PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari korupsi
2. Untuk mengetahui bentuk korupsi di bidang kesehatan
1.4 Manfaat
ISI
Asal-usul budaya korupsi di Indonesia yang pada hakekatnya telah ada sejak
dulu ketika daerah daerah di Nusantara masih mengenal system pemerintah feodal
(Oligarkhi Absolut), atau sederhana dapat dikatakan, pemerintahan disaat daerah-
daerah yang ada di Nusantara masih terdiri dari kerajaan- kerajaan yang dipimpin
oleh kaum bangsawan (Raja, Sultan dll). Secara garis besar, budaya korupsi di
Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3 (tiga) fase sejarah, yakni ; zaman
kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang
ini[ CITATION Lal13 \l 1033 ]
Objek paling banyak dikorupsi adalah dana pengadaan alkes (43 kasus)
dengan kerugian negara mencapai Rp 442 miliar. Sejumlah pejabat tinggi terkait
kesehatan di pemerintahan pusat dan daerah terlibat sebagai tersangka. Pejabat
tinggi dimaksud antara lain dua Menteri Kesehatan, dua Dirjen Kementerian
Kesehatan, tujuh Anggota DPR/DPRD, tiga Kepala Daerah, 31 Kepala Dinas
Kesehatan, 14 Direktur Rumah Sakit, dan 5 Kepala Puskesmas[ CITATION
Sri161 \l 1033 ]
2) Moral yang kurang kuat Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung
mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan,
teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan
untuk itu. Moral yang kurang kuat salah satu penyebabnya adalah lemahnya
pembelajaran agama dan etika.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), etika adalah nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika
merupakan ajaran tentang moral atau norma tingkah laku yang berlaku dalam
suatu lingkungan kehidupan manusia. Seseorang yang menjunjung tinggi etika
atau moral dapat menghindarkan perbuatan korupsi walaupun kesempatan ada.
Akan tetapi, kalau moralnya tidak kuat bisa tergoda oleh perbuatan korupsi,
apalagi ada kesempatan. Sebetulnya banyak ajaran dari orangtua kita mengenai
apa dan bagaimana seharusnya kita berperilaku, yang merupakan ajaran luhur
tentang moral. Namun dalam pelaksanaannya sering dilanggar karena kalah
dengan kepentingan duniawi. Contoh kasus: Seorang mahasiswa yang moralnya
kurang kuat, mudah terbawa kebiasaan teman untuk menyontek, sehingga sikap
ini bisa menjadi benih-benih perilaku korupsi.
Contoh kasus: Perawat yang menjadi kepala ruangan. Perawat tersebut tidak
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan SOP di ruangan yang harus
dilaksanakan oleh seluruh stafnya sehingga stafnya tidak bekerja optimal sesuai
dengan SOP. Manipulasi seperti jam kerja ataupun keteledoran penanganan bisa
terjadi. 4) Kurangnya transparansi pengelolaan keuangan Keuangan memegang
peranan vital dalam sebuah organisasi. Dengan uang, salah satunya, kegiatan
organisasi akan berjalan untuk melaksanakan misi organisasi dalam rangka
mencapai visi yang telah ditetapkan. Pengelolaan keuangan yang baik dan
transparan menciptakan iklim yang kondusif dalam sebuah organisasi, sehingga
setiap anggota organisasi sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing dapat
ikut bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran sesuai perencanaan yang
telah disusun. Contoh kasus: Mahasiswa yang tergabung menjadi pengurus BEM
atau HIMA sebagai bendahara. Bendahara keuangan tersebut tidak memberikan
laporan keuangan yang jelas. Demikian pula, ketua atau presiden BEM tersebut
tidak melakukan kontrol terhadap kinerja bendahara tersebut. Anggota juga tidak
peduli terhadap pengelolaan keuangan. b. Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi
Sikap masyarakat juga dapat menyuburkan tindakan korupsi, di antaranya sebagai
berikut. 1) Masyarakat enggan menelusuri asal usul pemberian. Seperti pergaulan
yang menghargai seseorang yang kaya, dan tidak pelit dengan kekayaannya,
senang memberikan hadiah. Masyarakat kerapkali senang ketika ada yang
memberi, apalagi nominalnya besar atau berbentuk barang berharga, tanpa
memikirkan dari mana sumber kekayaannya atau barang/hadiah yang
diberikannya.
2.5 Pencegahan