Anda di halaman 1dari 12

KLIPING

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

KASUS PEMBOBOLAN DANA NASABAH PADA BANK


MEGA

DOSEN PENGAMPU :
CHAIRUNI NASUTION, SH., M.HUM

DISUSUN OLEH :
NAMA : MUHAMMAD ANGGARA PUTRA
NPM : 1716000266

FAKULTAS SOSIAL SAINS


PRODI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT,karna berkat rahmat dan
karunia Nya,kami dapat menyelesaikan kliping ini tepat pada waktunya. Tidak lupa sholawat
dan salam kepada Nabi Muhammad SAW,yang telah membawa kita dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.

Adanya pembuatan kliping ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
disampaikan oleh yang terhormat dosen CHAIRUNI NASUTION, SH., M.Hum pada mata
kuliah Tindak Pidana Pencucian Uang

Pada kesempatan kali ini kami menyadari bahwa kliping ini masih jauh dari kata
kesempurnaan. Oleh karena itu,kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan sebagai bentuk dari penyempurnaan berikutnya. Kami berharap semoga Kliping ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten. Terima kasih.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang
dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka
dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hokum.

Dalam menjalankan dan memberikan perlindungan hukum dibutuhkan suatu tempat


atau wadah dalam pelaksanaannya yang sering disebut dengan sarana perlindungan hukum.
Sarana perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut :

1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif Pada perlindungan hukum preventif ini,


subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau
pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif,
tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif
sangat besar artinya bagi tindakan pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan
bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah
terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan
pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan
hukum preventif.

2. Sarana Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum yang represif


bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.Penanganan perlindungan hukum oleh
Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori
perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan
pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada
pembatasanpembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.
Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan
adalah prinsip negara hukum.Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan
dengan tujuan dari negara hokum.
B. Pengertian Rahasia Bank

Sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk


menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, sudah sewajamya bank memberikan
"jaminan perlindungan" kepada nasabahnya berkenaan dengan "keadaan keuangan
nasabah", yang iazimnya dinamakan dengan "kerahasiaan bank". Ketentuan rahasia
bank, mula-mula diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagai
pengganti Nomor 14 Tahun 1967 yang kemudian diubah dengan Undang-imdang
Nomor 10 Tahun 1998. Namun sebelumnya, ketentuan rahasia bank ini diatur dalam
Undang-undang nomor 23 Prp Tahun 1960 tentang rahasia bank. Apabila
dibandingkan, terdapat rumusan pengertian rahasia bankyang berbeda antara Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 dengan Undangundang Nomor 10 Tahun 1998. Semula
pengertian rahasia bank diberikan rumusan sebagaimana tersebut dalam ketentuan
Pasal 1 angka 16 Und.ang-undang Nomor 7 Tahun 1992, yaitu: Rahasia bank adalah
segala sesuatu yang berhubung dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank
yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kemudian ketentuan
dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 menyatakan, bahwa:
Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang
keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh
hank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana
dimaksud dalam pasal 41, pasal 42, pasal 43 dan pasal 44. Sementara itu penjelasan
atas Pasal 40 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 menguraikan sebagai
berikut: Kelaziman wajib dirahasiakan oleh hank adalah seluruh data dan informasi
mengenai segala sesuatu yang berhubungan mengenai keuangan dan hal-hal lain dari
orang atau badan yang diketahui oleh hank karena kegiatan usahanya. Berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 1 angka 16 dan Pasal 40 ayat (1) Undangundang Nomor 7
Tahun 1992, serta dihubungkan dengan penjelasannya seperti dikemukakan diatas,
serta dihubungkan lagi dengan penjelasan atas Pasal 40 ayat (1) dalam kata-kata
"kerahasiaan itu untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan
masyarakat yang menyimpan uangnya di bank", dapat disimpulkan bahwa lingkup
rahasia bank itu mencakup simpanan nasabah. Namun bila menyimak kata-kata
berikutnya dari penjelasan atas Pasal 40 ayat (1), yaitu "masyarakat hanya akan
mempercayakan uangnya kepada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari
bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan
nasabah tidak akan disalah gunakan", maka dapat disimpulkan bahwa lingkup rahasia
bank bukan hanya menyangkut keadaan keuangan dari nasabah yang menyimpan
dana pada bank saja, melainkan pula nasabah lainnya yang menggunakan atau
memanfaatkan jasa perbankan selain jasa penyimpanan dana. Ini berarti berdasarkan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, yang dilindungi oleh ketentuan kerahasiaan
bank, baik nasabah debitur maupun nasabah kreditor bank, serta nasabah bank lainnya
yang juga menggunakan atau memanfaatkan layanan jasa bank.

C. Pengertian Nasabah
Pengertian tentang nasabah baru dapat direalisasikan dalam Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan diatur perihal nasabah yang terdiri dua pengertian yaitu:
1. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah
bersangkutan.
2. Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariabatau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Sementara itu Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang lembaga


penjamin simpanan mengenai pengertian nasabah sebagaimana dijelaskan
dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yaitu:

1. Nasabah penyimpan, yaitu nasabah yang menempatkan dananya di bank


dalam bentuk simnanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah
bersangkutan.

2. Pengertian nasabah debitur, ialah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit

atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan


itu berdasarkan peijanjian bank dengan nasabah bersangkutan.
D. Pengecualian terhadap Rahasia Bank
Pengecualian terhadap Rahasia Bank meliputi :
1. Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan
Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank
agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta
surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada
pejabat pajak (Pasal 41 ayat 1 UU Perbankan).
2. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan
Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan
mengenai simpanan nasabah debitur (Pasal 41A UU Perbankan)
3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia
dapat memberikan izin kepada Polisi, Jaksa, atau Hakim untuk memperoleh
keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank
(Pasal 42 UU Perbankan)
4. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang
bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan
keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang
relevan dengan perkara tersebut. (Pasal 43 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan)
5. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat
memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain (Pasal 44
ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
6. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat
secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan
nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk
oleh nasabah penyimpan tersebut. (Pasal 44A ayat 1 UU Perbankan
7. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari
nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan
mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut (pasal 44A ayat 2 UU
Perbankan).

E. Sanksi terhadap pelanggaran aturan Rahasia Bank


Adapun Sanksi terhadap pelanggaran aturan Rahasia Bank, antara lain:
1. Sanksi bagi barang siapa yang memaksa memberi surat keterangan , diancam
Pidana penjara 2 tahun dan paling lama 4 tahun , serta denda Rp
10.000.000.000,00 , - ( Sepuluh Miliar Rupiah ) dan paling banyak Rp
200.000.000.000,00 , - ( Dua Ratus Miliar Rupiah ) .
2. Sanksi bagi dewan komisaris , direksi ,pegawai Bank , atau pihak yang
terafiliasi memberi keterangan yang wajib dirahasiakan , diancam Pidana
penjara 2 tahun dan paling lama 4 tahun serta denda Rp 4.000.000.000,00 , -
( Empat Miliar Rupiah ) hingga Rp 8.000.000.000 .00 , - ( Delapan Miliar
Rupiah )
3. Sanksi bagi presiden komisaris , direksi , atau pegawai Bank dengan sengaja
tidak memberikan surat keterangan yang wajib dipenuhi , diancam dengan
pidana penjara 2-7 tahun serta denda Rp 4.000.000.000,00 , - ( Empat Miliar
Rupiah ) hingga Rp 20.000.000.000,00 , - ( Dua Puluh Miliar Rupiah ) .

F. Kronologi Kasus Pembobolan Dana Nasabah Pada Bank Mega


Pencairan deposito berjangka milik PT Elnusa Tbk (ELSA) di Bank Mega tanpa
sepengetahuan manajemen Elnusa. Dugaan sementara, ada oknum 'dalam' Elnusa, yakni
Direktur Keuangan Santun Nainggolan yang mencairkan dana melalui bantuan orang
dalam Bank Mega. Dana yang dicairkan oleh direktur keuangan Elnusa mencapai Rp 111
miliar, bukan Rp 161 miliar seperti pada dikabarkan sebelumnya. Selisih dana Rp 50
miliar, sempat dicairkan ELSA secara resmi dan telah diterima dengan baik atas perintah
manajemen.

Perseroan, sebagai mana lazimnya perusahaan lain menempatkan dana cadangan


mereka dalam berbagai bentuk, salah satunya deposito berjangka di Bank Mega. Elnusa
menaruh dana Rp 161 miliar di bank milik Chairul Tanjung itu mulai 7 September 2009,
di kantor cabang Jababeka-Cikarang. Total deposito terbagi menjadi lima bilyet, dengan
jangka waktu beragam satu hingga tiga bulan. 

Dokumen penempatan deposito telah ditandatangani oleh pejabat Elnusa yang


berwenang, serta Kepala Cabang Bank Mega Jababeka-Cikarang. Pada periode tersebut
hingga saat ini perseroan melakukan perpanjangan penempatan, pada saat jauh tempo dari
masing-masing bilyet. Bank Mega juga terus membayar bunga deposito setiap bulannya.
Terhitung sejak 5 Maret 2010, total deposito Elsa menjadi Rp 111 miliar karena ada
pencairan Rp 50 miliar secara resmi atas perintah manajemen perseroan.
Masalah mulai muncul saat Selasa (19/4/2011), kepolisian bertandang ke kantor Elnusa
dan menanyakan perihal penempatan dana deposito di Bank Mega. Manajemen Elsa
mengakui ada penempatan dana perseroan di Bank Mega.
Pada hari itu juga, secara bersama-sama, manajemen Elnusa dan polisi melakukan
mengecekan ke kantor cabang Bank Mega Jababeka Cikarang. Namun hasilnya, dari
keterangan lisan Kacab Bank Mega, deposito perseroan telah dicairkan.
Saat ditanyakan lebih lanjut, Kacab Bank Mega Jababeka menyampaikan dokumen
pencairan  telah dibubuhi tanda tangan Direktur Utama dan Direktur Keuangan.
Menurut manajemen Elnusa tanda tangan direktur utama Elnusa telah dipalsukan. Hal itu
menjadi semakin  aneh, karena faktanya yang menandatangani pencairan deposito adalah
Dirut yang sudah tak lagi menjabat yaitu Eteng A. Salam.
Berdasarkan keterangan staf internal audit Elnusa, selama ini penempatan
deposito berjalan lancar. Bagian internal audit perseroan berpedoman pada surat
penempatan dana dan bukti berupa bilyet deposito. Hingga akhir 2010,  dari hasil audit
eksternal  (Ernst & Young) dinyatakan seluruh penempatan dana berupa deposito di
beberapa bank, termasuk Bank Mega, terbukti ada. Temuan raibnya deposito milik Elnusa
di Bank Mega pun tidak atas sepengetahuan manajemen. Kasus ini mulai muncul, lanjut
Suharyanto, atas pengembangan penyidikan kepolisian. Dugaan pihak berwajib, kasus ini
melibatkan jaringan atau sindikat pembobol bank. Pendalaman kasus terus berjalan,
pihaknya akan melakukan review atas perbankan yang mereka pilih dalam penempatan
dana sementara ini. Meski tidak lugas menyatakan kapok dengan Bank Mega sebagai
bank terpilih. Kedepannya, lanjut Suharyanto, seluruh penempatan dana di masa yang
akan datang harus benar-benar aman dan mendapatkan jaminan.

Usai diamankan pihak kepolisian, Direktur Keuangan Elnusa Santun Nainggolan


dinyatakan oleh Dewan Komisaris dinonaktifkan sementara hingga ada berkembangan
lanjutan. Tugas Direktur Keuangan selanjutnya dirangkap oleh Lusi yang kini menjabat
sebagai Direktur SDM & Umum Elnusa. Komisaris Elnusa Erry Firmasyah yang juga
mantan Dirut Bursa Efek Indonesia, mengakui akan segera melakukan penggantian jika
terbukti Santun terlibat atas pencairan ilegal deposito perseroan. 
KESIMPULAN DAN SARAN

Pasal 1 angka 28 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan (“UU Perbankan”) menyatakan bahwa Rahasia Bank adalah segala
sesuatu yang dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Selanjutnya dalam pasal 40 ayat (1) UU Perbankan disebutkan bahwa Bank wajib
merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Jadi, Bank wajib
merahasiakan data simpanan dan nasabah penyimpannya.
Pengecualian terhadap kewajiban rahasia bank ini adalah:
1)     Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan
keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak (Pasal 41 ayat 1 UU
Perbankan)
2)     Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank
Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan mengenai
simpanan nasabah debitur (Pasal 41A UU Perbankan)
3)     Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia
dapat memberikan izin kepada Polisi, Jaksa, atau Hakim untuk memperoleh keterangan
dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank (Pasal 42 UU
Perbankan)
4)     Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang
bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan
nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara
tersebut. (Pasal 43 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan)
5)     Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat
memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain (Pasal 44 ayat 1
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
6)     Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat
secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah
penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah
penyimpan tersebut. (Pasal 44A ayat 1 UU Perbankan)
7)     Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari
nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai
simpanan nasabah penyimpan tersebut (pasal 44A ayat 2 UU Perbankan)
 
Selain itu ada pengecualian dalam pasal 14 UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang, yang menyebutkan:
 
“Pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh Penyedia Jasa Keuangan yang berbentuk
bank, dikecualikan dari ketentuan rahasia bank sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang yang mengatur mengenai rahasia bank”

Akan tetapi, dalam pasal 22 ayat (1) UU Hak Angket, diatur bahwa ada orang-orang yang
diperbolehkan untuk menolak memberikan keterangan.
 
“Mereka yang karena kedudukannya, karena pekerjaannya ataupun karena
jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat membebaskan diri dari
memberikan penyaksian, akan tetapi semata-mata hanya mengenai hal-hal yang
dipercayakan kepadanya sebagai rahasia dalam kedudukan, pekerjaan atau jabatan
tersebut”
 
Oleh karena itu, merujuk pada pasal 22 ayat (1) UU Hak Angket di atas pejabat-pejabat Bank
Mutiara dapat menolak untuk memberikan data nasabah penyimpan yang termasuk rahasia
bank tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-1624186/kronologi-pembobolan-deposito-
elnusa-rp-111-miliar-di-bank-mega

http://www.tarungnews.com/nasional/2441/kronologi-lengkap-kasus-pembobolan-
bank-mega-cabang-cikarang-jababeka.html

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4bfdda03d5dc5/rahasia-bank-
kasus-bank-century/

https://www.merdeka.com/uang/5-kasus-pembobolan-bank-yang-paling-
menghebohkan-di-indonesia.html?page=5

Dasar hukum:
1.      Undang-UndangNo. 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan
Perwakilan Rakyat
2.      Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan
3.      Undang-UndangNo. 40 Tahun 1999 tentang Pers
4.      Undang-UndangNo. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Anda mungkin juga menyukai