Disusun Oleh:
Kelas FSMB
Kelompok 1
Nama Anggota:
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala berkat
dari Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah Perundang-undangan terkait Apotek ini dengan
baik. Kami selaku tim Penyusun juga berterima kasih kepada Dr. Yustina Sri Hartini, Apt.,
selaku dosen pengampu mata kuliah Legalitas Praktek Kefarmasian Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan bagi kami dalam menyusun
makalah ini. Kami harap makalah yang telah kami susun ini dapat bermanfaat serta dapat
memberikan wawasan kepada para pembaca mengenai Perundang-undangan terkait Apotek.
Kami sadar bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini sehingga kami memohon
maaf dan dengan senang hati menerima kritik dan saran dari para pembaca sehingga dapat
menjadi evaluasi bagi kami di masa depan. Akhir kata sekian dan terima kasih.
Februari 2021
Tim Penyusun
A. P
eraturan Perundang-undangan
1. Peraturan perundang-undangan
2. Peraturan Pemerintah
3. Peraturan Menteri
1. Kasus Temuan
2. Kasus 1
3. Kasus 2 :
RADARINDO.co.id-Medan:
“Namun sebenarnya hati kecil saya bukan mendesak agar pekerja apotek tersebut
yang ditahan, tapi pihak penanggung jawab apotek dan apoteker lah yang lebih pantas
untuk dijadikan tersangka dan ditahan,” tambahnya.
Ia berharap dengan dibukanya gelar ulang perkara ini di Polda Sumut, tersangka
lain dapat tersentuh hukum atas apa yang telah mereka perbuat hingga ibu kandungnya
mengalami penderitaan yang sangat memprihatinkan hingga saat ini.
Dia juga berharap agar Kejari Medan segera melimpahkan kasus ini ke
pengadilan agar para tersangka segera dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya
yang mengancam nyawa orang lain.
1. Kasus Temuan
Pada kasus temuan, asisten apoteker tersebut melanggar Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Pada pasal 3 ayat (3) dimana tertulis bahwa Pelayanan farmasi klinik meliputi :
a. Pengkajian Resep; b. Dispensing; c. Pelayanan Informasi Obat (PIO); d. Konseling; e.
Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care); f. Pemantauan Terapi Obat
(PTO); g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Pada kasus ini, asisten apoteker tidak mengkaji resep dengan benar sehingga
terjadi kesalahan pembacaan resep dan terjadi kekeliruan dalam pemberian obat yang
merugikan pasien.
Pada kasus yang didapatkan dari media massa tersebut, tenaga kerja yang bekerja dalam
apotek tersebut telah melanggar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73
tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pada pasal 4 ayat 1 dan 2,
yang mana pada ayat (1) berbunyi ”Penyelenggaraan standar pelayanan kefarmasian di
Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi
kepada keselamatan pasien.” dan ayat (2) berbunyi: “Sumber daya kefarmasian
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
Pada kasus ini, penghapusan tanggal kadaluarsa obat dianggap akan membahayakan
keselamatan pasien maka dapat disimpulkan bahwa pemilik apotek tersebut telah
melanggar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pada pasal 4 ayat 1 dan 2. Jika obat kadaluarsa
tersebut terbukti telah menyebabkan kecacatan atau kematian pasien, maka tercantum pada
ayat (2) ditentukan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pada kasus yang didapatkan dari media massa tersebut, tenaga kerja yang bekerja pada
apotek tersebut telah melanggar Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 73 tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pada pasal 4 ayat (1) dan (2), yang
mana pada ayat (1) berbunyi ”Penyelenggaraan standar pelayanan kefarmasian di Apotek
harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada
keselamatan pasien.” dan ayat (2) berbunyi: “ Sumber daya kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Pada ayat (2) ditentukan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pada kasus yang didapat dari media massa, kedua orang tersebut telah melanggar
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, dimana
telah melanggar pasal 108 yang berbunyi “Praktik Kefarmasian yang meliputi pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.” Kedua tersangka bukan merupakan tenaga kesehatan yang
dimaksud pada pasal 108 tersebut, sehingga akibatnya tersangka terancam pasal 198
dimana pasal tersebut berbunyi “Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).”
Selain beberapa peraturan di atas, apotek tersebut juga telah melanggar Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, yang telah melanggar Pasal 1 ayat (10) yang berbunyi “Tenaga
Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analisis Farmasi,
dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.” Apotek tersebut terbukti tidak
mempekerjakan pegawainya sesuai dengan profesi yang dimiliki yang mana seharusnya
yang bekerja di apotek atau yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan
kefarmasian yaitu yang sesuai dengan yang disebutkan pada pasal 1 ayat (10) tersebut..
D. Penutup (Refleksi)
Keempat kasus diatas bisa disimpulkan bahwa pelanggaran terhadap aturan terkait
kesalahan pembacaan resep, kesalahan pemberian obat, melanggar batas kadaluarsa obat,
dan pelayanan kefarmasian di apotek meliputi ketidaktepatan tugas dan peran apoteker
dan masih melanggar tentang kualifikasi asisten apoteker yang harus dipenuhi. Beberapa
kemungkinan pelanggaran ini terjadi karena pengetahuan dari apoteker terkait regulasi
peraturan terkait apotek masih sangat kurang, sehingga kita sebagai calon apoteker di
masa yang akan datang harus selalu update d an memperkaya wawasan terkait peraturan
yang ada karena peraturan bersifat dinamis dan dapat berubah sewaktu-waktu. Sebagai
apoteker juga harus tahu tugas dan kewajibannya dan berfokus pada kesehatan pasien,
serta diharapkan langsung berinteraksi dengan pasien untuk memberikan informasi obat
dan pemenuhan tujuan kesehatan pasien. Maka perlu untuk apoteker meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung
dengan pasien. Interaksi bisa dalam bentuk pemberian informasi, monitoring penggunaan
obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik.
Apoteker harus memahami dan menyadari bahkan menghindari kesalahan pengobatan
(medication error) dalam proses pelayanan.
Sebagai seorang apoteker tentunya tidak hanya berfokus pada obat sebagai
produk, tetapi juga berfokus pada efek terapetik dan keamanan suatu obat agar tercapai
efek terapi yang diharapkan dari pengobatan. Faktor terjadinya pelanggaran dapat
disebabkan oleh orientasi apoteker yang hanya berfokus pada keuntungan pribadi tanpa
memperdulikan efek yang ditimbulkan dari perbuatannya. Hal ini tentunya akan
melanggar dari sumpah apoteker yang telah diucapkan pada saat pelantikan menjadi
seorang apoteker bahwa apoteker tidak mempergunakan pengetahuan kefarmasian untuk
sesuatu yang bertentangan dengan hukum dan perikemanusiaan, bahwa berjanji untuk
mengutamakan kepentingan pasien diatas kepentingan pribadi. Maka dari itu apoteker
dalam bertindak harus mengacu pada Kode Etik Apoteker Indonesia sehingga dapat
terhindar dari sanksi berdasarkan aturan yang berlaku.
Sulit memang untuk mengelola apotek yang tentunya tidak luput dari kesalahan
dan tidak selalu bisa setiap waktu memenuhi seluruh peraturan secara sempurna dan taat
100%, kadang kita akan dihadapkan oleh pilihan yang berorientasi ke pasien dan
keuntungan apotek yang tentunya keduanya harus berjalan beriringan dimana hal tersebut
akan dipantau melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan seminimal
mungkin bahkan tidak sama sekali untuk kita langgar. Maka dari itu kita sebagai apoteker
dan calon apoteker harus selalu update dan memahami peraturan perundang-undangan
agar bisa menjamin mutu obat yang kita berikan ke pasien kita dan dapat memberikan
efek terapi yang diharapkan sekaligus menjaga kondisi pasien agar tetap sehat sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan kita pun masih tetap bisa mendapat untung
(profit) dari usaha kita ini.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun
2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan dan No. 35 tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Peraturan Menteri, 2016.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.