Anda di halaman 1dari 3

Kelompok 8 :

1. Arya Dwi Wibisono 1311900305

2. moch.faschal ramires 1311900323

3. Nauval Abhista Putra 1311900311

4. Diova atrianto 1311800251

5. Diplomat king 1311900115

 Penjelasan Singkat Kasus : 


 Philip warga negara Prancis, berdomisili di Prancis, dan berusia 19 tahun. 
 Philip menikah dengan Sarah yang berkewarganegaraan Inggris.
 Pernikahan Philip dan Sarah dilangsungkan dan diresmikan di Inggris (Tahun
1898).
 Philip menikah dengan Sarah tanpa izin orang tua Philip. Izin orang tua ini
diwajibkan oleh hukum Prancis (Pasal 148 CC Prancis).
 Tahun 1901, Philip pulang dan mengajukan pembatalan pernikahan di Prancis
dengan alasan pernikahan tanpa izin orang tua. 
 Permohonan tersebut dikabulkan Pengadilan Prancis dan Philip kemudian
menikah dengan seorang wanita Prancis di Prancis. 
 Sarah menggugat Philip di Inggris karena Philip dianggap melakukan perzinahan
dan meninggalkan istrinya terlantar. Gugatan ditolak karena alasan yurisdiksi. 
 Sarah yang sudah merasa tidak terikat dengan Philip, menikah kembali dengan
Ogden (warga negara Inggris). Perkawinan Sarah dan Ogden dilangsungkan di
Inggris tahun 1904. 
 Tahun 1906, Ogden menganggap bahwa Sarah masih terikat perkawinan dengan
Philip karena berdasarkan hukum Inggris perkawinan Sarah belum dianggap batal
karena keputusan Pengadilan Prancis tidak diakui di Inggris. 
 Ogden yang mengetahui Sarah masih terikat perkawinan dengan Philip
mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dengan Sarah, dengan dasar
hukum bahwa istrinya telah berpoligami (berpoliandry).
 Permohonan diajukan di Pengadilan Inggris.
 Solusi Penyelesaian sengketa :
Dalam menyelesaikan perkara ini, yang harus diputuskan terlebih dahulu adalah : 
Apakah perkawinan Philip dan Sarah dianggap sah atau tidak ? Dalam kaitan ini titik-titik
taut yang ada menunjuk ke arah hukum Inggris sebagai lex locus celebrationis karena
pernikahan Philip dan Sarah dilangsungkan di Inggris, serta menunjuk ke hukum Prancis
sebagai lex patriae karena Philip warga negara Prancis dan lex domicilii karena Philip
berdomisili di Prancis. 
Dalam hal ini Kaidah Hukum Perdata Internasional Inggris menyatakan bahwa : 
 Persyaratan Esensial dari suatu perkawinan, termasuk ke mampuan hukum
seorang pria untuk menikah (legal capacity to marry) harus ditentukan
berdasarkan lex domicilii (Dalam hal ini adalah hukum Prancis). 
 Persyaratan Formal suatu perkawinan harus diatur oleh Lex Loci Celebrationis
(dalam hal ini adalah hukum Inggris).

Sementara itu, bila pasal 148 Code Civil Prancis diperhatikan, maka dapat dikatakan
bahwa ketentuan tentang kewajiban yang tercantum di dalamnya harus dianggap sebagai
persyaratan esensial bagi suatu perkawinan. 
Pasal 148 CC menyatakan : “ Seorang anak laki-laki yang belum berusia 25 tahun tidak
dapat menikah bila tidak ada ijin dari orang tuanya”. 
Jadi bagi hukum Prancis (Lex Domicilii Philip) tidak adanya ijin orang tua seharusnya
menyebabkan batalnya perkawinan antara Philip dan Sarah. 

 Hakim Inggris memutuskan bahwa : 


Perkawinan antara Philip dan Sarah dinyatakan tetap sah, sebab “ijin orang
tua” berdasarkan hukum Inggris (Lex Fori) dianggap sebagai persyaratan
formal saja, dan secara yuridik perkawinan itu tetap dianggap sah karena
dianggap telah memenuhi ketentuan/persyaratan esensial hukum Inggris
(sebagai Lex Loci Celebrationis). 
 Berdasarkan penyimpulan maka, perkawinan antara Sarah dan Odgen
dianggap tidak sah karena salah satu pihak Sarah dianggap masih terikat
perkaiwinan dengan Philip dan karena itu dianggap poligami dan harus
dinyatakan batal. 
 Permohonan Ogden dikabulkan Pengadilan Inggris. 
dan perkawinan Odgen dan Sarah dibatalkan oleh pengadilan Inggris.
Dari cara berpikir Hakim Inggris itu tampak bahwa ia mengkualifikasikan
“ijin orang tua” berdasarkan hukumnya sendiri saja (lex fori). Jadi ketentuan
pasal 148 CC (sebagai Lex Causae ) dikualifikasikan berdasarkan lex fori. 

Anda mungkin juga menyukai