Anda di halaman 1dari 15

Lembaga yang Berkaitan dengan Etik Kedokteran/Kedokteran Gigi

Rr.Dinar Restiti

160821230006
Lembaga Etik Kedokteran

MKEK MKEKG
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran/Kedokteran Gigi MKEKG adalah perangkat PDGI merupakan
ialah salah satu badan otonom Ikatan Dokter Indonesa yang badan
otonom dengan makksud menjamin
yang dibentuk secara khusus di tingkat Pusat, Wilayah kenetralan sikap dan keputusannya. Pengelolaan
dan Cabang untuk menjalankan tugas kemahkamahan MKEKG harus terpisah dari berbagai
profesi, pembinaan etika profesi dan atau tugas kelengkapan organisasi PDGI lainnya
kelembagaan lainnya dalam tingkatannya masing-
masing.

Sumber :
 Pedoman Organisasi&Tatalaksana MKEK
 Pedoman Kerja Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi Persatuan Dokter Gigi Indonesia
Peran&Tuga
a. sanggaran dasar dan anggaran rumah tangga
Melaksanakan isi
serta semua keputusan yang ditetapkan muktamar.
b.Melakukan tugas bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam
pelaksanaan etik kedokteran, termasuk perbuatan anggota yang
melanggar kehormatan dan tradisiluhur kedokteran.
c. Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di
Indonesia.
d.Memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada
pengurus besar,pengurus wilayah dan pengurus cabang, serta
kepada Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia.
e.Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang
berhubungan dengan etik profesi, baik pemerintah maupun
organisasi profesi lain.
f. Bertanggung jawab kepada muktamar, musyawarah wilayah
dan
musyawarah cabang.
Landasan Hukum MKEK
Landasan hukum penyusunan Pedoman ini ialah: Kesehatan.
20.Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 1 Tahun
1. UUD 1945 Amandemen IV 2002. 2005.
2. UU No. 12 Tahun 2002 tentang Ilmu Pengetahuan 21. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 17 Tahun
&Teknologi 2006.
3.UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim 22.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Pendidikan Nasional No.512/Menkes/2007 tentang Izin dan Penyelenggaraan
4. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Praktik bagi Dokter & Dokter Gigi.
5. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 23.Surat Edaran Menteri Kesehatan
6. UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial No.725/Menkes/2007.
7. Nasional. 24.Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
8. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam medik.
9. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 25.Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
10. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan
11.UU No. 12 tahun 2011 tentang Tindakan Medik
Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
12.UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
13. UU No.20 tahun 2013 tentang Pendidikan
Kedokteran.
14. UU No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
15. UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
16.Putusan Mahkamah Konstitusi No. 4/PUU-V/
2007 perihal
Pengujian UU No. 29 Tahun 2004.
17. PP No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
18. PP 66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan.
19.Peraturan Presiden RI no.12 tahun 2013
tentang Jaminan
Wewenang MKEK
Landasan Hukum
MKEKG
Landasan hukum penyusunan Pedoman ini ialah:
Wewenang MKEKG
Wewenang MKEKG
Case
1
Kronologi Kasus
Jum’at tanggal 19 April 2013 Tim Balai Besar POM didampingi Petugas
Kepolisian Polda Jabar melakukan pemeriksaan di klinik Kecantikan Estetika
Rafa Health Beauty Life Style,dengan pemilik/penanggungjawab klinik yaitu dr.
TRIFENA dengan pemeriksaan ke setiap ruangan dan ditemukan barang-barang
dalam sebuah gudang yang terpisah dari klinik bagian belakang yang
merupakan produk berupa obat-obatan yang dijual diklinik tersebut ,
selanjutnya Tim BPOM menghitung, mengumpulkan dan menyita barang bukti
tersebut yang selanjutnya barang bukti dibawa ke Balai POM untuk
pemeriksaan lebih lanjut dan berdasarkan keterangan ahli Dra. Dela Triatmani,
Apt. mengatakan bahwa seluruh barang bukti yang disita di kilinik Kecantikan
Estetika Rafa Health Beauty Life Style tidak memiliki ijin edar karena
berdasarkan data di Badan POM persediaan farmasi tersebut belum pernah
didaftarkan.
Case 1

Analisis pelanggaran UU/permenkes:

 Pelanggaran Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu “Setiap
orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
 Apabila menelaah pasal 36 tahun 2009 tersebut terdapat kata-kata “dengan sengaja” sedangkan
menurut terdakwa ia tidak mengetahui bahwa obat-obat yang digunakan pada kliniknya belum
berizin edar BPOM. Tetapi itu tidak menjadi alasan untuk dr.Trifena menyatakan ketidak
tahuannya,sehingga disimpulkan bahwa dalam kasus ini telah terjadi kelalaian oleh dr.Trifena
bahwa yang bersangkutan tidak memastikan dengan benar mengenai produk dan obat-obatan
yang dia gunakan dikliniknya.
Case 2

Kronologi Kasus
 Pasien atas nama Alfa Reza dibawa ke rumah sakit karena tertusuk kayu pada
paha kiri sampai ke bokong. Dia masuk ke ruang IGD pada Jumat, 19 Oktober
2018.
 Tim dokter melakukan tindakan operasi terhadap korban. Setelah selesai
menjalani operasi, korban dipindahkan ke ruang perawatan anak. Dokter
kemudian memerintahkan Erwanty, Desri, serta beberapa perawat yang
bertugas jaga untuk memberikan obat kepada korban.
 Pukul 21.00 WIB, terdakwa Desri membuka buku rekam medis untuk melihat
obat yang harus disuntikkan ke Reza.
 Desri mengatakan kepada Erwanty ada beberapa obat yang harus disuntikkan
ke Reza. Erwanty selanjutnya memerintahkan Desri untuk meresepkan obat ke
dalam Kartu Obat Pasien (KOP) untuk digunakan sebagai dasar pengambilan
obat di depo.
 Petugas mengira Reza masih berada di dalam ruang operasi. Setelah obat
dikantongi, terdakwa kemudian memerintahkan untuk menyuntik ke
korban.Reza mendapat suntikan obat beberapa kali dalam beberapa menit.
Sekitar pukul 00.05 WIB, Sabtu, 20 Oktober 2018, Desri memanggil Erwanty,
lalu mengabarkan kondisi Reza melemah.
Case 2

Analisis pelanggaran UU/permenkes:


 sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan Pasal 58 Undang-Undang keperawatan:
1. Teguran secara lisan;
2. Peringatan tertulis;
3. Denda administratif; dan/atau
4. Pencabutan izin
 Pelanggaran kode etik keperawatan (dalam kasus ini masuk kepelanggaran berat):
1. Melakukan tindakan keperawatan tanpa mengikuti sehingga penderitaan
prosedur bertambah parah bahkan meninggal; pasien
2. Salah memberikan obat sehingga berakibat fatal bagi pasien;
 Sanksi hukum perdata
1. Pasal 14 Permenkes Nomor HK.02.02/Menkes/148/2010
2. Pasal 84 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2014
Case 2

Analisis pelanggaran UU/permenkes:

Jumraini adalah seorang perawat yang dianggap melakukan kekeliruan dalam menjalankan
praktik. Tuduhan tersebut sesungguhnya berlebihan, karena meninggalnya pasien bukan karena
pelayanan yang buruk (mal praktik), melainkan karena infeksi tetanus yang sudah menjalan ke
seluruh tubuh korban karena keterlambatan dalam pencarian pelayanan. Jika .Jumraini dianggap
salah, kesalahan sebatas mal administrasi (belum memiliki izin praktik). Penyelesaian kasus ini
seharusnya menggunakan UU No. 36/2009, UU No.36/2014, dan UU No. 38/2014, dengan
prinsip mediasi. Pemilihan hukum ini sejalan dengan prinsip “Lex specJumrainilis derogat lex
generalis”.
@reallygreatsite

Anda mungkin juga menyukai