2019/2020
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
JUNI 2020
PELANGGARAN KODE ETIK KEDOKTERAN AKIBAT TERAPI “CUCI OTAK”
ABSTRAK
Didalam dunia kesehatan, sebagai salah satu tenaga medis seorang dokter harus
mengerti adanya kode etik, kode etik tersebut merupakan suatu etika dan moral yang
digunakan oleh seorang dokter sebagai acuan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya
dalam melayani masyarakat, oleh karena itu seseorang yang memiliki profesi kedokteran
wajib menjunjung tinggi nilai-nilai etik yang terkandung dalam Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI), ketika dokter melanggar kode etik yang sudah diterapkan maka
penjatuhan sanksi harus diterapkan, sanksi merupakan obat bagi pelanggar yang memiliki
tujuan untuk memberikan efek jera bagi dokter yang melanggar kode etik tersebut. Dalam
kasus yang dilakukan oleh Dr. Terawan Agus Putranto mengenai terapi “cuci otak” yang
dipublikasikan maka lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan perkata tersebut adalah
Majelis Kehormatan Etika Kedokteram yang mempunyai kewenangan sebagai penegak etika
profesi kedokteran dan Panitia Pertimbangan Penilaian Etik Kedokteran (P3EK) yang
mempunyai kewenangan unutk memberikan pertimbangan dan usul tentang pelaksanaan
kode etik.
KATA KUNCI: Kode Etik, Kode Etik Kedokteran Indonesia, Majelis Kehormatan
Etika Kedokteran
In the health world, as one of the medical personnel of a physician must understand the
code of ethics, the code is ethical and moral used by a physician as a reference to exercise its
rights and obligations in serving the community, therefore a person who has a medical
profession obliged to uphold the ethical values contained in the Indonesian Medical Code of
Ethics (KODEKI), when the doctor violates the code of ethics that has been applied then the
sanction of sanctions should be applied , sanctions are a remedy for violators who have a
purpose to provide a deterrent effect to doctors who violate the code of ethics. In the case of
Dr. Terawan Agus Putranto concerning the "brainwashing" therapy published, the institution
that is authorized to complete the wording is the Medical Ethics Council of Honors, which
has the authority of the medical professional Ethics and the Committee of the Medical Ethics
Assessment (P3EK) who have the authority to give consideration and suggestion on the
implementation of the Code.
Dengan amanat dari pasal 28 H UUD 1945 maka pemerintah membentuk suatu
Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dimana pasal 4 dan 5 UU
Kesehatan menjelaskan bahwa “setiap orang berhak atas kesehatan” dan setiap orang
berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Sehingga untuk memberikan kepastian hukum bagi masayrakat terkait pelayanan
kesehatan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
434/Men.Kes/ IX/1983 tentang berlakunya kode etik kedokteran Indonesia, didalam
keputusan tersebut dijelaskan bahwa penanggungjawab pelayanan kesehatan adalah
dokter sesuai dengan kewenangannya.
Pada bidang kesehatan dikenal dengan malpraktek medik dan resiko medis atau
dengan kata lain terjadinya kecelakaan medis, malpraktik tersebut karena kesalahan
atau kelalaian dokter dalam melakukan tindakan medik dan dokter tidak melaksanakan
profesinya sesuai standar pelayanan medis. Berbeda dengan risiko medis,dalam
keadaan tertentu seorang dokter sudah melaksanakan pelayanan medis sesuai standar
tetapi terjadi risiko pada pelayanan medis, seperti adanya efek samping suatu obat atau
adanya reaksi hipersensitif terhadap obat tertentu (Trini Handayani, 2009: 105).
Dalam hal terjadinya sengketa medis karena melakukan tindakan kelalaian dalam
menjalankan profesinya, penyelesaian yang dilakukan terlebih dahulu adalah melalui
mediasi (berdasarkan pasal 29 UU Kesehatan), maka mediasi (non-litigasi) dilakukan
oleh MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) sebagai lembaga
yang menjaga kehormatan Dokter/ Dokter gigi dalam menjalankan disiplin keilmuan
Kedokteran. Oleh karena itu, MKDKI merupakan badan yang ditunjuk oleh KKI untuk
menangani kasus-kasus dugaan pelanggaran disiplin Kedokteran atau Kedokteran gigi
dan menetapkan sanksi dimana penyelesaian dilakukan secara mediasi.
Pada tanggal 19 Oktober 1982 dibuatnya Surat Edaran Petunjuk Rahasia dari
Kejaksaan Agung No. B006/ R-3/I/1982 Jaksa Agung tentang “Perkara Profesi
Kedokteran” yang menyatakan bahwa agar tidak meneruskan perkara sebelum
konsultasi dengan pejabat Dinas Kesehatan setempat atau Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Demikian pula dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang
menyatakan bahwa sengketa medik diselesaikan terlebih dahulu melalui peradilan
profesi.
Berdasarkan uraian uraian yang telah dijabarkan, penulisan jurnal ini bertujuan
untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kode Etik Kedokteran dan mengetahui
bagaimana penyelesaian bagi seorang dokter yang melakukan pelanggaram kode etik
tersebut, kasus yang dapat dijadikan contoh untuk penulisan ini adalah kasus yang
dialami oleh Dr Terawan Agus Putranto dalam menjalankan praktik “cuci otak”.
II. METODE PENELITIAN
Metode penelitian dalam penulisan jurnal ini akan menggacu pada pendekatan
metode penelitian yuridis normatif yang artinya melalui pendekatan berdasarkan bahan
hukum utama yaitu peraturan perundang-undangan, selain itu juga menggunakan
pendekatan kasus (case study) dan juga menggunakan pendekatan konseptual
(coneptual approach), Pendekatan melalui peraturan perundang-undangan ini dilakukan
dengan cara memahami semua regulasi serta undang-undang yang bersangkutan dengan
konflik hukum yang sedang terjadi didalam kehidupan masyarakat.
Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, serta bahan nonhukum, didalam buku yang berjudul “Dualisme Penelitian
Hukum Normatif dan Empiris” menjelaskan tentang ketiga bahan hukum tersebut,
bahwa yang dimaksud dengan bahan hukum primer adalah baham hukum yang terdiri
dari peraturan perundang-undangan, risalah resmi, putusan pengadilan, dan juga
dokumen resmi negara, dan yang dimaksud dengan bahan hukum sekunder adalah
bahan hukum yang terdiri atas buku ataupun jurnal hukum yang isinya menjelaskan
tentang asas hukum, doktrin, hasil penelitian hukum, kamus hukum, ensiklopedia
hukum serta hasil kegiatan wawancara antara narasumber dengan ahli hukum,
sedangkan bahan nonhukum adalah bahan yang terdiri dari buku teks bukan hukum
tetapi tetap dapat dikategorikan sebagai bahan penelitian, yaitu seperti buku politik,
data sensus, laporan tahunan, kamus bahasa dan sebagainya yang gunanya untuk
mendungkung proses analisis hukum.
III. PEMBAHASAN
a) Kronologi Kasus “Cuci Otak”
Pada tanggal 13 Juli 2015, terdapat video yang berjudul Brain Spa/ Brainwash/
DSA Klinik Dr. Terawan RS Awal Bros Bekasi dan dipblikasikan oleh RS Awal Bros
Bekasi di kanal Youtube, video yang berdurasi selama 6 menit 44 detik menjelaskan
bahwa kelumpuhan akibat stroke dapat disembuhkan dalam waktu kurang dari 30 menit
melalui metode yang disebut dengan Brain Spa atau cuci otak, yang merupakan metode
radiologi intervensi dengan memodifikasi DSA, diterapkan oleh dokter Terawan dan
tim pertama kali dan mengeklaim bahwa sudah lebih dari 40 ribu pasien yang memakai
pengobatannya. Sebelum adanya video tersebut pada tahun 2012 tepatnya tanggal 16
November adanya tayangan Televisi (TV) pada Metro TV menayangkan promosi
dengan klaim kesembuhan yang dilakukan oleh Dr Terawan.
Namun oleh pihak Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) hal tersebut
dianggap bertentangan dengan kode etik kedokteran yang ada, dimana Dr Terawan
Agus Putranto telah mengabaikan 2 (dua) pasal yaitu pasal 4 dan pasal 6. Pasal 4
KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) menjelaskan bahwa setiap dokter harus
menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri, sedangkan pasal 6
KODEKI menjelaskan bahwa setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam
mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang
belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masayrakat.
Perbuatan yang bersifat memuji diri ini teridentifikasi pada saat dr. Terawan
mengiklankan diri secara berlebihan dengan mengeklaim tindakan tersebut dapat
mengobati penyakit stroke dan terhadaop perbuatan dokter yang harus berhati-hati
dalam mengumumkan dan menerapkan penemuan teknik hal tersebut tidak dilakukan
secara hati hati oleh dr. Terawan karena menurut kesaksian Prof. Dr. dr. Moh. Hasan
Machfoed, Sp.S(K), Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia, dalam sidang menyatakan bahwa promosi yang ditayangkan itu menyebut
“inilah satu-satunya metode baru di Indonesia, bahkan di dunia”
Kata “Etika (ethics)” menurut Bartens berasal dari kata Yunani Kuno yaitu ethos
dalam bentuk tunggal yang artinya kebiasaan masyarakat, adat istiadat, atau akhlak
yang baik. Bentuk jamak dari ehos ialah ta etha yang artinya adat kebiasaan tentang
perasaan atau kecenderungan batin yang terdapat didalam diri seseorang yang biasanya
mengendalikan atau mengontrol perilakunya ke arah yang benar dan menghindari yang
tindakan yang tidak benar. Etik sendiri juga dapat diartikan dalam bahasa latin yang
terdiri dari: 1) Ethos yang berarti akhlak dan perasaan: dan 2) Mores yang berarti
kesopanan, moral, watak dan sikap, dapat disimpulkan bahwa Etik adalah kesopanan
masyarakat ataupun akhlak manusia
Menurut para ahli, yaitu Prof. DR. Franz Magnis Suseno berpendapat bahwa etika
merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan dan pijakan kepada tindakan
manusia, dan menurut James J. Spillane SJ mengartikan etika sebagai pertimbangan
tingkah laku manusia dalam mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan moral,
etika sendiri lebih mengarah kepada penggunaan akal budi manusia untuk menentukan
yang benar atau yang salah serta etika sendiri pedoman tingkah laku seseorang kepada
orang lain, dengan kedua pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa “etika”
mempunyai pengertian penting dalam setiap tindakan manusia, karena etika sendiri
merupakan acuan daripada manusia untuk dapat memilah tindakan yang benar dan
tindakan yang salah.
Landasan etika adalah norma dasar penilaian perilaku manusia. Etika bertujuan
untuk mencari dan menunjukkan nilai-nilai kehidupan yang benar secara manusiawi
kepada setiap orang. Etika merupakan pembahasan dan penilaian terhadap kelakuan
manusia ditinjau dari kesusilaan dan kesopanannya yang terkandung unsur sifat-sifat
budi pekerti luhur yang berupa pengorbanan, dedikasi pengabdian terhadap sesamanya.
Norma-norma dalam etika kedokteran berlaku sebagai petunjuk perilaku yang baik
dalam menjalankan profesi kedokteran. Dengan demikian didalam etika kedokteran
terkandung tentang penilaian untuk menentukan terkait baik atau buruknya suatu
pelayanan medis.
Kode Etik Kedokteraan pertama kali ditulis oleh seorang dokter dari Yunani Kuno
bernama Hippokrates tulisan tersebut dikenal dengan Sumpah Hippokrates, yaitu
sumpah yang secara tradisonal dilakukan oleh para dokter mengenai etika yang harus
dilakukan dalam melakukan praktik kedokteran, sumpah tersebut melindungi hak
pasien dan menimbulkan perasaan yang lebih dalam dan luhur dari dokter tanpa
menjatuhkan hukuman dan sanksi kepada dokter, sehingga pada perkembangannya
sumpah hippokrates tersebut dijadikan sumber kod etik kedokteran dan diterima
dikalangan dokter seluruh dunia oleh karena itu Hippokrates dijuluki sebagai Bapak
Kedokteran.
Adanya penyempurnaan bagi Kode Etik Kedokteran yang dilaksanakan pada tahun
1968 dalam pertemuan WMA di Australia, didalam penyempurnaan Kode Etik
Internasional tersebut dilakukannya beberapa deklarasi, yaitu:
Deklarasi Sydney tahun 1968 dan Deklarasi Venice tahun 1983 tentang Kriteria
Mati dan Penyakit Terminal Transplantasi Organ
Prinsip ini merupakan larangan dokter untuk memperburuk keadaan pasien. Prinsip
ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm”. Prinsip ini
berhubungan erat dengan Sumpah Hipokrates yang menyatakan “saya akan
menggunakan terapi untuk membantu orang sakit berdasarkan kemampuan dan
pendapat saya, tetapi saya tidak akan pernah menggunakannya untuk merugikan atau
mencelakakan mereka”.
Pada dasarnya, prinsip ini memberikan peluang kepada pasien untuk menerima atau
menolak suatu tindakan atau terapi setelah menimbang manfaat dan hambatannya
dalam situasi atau kondisi tertentu. Banyak filosof yang menjadikan prinsip non-
maleficence sebagai satu kesatuan dengan prinsip beneficence (mengutamakan
tindakan untuk kebaikan pasien) karena ujung-ujungnya kedua hal ini untuk kebaikan
pasien.
Otonomi berasal dari bahasa Yunani “autos” yang berarti sendiri dan ”nomos” dapat
diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur diri sendiri, Makna utama otonomi
individu adalah aturan pribadi dari diri sendiri yang bebas atau merdeka, artinya baik
bebas dari campur tangan orang lain maupun dari keterbatasan yang dapat menghalangi
pilihan yang benar, seperti karena pemahaman yang tidak cukup. Seseorang yang
dibatasi otonominya adalah seseorang yang dikendalikan oleh orang lain atau seseorang
yang tidak mampu bertindak sendiri.
Artinya prinsip ini digunakan untuk menegakan keadilan atau kesamaan hak setiap
orang (pasien), Definisi lainnya adalah memperlakukan orang lain secara adil, layak
dan tepat sesuai dengan haknya atau dengan kata lain bertindak secara non-
diskriminasi, Prinsip ini lahir dari sebuah kesadaran bahwa jumlah pelayanan itu
terbatas, sedangkan yang memerlukan seringkali melebihi batasan tersebut.
Terdapat beberapa kriteria dalam penerapan prinsip justice, antara lain: berdasarkan
pembagian yang merata (equal share), berdasarkan kebutuhan (need), berdasarkan
usahanya (effort), berdasarkan kontribusinya (contribution), berdasarkan manfaat atau
kegunaannya (benefits), dan berdasarkan pertukaran pasar bebas (free-market
exchange).
KODEKI sendiri terbagi kedalam 4 (empat) bagian, yaitu pertama mengatur tentang
kewajiban umum, kedua mengatur tentang hubungan dokter terhadap pasiennya, ketiga
mengatur kewajiban dokter terhadap teman sejawatnya, dan keempat mengatur
kewajiban dokter terhadap dirinya sendiri, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kewajiban Umum
III. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penulisan jurnal ini adalah bahwa didalam hukum kesehatan terdapat 3
macam sengketa atu pelanggaran, yaitu sengketa yang menyangkut kode etik, sengketa
menyangkut standart profesi atau disiplin kedokteran, dan sengketa hukum. Dari kasus yang
saya gunakan yaitu kasus dari seorang Kepala Rumah Sakit Umum Pusat Angkatan Darat
(RSPAD), Mayjen TNI bernama dr Terawan Agus Putranto.yang pada kasusnya telah
melakukan pelanggaran kode etik, kasusnya bermula pada saat dr Terawan mempromsikan
terapi “cuci otak” yang dianggap atau diklaim merupakan satu-satunya metode baru di
Indonesia bahkan di Indonesia. Dengan sikap arogansinya maka dr Terawan terjerat
pelanggaran kode etik, kode etik di Indonesia sendiri berdasarkan SK Menteri Kesehatan
nomor 434/Menkes/SK/X/1983 tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia, yang biasanya
dikenal dengan KODEKI.
Dalam penanganan kasus kode etik tersebut yang memiliki kewenangan untuk
menyelesaikan permasalahan adalah lembaga MKEK yaitu Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran, karena sudah merupakan tugas dan wewenang MKEK untuk menyelesaikan
kasus-kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh dokter, kode etik yang telah
diabaikan oleh dr Terawan adalah pasal 4 terkait dengan sikap dokter yang harus
menghindarkan diri untuk berbuat memuji diri dan pasal 6 tentang penemuan teknik atau
pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Fajar ND, Dr. Mukti dan Yulianto Achmad, MH, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar – Yogyakarta, 2013
Tim Redaksi Fakultas Hukum Universitas Jember, Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum
Universitas Jember,2008
Undang-Undang
Republik Indonesia, Undang Undang Dasar 1945.
Republik Indonesia, Undang Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Makalah
Pelanggaran Kode Etik Kedokteran pada Kasus Pengangkatan Indung Telur Pasien Secara
Sepihak, oleh Heri Setiawan, dkk
Pelaksanaan Penegakan Kode Etik Kedokteran, oleh Julius Pelafu
Prinsip Penetapan Sanksi Bagi Pelanggaran Etik Kedokteran, oleh Anna Rozaliyani, dkk
Internet
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt546814ab747dc/tugas-majelis-
kehormatan-etik-kedokteran-dan-majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-
indonesia/#:~:text=Untuk%20menegakkan%20disiplin%20dokter%20dan,1)%20UU
%20Praktik%20Kedokteran).&text=Di%20samping%20itu%2C%20di%20atas,Indonesia
%20(%E2%80%9CKKI%E2%80%9D). (diakses 18 Juni, pukul 24.00 WIB)
https://kumparan.com/kumparansains/pasal-pasal-kode-etik-kedokteran-indonesia-yang-
dilanggar-dr-terawan/full (diakses 18 Juni, pukul 23.00 WIB)
https://sains.kompas.com/read/2018/04/04/193700723/2-pasal-yang-sebabkan-dokter-
terawan-dipecat-sementara-dari-idi (diakses 18 Juni, pukul 24.00 WIB)