Anda di halaman 1dari 11

Vol. 17 No.

1 Mei 2023 : 82-92 ISSN : 1907 - 8188

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA INDUSTRI FARMASI


DAN BPOM TERKAIT PENCEMARAN OBAT CAIR
DALAM HUKUM KESEHATAN

Desak Ayu Made Sintya Sattvika Putri


Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai
sintyasattvika02@gmail.com
Ananda Chrisna D. Panjaitan
Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai
ananda.panjaitan@unr.ac.id

Abstrak

Terdapat kelalaian Industri farmasi dan BPOM selaku pemroduksi obat dan pengawas obat-obatan
di Indonesia. Sehingga menyebabkan Penyakit Gagal Ginjal Akut Progressive Atipikal (GGAPA) pada anak.
Oleh sebabnya pihak-pihak tersebut harus dapat mempertanggungjawabkan kesalahannya menurut Hukum
Kesehatan di Indonesia. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah akibat hukum dalam
kasusu pencemaran obat pelarut dan bagaimanakah pertanggungjawaban pidana industri farmasi dan BPOM
terkait pencemaran obat cair menurut hukum kesehatan di Indonesia?
Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan yang
dikaitkan dengan permasalahan hukum yang sedang dibahas. Adapun bahan hukum yang digunakan berupa
bahan hukum primer dan sekunder.
Hasil dari penelitian ini adalah : yang pertama yaitu pertanggungjawaban pidana yang dikenakan
pada industri farmasi diatur dalam Pasal 196 dan Pasal 201 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, kemudian yang kedua untuk pertanggungjawaban pidana pihak BPOM diatur dalam
Pasal 359 dan Pasal 360 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kata Kunci: Pencemaran Obat, BPOM, Hukum Kesehatan

Abstract

There is negligence of the pharmaceutical industry and BPOM as drug producers and drug
supervisors. Thus causing Atypical Kidney Injury (AKI) in children. Therefore, these parties must be
accountable for their mistakes according to Indonesian Health Law. The formulation of the problem in this
study is legal consequences in cases of solvent drug contamination and how is the criminal responsibility of
the pharmaceutical industry and BPOM related to liquid drug pollution according to health law in Indonesia?
This research uses normative legal methods with a statutory approach that is associated with the legal
issuesbeing discussed. The legal materials used are primary and secondary legal materials.
The results of this study are: first, the criminal responsibility imposed on the pharmaceutical industry
is regulated in Article 196 and Article 201 paragraphs (2) and (3) of Law Number 36 of 2009 concerning
Health, then the second for the criminal responsibility of BPOM is regulated in Article 359 and Article 360
paragraph (1) of the Criminal Code (KUHP).

Key Words: Drug Contamination, BPOM, Health Law

82
ISSN : 1907 - 8188
I. Pendahuluan beraneka rasa. Hal ini membantu agar anak
Kesehatan masyarakat merupakan dapat mengonsumsi obat tanpa rasa takut akan
salah satu pilar dalam pembangunan negara1, pahit dan aroma obat tersebut.
oleh sebabnya kesehatan menjadi sangat Namun saat ini ditemukan fenomena
dibutuhkan sehingga menjadi tugas penting bagi kasus obat cair yang diberikan untuk anak
pemerintah untuk tetap menjamin kesehatan bukannya memberikan kesembuhan justru
masyarakatnya. Kesehatan juga merupakan memberikan akibat fatal hingga berujung pada
Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus kematian. Kasus tersebut merupakan kasus
diwujudkan dengan penyelenggaraan upaya- Gangguan Ginjal Akut Progressive Atipikal
upaya kesehatan di Indonesia, sebagaimana pada anak (GGAPA) atau Acute Kidney Injury
yang tertuang dalam amanat pembukaan (AKI). Kasus ini terjadi pada tahun 2022 lalu
Undang- Undang Dasar Negara Republik dimana menurut data Kementrian Kesehatan
Indonesia Tahun 1945.2 Hak setiap manusia hingga bulan Februari 2023 telah terjadi
untuk mendapatkan kesehatan tercantum lebih dari 300 kasus gagal ginjal akut pada
dalam Pasal 4 Undang- Undang Nomor 36 anak, kemudian lebih dari 50% diantaranya
Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi meninggal dunia.5 Fenomena ini diduga erat
“Setiap orang berhak atas kesehatan”.3 Selain kaitannya dengan penggunaan obat-obatan
itu hak untuk mendapat kesejahteraan dan berupa sirup obat atau obat cair yang beredar di
pelayanan kesehatan juga tertuang dalam UUD Indonesia, dimana obat-obatan tersebut diduga
NRI Tahun 1945 yakni Pasal 28H Ayat (1) mengandung cemaran pelarut obat cair yakni
yang berbunyi : “Setiap orang berhak hidup cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, (DEG).6 Fenomena ini sangat disayangkan
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik karena dapat menimbulkan rasa trauma bagi
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan para orang tua dan masyarakat di Indonesia.
kesehatan”.4 Berdasarkan pasal tersebut dapat Produk obat-obatan yang beredar di Indonesia
diartikan bahwa kedudukan setiap orang yang merupakan produk Industri Farmasi yang telah
dimaksud adalah sama, yakni berhak untuk dipercaya oleh masyarakat dalam hal penyediaan
hidup sejahtera dan mendapatkan pelayanan obat-obatan dan sediaan obat lainnya. Sesuai
kesehatan dengan tidak membedakan status, dengan definisi pekerjaan kefarmasian yang
usia, dan lain-lain. tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 51
Selama ini pelayanan kesehatan oleh Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
pemerintah sudah bisa didapatkan sejak bayi Pasal 1 Ayat (1) menyebutkan bahwa :
dalam usia kandungan, selain itu proses tumbuh “Pekerjaan kefarmasian adalah
kembang anak juga selalu diperhatikan dengan pembuatan termasuk pengendalian mutu
pemberian vitamin dan obat-obatan. Tidak sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
hanya itu, pemberian obat-obatan untuk anak penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran
saat sedang sakit juga secara khusus disediakan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
berupa obat- obat cair atau sirup obat yang resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

1 Isriyawaty, Fheriyal Sri. 2015 Tanggung Jawab Negara dalam Pemenuhan Hak
Atas Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Jurnal IlmuHukum Legal Opinion Volume 3, hal 1.
2 Ibid.
3 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
4 Pasal 28 H ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
5 Singgih Wiryono, “Komnas HAM: Penyelidikan Kasus Gagal Ginjal Rampung, Kini Dalam
ProsesAnalisis”,https://amp.kompas.com/nasional/read/2023/03/08/10392301/komnas-ham-penyelidikan-
kasus-gagal- ginjal-rampung-kini-dalam-proses. Diakses tanggal 3 Maret 2023, Pukul 10.00 WITA.
6 M Julnis Firmansyah, “Menkes Pastikan Penyebab Gagal Ginjal
Akut Karena ObatSirup”,https://nasional.tempo.co/read/1648837/menkes-pastikan-penyebab-gagal-
ginjal-akut-karena-obat-sirup, Diakses tanggal 3 Maret 2023, Pukul 10.00 WITA.
83
ISSN : 1907 - 8188
pengembangan obat, bahan obat dan obat II. Metode Penelitian
tradisional”.7 Selama ini, produk obat-obatan Adapun jenis penelitian yang
khususnya obat cair tidak ditemukan akibat digunakan dalam penulisan ini adalah
yang mengarah pada gagal ginjal akut pada penelitian hukum normatif dengan pendekatan
anak, namun kejadian tersebut justru terjadi perundang-undangan (statute approach) yang
sejak tahun kemarin dimana notabene produk berkaitan dengan permasalahan hukum yang
obat tersebut telah beredar dimasyarakat selama sedang dibahas dimulai dari adanya kasus
bertahun-tahun lamanya. Hal ini menimbulkan gagal ginjal akut pada anak yang kemudian
kerugian dimasyarakat sehingga industri dikaitkan dengan pertanggungjawaban pidana
farmasi dapat dikatakan telah melanggar hukum industri farmasi dengan BPOM berdasarkan
maka dari itu pihak industri farmasi merupakan hukum kesehatan di Indonesia. Adapun
salah satu pihak yang harus bertanggung jawab yang menjadi sumber bahan hukum dalam
secara hukum. Disisi lain sebelum obat-obatan penelitian ini adalah sumber bahan hukum
dapat beredar luas di Indonesia tentunya akan primer dan sekunder. Bahan hukum primer
melewati tahap uji dan pemeriksaan yang yang digunakan yakni peraturan perundang-
dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan undangan, kemudian bahan hukum sekunder
Makanan (BPOM). BPOM bertugas dalam yakni literatur- literatur berupa buku, jurnal,
hal pengawasan obat-obatan dan makanan di thesis, dan literatur lainnya.
Indonesia sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang.8 Hal ini berarti apabila obat- obatan III. Hasil dan Pembahasan
yang sudah mendapat sertifikasi BPOM A. Akibat Hukum Tindak Pidana Kasus
maka akan dikatakan aman sehingga dapat Pencemaran Obat Cair
dikonsumsi dengan baik. Namun meskipun Menurut Soedjono Dirdjosisworo akibat
demikian fenomena kasus gagal ginjal akut hukum timbul karena adanya hubungan
pada anak dapat terjadi meskipun sudah hukum ada dalam hak dan kewajiban9. Dalam
melalui pemeriksaan BPOM. Oleh sebabnya kasus pencemaran obat yang dilakukan oleh
dalam kasus ini pihak BPOM juga harus dapat perusahaan obat tanpa pengawasan BPOM
bertanggungjawab secara hukum yang berlaku. adalah bukti bahwa tidak ada pemenuhan
Hukum di Indonesia telah menetapkan hak terhadap konsumen dengan kewajiban
ketentuan-ketentuan mengenai kefarmasian dari perusahaan ataupun pengawas BPOM.
dan kesehatan salah satunya Undang-Undang Terjadinya pelanggaran terhadap hukum
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Oleh kesehatan dengan memberikan kerugian kepada
sebab itu dalam hal ini penulis tertarik untuk korban yaitu anak sudah pasti melanggar
mengkaji mengenai Pertanggungjawaban perlindungan konsumen. Apalagi dalam kasus
Pidana Industri Farmasi dan BPOM Terkait ini yang menjadi korban adalah anak. Anak
Pencemaran Obat Cair Menurut Hukum adalah subjek hukum yang rentan menjadi
Kesehatan di Indonesia. korban di dalam hukum. Anak korban terkadang
Maka dari latar belakang tersebut maka tidak mendapat perlindungan secara baik akibat
ada dua rumusan masalah yaitu yang pertama kelalaian orang dewasa.Kelalaian orang dewasa
apa akibat hukum dari kasus pencemaran larutan menjadi Anak Korban mengalami kerugian fisik
obat dan bagaimana pertanggungjawaban sampai pada kematian. Kasus ini bukan lagi
pelaku pencemaran larutan obat dalam hukum merupakan pelanggaran penyalahgunaan obat-
Indonesia. obatan namun sudah menjadi tindak pidana
pembunuhan terhadap anak. Pada kenyataannya

7 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
8 Ahmad, Agil., dkk. (2022) Tanggung Jawab Perusahaan Farmasi dan BPOM
Terhadap Produk Obat SirupAnak, JULIA: Jurnal Litigasi Amsir, Volume 10, Nomor 1,
hal. 1
9 Soedjono Dirdjosisworo, Penghantar Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo Tinggi,
Jakarta:2010, Hlm. 131
84
ISSN : 1907 - 8188
terdapat kesalahan perusahan dan pihak yang sangat penting dalam hal kesehatan di
BPOM yang saling melempar tanggungjawab. Indonesia. Adapun peraturan yang mengatur
Padahal pada fakta hukum baik perusahaan tentang kefarmasian terdapat dalam Peraturan
pengelola larutan obat dan pihak BPOM adalah Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
subjek hukum pidana dalam hal ini tersangka Pekerjaan Kefarmasian, Undang-Undang
pembunuhan. Tidak lagi berbiacara tentang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
perlindungan konsumen namun telah menjelma dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
sebagai pemenuhan ganti kerugian terhadap 1799 Tahun 2010 tentang Industri Farmasi.
korban yang menderita secara fisk bahkan Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun
sampai merengut nyawa. Akibat hukum dari 2009 Pasal 1 Ayat (1) menjelaskan bahwa
tindak pidana kasus pencemaran nama baik :“Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan
tersebut sudah pasti menyebabkan perusahaan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
larutan obat dan pengawas BPOM dapat pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
dikenai sanksi pidana merujuk pada ketentuan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan
pidana di KUHP bukan lagi terletak pada sanksi obat, pelayanan obat atas resep dokter,
administrasi. Ketentuan sanksi adminitrasi pelayanan informasi obat, serta pengembangan
dapat memperlemah kedudukan korban dalam obat, bahan obat dan obat tradisional”.12
mendapatkan ganti kerugian yang seharusnya Menurut Peraturan Menteri kesehatan
diberikan oleh perusahaan dan BPOM. (PERMENKES) Nomor 1799 Tahun 2010
terdapat tiga fungsi industri farmasi yakni
B. Pertanggungjawaban Pidana Industri sesuai dengan isi Pasal 15 yang berbunyi ;
Farmasi “Industri Farmasi mempunyai fungsí:
Industri farmasi merupakan instansi a. pembuatan obat dan/atau bahan obat;
atau badan yang bergerak dibidang kesehatan b. pendidikan dan pelatihan; dan
serta memiliki ijin dari Menteri Kesehatan c. penelitian dan pengembangan.”.13
yang mana secara resmi memproduksi sediaan
farmasi dalam jumlah besar atau massal.10 Yang Sebagai negara yang berkembang salah
termasuk kedalam sediaan farmasi adalah obat, satu kebutuhan masyarakatnya adalah kesehatan
bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Sehingga industri farmasi berperan dalam
Selain sebagai pihak yang memproduksi, juga membantu mewujudkan kesehatan masyarakat
sebagai pihak yang meneliti, mengembangkan dengan sediaan farmasi yang memenuhi standar
serta mendistribusikan sediaan farmasi ke mutu yang telah ditetapkan. Standar mutu yang
apotek, rumah obat, rumah sakit, toko penyalur digunakan oleh Industri Farmasi di Indonesia
obat, dan lain-lain. Sharabati, dkk. berpendapat adalah Farmakope Indonesia (FI). Hal tersebut
bahwa industri farmasi merupakan industri tertuang dalam Pasal 105 Peraturan Pemerintah
yang intensif dalam melakukan penelitian, Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
dan inovatif dalam penggunaan sumber daya Kefarmasian yang berbunyi : “Sediaan farmasi
manusia dan teknologi kesehatan.11 Oleh yang berupa obat dan bahan baku obat harus
sebabnya industri farmasi memegang peranan memenuhi syarat Farmakope Indonesia (FI)

10 Ubaydillah, Muhammad Ilham. (2021) Pengaplikasian Alginat Dalam Sistem


Mikrosfer pada Industri Farmasi, Review Seminar Nasional Hasil Riset dan Pengabdian
ke-III (SNHRP-III 2021), hal. 72
11 Sharabati, dkk. (2010) dikutip dalam Sukmana, Purwo Hadi. (2018) Peranan
Gaya Kepemimpinan TerhadapKinerja Manajerial Dengan Variabel Moderasi Sistem
Akuntansi Manajemen, Strategi Bisnis Dan Ketidakpastian Lingkungan, Ihtiyath, Volume
2, Nomor 1, hal. 58
12 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
13 Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799 Tahun 2010 tentang Industri Farmasi.
85
ISSN : 1907 - 8188
atau buku standar lainnya”. Selain Farmakope
14
dibedakan menjadi 3 yakni kategori minor,
Indonesia (FI) sebagai standar mutu, Industri major dan kritikal.17 Adapun mal produksi
Farmasi juga disebut-sebut sebagai industri yang dilakukan industri farmasi yang telah
dengan karakternya yang spesifik. Dimana terjadi saat ini berdampak sangat buruk dan
industri farmasi dikenal sebagai industri yang fatal dalam keberlangsungan pembangunan
dilengkapi dengan regulasi yang sangat ketat kesehatan di Indonesia, karena obat yang
(highly regulated).15 Adapun regulasi-regulasi dikonsumsi justru menyebabkan penyakit
tersebut seperti Cara Pembuatan Obat yang pada anak dan berujung pada kematian.
Baik (CPOB), regulasi mengenai etika dan Oleh sebab itu diperlukan investigasi lebih
perlindungan konsumen, dan lain-lain. lanjut oleh pemerintah termasuk didalamnya
Standar mutu yang menjadi acuan, BPOM, Kementrian Kesehatan, Kementrian
serta pedoman CPOB harus diterapkan dengan Perdagangan,Kementrian Perindustrian dengan
baik dalam segala aspek dan rangkaian kegiatan bantuan aparat kepolisian dalam rangka
pembuatan obat atau bahan obat, namun menemukan bukti yang menentukan apakah
mengingat kembali kasus gagal ginjal akut pada industri farmasi terbuktibersalah sehingga dapat
anak yang terjadi akibat ditemukannya cemaran diberikan pertanggungjawaban yang sesuai.
pelarut obat Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Industri farmasi tidak hanya diberikan sanksi
Glikol (DEG) yang ditemukan dalam beberapa administrasi namun juga harus diberikan sanksi
obat cair atau sirup obat yang mana diproduksi pidana. Adapun bentuk pertanggungjawaban
oleh industri farmasi. Menurut keterangan pidana bagi industri farmasi yang melakukan
BPOM, cemaran obat cair berupa Etilen Glikol mal produksi diatur dalam Undang-Undang
dan Dietilen Glikol masih memiliki toleransi Nomor 36Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal
pada ambang batas aman (Tolerable Daily 196 yang berbunyi :
Intake) yang sudah ditentukan oleh standar “Setiap orang yang dengan sengaja
internasional, namun menurut penelitian yang memproduksi atau mengedarkan sediaan
telah dilakukan ditemukan bahwa terdapat farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak
beberapa cemaran etilen yang sangat tinggi dan memenuhi standar dan/atau persyaratan
sangat jauh melampaui ambang batas yang telah keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu
ditetapkan16 Sehingga penulis berasumsi bahwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2)
kejadian ini menjadikan industri farmasi selaku dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
pihak yang memproduksi obat kedudukannya paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
adalah sebagai pihak yang bersalahkarena telah paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
melakukan penyimpangan produksi atau mal rupiah).”
produksi dan masih lemahnya pelaksanaan Pasal diatas menjelaskan bahwa setiap
quality control perusahaan. orang yang memproduksi atau mengedarkan
Mal produksi pada industri farmasi sediaan farmasi yang tidak sesuai standar serta
merupakan penyimpangan proses produksi mutu sebagaimana yang dimaksud pada pasal
obat, dimana tidak mengindahkan standar diatas dapat dikenakan hukuman penjara paling
mutu yang digunakan serta Cara Pembuatan lama 10 (sepuluh) tahun serta denda paling
Obat yang Baik (CPOB). Berdasarkan tingkat banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliyar
risikonya, penyimpangan produksi dapat rupiah). Hukum di Indonesia menentukan

14 Pasal 105 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan


Kefarmasian.
15 Ahmad Senjaya, 2017. “Model Penanganan Penyimpangan Produksi pada Industri
Farmasi”. Thesis: InstututPertanian Bogor. hal. 1
16 Nicholas Ryan Aditya,“Bakal Tanggung Jawab, BPOM Pastikan Kasus Obat Sirup Penyebab
Gagal Ginjal Akut Tidak Terulang”, https://nasional.kompas.com/read/2022/11/02/14230361/
bakal-tanggung-jawab-bpom pastikan-kasus-obat-sirup-penyebab-gagal-ginjal, Diakses tanggal 4
Maret 2023, pukul 18.00 WITA
17 Ahmad Senjaya, op.cit. hal. 3
86
ISSN : 1907 - 8188
seseorang tidak dapat dijatuhi pidana jika korporasi tetap dapat dilakukan sepanjang
hanya berdasarkan alasan bahwa seseorang yang melakukan kesalahan tersebut adalah
tersebut telah melanggar hukum. Sehingga pihak- pihak yang menjadi alatnya.20 Muladi
meskipun perbuatannya dikatakan memenuhi juga mengungkapkan bahwa asas kesalahan
rumusan delik, hal tersebut belum memenuhi tersebut berlaku jika dilakukan oleh pihak
syarat penjatuhan pidana, masih diperlukan pengurus, sedangkan tidak akan berlaku jika
adanya syarat bahwa seseorang harus dapat mutlak merupakan perbuatan korporasi.21 Hal
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau demikian juga diungkapkan dalam penelitian
perbuatannya harus dapat dipertanggungkan yang dilakukan Haris Yudhianto, dimana
kepada orang tersebut. Dengan kata lain harus penerapan asas kesalahan tidak mutlak berlaku
ada unsur kesalahan atau bersalah (subjective dalam pertanggungjawaban pidana korporasi.
guilt).18 Korporasi tetap memiliki kesalahan dengan
Adapun unsur-unsur kesalahan secara konstruksi kesalahan direksi atau pengurus.
konsepsional yakni : Atau dengan mendasarkan adagium res ipsa
a. Adanya kemampuan bertanggungjawab loquitur (fakta sudah berbicara sendiri).22
dalamdiri si pembuat (schuldfahigkeit). Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana
b. Adanya hubungan bathin antara si pembuat korporasi, beberapa peraturan perundang-
dengan perbuatan yang dilakukannya. (baik undangan di Indonesia telah mengatur
yang berupa kesengajaan atau kealpaan) mengenai pertanggungjawaban korporasi
c. Tidak adanya alasan penghapus kesalahan, akan tetapi peraturan yang mengatur kejahatan
atau alasan pemaaf.19 korporasi tersebut berbeda-beda dari segi
Apabila ketiga unsur tersebut terpenuhi definisi, subjek, dan ruang lingkupnya.23
maka yang bersangkutan dapat dikatakan Salah satunya terdapat dalam
mempunyai pertanggungjawaban pidana Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
sehingga dapat dijatuhi hukuman pidana. tentang Kesehatan yakni Pasal yang mengatur
Perlu dipahami pula kata ‘setiap orang’ pada tentang penjatuhan pidana terhadap korporasi
pasal diatas berarti merujuk pada subjek disamping pidana yang dijatuhkan terhadap
hukum berupa perorangan atau individual pengurus korporasi tersebut, yakni dalam Pasal
yang melakukan perbuatan pidana tersebut, 201 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang
namun kasus gagal ginjal akut ini merupakan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
akibat dari perbuatan korporasi. Maka menjelaskan bahwa:
dari itu akan timbul pertanyaan apakah “(1) Dalam hal tindak pidana
korporasi dapat memenuhi asas kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat
tersebut, meskipun korporasi merupakan (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197,
subjek pidana, namun korporasi bukan berupa Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan
orang (person) sehingga tidak memiliki hak oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda
layaknya manusia serta tidak dapat melakukan terhadap pengurusnya, pidana yang dapat
tindakan hukum layaknya manusia. Menurut dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana
pendapat Suprapto, asas kesalahan dalam denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari

18 Sudarto. (1983). Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Bandung: Sinar Baru.


hal. 85
19 Ibid hal. 91
20 Suprapto. (1963). Hukum Pidana Ekonomi Ditinjau dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Jakarta: Widjaja.hal. 47.
21 Muladi & Dwidja Priyatno. (2012). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi,
Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group. hal 106.
22 Yudhianto, Haris. (2018) Penerapan Asas Kesalahan Sebagai Dasar Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi, Jurnal Pendidikan Dewantara, Volume 4, Nomor 2, hal. 211.
23 Panjaitan, Ananda Chrisna D. (2022) Pembaharuan Hukum Pertanggungjawaban Pidana
Dalam TindakPidana Ekonomi. Yustitia, Volume 16, Nomor 2, hal. 109.

87
ISSN : 1907 - 8188
pidana denda sebagaimana dimaksud dalam tercantum dalam Pasal 4 sebagai berikut :
Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal “Dalam melaksanakan tugas
196 , Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal pengawasan Obat dan Makanan, BPOM
200. mempunyaikewenangan:
(2) Selain pidana denda sebagaimana a. menerbitkan izin edar produk dan sertifikat
dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat sesuai dengan standar dan persyaratan
dijatuhi pidana tambahan berupa: keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu, serta
a. pencabutan izin usaha; dan/atau pengujian obat dan makanan sesuai dengan
b. pencabutan status badan hukum”. ketentuan peraturan perundang-undangan;
Pasal 201 ayat (1) dan (2) diatas b. melakukan intelijen dan penyidikan di
membuktikan bahwa apabila terjadi suatu bidang pengawasan Obat dan Makanan
pelanggaran pada sebuah korporasi, yang sesuai dengan ketentuan peraturan
dapat dimintakan pertanggungjawaban perundang-undangan;
disamping pihak pengurus atau direksi namun c. pemberian sanksi adminitrasi sesuai dengan
juga korporasi itu sendiri. Adapun sanksi ketentuan peraturan perundang-undangan.”26
pidana yang diperoleh berupa denda sebanyak Berdasarkan ketentuan diatas maka
tiga kali lipat dari banyaknya denda yang BPOM memiliki tugas dan wewenang dalam
dijatuhkan pada pasal-pasal yang disebutkan pengawasan obat dan makanan termasuk juga
diatas. Selain itu juga korporasi dapat dijatuhi sebagai penerbit izin edar produk, penguji
pidana tambahan berupa pencabutan ijin usaha obat dan makanan sekaligus pemberi sanksi
dan/atau status badan hukum. administratif apabila terjadi pelanggaran,
menurut Undang-Undang yang berlaku.
C. Pertanggungjawaban Pidana Badan Sebelum produk obat diedarkan dan setelah
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) produk diedarkan ke masyarakat, BPOM
Badan Pengawas Obat dan Makanan berkewajiban untuk melakukan pengecekan
atau yangsering disebut BPOM adalah lembaga produk obat dan memastikan apakah produk
pemerintah non kementrian yang bertugas obat tersebut aman atau tidak. Hal ini juga telah
dalam bidang pengawasan obat dan makanan. diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 80
Definisi BPOM sendiri tercantum Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan
dalam Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun Makanan Pasal3 ayat (2) dan (3) sebagai berikut
2017 tentang Badan Pengawas Obat dan :
Makanan, Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : “(2) Pengawasan Sebelum Beredar
“Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
yang selanjutnya disingkat BPOM adalah pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar
lembaga pemerintah non kementerian yang sebagai tindakan pencegahan untuk menjamin
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Obat dan Makanan yang beredar memenuhi
bidang pengawasan Obat dan Makanan”.24 standar dan persyaratan keamanan, khasiat/
Adapun tugas BPOM yang tercantum dalam manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan.
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 80 (3) Pengawasan Selama Beredar
Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
dan Makanan, adalah menyelenggarakan tugas pengawasan Obat dan Makanan selama beredar
pemerintahan dibidang pengawasan obat dan untuk memastikan Obat dan Makanan yang
makanan sesuai dengan ketentuan peraturan beredar memenuhi standar dan persyaratan
yang berlaku.25 Sedangkan wewenang BPOM keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk

24 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
25 Pasal 2 ayat (1) Perpres No. 80 Tahun 2017 tentang BPOM.
26 Pasal 4 Perpres No. 80 Tahun 2017 tentang BPOM.

88
ISSN : 1907 - 8188
yang ditetapkan serta tindakan penegakan obat- obatan lalai dalam melaksanakan tugasnya,
hukum.”27 Menurut klarifikasi BPOM pada serta kurangnya akuntabilitas BPOM terlebih
Oktober 2022 disebutkan bahwa pihak dalam akses keterbukaan informasi penting
BPOM telah melakukan pengawasan secara terhadap masyarakat.
komprehensif pre- market dan post-market Apabila dilihat menurut kacamata
terhadap produk obat yang beredar di Indonesia28, hukum, Ombudsman Republik Indonesia menilai
meskipun demikian masih tetap ditemukan kasus apa yang dilakukan Kemenkes dan BPOM
gagal ginjal akut akibat kandungan etilen pada termasuk dalam adanya dugaan mal administrasi31
sirup obat. Selain itupula diketahui bahwa kasus Mal administrasi menurut Pasal 1 ayat (3)
gagal ginjal akut pada anak kembali terulang Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
pada bulan Februari 2023, kejadian tersebut Ombudsman Republik Indonesia merupakan
diduga akibat penggunaan sirup obat penurun “Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan
demam.29 Apabila dilihat menurut Pasal 106 ayat melawan hukum, melampaui wewenang,
(1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 menggunakan wewenang untuk tujuan lain
tentang Kesehatan yang menyebutkan bahwa dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut,
“Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban
dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar”30 hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik
Menunjukkan bahwa izin edar yang dimiliki yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan
sediaan obat industri farmasi yang beredar lama pemerintahan yang menimbulkan kerugian
di Indonesia pastinya sudah melewati tahap uji materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat
BPOM. Sehingga berkaitan dengan fenomena dan orang perseorangan.”32
kasus gagal ginjal akut yang terjadi, BPOM Mal administrasi termasuk dalam
dalam hal pengawasan terhadap produk obat dan kategori norma perilaku aparat terhadap
makanan seharusnya tidak hanya melakukan pelayanan publik, oleh sebabnya setiap tindakan
upaya represiftetapi juga dapat melakukan upaya mal administrasi mengandung konsekuensi
preventif dengan pengawasan kelapangan serta terhadap pertanggungjawaban pribadi atau
pengecekan secara berkala untuk memeriksa personal (faute de personale) yang mana dapat
peredaran obat- obatan. bersifat administratif, perdata, atau pidana.33
Dalam hal ini penulis juga berasumsi Berkaitan dengan pertanggungjawaban
bahwa pihak BPOM selaku satu-satunya pihak pidana, yang harus diperhatikan terlebih
yang berwenang melakukan uji dan pengawasan dahulu adalah adanya suatu perbuatan pidana.

27 Pasal 3 ayat (2) dan (3) Perpres No. 80 Tahun 2017 tentang BPOM.
28 Klarifikasi BPOM, “Penjelasan BPOM RI Tentang Isu Obat Sirup yang Berisiko Mengandung
Cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG)”, https://www.pom.go.id/new/view/more/
klarifikasi/157/Penjelasan- BPOM-RI-Tentang-Isu-Obat-Sirup-yang-Berisiko-Mengandung-Cemaran-
Etilen-Glikol--EG--dan-Dietilen-Glikol--DEG-.html, Diakses tanggal 5 Maret 2023, pukul 09.00 WITA
29 Stefani Wijaya, “Klarifikasi Hasil Laboratorium di Kasus Gagal Ginjal Akut, Bareskrim
PanggilBPOM”,https://www.beritasatu.com/nasional/1031338/klarifikasi-hasil-laboratorium-di-kasus-
gagal-ginjal-akut- bareskrim-panggil-bpom, Diakses tanggal 5 Maret 2023, pukul 11.00 WITA.
30 Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
31 Magang Merdeka, “Kasus Gagal Ginjal Akut, Ombudsman Sebut Kemenkes dan BPOM
LakukanMaladministrasi”,https://nasional.tempo.co/read/1649239/kasus-gagal-ginjal-akut-ombudsman-
sebut-kemenkes- danbpomlakukanmaladministrasi#:~:text=TEMPO.CO%2C%20Jakarta%20%20
Anggota%20Ombudsman%20Republik%20Indonesia%20%28ORI%29,Kesehatan%20dan%20Badan%20
Pengawas%20Obat%20dan%20Makanan% 20%28BPOM%29, diakses tanggal 5 Maret 2023, pukul 11.00
WITA.
32 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia.
33 Basuki Ahmad. (2011) Pertanggungan Jawab Pidana Pejabat Atas Tindakan
Mal Administrasi DalamPenerbitan Izin di Bidang Lingkungan, Perspektif, Volume 16,
Nomor 4, hal. 254.
89
ISSN : 1907 - 8188
Pertanggungjawaban pidana tidak mungkin IV. Penutup
dilakukan tanpa adanya perbuatan pidana. Akibat hukum dari kasus pencemaran
Dalam sistem pertanggungjawaban pidana larutan obat tersebut adalah bukan lagi berbicara
dikenal dengan adanya ajaran kesalahan (mens tentang sanksi adminitrasi dikarenakan
rea). Suatu pertanggungjawaban pidana selalu kesalahan perlindungan konsumen. Namun
berkaitan dengan kesalahan baik kesalahan dapat diberikan sanksi pidana dan dapat
berupa kesengajaan atau kealpaan.34 dinyatakan perbuatan pembunuhan dalam hal
Kelalaian atau kealpaan yang dilakukan ini Anak sebagai korban.
BPOM dalam menjalankan fungsinya dapat Pertanggungjawaban pidana pihak
dijerat Pasal 359 dan Pasal 360 ayat (1) Kitab Industri Farmasi karena telah melakukan
Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) penyimpangan produksi yang mengakibatkan
tentang kelalaian yang berujung kematian. kasus Gagal Ginjal Akut Progressive pada
Adapun isi Pasal 359 KUHP sebagai berikut: Anak (GGAPA) menurut Hukum Kesehatan
“Barang siapa karena kesalahannya di Indonesia diatur dalam Pasal 196 dan Pasal
(kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, 201 ayat (2) dan (3) Undang- Undang Nomor
diancam dengan pidana penjara paling lama 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Sedangkan
lima tahun atau pidana kurungan paling lama pertanggungjawaban pidana terhadap Badan
satu tahun.” Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait
Isi Pasal 360 KUHP adalah sebagai kelalaiannya dalam pengawasan peredaran
berikut : obat-obatan diatur dalam Pasal 359 dan Pasal
“(1) Barang siapa karena kesalahannya 360 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
(kealpaannya) menyebabkan orang lain Pidana (KUHP).
mendapat luka-luka berat, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau DAFTAR BACAAN
pidana kurungan paling lama satu tahun.”35 Buku
dimaksud pasal ini menurut penjelasan Pasal Muladi & Dwidja Priyatno. (2012).
90 KUHP merupakan jatuh sakit atau mendapat Pertanggungjawaban Pidana Korporasi,
luka yang tidak memberi harapan akan sembuh Jakarta: Kencana Prenada Media
sama sekali, atau menimbulkan bahaya maut.36 Group.
Kedua pasal diatas juga menentukan jenis Sudarto. (1983). Hukum dan Perkembangan
hukuman pidana yang diperoleh yaitu hukuman Masyarakat, Bandung: Sinar Baru.
penjara atau kurungan selama waktu yang telah Suprapto. (1963). Hukum Pidana Ekonomi
disebutkan. Ditinjau dalam Rangka Pembangunan
Kelalaian BPOM terhadap pengawasan Nasional, Jakarta: Widjaja.
produk obat khususnya obat cair di Indonesia
mengakibatkan dampak yang sangat fatal, Jurnal
mengingat jumlah korban yang tidak sedikit Ahmad, Agil., dkk. (2022) Tanggung Jawab
maka sudah seharusnya pemerintah bertindak Perusahaan Farmasi dan BPOM
tegas dalam penyelidikan dan pemeriksaan serta Terhadap Produk Obat Sirup Anak,
mengambil langkah cepat dalam penanganan JULIA: Jurnal Litigasi Amsir, Volume
kasus gagal ginjal tersebut. Selain itu pihak 10,Nomor 1.
BPOM selaku instansi yang bertanggungjawab Basuki Ahmad. (2011) Pertanggungan Jawab
dalam peredaran obat-obatan di Indonesia harus Pidana Pejabat Atas Tindakan Mal
dapat mempertanggungjawabkan kesalahannya Administrasi Dalam Penerbitan Izin
menuruthukum yang berlaku. di Bidang Lingkungan, Perspektif,
Volume 16, Nomor 4.

34 Yudhianto, Haris. op.cit. hal.203


35 Pasal 359 Dan Pasal 360 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).
36 Pasal 90 KUHP.
90
ISSN : 1907 - 8188
Isriyawaty, Fheriyal Sri. (2015) Tanggung https://www.pom.go.id/new/view/
Jawab Negara dalam Pemenuhan more/k larifikasi/157/Penjelasan-
Hak Atas Kesehatan Masyarakat BPOM-RI- Tentang-Isu-Obat-Sirup-
Berdasarkan Undang-Undang Ddasar yang-Berisiko- Mengandung-Cemaran-
Negara Republik Indonesia Tahun Etilen-Glikol-- EG--dan-Dietilen-
1945, Jurnal Ilmu Hukum Legal Glikol--DEG-.html, Diakses tanggal 5
Opinion, Volume 3. Maret 2023, pukul 09.00 WITA.
Panjaitan, Ananda Chrisna D. (2022) Magang Merdeka, “Kasus Gagal Ginjal Akut
Pembaharuan H u k u m Ombusdman Sebut Kemenkes dan
Pertanggungjawaban Pidana Dalam BPOM
Tindak Pidana Ekonomi. Lakukan Maladministrasi”, https://nasional.
Yustitia,Volume 16, Nomor 2. Patunrui, tempo.co/read/1649239/kasus-gagal-
Katarina Intan ginjalakut-obudsman-sebut-kemenk
Afni & Sri Yati. (2017) Analisis Penilaian esdanbpomlakukanmaladministrasi,
Financial Distress Menggunakan Diakses tanggal 5 Maret 2023, pukul
Model Altman (ZScore) Pada 11.00 WITA
Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar di M Julnis Firmansyah, “Menkes Pastikan
Bursa Efek IndonesiaPeriode 2013- PenyebabGagal Ginjal Akut
2015, Jurnal Akuntansi Ekonomi dan Karena ObatSirup”,https://nasional.tempo.
Manajemen Bisnis, Volume5, Nomor 1. co/read/164 8837/menkes-pastikan-
Sukmana, Purwo Hadi. (2018) Peranan Gaya penyebab-gagal- ginjal-akut-karena-
Kepemimpinan Terhadap Kinerja obat-sirup, Diakses tanggal 3
Manajerial Dengan Variabel Moderasi Maret 2023, Pukul 10.00 WITA.
Sistem Akuntansi Manajemen, Strategi Nicholas Ryan Aditya, “Bakal Tanggung Jawab,
Bisnis Dan Ketidakpastian Lingkungan, BPOM Pastikan Kasus Obat
Ihtiyath, Volume 2, Nomor 1. Sirup Penyebab Gagal Ginjal Akut
Ubaydillah, Muhammad Ilham. (2021) TidakTerulang”, https://nasional.kompas.
Pengaplikasian Alginat Dalam Sistem com/read/2022/1 1/02/14230361/
Mikrosfer pada Industri Farmasi, bakal-tanggung-jawab- bpom-pastikan-
Review Seminar Nasional Hasil Riset kasus-obat-sirup- penyebab-gagal-
dan Pengabdian ke-III (SNHRP-III ginjal, Diakses tanggal 4 Maret 2023,
2021). pukul 18.00 WITA.
Yudhianto, Haris. (2018) Penerapan Asas Singgih Wiryono, “Komnas HAM:
Kesalahan Sebagai Penyelidikan Kasus Gagal Ginjal
Dasar Pertanggungjawaban Pidana Rampung, Kin Dalam Proses
Korporasi, Jurnal Pendidikan Analisis”,https://amp.kompas.com/
Dewantara, Volume 4, Nomor 2. nasion al/read/2023/03/08/10392301/
komnas-ham-penyelidikan-kasus-
Publikasi Ilmiah gagal-ginjal-rampung-kini-dalam-
Ahmad Senjaya, 2017. “Model Penanganan proses. Diakses tanggal 3 Maret 2023,
Penyimpangan Produksi pada Industri Pukul 10.00 WITA.
Farmasi”. Thesis: Instutut Pertanian Stefani Wijaya, “Klarifikasi Hasil Laboratorium
Bogor. di Kasus gagal Ginjal Akut Bareskrim
Panggil Bpom” https://www.beritasatu.
Internet com/nasi onal/1031338/klarifikasi-
Klarifikasi BPOM, “Penjelasan BPOM RI hasil- laboratorium-di-kasus-gagal-
Tentang Isu Obat Sirup yang Berisiko ginjal-akut- bareskrim-panggil-bpom,
Mengandung Cemaran Etilen Glikol Diakses tanggal 5 Maret 2023, pukul
(EG) dan Dietilen Glikol (DEG)”, 11.00 WITA

91
ISSN : 1907 - 8188
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (Amandemen)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian
Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017
tentang Badan Pengawas Obat dan
Makanan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799
Tahun 2010 tentang Industri Farmasi

92

Anda mungkin juga menyukai