Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu permasalahan yang kerapkali ada di setiap negara adalah


korupsi. Baik negara maju maupun negara berkembang tidak dapat sepenuhnya
terbebas dari permasalahan ini. Namun yang membedakan adalah potensinya.
Potensi–potensi praktik korupsi di negara berkembang cenderung tinggi
dibandingkan potensi praktik korupsi di negara maju yang lebih rendah.

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya


dalam melaksanakan pembangunan. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan
terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-
orang yang terlibat sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan
pembiayaan (Husaini, 2017). Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan
adalah faktor manusianya. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas
sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan
atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara
negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah
merupakan patologi social (penyakit sosial) yang sangat berbahaya yang
mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat
besar (Astuti & Chariri, 2015).

Indonesia, salah satu negara berkembang yang mempunyai indeks persepsi


korupsi rendah. Korupsi di Indonesia masih tinggi meskipun pada tahun 2015 IPK
Indonesia naik dan bertahan pada tahun 2016. Pada tahun 2015, Indonesia
menduduki peringkat ke 88 dengan Indeks Persepsi Korupsi naik menjadi 36 dari
sebelumnya 32 pada tahun 2013 dan 34 pada tahun 2014
(Transparency International, 2017).
Pemerintah Indonesia sudah mendirikan KPK dalam upaya memberantas korupsi..
KPK terus mengupayakan berbagai cara untuk memberantas korupsi. Salah
satunya dengan penerapan national single identity atau identitas nasional tunggal.
Bukti suatu negara berhasil memberantas korupsi adalah rakyatnya punya national
single identity atau identitas nasional tunggal, karena lewat integrasi data dalam
sistem identitas tunggal tersebut, semua informasi individual terkoneksi sehingga
jelas dan tidak bisa dimanipulasi (Lee, 2016). Dalam hal ini yang sedang
diupayakan pemerintah adalah Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP).
Bukannya menjadi pendukung keberhasilan pemberantasan korupsi, proyek E
KTP ini malah sebagai media terbesar para koruptor menjalankan aksi mereka
merebut dan berbagi-bagi anggaran yang tidak kecil.

Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau
kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil
memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang
paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang
maju (Widiastuti, 2009). Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup
luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

Adapun perkembangan korupsi di Indonesia dapat dilihat pada grafik 1.1


BAB II

PEMBAHASAN

2. Korupsi

2.1 Pengertian Korupsi

Korupsi yang bersal dari bahasa latin, corruption atau corrumpere yang
berarti busuk, rusak, memutar balik, menyogok. Menurut Transparansi
Internasional, korupsi adalah perilaku penjabat publik, politikus, pegawai negeri,
yang secara tidak wajar/legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang
dekat dengan dirinya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan. Zeleha Othman, dkk (2014) mendefinisikan korupsi kedalam dua
aspek, yaitu eksplisit dan implisit. Aspek eksplisit membahas korupsi dari
karakteristik fisik tindakan tersebut, menekankan korupsi sebagai perilaku
menyimpang demi keuntungan pribadi. Sedangkan aspek implisit menjelaskan
korupsi berdasarkan proses melakukan tindakan (perilaku menyimpang dan
keuntungan pribadi). Korupsi dibedakan menjadi tujuh bentuk, yaitu kerugian
negara, penyuapan, penggelapan, pemerasan, perbuatan curang, benturan
kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi, (Komisi Pemberantasan Korupsi,
2006). Tanzi (1998) dalam penelitiannya melakukan identifikasi penyebab korupsi
pemerintahan menjadi beberapa poin, seperti:
a. Peraturan dan Otoritas
b. Pajak
c. Keputusan pengeluaran atau spending dicisions
d. Ketentuan barang dan jasa di awah harga pasar atau provisions for goods
and services at bellow – market prices
e. Pembiyaan partai politik atau financing of parties
f. Keputusan kebijakan lain atau other discretionary decisions seperti yang
dipaparkan Bhargava(2005) meliputi:
1. Sistem ekonomi dan politik yang tertutup
2. Faktor sejarah dan budaya
2.2 Dampak Korupsi dalam Perkembangan Ekonomi

Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (anenermous


destruction effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara,
khususnya dalam sisi ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan
masyarakat (Arief, 2015). Pada sektor ekonomi, korupsi mempersulit
pembangunan ekonomi dimana pada sektor privat, korupsi meningkatkan biaya
karena adanya pembayaran ilegal dan resiko pembatalan perjanjian atau karena
adanya penyidikan (Hariyani & Priyarsono, Dominicus Savio, Asmara, 2016).
Namun, ada juga yang menyebutkan bahwa korupsi mengurangi biaya karena
mempermudah birokrasi yaitu adanya sogokan yang menyebabkan pejabat dapat
membuat aturan baru dan hambatan baru. Dengan demikian, korupsi juga bisa
mengacaukan perdagangan. Perusahaan yang berada pada lingkup pemerintahan
akan terlindungi dari persaingan, hal tersebut menyebabkan perusahaan menjadi
tidak efisien. Berbagai macam permasalahan ekonomi lain akan muncul secara
alamiah apabila korupsi sudah merajalela dan berikut ini adalah hasil dari dampak
ekonomi yang akan terjadi adalah sebagai berikut

Pertama, lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi. Korupsi bertanggung


jawab terhadap lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi dalam negeri. Dalam
sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari
pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan
resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Penanaman modal yang
dilakukan oleh pihak dalam 16 Amnesti:

Kedua, penurunan produktifitas. Dengan semakin lesunya pertumbuhan ekonomi


dan investasi, maka produktifitas akan semakin menurun. Hal ini terjadi seiring
dengan terhambatnya sektor industri dan produksi untuk bisa berkembang lebih
baik atau melakukan pengembangan kapasitas. Program peningkatan produksi
dengan berbagai upaya seperti pendirian pabrik-pabrik dan usaha produktif baru
atau usaha untuk memperbesar kapasitas produksi untuk usaha yang sudah ada
menjadi terkendala dengan tidak adanya investasi.
Ketiga, rendahnya kualitas barang dan jasa. Korupsi menimbulkan berbagai
kekacauan di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke
proyek-proyek lain yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat
birokrasi yang korup akan menambah kompleksitas proyek tersebut untuk
menyembunyikan berbagai praktek korupsi yang terjadi. Pada akhirnya korupsi
berakibat menurunkan kualitas barang dan jasa bagi publik dengan cara
mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, syarat-syarat material
dan produksi, syarat-syarat kesehatan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain.
Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur dan
menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah (I Ketut Patra,
2018).

Keempat, menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak. Sebagian besar


negara di dunia ini mempunyai sistem pajak yang menjadi perangkat penting
untuk membiayai pengeluaran pemerintahnya dalam menyediakan barang dan jasa
publik. Pajak berfungsi sebagai stabilisasi harga sehingga dapat digunakan untuk
mengendalikan inflasi, di sisi lain pajak juga mempunyai fungsi redistribusi
pendapatan, di mana pajak yang dipungut oleh negara selanjutnya akan digunakan
untuk pembangunan, dan pembukaan kesempatan kerja yang pada akhirnya akan
menyejahterakan masyarakat. Kondisi penurunan pendapatan dari sektor pajak
diperparah dengan kenyataan bahwa banyak sekali pegawai dan pejabat pajak
yang bermain untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan memperkaya diri
sendiri.

Kelima, meningkatnya hutang negara. Kondisi perekonomian dunia yang


mengalami resesi dan hampir melanda semua negara termasuk Amerika Serikat
dan negara-negara Eropa (Sihono, 2012), memaksa negara- negara tersebut untuk
melakukan hutang untuk mendorong perekonomiannya yang sedang melambat
karena resesi dan menutup biaya anggaran yang defisit, atau untuk membangun
infrastruktur penting. Korupsi yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan
hutang luar negeri yang semakin besar.
2.3 Pengukuran Korupsi

Korupsi diukur dengan menggunakan Corruption Perception Index (CPI).


Transparency International (TI) sudah mengembangkan CPI sejak tahun 1996
sebagai instrumen untuk mengukur korupsi dunia global. Tidak hanya TI yang
mengeluarkan CPI. Indeks-indeks dari beberapa lembaga seperti Asian
Development Bank, World Bank dan lembaga lainnya digabungkan. Setiap tahun
lembaga-lembaga tersebut menyerahkan hasil survey kepada TI. TI kemudian
mengolah hasil survey tersebut dan menghasilkan CPI.

Di Indonesia, alat pengukur korupsi bukan CPI, namun Indeks Persepsi


Korupsi (IPK). Keduanya menjadi acuan dalam melihat indeks korupsi secara
kuantitatif namun metode yang berbeda. CPI dari hasil gabungan, sedangkan IPK
didapatkan dari hasil wawancara yang dilakukan di kota-kota dan kanupaten-
kabupaten yang ada di Indonesia. Terdapat beberapa variabel yang disertakan
dalam proses wawancara untuk menghitung IPK seperti variabel suap, gratifikasi,
pemerasan, dan keseriusan aparat dalam menangani permasalahan korupsi.
Keseluruhan variabel tersebut diukur dengan cara meminta responden pelaku
bisnis untuk memberikan penilaian mengenai seberapa lazim suatu daerah
melakukan praktek-praktek korupsi tersebut dan sampai sejauh mana pemerintah
daerah dan aparat penegak hukum serius dalam memberantas korupsi. IPK
diluncurkan oleh Transparency International Indonesia sejak tahun 2004. Hingga
pada tahun 2010 TII telah melakukan survey kepada 10.000 jumlah responden di
50 kota dan kabupaten. Rentang nilai IPK juga sama seperti CPI, yaitu 0 hingga
10. Kota atau kabupaten dengan nilai 0 menjadikan kota atau kabupaten tersebut
sangat korup, sedangkan kota atau kabupaten dengan nilai mendekati 10 berarti
kota atau kabupaten tersebut sangat bersih dari korupsi.
2.4 Pertumbahan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi adalah tingkat meningkatnya kemampuan suatu


negara dalam mengahasilkan barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu (Nanga,
2001:273). Artinya pertumbuhan eknomi berbeda dengan pembangunan ekonomi
yang lebih menonjolkan kualitas. Pertumbuhan ekonomi berfokus pada perubahan
yang ditunjukkan dengan kuantitas dan dapat diukur dengan produk domestik
bruto (PDB) atau produk nasional bruto.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Adapun jenis dan
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder diperoleh
dari lembaga atauinstansi terkait yang dapat membantu dalam penelitian ini. Data
tersebut diperoleh dari BPS, TI, TII, KPK, ICW dan literatur lain baik buku,
dokumen, jurnal maupun artikel yang berkaitan dengan penelitian. Data ini
digunakan untuk menggambarkan gambaran secara sistematis, aktual, dan akurat
mengenai fakta yang sedang diteliti.

3.2 Model Analisis

Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan


model data panel dengan pendekatan regresi linier sederhana. Model panel
ditransformasikan. Untuk melihat pengaruh korupsi terhadap kemiskinan, maka
ditransformasi menjadi:

Keterangan:
3.3 Definisi Operasional Variabel

1. Korupsi
Korupsi merupakan tingkat korupsi atau seberapa besar korupsi suatu
daerah yang hitung dalam skala indeks berupa Indeks Persepi Korupsi
(IPK). IPK yang dikeluaran oleh Tranparency International Indonesia
(TII). IPK mempunyai niali nilai dari 0 hingga 10. 0 artinya sangat korup
dan 10 artinya paling jauh dari korupsi.

2. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi daerah dilihat dari nilai PRDB. Pada penelitian ini,
ukuran pertumbuhan ekonomi yang dipakai adalah persentase laju
pertumbuhan ekonomi di daerah- daerah sampel atau persentase laju
PDRB atas dasar harga konstan 2000. Data PDRB dipublikasikan oleh
BPS setiap tahunnya.

3.4 Hasil Penelitian dan Pembahasan

Korupsi menjadi masalah besar yang dihadapi masyarakat di setiap daerah.


Baik masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Dalam praktik korupsi seperti
penyuapan, pemerasan, penggelapan, dan perbuatan curang yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan, ada seseorang atau pihak yang
dirugikan. Akibatnya, ada kesejahteraan masyarakat yang berkurang karena
kerugian tersebut. Kerugian tersebut tidak hanya dirasakan langsung, seperti
ruginya seorang masyarakat yang terpaksa menghabiskan uangnya karena diperas
oleh pejabat, namun terdapat kerugian tidak langsung yang dapat
terjadi secara lebih serius. Contohnya bila dalam pembuatan sarana publik seperti
jembatan, rumah sakit dan lainnya ada praktik korupsi, pembuatan sarana publik
tersebut tidak akan efektif dan efisien. Jika seharusnya sarana public itu dapat
bertahan selama dua puluh lima tahun, maka hanya akan akan dapat bertahan
sepuluh hingga lima belas tahun. Begitu juga dengan praktik korupsi lainnya.

Di Indonesia, korupsi di setiap daerah diikur dengan IPK (Indeks Persepsi


Korupsi). IPK Indonesia secara nasional mulai dikeluarkan pada tahun 1995 dan
terus menunjukkan nilai yang semakin tinggi. Artinya korupsi di Indonesia yang
berhasil dirangkum oleh lembaga peneliti korupsi dunia yaitu Transparency
International, kondisi korupsinya setiap tahun semakin menurun. Berbeda dengan
kondisi IPK setiap daerah di Indonesia. Adapun dalam penelitian ini, variabel
korupsi tersebut menjadi variabel independen yang kemudian ditelusuri apakah
mempunyai pengaruh terhadap dua variabel dependen lain yaitu kemiskinan dan
pertumbuhan ekonomi.
3.5 Pengujian Model Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Hasil Uji Chow menunjukkan bahwa nilai prob. cross-section F atau nilai
F test dengan df (45,91) dan Chi-square statistik (χ2) dengan df (45) sebesar
2,884865 dan 122,334714 dengan F-Statistik lebih besar dari F-tabel atau nilai
prob. cross-section F sebesar 0,0000 ≤ 0,000 (Tabel 4.1). Hal ini berarti H0
ditolak dan Ha diterima, sehingga kesimpulannya model Fixed Effect lebih tepat
dibandingkan model Common Effect (model pool effect) untuk meneliti pengaruh
korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil Uji Hausman menunjukkan bahwa
nilai prob cross-section random adalah 0,9397 > 0,05. Hal ini berarti Ha di tolak
dan Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa model Random Effect paling
tepat digunakan untuk meneliti pengaruh korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil LM menunjukkan probability Breusch-Pagan adalah 0,000 < 0,05, maka H0
ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa model Random
Effect paling tepat digunakan untuk meneliti pengaruh korupsi terhadap
pertumbuhan ekonomi.

3.6 Hasil Pengujian Regresi Data Panel Korupsi terhadap Pertumbuhan


Ekonomi

Tabel 1. Hasil Uji Model Random Effect


Berdasarkan Tabel 1. hasil estimasi menggunakan model Random Effect
menjelaskan tingkat pertumbuhan ekonomi dari tahun 2008-2010 pada 46 kota di
Indonesia mencapai 4,793466 persen jika variabel independen dalam penelitian
ini yaitu korupsi adalah sama dengan nol atau konstan. Hasil pengujian R-squared
(R2) adalah 0,005866 menunjukkan 0,05 persen kemiskinan yaitu korupsi, dengan
sisa 99,5 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar analisis. Hasil
pengujian R2 memberikan informasi seberapa besar variabel-
variabel bebas (independen) dapat menjelaskan variabel terikat (dependen) dalam
model regresi data panel. apabila nilai R2 mendekati satu, menunjukkan variabel-
variabel independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksikan variabel dependen.

Hasil Uji Statistik F menunjukkan hasil tidak signifikan (0,392268>0,05)


dapat disimpulkan bahwa variabel independen tidak berpengaruh signifikan secara
simultan terhadap variabel dependen yaitu pertumbuhan ekonomi (Tabel 4.6). Uji
Statistik F ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keyakinan (confidence interval)
diukur dengan tingkat signifikansi α = 5 persen (0,05).

3.7 Korupsi dan Pertumbuhan Ekonomi

Pengaruh IPK terhadap pertumbuhan ekonomi berdasarkan hasil uji


regresi parsial dengan nilai probabilitas (0,3940>0,05) negatif dan tidak signifikan
(Tabel 1). Hasil penelitian ini berbeda dengan hipotesis awal. Ketika IPK
meningkat, menandakan korupsi yang menurun, pertumbuhan ekonomi ikut
menurun. Artinya korupsi mempunyai korelasi yang positif dengan pertumbuhan
ekonomi, namun tidak signifikan secara parsial, sehinggatidak menunjukkan
pengaruh. Hal ini sesuai dengan penelitian Waluyo (2010) yang
menyatakan korupsi tidak berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hal ini dapat terjadi dikarenakan variabel lain yang tidak diukur. Swaleheen dkk
(2007) menyatakan pengaruh korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi tergantung
bagaimana kebebasan ekonomi di suatu daerah. Di negara yang kebebasan
ekonominya tinggi, korupsi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan di negara yang kebebasan ekonominya rendah, korupsi membuat
pertumbuhan ekonomi melambat atau rendah. Alasan tersebut menjadikan korupsi
di Indonesia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
di Indonesia karena kondisi Indonesia sangat beragam dan setiap daerah
mempunyai peraturan daerah sendiri. Terdapat daerah yang peraturannya banyak
sehingga kebebasan ekonominya berarti rendah. Sedangkan daerah yang dengan
peraturan lebih sedikit dalam perekonomian menunjukkan kebebasan ekonomi
yang lebih tinggi.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4. 1 Kesimpulan

Hasil regresi menunjukkan bahwa IPK sebagai indikator korupsi di


Indonesia berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Hasil regresi tersebut memperlihatkan bahwa korupsi tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan tidak ada hasil yang
signifikan antara korupsi dengan pertumbuhan ekonomi ebagaimana hipotesis
awal. Namun hasil regresi ini sesuai dengan teori yang menampilkan
ketidaksignifikan pengaruh korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi tersebut.
Ada beberapa hal yang mendasari ketidaksignifikan tersebut, salah satunya karena
perbedaan kebebasan ekonomi. Indonesia dengan peraturan yang berbeda-beda di
setiap daerah juga mempunyai kebebasan ekonomi yang berbeda di masing-
masing daerah.

4. 2 Saran

1. Pemerintah harus lebih bekerja keras memberantas korupsi di seluruh


penjuru Indonesia dengan meningkatkan transparansi atau keterbukaan,
memberikan hukuman yang tegas bagi pelaku dan meningkatkan
partisipasi publik adalah cara yang bisa ditempuh oleh pemerintah dan
seluruh elemen masyarakat untuk menekan angka korupsi di Indonesia,
karena berdasarkan penelitian ini tindakan korupsi tidak memberi
pengaruh yang signifikan terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi
di Indonesia.
2. Peneliti selanjutnya disarankan menggunakan data yang lebih terbaru,
serta dapat menambah variabel terkait lainnya atau menggunakan data
yang lebih akurat agar dapat menghasilkan hasil regresi yang signifikan
dalam pengaruh korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai