PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio. Dalam bahasa Inggris
adalah corruption atau corrupt, dalam bahasa Perancis disebut corruption dan dalam
bahasa Belanda disebut dengan coruptie. Agaknya dari bahasa Belanda itulah lahir kata
korupsi dalam bahasa Indonesia (Andi, 2007)
Masalah korupsi mempunyai banyak segi. Korupsi dapat dipandang dari segi
kriminologi, kebudayaan, politik, ekonomi,pertahanan,filsafat dan sebagainya. Masalah
gratifikasi (diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Undang-Undang nomor
20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), merupakan bagian dari
usaha politik kriminil. Pemberian sanksi pidana terhadap perbuatan yang tidak
dikehendaki oleh pembentuk undang-undang dimaksud untuk mencegah dilakukannya
perbuatan
Korupsi di zaman sekarang ini sudah memasuki segala sektor, tanpa terkecuali di
bidang kesehatan, yaitu di bidang kedokteran. Profesi dokter merupakan profesi yang
terhormat, karena profesi tersebut sesungguhnya bernilai kemanusiaan apabila memang
dijalankan sebagaimana mestinya dan menjadi berlawanan apabila tidak dilakukan
sebagaimana mestinya yang tidak sesuai dengan kode etik.
Sektor kesehatan merupakan urusan publik yang tidak lepas dari praktek korupsi.
Korupsi pada sektor kesehatan melibatkan aparat dan pejabat tingkat rendah hingga
tingkat tinggi. Pada tingkat rendah menyentuh pada kepala dinas kesehatan (Dinkes) pada
tingkat kabupaten/kota dan provinsi, sedangkan pada tingkat tinggi melibatkan pejabat
pada kantor kementerian kesehatan dan lembaga lainnya pada tingkat nasional seperti
BPOM maupun anggota DPR yang membidangi kesehatan.
Dalam dunia medis sebenarnya banyak sekali hal yang dapat dikategorikan
sebagai korupsi, mulai dari hal kecil sampai ke hal - hal yang besar. Salah satunya adalah
korupsi dalam penggunaan dana alat – alat kesehatan yang seringkali disalahgunakan
oleh pihak pihak tertentu dalam dunia kesehatan.
Korupsi (Corruption). Jenis Fraud ini yang paling sulit dideteksi karena
menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini
merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan
hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor
integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena
para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisma). Termasuk
didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest),
penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan
secara ekonomi (economic extortion).
Kasus dokter Ayu yang divonis hukuman 10 bulan penjara oleh MA sepertinya
mampu membangunkan kesadaran masyarakat betapa buruknya pelayanan kesehatan di
Indonesia. Selain pelayanan yang buruk, kasus korupsi yang menjerat para dokter dan
orang-orang yang terlibat dalam bidang kesehatan juga menyebabkan citra dokter
semakin terpuruk.
Dan diantara kasus-kasus korupsi yang pernah ditangani oleh aparat penegak
hukum baik KPK, kejaksaan dan kepolisian beberapa diantaranya menyeret dokter baik
sebagai tersangka, terdakwa maupun terpidana. Catatan KPK menunjukkan, di tahun
2005 saja, ada 93 kasus yang menyeret orang-orang yang bekerja dibidang kesehatan dan
11 dokter diantaranya telah dijatuhi hukuman.
Sudah bukan rahasia lagi jika dokter mempunyai hubungan spesial dengan
perusahaan farmasi. Dokter sering dijadikan ujung tombak pemasaran obat-obatan dari
perusahaan farmasi tertentu. Kerjasama spesial dokter-perusahaan farmasi mengarahkan
dokter untuk untuk membeli obat ataupun peralatan medis ke perusahaan farmasi dan ini
tentu mempengaruhi dokter dalam memberikan resep kepada pasien. Dan perusahaan
farmasi pun membalas jasa dokter dengan cara memberikan fee baik berupa discount
khusus maupun fasilitas lain seperti jalan-jalan ke luar negeri, biaya dan akomodasi
seminar. Akibat adanya biaya khusus untuk memberikan pelayanan para dokter, maka
perusahaan farmasi menghitungnya sebagai biaya promosi yang kemudian dibebankan
kepada biaya produksi yang semakin tinggi dan berakibat pada mahalnya harga obat-
obatan. Akhirnya, harga obat yang mahal pun semuanya dibebankan kepada pasien.
Menurut Direktur Gratifikasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono,
pemberian fee baik berupa discount khusus maupun fasilitas lain seperti jalan-jalan ke
luar negeri, biaya dan akomodasi seminar merupakan bentuk gratifikasi dan dapat
dikategorikan tindakan korupsi.
Selain gratifikasi, tindak pidana korupsi yang paling banyak menjerat dokter dan
tenaga kesehatan adalah mark up dan manipulasi dana pengadaan alat kesehatan untuk
Puskesmas dan RSUD. Contoh dari kasus ini adalah hukuman terhadap mantan Menteri
Kesehatan di era Presiden Megawati, Achmad Suyudi yang dijatuhi hukuman penjara 2
tahun 3 bulan dan denda 100 juta rupiah. Proyek pengadaan alat kesehatan untuk 32
RSUD di wilayah Indonesia timur tersebut mengakibatkan kerugian negara hingga 104
milyar rupiah. Selain Achmad Suyudi, mantan Menteri Kesehatan KIB-1 era Presiden
SBY, Siti Fadilah Supari juga terjerat kasus pengadaan alkes dalam rangka wabah flu
burung tahun 2006-2007. Mantan Menteri Kesehatan almarhumah Endang Rahayu
Sedyaningsih juga sempat diisukan terlibat dalam dugaan korupsi Pengadaan Alat Bantu
Belajar Mengajar (ABBM) Pendidikan dokter/dokter Spesialis di Rumah Sakit (RS)
Pendidikan dan RS Rujukan Tahun 2010 pada Kementerian Kesehatan. Proyek ABBM
ini diduga melibatkan mafia anggaran di DPR yang dikendalikan dan diatur oleh M.
Nazaruddin.
2. Rekrutmen pimpinan lembaga kesehatan dan rumah sakit dan serta SDMnya harus
dilakukan secara baik ,dan transparan;
3. Pendampingan kegiatan yang potensi korupsi sejak awal perencanaan, terutama pada
proyek-proyek di sektor kesehatan yang rentan menjadi proyek yang dapat dirancang
untuk dikorupsi;
Dampak korupsi di bidang kesehatan akan meningkatkan biaya barang dan jasa di
bidang kesehatan, yang ada akhirnya ke semuanya harus ditanggung oleh konsumer atau
rakyat. Kondisi ini akan dapat menciptakan peluang-peluang KKN yang dapat
berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.
Hal tersebut akan menimbulkan dampak di bidang kesehatan, seperti :Tingginya biaya
kesehatan, Tingginya angka kematian ibu hamil, ibu menyusui dan bayi, Tingkat
kesehatan masih buruk, Banyaknya kasus gizi buruk, Kinerja petugas kesehatan yang
tidak sesuai standar.
Oleh karena itu penting sekali pemberantasan korupsi dilakukan dalam mengatasi
penyalahgunaan dana alat - alat kesehatan yang sering kali dilakukan oleh oknum oknum
di dunia kesehatan terutama di lingkungan Rumah Sakit agar kasus kasus korupsi seperti
ini tidak terjadi lagi. Demi menciptakan pelayanan kesehatan yang optimal bersih dari
korupsi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor kronologi kasus penyebab yang mempengaruhi tindak korupsi?
2. Apakah kondisi yang mendukung munculnya korupsi?
3. Apakah dampak-dampak yang ditimbulkan dari korupsi?
4. Bagaimana rumusan dan tindak pidana serta pasalnya?