk yang berasal dari suatu masyarakat dan kebudayaan tertentu, yang digunakan oleh
masyarakat dan kebudayaan tertentu tersebut untuk mempedomani hidup mereka dalam
bermasyarakat dan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebenarnya selain norma juga ada nilai-nilai, aturan dan peraturan yang sifatnya
lebih jelas terlihat (konkret). Ke semua ini mempunyai fungsi yang sama, seperti halnya
norma, dan juga merupakan hasil produk dari kebudayaan dari suatu masyarakat. Dengan
demikian, setiap masyarakat dan kebudayaan di manapun di dunia ini dapat menghasilkan
produk yang disebut sebagai nilai, norma, aturan, dan peraturan menurut kebudayaan
mereka masing-masing. Jadi, setiap produk dari tiap-tiap masyarakat dan kebudayaan ini
dapat berbeda-beda. Hal ini disebabkan masing-masing masyarakat memiliki tingkat
kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan kebudayaan dan peradaban masing-masing
masyarakat. Sehingga, dapat dikatakan bahwa setiap kebudayaan dan peradaban bersifat
sangat khas dan unik, serta tidak dapat dibandingkan satu sama lain.

Peradaban (civilization) didefinisikan Huntington sebagai berikut, ”...the highest social


grouping of people and the broadest level of cultural identity people have short of that
which distinguish humans from other species...”. Dalam penjelasan Huntington (1996)
tentang hal ini dapat dilihat adanya empat penjabaran:
1. bahwa suatu peradaban berlawanan dengan istilah yang disebut sebagai
”barbarisme”. Biasanya suatu peradaban, berkaitan dengan ciri urban (kota),
hidup menetap dan terpelajar.
2. Kedua, peradaban merupakan sebuah entitas kultural, di mana di dalamnya
tercakup nilai-nilai, norma-norma, pola-pola pikir, institusi-institusi yang menjadi
bagian terpenting dan diwariskan dari generasi ke generasi.
3. Ketiga, sebuah peradaban adalah suatu totalitas.
4. Keempat, peradaban adalah fakta kesejarahan yang membentang dalam kurun
waktu yang sangat panjang dan memiliki sifat yang dinamis.
5. Kelima, karena peradaban bukan entitas politik, maka suatu peradaban tidak
berpegang pada suatu tatanan, penegakan keadilan, kesejahteraan bersama,
upaya perdamaian, mengadakan berbagai negosiasi atau menetapkan berbagai
”kebijakan” yang biasa dilakukan oleh suatu pemerintahan. Komposisi politis
peradaban yang sangat bervariasi menyajikan pembedaan-pembedaan di dalam
peradaban itu sendiri. Suatu peradaban bisa mencakup satu atau beberapa
kesatuan politis. Kesatuan tersebut dapat berupa negara-kota, kekaisaran-
kekaisaran, federasi-federasi,konfederasi-konfederasi, negara-negara atau negara-
negara multinasional.

Sebagai contoh adalah peradaban Islam. Peradaban ini mulai berkembang dari abad
VII M menyebar secara cepat hingga Afrika Utara, semenanjung Iberia, Asia Tengah, Anak
Benua, hingga Asia Tenggara. Sedangkan, peradaban Cina, telah berkembang sejak 1500SM
dan juga diperkirakan beribu-ribu tahun sebelumnya. Sebenarnya istilah/term peradaban
Cina diterapkan untuk menggambarkan kebudayaan Cina dan komunitas-komunitas Cina
yang tinggal di Asia Tenggara dan yang berada di manapun di luar daratan Cina. Kemudian,
untuk peradaban Barat yang muncul sekitar 700 – 800M, memiliki tiga komponen utama
yaitu Eropa, Amerika Utara dan Amerika Latin. Dengan demikian dari beberapa contoh
sebelumnya, menurut Christopher Dawson, ”..agama-agama besar adalah bangunan-
bangunan bagi peradaban-peradaban besar...” atau dengan kata lain agama adalah
karakteristik utama yang mencirikan suatu peradaban. Penjelasan ini juga dikuatkan oleh
Weber yang menyatakan bahwa empat dari lima agama besar di dunia diasosiasikan dengan
peradaban utama, seperti Kristen, Islam, Hindu dan Confusianisme. Sedangkan, Budhisme
tidak termasuk di dalamnya, karena terpecah menjadi dua, yang salah satunya adalah
Budhisme Mahayana yang antara lain menyebar pada abad 1M ke Cina, Korea Vietnam dan
Jepang. Di sana, ajaran ini terasimilasi dengan kebudayaan setempat.

Sedangkan tokoh lainnya yang berbicara tentang peradaban adalah Ibnu Khaldun,
sejarahwan Arab (1332-1406 M), yang menjelaskan peradaban adalah suatu organisasi sosial
manusia, kelanjutan dari suatu proses lewat ashabiyah (group feeling, esprit de corps).
Dengan demikian, peradaban didefinisikan sebagai keseluruhan kompleksitas produk pikiran
kelompok manusia yang mengatasi negara, ras, suku atau agama yang membedakannya dari
yang lain, tetapi tidak monolitik dengan sendirinya.

Dengan demikian, bila kita mengaitkan kebutuhan manusia dan peradaban, maka
kita harus melihat bahwa setiap masyarakat dan kebudayaan di dunia ini memiliki kebutuhan
hidup yang berbeda-beda sesuai dengan cara hidup, organisasi sosial mereka masing-
masing, yang kemudian membentuk kebudayaan dan kemudian membentuk peradaban
yang mereka miliki. Di dalam kebudayaan dan peradaban Barat, manusia yang dianggap
beradab adalah manusia yang berpendidikan, memiliki sopan santun dan berbudaya. Contoh
kebiasaan makan dan makan malam bersama merupakan salah satu tradisi yang dianggap
penting pada masyarakat Barat. Di dalam kesempatan ini, seluruh anggota keluarga
diharapkan untuk makan bersama dengan seluruh anggota keluarga serta menggunakan
busana yang pantas dan baik. Kebiasaan makan malam bersama ini, diatur oleh sejumlah
norma-norma kebiasaan setempat, seperti dalam hal penggunaan berbagai alat-alat makan.
Selain itu, adanya hierarki dalam keluarga, dimana setiap anggota keluarga diberi
kesempatan untuk mengambil makanan melalui urutan hierarki yang sudah ditetapkan
menurut kebudayaan Barat. Di samping itu, juga adanya aturan cara makan dengan ’baik’,
contoh tidak mengecap, tidak berbicara ketika sedang makan dan lainnya. Ke semua hal ini,
di dalam masyarakat tersebut dianggap sebagai salah satu aspek dari peradaban kebudayaan
Barat yang dianggap penting dan seharusnya dilakukan dalam kehidupan sehari- hari
mereka.

Peradaban Barat dalam pengertian sebelumnya, tentunya berbeda dengan


peradaban di wilayah-wilayah lain di dunia, seperti peradaban Maya di Tikal, Amerika Latin,
peradaban Mesopotamia (di wilayah Irak dan sekitarnya, pada masa kini), Peradaban Cina
atau Peradaban Mesir Kuno di masa lampau. Peradaban Cina di masa lampau menganggap
bahwa manusia yang beradab adalah mereka yang mempunyai kemampuan antara lain
menguasai kesenian, menulis dan membaca. Serta melakukan tradisi harakiri (aksi
membunuh diri), apabila seseorang atau dirinya telah melakukan suatu tindakan yang
memalukan masyarakatnya, seperti kalah dalam perang dan kemudian menghunus
pedangnya ke arah tubuhnya sendiri atau melakukan tradisi hukum pancung, bila ditemukan
seseorang telah berbuat aib bagi masyarakatnya.

Sebaliknya, beberapa ratus tahun yang lalu ketika Columbus dan bangsa- bangsa
Eropa menemukan wilayah-wilayah baru di luar daratan Eropa, seperti benua Amerika dan
lainnya, maka pada waktu itu, bangsa Barat menganggap bahwa bangsa-bangsa di wilayah
baru tersebut dianggap tidak beradab, antara lain seperti suku-suku bangsa Indian yang
memiliki cara hidup dan kebudayaan yang sangat berbeda dengan cara hidup dan
kebudayaan di Eropa. Bangsa Eropa pada waktu itu menyebut orang-orang di luar Eropa
sebagai bangsa yang buas (barbar) dan tidak memiliki peradaban (uncivilized). Hal ini
dikarenakan bangsa Barat mempunyai tolok ukuran penilaian yang sangat berbeda dengan
tolok ukur penilaian bangsa Indian dalam konteks kehidupan sehari-hari pada masa itu.
Tingkah laku dan cara hidup orang Indian ini dianggap bertentangan dengan norma-norma
kesopanan dan kehalusan budi di dalam peradaban Barat. Sehingga, pada saat koloni-koloni
Barat dibangun di wilayah Amerika, bangsa-bangsa Indian dipaksa untuk mengikuti norma-
norma yang ada dalam peradaban bangsa Eropa tersebut, dengan maksud agar mereka lebih
beradab. Misalnya orang- orang Indian tidak dapat lagi berpindah-pindah tempat tinggal,
tidak mengikuti tradisi mengupas kulit kepala musuh mereka yang kalah perang (scalp), dan
lain sebagainya.

Hal penting dalam suatu peradaban yang perlu dikaji adalah adanya tradisi tulis dan
baca (lettered – melek huruf) pada masyarakat tersebut, selain manusia mempunyai akhlak,
sopan santun dan memiliki budi pekerti. Sedang hal lainnya adalah aspek mitos, religi,
bahasa, seni dan ilmu pengetahuan merupakan faktor-faktor penting pembentuk sebuah
peradaban. Sebenarnya hal-hal ini sejalan dengan apa yang pernah diuraikan oleh
Koentjaraningrat (1981: 10) tentang peradaban (civilization) sebagai berikut:
”...istilah peradaban dapat kita sejajarkan dengan kata asing ’civilization’. Istilah itu biasanya
dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah, seperti
kesenian, ilmu pengetahuan, sopan santun dan sistem pergaulan yang kompleks...Sering
juga istilah peradaban dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem
teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju
dan kompleks...”

Dengan demikian, dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa peradaban adalah
bagian dari suatu kebudayaan yang memiliki unsur-unsur kebudayaan yang khas yaitu halus,
indah, dan kompleks seperti dalam seni, sistem teknologi, ilmu pengetahuan yang maju dan
kompleks dan lainnya.

B. PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA, EVOLUSI KEBUDAYAAN DAN PERADABAN

Berbeda dengan uraian sebelumnya, maka menurut Fairchild dkk. (1980:41), peradaban
sebagai suatu perkembangan kebudayaan telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh
manusia pendukungnya. Dalam uraian Fairchild ini tersirat bahwa tingkat tertentu dari suatu
peradaban tercermin dari para pendukung suatu kebudayaan, apakah masyarakatnya dapat
dikatakan masyarakat yang beradab, tidak beradab (uncivilized) atau kurang beradab. Hal ini
sejalan dengan pendapat Lewis Henry Morgan (1818-1881) tentang adanya suatu proses
evolusi yang akan dan sudah terjadi di seluruh masyarakat dan kebudayaan di dunia yang
terdiri dari beberapa tingkatan.

1. Perubahan

Berdasarkan penjelasan sebelumnya terlihat, bahwa setiap kebudayaan pada


masyarakat manapun di dunia ini selalu mengalami proses perubahan dan perkembangan
secara sekaligus. Perubahan di sini dapat menyangkut tentang berbagai hal, baik perubahan
fisik oleh proses alami dan proses perubahan yang ada dalam kehidupan manusia oleh
dinamika kehidupan itu sendiri. Perubahan yang menyangkut kehidupan manusia ini atau
terkait dengan lingkungan kehidupannya yang berupa fisik, alam dan sosial disebut
perubahan sosial. Perubahan sosial tidak dapat dipelajari terlepas dari lingkupnya, yaitu
masyarakat. Tetapi suatu perubahan sosial, tidak selalu merupakan suatu perubahan
kebudayaan, walaupun kedua jenis perubahan itu mungkin berjalan bersamaan.

Robert H Lauer mengutip dari Moore, terkait dengan perubahan sosial, menyatakan
bahwa ”...change as the significant alteration of social structures...” Di sini yang dimaksud
dengan social structure atau struktur sosial adalah “...the patterns of social action and
interaction...”. Dengan demikian, perubahan sosial menurutnya adalah perubahan penting
dari struktur sosial yang berupa pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Tercakup di dalamnya
berbagai pernyataan tentang struktur seperti norma, nilai dan gejala budaya lainnya.
Selainitu, Lauer, mengutip Fairchild mengenai gejala yang sama, menyatakan bahwa
”...variations of modifications in any aspect of social process, patterns or form...”. Jadi,
perubahan sosial yang dimaksudkan adalah, “...as an inclusive concept that refers to
alterations in social phenomena at various levels of human life from the individual to the
global..”, Terjemahannya adalah suatu konsep inklusif yang menunjuk kepada perubahan
gejala sosial di berbagai tingkat kehidupan manusia dari mulai tingkat individual sampai
global. Dengan demikian, menurut Lauer perubahan sosial dapat dipelajari pada satu atau
lebih tahapan dengan menggunakan berbagai bidang studi dan satuan analis.
Sedangkan yang dimaksud sebagai perubahan kebudayaan adalah suatu perubahan yang
terjadi pada sistem budaya, bahasa, kesenian dan cita rasa pada suatu masyarakat.
Perubahan sistem budaya yang dimaksud adalah perubahan pada sejumlah nilai-nilai,
norma-norma yang penting di suatu masyarakat. Proses perubahan kebudayaan ini biasanya
memakan waktu cukup lama dan biasanya merupakan kelanjutan dari perubahan sosial.
Kehidupan manusia adalah proses dari satu tahap hidup ke tahap hidup lainnya. Karena itu,
perubahan sebagai proses dapat menunjukkan perubahan sosial dan perubahan kebudayaan
atau keduanya pada satu runtunan proses tersebut. Dengan demikian, secara singkat
perubahan dapat dinyatakan sebagai, “...means simply the process of becoming different in
any sense...”.

Proses perubahan pada tiap kebudayaan di dunia dapat berjalan secara cepat
ataupun lambat. Perubahan yang berjalan secara perlahan dan gradual ini sering tidak
dirasakan oleh masyarakat dan perubahan seperti ini disebut sebagai evolusi. Sedangkan
perubahan bentuk lainnya adalah proses perubahan yang berjalan secara cepat, yang sering
disebut sebagai revolusi, misal adanya pergantian sistem pemerintahan di suatu negara
secara tiba-tiba, sehingga mengubah tatanan yang ada sebelumnya. Selain itu, perubahan
dapat berupa suatu proses involusi seperti temuan Clifford Geertz tentang kasus pertanian
dan penduduk di Jawa. Involusi kebudayaan adalah ”...a form of innovation that attempts to
preserve an extant structure, solving its new problem by “fixing it up”....The initial survival
value of a favorable innovation is conservative in that it tenders possible the maintenance of
a traditional way of life in the face of changed circumstances. Thus the likelihood is that
involution willbe a prevalent form of cultural change...”. Jadi menurut Geertz, penetrasi
kapitalisme Barat terhadap sistem sawah di Jawa membawa kemakmuran di Barat, tetapi
mengakibatkan suatu proses tinggal landas, yang berupa peningkatan jumlah penduduk
pedesaan. Kelebihan penduduk ini dapat diserap sawah melalui proses involusi, yaitu suatu
kerumitan berlebihan yang semakin rinci yang memungkinkan tiap orang tetap, menerima
bagian dari panen, meskipun bagiannya menjadi semakin kecil.

Evolusi adalah suatu proses perubahan dan perkembangan yang berjalansecara


lambat dari sesuatu yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks, memakan waktu
yang panjang dan biasanya melalui berbagai tahapan diferensiasi yang sambung
menyambung. Proses evolusi ini dapat bersifat linear, seperti suatu pergerakan dari suatu
titik ke titik lainnya dalam satu garis saja. Jadi arah perkembangan mengikuti suatu pola yang
pasti. Tetapi, proses ini dapat pula bersifat multilinear, yaitu suatu proses perubahan yang
mengikuti suatu garis, yang kemudian pada suatu titik tertentu, garis tersebut pecah menjadi
cabang-cabang dan kemudian begitu seterusnya. Proses ini seperti evolusi manusia yang
terjadi ribuan tahun yang lalu, dari makhluk primata menjadi manusia (homo sapiens).

Dengan demikian, evolusi menurut Elman R. Service (1971) adalah


”...sequences of related forms also basically opposed it to kinds of changes that are chaotic
or cataclysmic. This is to say that evolutionary change is orderly, which means that it can be
analyzed scientifically in terms of cause and effect; and further, that characteristics of any
given phenomenon cannot be fully understood, or explained, without knowing something
about its ancestry—the antecedent sequence of related forms from which it “unfolded”...”.

Terjemahannya adalah bahwa bentuk tahap-tahapan yang berkaitan, yang juga macam
perubahannya secara mendasar bertentangan, chaos/ cataclysmic. Dengan demikian,
perubahan evolusi memiliki keteraturan, yang artinya gejalanya dapat dianalisis secara
ilmiah dan dalam konteks sebab dan akibat, serta lebih jauh lagi, cirri-ciri gejalanya tidak
dapat dipahami dan dijelaskan tanpa mengetahui asal muasalnya - kejadian yang muncul
sebelumnya yang berkaitan dengan sesuatu yang sudah ada.

2. Evolusi Kebudayaan dan Peradaban serta Tahapannya

Pendapat Elman R. Service (1971), sebagaimana diuraikan di atas, sejalan dengan pendapat
Herbert Spencer, seorang ahli filsafat Inggris (1820- 1903) yang menjelaskan bahwa seluruh
alam itu, baik yang berwujud monoorganis, organis maupun yang superorganis akan
berevolusi karena didorong oleh kekuatan mutlak yang ia sebut sebagai evolusi universal.
ini juga terjadi pada tiap kebudayaan dan masyarakat yang ada di dunia, di mana Spencer
melihat perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari tiap bangsa di dunia ini telah atau
akan melalui tingkatan-tingkatan evolusi yang sama. Di sini pemikiran Spencer dapat
diklasifikasi sebagai pemikiran yang bersifat unilinear dengan salah satu karyanya yang
menjelaskan bahwa struktur sosial berkembang secara evolusioner dari struktur yang
homogen menjadi heterogen. Perubahan struktur ini, kemudian diikuti dengan perubahan
fungsi. Kelompok suku-suku yang sederhana hidupnya bergerak maju secara evolusioner ke
arah ukuran yang lebih besar, keterpaduan, kemajemukan dan kepastian sehingga terjelma
suatu bangsa yang beradab .

Tetapi, menurutnya secara khusus, tiap bagian masyarakat atau sub-sub kebudayaan
bisa mengalami proses evolusi pula melalui tingkat-tingkat yang berbeda. Contoh
masyarakat Papua-Irian Jaya mengalami proses perubahan sosial dan budaya yang dapat
dikatakan sangat lambat. Ketika di tahun 1960an, sebagian besar masyarakat Papua Irian
Jaya masih hidup dengan menggunakan teknologi batu, sedangkan di wilayah lain di
Indonesia, seperti di pulau Jawa, temuan artefak yang berupa sisa-sisa teknologi yang
hampir sama, sudah ada beberapa ribu tahun yang lampau. Hal ini diketahui dengan adanya
temuan artefak Bengawan Solo dan di desa Trinil, Jawa Timur lebih kurang 800.000-200.000
tahun yang lampau oleh para arkeolog dan para pakar paleoantropologi (Lihat Garna, Y,
1992; Koentjaraningrat, 1981). Tetapi,pada saat ini setelah lebih kurang 46 tahun, kondisi
sosial budaya masyarakat-masyarakat suku-suku bangsa di Papua-Irian Jaya sudah banyak
berubah, terkecuali di wilayah-wilayah tertentu yang masih tetap mempertahankan adat dan
tradisi masyarakat setempat, seperti pada masyarakat suku Dani, di distrik Kurulu, wilayah
Pegunungan Tengah
Jayawijaya, Papua Irian Jaya, yang masih tetap mempertahankan holim (koteka) sebagai
busana sehari-hari mereka .
Peradaban dapat diartikan sebagai perkembangan budaya yang menjadi ciri khas dan
milik manusia sesuatu masyarakat. Peradaban juga dapat berarti tahapan yang tinggi dalam
skala evolusi kebudayaan, yang mengacu pada perbedaan antara manusia yang beradab
terhadap mereka yang biadab. Bila bicara penggunaan istilah peradaban yang lebih akurat,
acuannya pada perbandingan antara manusia atau yang lebih beradab terhadap mereka
yang kurang beradab. Karateristik utama acuan tersebut adalah pada perbedaan tingkat
intelektual, cita rasa keindahan, penguasaan teknologi dan tingkat spiritual yang dimiliki.
Peradaban merupakan tahapan dari evolusi kebudayaan yang telah berjalan bertahap dan
berkesinambungan yang memperlihatkan karakter yang khas pada tahap tersebut, yang
dicirikan oleh kualitas tertentu dari unsur budaya yang menonjol, yang meliputi tingkat ilmu
pengetahuan, seni, teknologi dan spritual yang bersangkutan. Contoh dalam peradaban
Mesir kuno tercermin tahap hasil budaya yang tinggi dari sosok bangunan (pyramid, sphinx)
yang terkait dengan ilmu bangunan, tulisan serta gambar yang memperlihatkan tahap
budaya. Dengan demikian, dari uraian sebelumnya dapat dipahami bahwa evolusi
kebudayaan dan peradaban merupakan jalur yang sejalan yang dilalui oleh proses
perkembangan budaya yang bersangkutan.

Buku The Third Wave (1981:10-11) karya Alvin Toffler, mengatakan bahwa evolusi
kebudayaan terjadi dalam tiga gelombang dalam kehidupan umat manusia:
1. Pertama, adalah gelombang yang merupakan tahap peradaban pertanian;
2. kedua, adalah gelombang yang merupakan tahap peradaban industri;
3. ketiga, adalah gelombang yang merupakan tahap peradaban informasi.

Pendapat Toffler hampir menyerupai temuan L.H. Morgan yang muncul beberapa dekade
sebelumnya, bahwa proses evolusi masyarakat dan kebudayaan apapun di dunia akan atau
telah mengalami 8 tahapan, dimulai dari tahapan yang paling sederhana sampai ke tahapan
masyarakat dan kebudayaan yang terkompleks. Dalam melihat proses evolusi tersebut,
Morgan tidak mengabaikan kekhususan dan keistimewaan dari perkembangan tiap
masyarakat ataupun pengaruh-pengaruh dari luar masyarakat, yang akan mempengaruhi
proses evolusi tersebut di dalam tiap masyarakat dan kebudayaannya.

Kedelapan tahapan dalam proses evolusi tersebut adalah :


1. Zaman Liar Tua Di zaman ini manusia hidup dari meramu
2. Zaman Liar Madya dan mulai ditemukannya api. Di zaman ini, manusia sudah menemukan
alat untuk menangkap hewan buruan, seperti busur panah, api dan mulai melakukan
kegiatan matapencaharian yang baru yaitu berburu dan menangkap ikan.
3. Zaman Liar Muda Mulai memiliki kepandaian membuat tembikar.
4. Zaman Barbar Tua Mulai beternak dan bercocok tanam.
5. Zaman Barbar Madya Sudah memiliki kepandaian membuat benda-benda dari logam.
6. Zaman Barbar Muda Mulai mengenal tulisan.
7. Zaman Peradaban Purba Di zaman ini kota-kota mulai berdiri, seperti kota Harrapa dan
Mohenjo Daro.
8. Zaman Peradaban Masa Kini. Di zaman ini di mulainya industrialisasi.

Pada tahapan-tahapan peradaban menurut L. H. Morgan ini terlihat bahwa setiap


kemunculan tahapan ditandai dengan munculnya berbagai bentuk teknologi yang baru pada
saat itu, misalnya adanya temuan api, tembikar, logam, dan tulisan.
Seorang sejarahwan, Toynbee mencoba mendeskripsikan sebab-sebab muncul,
tumbuh dan gulung tikarnya suatu kebudayaan dan/ peradaban dari kesejarahan. Terkait
dengan hal ini maka ia menekan sisi ”intelligence” (semacam penalaran) studi sejarah, di
mana peradaban muncul bila manusia menghadapi situasi sulit yang menantang hingga
bertumbuh kegiatan- kegiatan kreatif untuk melakukan usaha-usaha yang tidak terduga
dalam proses ”challenge and response”. Melalui tantangan itu muncullah peradaban.
Selanjutnya, bila proses kreatif terus berlanjut, maka akan menumbuhkan tanggapan yang
makin canggih dengan kreativitas yang makin optimal. Rangsangan kebudayaan terus diasah
dan dipertajam secara lahiriah dan batiniah yang progresif. Selanjutnya, suatu peradaban
akan mengalami keruntuhan, bila gagal memunculkan kreativitas dalam menghadapi
tantangan. Puncak keruntuhan terjadi bila ada disintegrasi peradaban, di mana kesatuan
sosial pecah dan terjadi ketidakmampuan kebudayaan serta peradaban yang bersangkutan
untuk memberi tanggapan kreatif pada tantangan zaman.

3. Peradaban dan Wujudnya

Dengan demikian, seperti telah diuraikan sebelumnya, peradaban merupakan


tahapan yang tertinggi dalam skala evolusi kebudayaan yang telah berjalan bertahap dan
berkesinambungan, serta memperlihatkan karakter yang khas pada tahap tersebut, yang
dicirikan oleh kualitas tertentu dari unsur-unsur budaya yang menonjol, yang meliputi
tingkat ilmu pengetahuan, seni, penguasaan teknologi dan tingkat spiritual yang
bersangkutan. Hal serupa juga telah diungkapkan sebelumnya oleh Koentjaraningrat (1981)
di mana peradaban dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan teknologi yang tinggi,
memiliki seni rupa, seni bangunan dan aspek seni lainnya yang berkualitas tinggi, serta
sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks. Dengan kata lain, bahwa
tidak semua kebudayaan di dunia memiliki kualitas unsur-unsur kebudayaan tertentu untuk
menjadi suatu peradaban.

Akan tetapi, karena suatu peradaban adalah suatu kebudayaan pula, maka
peradaban memiliki tiga wujud kebudayaan, yaitu adanya sistem gagasan atau sering disebut
sebagai sistem budaya, sistem sosial dan kebudayaan material. Selain itu, juga mempunyai
tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal, seperti bahasa, sistem pengetahuan, sistem
teknologi dan peralatan hidup, sistem organisasi sosial, sistem ekonomi, serta agama dan
kepercayaan. Dalam hal ini beberapa unsur kebudayaan dalam suatu peradaban memiliki
kualitas tertentu yang lebih, yang tidak dapat ditemukan pada banyak kebudayaan lain di
dunia ini, yang bukan suatu peradaban, seperti telah dijelaskan Koentjaraningrat
sebelumnya. Di bawah ini, akan diperlihatkan contoh salah satu peradaban di Amerika Latin,
Peradaban orang Maya di Tikal dengan beberapa unsur kebudayaannya, yang membangun
peradaban Maya tersebut.

Tikal: Suatu Studi Kasus

Pada masa lampau, kota besar Tikal, yang terletak 200 mil dari Guetemala City
merupakan salah satu pusat hunian orang Maya terbesar hingga kira-kira tahun 830 SM.
Puncak pertumbuhannya, meliputi daerah kira-kira seluas 120,5 km2 dan pusatnya di
sebuah Plaza Besar, yang merupakan sebidang tanah yang luas dan rata yang dikelilingi 300
bangunan besar dan ribuan rumah penduduk yang cukup padat. Di mana, tingkat kepadatan
kota ini 6 kali lebih padat dari kota-kota disekitarnya. Pada 300 bangunan tersebut.
Di dalamnya termasuk kuil, gedung pertemuan, istana (tempat tinggal para bangsawan),
primida matahari
Pada masa itu, orang Maya mengembangkan inovasi dalam pertanian, yaitu sistem
pembudidayaan pohon dan membuat lahan yang ditinggalkan menjadi rawa pada musim2
tertentu. Hal ini dilakukan untuk menambah pertanian perladangan berpindah yang masih
mereka lakukan pula. Hasil pertambahan panen, merupakan salah satu faktor padatnya
penduduk di Tikal. Sebenarnya hal ini sejalan dengan lahirnya astronomi dan juga
matematika di tempat ini, karena astronomi lahir untuk memenuhi kebutuhan tertentu,
seperti penentuan waktu penanaman, panen, penyelenggaraan upacara keagamaan dan
untuk menentukan arah tujuan perjalanan. Pada waktu itu, kedua pengetahuan tersebut
digunakan untuk menyusun kalender dan orang Maya telah memperhitungkan bahwa tahun
surya adalah 365 hari (catatan Tahun surya pada masa kini 365 1⁄4 hari), serta dapat
meramalkan terjadinya gerhana.
Di kota tua, Tikal ada temuan tentang adanya berbagai pekerjaan yang berkembang di saat
itu, seperti pedagang, pembuat tembikar, tukang kayu, tukang obsidian, pematung, ahli
tenun, ahli gigi, ahli kulit kerang dan para pembuat kertas.
Dalam masyarakat ini, berdasarkan temuan bahwa masyarakat Tikal memiliki kelas-kelas
sosial yang berbeda. Hal ini terlihat dari beberapa hal: a) Kebiasaan penguburan. Di sini,
kerangka dari kuburan yang mewah menunjukkan bahwa mereka memiliki umur yang lebih
panjang, lebih baik makanannya dan lebih sehat. b) Besarnya rumah. Di Tikal dan kota
lainnya, kelompok elit berdiam di rumah-rumah tembok yang luas, berkamar banyak, ada di
pusat kota. Hal ini berbeda, dengan kelompok masyarakat di bawah, yang tinggal di rumah-
rumah kecil di sekitar pinggiran kota.

Di bangsa-bangsa Mezoamerika sistem tulisan sudah digunakan, tetapi pada orang


Maya sistem tulisan hiegrolif mereka yang paling canggih (Havilland, 1995).

Selamat belajar

Anda mungkin juga menyukai