Anda di halaman 1dari 18

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK

2019/2020

MATA UJIAN: HUKUM KESEHATAN

“MAKALAH UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2019/2020”

NAMA LENGKAP : YUNUS


PRAYITNO
NRP : 120117063

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
JUNI 2020
PELANGGARAN KODE ETIK KEDOKTERAN AKIBAT TERAPI “CUCI OTAK”

ABSTRAK

Didalam dunia kesehatan, sebagai salah satu tenaga medis seorang dokter harus
mengerti adanya kode etik, kode etik tersebut merupakan suatu etika dan moral yang
digunakan oleh seorang dokter sebagai acuan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya
dalam melayani masyarakat, oleh karena itu seseorang yang memiliki profesi kedokteran
wajib menjunjung tinggi nilai-nilai etik yang terkandung dalam Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI), ketika dokter melanggar kode etik yang sudah diterapkan maka
penjatuhan sanksi harus diterapkan, sanksi merupakan obat bagi pelanggar yang memiliki
tujuan untuk memberikan efek jera bagi dokter yang melanggar kode etik tersebut. Dalam
kasus yang dilakukan oleh Dr. Terawan Agus Putranto mengenai terapi “cuci otak” yang
dipublikasikan maka lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan perkata tersebut adalah
Majelis Kehormatan Etika Kedokteram yang mempunyai kewenangan sebagai penegak etika
profesi kedokteran dan Panitia Pertimbangan Penilaian Etik Kedokteran (P3EK) yang
mempunyai kewenangan unutk memberikan pertimbangan dan usul tentang pelaksanaan
kode etik.

KATA KUNCI: Kode Etik, Kode Etik Kedokteran Indonesia, Majelis Kehormatan
Etika Kedokteran

In the health world, as one of the medical personnel of a physician must understand the
code of ethics, the code is ethical and moral used by a physician as a reference to exercise its
rights and obligations in serving the community, therefore a person who has a medical
profession obliged to uphold the ethical values contained in the Indonesian Medical Code of
Ethics (KODEKI), when the doctor violates the code of ethics that has been applied then the
sanction of sanctions should be applied , sanctions are a remedy for violators who have a
purpose to provide a deterrent effect to doctors who violate the code of ethics. In the case of
Dr. Terawan Agus Putranto concerning the "brainwashing" therapy published, the institution
that is authorized to complete the wording is the Medical Ethics Council of Honors, which
has the authority of the medical professional Ethics and the Committee of the Medical Ethics
Assessment (P3EK) who have the authority to give consideration and suggestion on the
implementation of the Code.

KEYWORDS: Code of ethics, Indonesian Medical Code of Ethics, Medical Ethics


Council of Honors
I. PENDAHULUAN

Merujuk pada konstitusi Negara Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia tahun 1945, dalam alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 terdapat kata
yang merupakan cita-cita bangsa Indonesia yaitu untuk memajukan kesejahteraan
umum. Salah satu cara untuk memajukan kesejahteraan umum yaitu dengan
meningkatkan pelayanan kesehatan, dimana Negara Indonesia memiliki kewajiban atau
tanggung jawab untuk memberikan kesehatan kepada masyarakatnya, hal tersebut
tertuang didalam pasal 28 H yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.

Dengan amanat dari pasal 28 H UUD 1945 maka pemerintah membentuk suatu
Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dimana pasal 4 dan 5 UU
Kesehatan menjelaskan bahwa “setiap orang berhak atas kesehatan” dan setiap orang
berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Sehingga untuk memberikan kepastian hukum bagi masayrakat terkait pelayanan
kesehatan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
434/Men.Kes/ IX/1983 tentang berlakunya kode etik kedokteran Indonesia, didalam
keputusan tersebut dijelaskan bahwa penanggungjawab pelayanan kesehatan adalah
dokter sesuai dengan kewenangannya.

Pada bidang kesehatan dikenal dengan malpraktek medik dan resiko medis atau
dengan kata lain terjadinya kecelakaan medis, malpraktik tersebut karena kesalahan
atau kelalaian dokter dalam melakukan tindakan medik dan dokter tidak melaksanakan
profesinya sesuai standar pelayanan medis. Berbeda dengan risiko medis,dalam
keadaan tertentu seorang dokter sudah melaksanakan pelayanan medis sesuai standar
tetapi terjadi risiko pada pelayanan medis, seperti adanya efek samping suatu obat atau
adanya reaksi hipersensitif terhadap obat tertentu (Trini Handayani, 2009: 105).

Dalam hal terjadinya sengketa medis karena melakukan tindakan kelalaian dalam
menjalankan profesinya, penyelesaian yang dilakukan terlebih dahulu adalah melalui
mediasi (berdasarkan pasal 29 UU Kesehatan), maka mediasi (non-litigasi) dilakukan
oleh MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) sebagai lembaga
yang menjaga kehormatan Dokter/ Dokter gigi dalam menjalankan disiplin keilmuan
Kedokteran. Oleh karena itu, MKDKI merupakan badan yang ditunjuk oleh KKI untuk
menangani kasus-kasus dugaan pelanggaran disiplin Kedokteran atau Kedokteran gigi
dan menetapkan sanksi dimana penyelesaian dilakukan secara mediasi.

Pada tanggal 19 Oktober 1982 dibuatnya Surat Edaran Petunjuk Rahasia dari
Kejaksaan Agung No. B006/ R-3/I/1982 Jaksa Agung tentang “Perkara Profesi
Kedokteran” yang menyatakan bahwa agar tidak meneruskan perkara sebelum
konsultasi dengan pejabat Dinas Kesehatan setempat atau Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Demikian pula dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang
menyatakan bahwa sengketa medik diselesaikan terlebih dahulu melalui peradilan
profesi.

Berdasarkan uraian uraian yang telah dijabarkan, penulisan jurnal ini bertujuan
untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kode Etik Kedokteran dan mengetahui
bagaimana penyelesaian bagi seorang dokter yang melakukan pelanggaram kode etik
tersebut, kasus yang dapat dijadikan contoh untuk penulisan ini adalah kasus yang
dialami oleh Dr Terawan Agus Putranto dalam menjalankan praktik “cuci otak”.
II. METODE PENELITIAN
Metode penelitian dalam penulisan jurnal ini akan menggacu pada pendekatan
metode penelitian yuridis normatif yang artinya melalui pendekatan berdasarkan bahan
hukum utama yaitu peraturan perundang-undangan, selain itu juga menggunakan
pendekatan kasus (case study) dan juga menggunakan pendekatan konseptual
(coneptual approach), Pendekatan melalui peraturan perundang-undangan ini dilakukan
dengan cara memahami semua regulasi serta undang-undang yang bersangkutan dengan
konflik hukum yang sedang terjadi didalam kehidupan masyarakat.
Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, serta bahan nonhukum, didalam buku yang berjudul “Dualisme Penelitian
Hukum Normatif dan Empiris” menjelaskan tentang ketiga bahan hukum tersebut,
bahwa yang dimaksud dengan bahan hukum primer adalah baham hukum yang terdiri
dari peraturan perundang-undangan, risalah resmi, putusan pengadilan, dan juga
dokumen resmi negara, dan yang dimaksud dengan bahan hukum sekunder adalah
bahan hukum yang terdiri atas buku ataupun jurnal hukum yang isinya menjelaskan
tentang asas hukum, doktrin, hasil penelitian hukum, kamus hukum, ensiklopedia
hukum serta hasil kegiatan wawancara antara narasumber dengan ahli hukum,
sedangkan bahan nonhukum adalah bahan yang terdiri dari buku teks bukan hukum
tetapi tetap dapat dikategorikan sebagai bahan penelitian, yaitu seperti buku politik,
data sensus, laporan tahunan, kamus bahasa dan sebagainya yang gunanya untuk
mendungkung proses analisis hukum.
III. PEMBAHASAN
a) Kronologi Kasus “Cuci Otak”

Pada tanggal 13 Juli 2015, terdapat video yang berjudul Brain Spa/ Brainwash/
DSA Klinik Dr. Terawan RS Awal Bros Bekasi dan dipblikasikan oleh RS Awal Bros
Bekasi di kanal Youtube, video yang berdurasi selama 6 menit 44 detik menjelaskan
bahwa kelumpuhan akibat stroke dapat disembuhkan dalam waktu kurang dari 30 menit
melalui metode yang disebut dengan Brain Spa atau cuci otak, yang merupakan metode
radiologi intervensi dengan memodifikasi DSA, diterapkan oleh dokter Terawan dan
tim pertama kali dan mengeklaim bahwa sudah lebih dari 40 ribu pasien yang memakai
pengobatannya. Sebelum adanya video tersebut pada tahun 2012 tepatnya tanggal 16
November adanya tayangan Televisi (TV) pada Metro TV menayangkan promosi
dengan klaim kesembuhan yang dilakukan oleh Dr Terawan.

Namun oleh pihak Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) hal tersebut
dianggap bertentangan dengan kode etik kedokteran yang ada, dimana Dr Terawan
Agus Putranto telah mengabaikan 2 (dua) pasal yaitu pasal 4 dan pasal 6. Pasal 4
KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) menjelaskan bahwa setiap dokter harus
menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri, sedangkan pasal 6
KODEKI menjelaskan bahwa setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam
mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang
belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masayrakat.

Perbuatan yang bersifat memuji diri ini teridentifikasi pada saat dr. Terawan
mengiklankan diri secara berlebihan dengan mengeklaim tindakan tersebut dapat
mengobati penyakit stroke dan terhadaop perbuatan dokter yang harus berhati-hati
dalam mengumumkan dan menerapkan penemuan teknik hal tersebut tidak dilakukan
secara hati hati oleh dr. Terawan karena menurut kesaksian Prof. Dr. dr. Moh. Hasan
Machfoed, Sp.S(K), Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia, dalam sidang menyatakan bahwa promosi yang ditayangkan itu menyebut
“inilah satu-satunya metode baru di Indonesia, bahkan di dunia”

b) Sejarah Lahirnya Kode Etik Kedokteran

Kata “Etika (ethics)” menurut Bartens berasal dari kata Yunani Kuno yaitu ethos
dalam bentuk tunggal yang artinya kebiasaan masyarakat, adat istiadat, atau akhlak
yang baik. Bentuk jamak dari ehos ialah ta etha yang artinya adat kebiasaan tentang
perasaan atau kecenderungan batin yang terdapat didalam diri seseorang yang biasanya
mengendalikan atau mengontrol perilakunya ke arah yang benar dan menghindari yang
tindakan yang tidak benar. Etik sendiri juga dapat diartikan dalam bahasa latin yang
terdiri dari: 1) Ethos yang berarti akhlak dan perasaan: dan 2) Mores yang berarti
kesopanan, moral, watak dan sikap, dapat disimpulkan bahwa Etik adalah kesopanan
masyarakat ataupun akhlak manusia

Menurut para ahli, yaitu Prof. DR. Franz Magnis Suseno berpendapat bahwa etika
merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan dan pijakan kepada tindakan
manusia, dan menurut James J. Spillane SJ mengartikan etika sebagai pertimbangan
tingkah laku manusia dalam mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan moral,
etika sendiri lebih mengarah kepada penggunaan akal budi manusia untuk menentukan
yang benar atau yang salah serta etika sendiri pedoman tingkah laku seseorang kepada
orang lain, dengan kedua pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa “etika”
mempunyai pengertian penting dalam setiap tindakan manusia, karena etika sendiri
merupakan acuan daripada manusia untuk dapat memilah tindakan yang benar dan
tindakan yang salah.

Landasan etika adalah norma dasar penilaian perilaku manusia. Etika bertujuan
untuk mencari dan menunjukkan nilai-nilai kehidupan yang benar secara manusiawi
kepada setiap orang. Etika merupakan pembahasan dan penilaian terhadap kelakuan
manusia ditinjau dari kesusilaan dan kesopanannya yang terkandung unsur sifat-sifat
budi pekerti luhur yang berupa pengorbanan, dedikasi pengabdian terhadap sesamanya.
Norma-norma dalam etika kedokteran berlaku sebagai petunjuk perilaku yang baik
dalam menjalankan profesi kedokteran. Dengan demikian didalam etika kedokteran
terkandung tentang penilaian untuk menentukan terkait baik atau buruknya suatu
pelayanan medis.

Kode Etik Kedokteraan pertama kali ditulis oleh seorang dokter dari Yunani Kuno
bernama Hippokrates tulisan tersebut dikenal dengan Sumpah Hippokrates, yaitu
sumpah yang secara tradisonal dilakukan oleh para dokter mengenai etika yang harus
dilakukan dalam melakukan praktik kedokteran, sumpah tersebut melindungi hak
pasien dan menimbulkan perasaan yang lebih dalam dan luhur dari dokter tanpa
menjatuhkan hukuman dan sanksi kepada dokter, sehingga pada perkembangannya
sumpah hippokrates tersebut dijadikan sumber kod etik kedokteran dan diterima
dikalangan dokter seluruh dunia oleh karena itu Hippokrates dijuluki sebagai Bapak
Kedokteran.

Seiring perkembangan zaman, Thomas Pereival yang merupakan seorang dokter,


pengarang, dan ahli filsafat inggris pada tahun 1803 menerbitkan buku yang berjudul
“Code of Medical Ethics” yang didalamnya berisikan hal-hal mengenai sikap
profesional dalam hubungan Rumah Sakit dan Pelayanan Kesehatan, dilanjutkan pada
tahun 1949 dalam pertemuan ke-3 Ikatan Dokter Sedunia atau dikenal dengan World
Medical Association di London, membicarakan tentang Kode Etik Kedokteran
Internasional sebagai suatu acuan dalam menyusun Kode Etik Nasional di masing
masing negara.

Adanya penyempurnaan bagi Kode Etik Kedokteran yang dilaksanakan pada tahun
1968 dalam pertemuan WMA di Australia, didalam penyempurnaan Kode Etik
Internasional tersebut dilakukannya beberapa deklarasi, yaitu:

 Deklarasi Helsinki tahun 1964 tentang Penelitian terhadap Objek Manusia

 Deklarasi Sydney tahun 1968 dan Deklarasi Venice tahun 1983 tentang Kriteria
Mati dan Penyakit Terminal Transplantasi Organ

 Deklarasi Oslo tahun 1970 tentang Aborsi

 Deklarasi Munich tahun 1973 tentang Penerapan Teknologi Kedokteran

 Deklarasi Tokyo tahun 1975 tentang Penggunaan Obat Terlarang

 Deklarasi Brussel tahun 1985 tentang Bayi Tabung


 Deklarasi Madrid tahun 1987 tentang Euthanasia dan Rekayasa Genetika

b) Prinsip-Prinsip Kode Etik Kedokteran Indonesia

Didalam mukadimah SK Menteri Kesehatan nomor 434/Menkes/SK/X/1983 tentang


Kode Etik Kedokteran Indonesia dijelaskan bahwa dokter akan selalu megutamakan
penderita yang berobat serta demi keselamatan dan kepentingan penderita, maka dari
itu Kode Etik memuat prinsip-prinsip, yaitu pertama prinsip beneficence artinya dokter
dalam melakukan tindakannya selalu mengutamakan kebaikan bagi pasien, kedua
prinsip non mleficence artinya prinsip moral yang melarang dokter untuk melakukan
tindakan yang akan memperburuk keadaan pasien, prinsip ini dikenal sebagai “primum
non nocere” atau “above all do no harm”, yang ketiga prinsip autonomy yaitu prinsip
seorang dokter untuk menghormati hak-hak pasien terutama hak otonomi pasien (the
rights to self determination), dan prinsip yang terakhir atau keempat yaitu prinsip
justice artinya tindakan seorang dokter mementingkan keadilan (fairness) dalam
mendistribusikan sumberdaya (distributive justice).

a) Prinsip Beneficence (Kemurahan Hati)

Makna dari prinsip kemurahan bisa berarti pengampunan, kebaikan, mengutamakan


kepentiang orang lain, mencintai dan kemanusiaan, dalam pengertian umumnya
benefiencence merupakan tindakan dokter yang dilakukan untuk kebaikan orang lain
(khusunya pasien), penerapan prinsip ini tidak bersifat mutlak yang artinya bukan satu-
satunya prinsip yang harus dipertimbangkan, melainkan satu diantara beberapa prinsip
yang lain. Tetapi prinsip ini memiliki kelemahan karena penerapannya kepada
kepentingan umum berada diatas kepentingan pribadi, sehingga semisal ada penelitian
dokter yang dianggap membahayakan kepentingan individu tetapi penelitian tersebut
berdasarkan kemanfaatan bagi kepentingan umum maka seringkali penelitian tersebut
diperbolehkan.
Contoh penerapan prinsip Beneficence adalah melindungi dan menjaga hak orang
lain, mencegah bahaya yang dapat menimpa orang lain, dan meniadakan kondisi yang
dapat membahayakan orang lain.

b) Prinsip Non-maleficence (tidak memperburuk keadaan)

Prinsip ini merupakan larangan dokter untuk memperburuk keadaan pasien. Prinsip
ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm”. Prinsip ini
berhubungan erat dengan Sumpah Hipokrates yang menyatakan “saya akan
menggunakan terapi untuk membantu orang sakit berdasarkan kemampuan dan
pendapat saya, tetapi saya tidak akan pernah menggunakannya untuk merugikan atau
mencelakakan mereka”.

Prinsip non-maleficence menjadi pembahasan yang sering dalam bidang kedokteran,


terutama dalam kasus kontroversial terkait dengan kasus penyakit terminal, penyakit
serius dan luka serius. Prinsip ini memiliki peranan penting dalam pengambilan
keputusan (decision-making) untuk mempertahankan atau mengakhiri kehidupan
seorang pasien..

Pada dasarnya, prinsip ini memberikan peluang kepada pasien untuk menerima atau
menolak suatu tindakan atau terapi setelah menimbang manfaat dan hambatannya
dalam situasi atau kondisi tertentu. Banyak filosof yang menjadikan prinsip non-
maleficence sebagai satu kesatuan dengan prinsip beneficence (mengutamakan
tindakan untuk kebaikan pasien) karena ujung-ujungnya kedua hal ini untuk kebaikan
pasien.

c) Prinsip Autonomy (Kemandirian)

Otonomi berasal dari bahasa Yunani “autos” yang berarti sendiri dan ”nomos” dapat
diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur diri sendiri, Makna utama otonomi
individu adalah aturan pribadi dari diri sendiri yang bebas atau merdeka, artinya baik
bebas dari campur tangan orang lain maupun dari keterbatasan yang dapat menghalangi
pilihan yang benar, seperti karena pemahaman yang tidak cukup. Seseorang yang
dibatasi otonominya adalah seseorang yang dikendalikan oleh orang lain atau seseorang
yang tidak mampu bertindak sendiri.

Penerapan prinsip otonomi dalam praktek kedokteran antara lain adalah:


memberikan kebenaran atau berita yang riil (tell the truth), menghormati hak pribadi
orang lain (respect the privacy of others), melindungi informasi yang bersifat rahasia
(protect confidential information), mendapat persetujuan untuk melakukan tindakan
terhadap pasien (obtain consent for interventions with patients), dan membantu orang
lain membuat keputusan yang penting (when ask, help others make important decision).

d) Prinsip Justice (keadilan)

Artinya prinsip ini digunakan untuk menegakan keadilan atau kesamaan hak setiap
orang (pasien), Definisi lainnya adalah memperlakukan orang lain secara adil, layak
dan tepat sesuai dengan haknya atau dengan kata lain bertindak secara non-
diskriminasi, Prinsip ini lahir dari sebuah kesadaran bahwa jumlah pelayanan itu
terbatas, sedangkan yang memerlukan seringkali melebihi batasan tersebut.

Terdapat beberapa kriteria dalam penerapan prinsip justice, antara lain: berdasarkan
pembagian yang merata (equal share), berdasarkan kebutuhan (need), berdasarkan
usahanya (effort), berdasarkan kontribusinya (contribution), berdasarkan manfaat atau
kegunaannya (benefits), dan berdasarkan pertukaran pasar bebas (free-market
exchange).

c) Kode Etik Kedokteran Indonesia


Setelah menguraikan sejarah Kode Etik Kedokteran, menurut Permenkes nomor
554/Menkes/Per/XII/1982 dijelaskan tentang arti etik kedokteran, yaitu norma yang
berlaku bagi dokter dan dokter gigi dalam menjalankan profesinya sebagai tercantum
dalam kode etik masing masing yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Kode Etik Kedokteran dapat menyangkut 2 (dua) hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1) Etik jabatan kedokteran (medical ethics), yaitu menyangkut masalah yang
berkaitan dengan sikap dokter terhadap teman sejawatnya, para pembantunya
serta terhadap masyarakat dan juga pemerintah;
2) Etik asuhan kedokteran (ethics of medical care), yaitu menyangkut kehidupan
sehari-hari dokter, yang berhubungan dengan sikap dan tindakan seorang
dokter terhadap penderita yang menjadi tanggung jawabnya, Pelanggaran kode
etik tidak menyebabkan adanya sanksi formil terhadap pelakunya. Bagi
pelanggar kode etik hanya dilakukan tindakan koreksi berupa teguran dan
bimbingan. Harapannya, pelanggaran serupa tidak akan terjadi lagi di masa-
masa yang akan datang. Dengan kata lain, tindakan terhadap pelanggar kode
etik hanya bersifat korektif dan preventif.
Negara Indonesia membahas Kode Etik Kedokteran Indonesia atau biasa disebut
dengan KODEKI pertama kali dilakukan oleh Musyawarah Kerja Susila Kedokteran
pada tahun 1969 di Jakarta, penyempurnaannya ditetapkan padal tanggal 28 Oktober
1983 kedalam SK Menteri Kesehatan nomor 434/Menkes/SK/X/1983 dengan
membertimbangkan International Code of Medical Etics dan berlandaskan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.

KODEKI sendiri terbagi kedalam 4 (empat) bagian, yaitu pertama mengatur tentang
kewajiban umum, kedua mengatur tentang hubungan dokter terhadap pasiennya, ketiga
mengatur kewajiban dokter terhadap teman sejawatnya, dan keempat mengatur
kewajiban dokter terhadap dirinya sendiri, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Kewajiban Umum

Dijelaskan dalam pasal 1 sampai dengan pasal 9 SK Menteri Kesehatan nomor


434/Menkes/SK/X/1983, kewajiban umum terdiri dari kewajiban dokter untuk
menjunjung tinggi sumpah dokter, sumpah dokter di Indonesia diakui dalam PP No. 26
Tahun 1960 seiring dengan dinamika perkembangan zaman maka sumpah dokter
tersebut terus dilakukan penyempurnaan, yaitu pada tahun 1981 dalam Musyawarah
Kerja Nasional Etik Kedokteran II, pada tahun 1993 dalam Rapat Kerja Nasional
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) dan Majelis Pembinaan dan
Pembelaan Anggota (MP2A), dan pada tahun 2001 dalam Musyawarah Kerja Nasional
Etik Kedokteran III.

Selain mengucapkan sumpah dokter, dokter memiliki kewajiban melaksanakan


profesinya sesuai dengan standar profesi, dalam pekerjaannya tidak boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi, harus
menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri, dan harus berhati-hati
dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru
yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.

2. Hubungan dokter dengan pasien.

Dijelaskan didalam pasal 10 sampai dengan pasal 13 SK Menteri Kesehatan nomor


434/Menkes/SK/X/1983, yang memberi kewajiban bagi dokter untuk bersikap tulus
ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan  dan ketrampilannya untuk kepentingan
pasien dan ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas
persetujuan pasien/ keluarganya dokter wajib merujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian yang tidak dikuasainya itu, dokter juga memiliki kewajiban untuk
emberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi  dengan keluarga
dan penasihatnya, termasuk  dalam beribadat dan atau penyelesaian masalah pribadi
lainnya, erahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia, serta memiliki kewajiban untuk melakukan
pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas perikemanusiaan, dapat disimpulkan
bahwa hubungan dokter dengan pasien adalah hubungan antara manusia yang
dimungkinkan timbulnya pertentangan antara kedua pihak tersebut, oleh karena itu
supaya tericpta hubungan yang baik dokter dan pasien harus melakukan kewajibannya
dengan sebaik-baiknya.

3. Kewajiban dokter terhadap teman sejawat-nya.

Didalam pasal 14 dan 15 SK Menteri Kesehatan nomor 434/Menkes/SK/X/1983


memberikan kewajiban untuk dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana
dia sendiri ingin diperlakukan dan juga terdapat larangan untuk mengambil alih pasien
dari teman sejawat, dikecualikan adanya persetujuan keduanya atau berdasarkan
prosedur yang etis. Dengan diterapkannya kedua hal tersebut maka akan menciptakan
hubungan yang baikk dengan teman sejawatnya.

4. Kewajiban dokter terhadap diri sendiri

Didalam pasal 16 dan 17 SK Menteri Kesehatan nomor 434/Menkes/SK/X/1983,


mewajibkan bagi seluruh dokter untuk memelihara atau menjaga kesehatannya sendiri
supaya dapat bekerja dengan baik serta setiap dokter senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan
d) Pelanggaran Etik Murni dan Etikolegal

Pelanggaran kode etik dapat dibedakan menjadi 2 (macam) yaitu, pelanggaran


etik dan sekaligus merupakan pelanggaran hukum (etikolegal).

Pelanggaran etik murni dari perbuatan dokter, antara lain:

a. Menarik imbalan jasa yang tidak wajar.


b. Tanpa adanya persetujuan teman sejawat, seorang dokter mengambil alih
pasiennya.
c. Bersikap sombong dengan memuji dirinya sendiri
d. Memberikan pelayanan yang tidak adil atau diskriminatif
e. Melakukan tindakan kolusi dengan perusahaan farmasi
f. Tidak mengikuti pendidikan yang berkesinambungan
g. Mengabaikan kesehatan sendiri

Sedangkan yang dimaksud dengan perbuatan dokter melakukan pelanggaran etik


sekaligus pelanggaran hukum (etikolegal), antara lain:

a. Memberikan pelayanan dibawah standart


b. Menerbitkan surat keterangan palsu
c. Membuka jabatan atau pekerjaan doker yang bersifat rahasia
d. Memberikan pelayanan terkait dengan Abortus Provocatus (aborsi)
e. Melakukan pencabulan secara illegal terhadap pasien

Dari pembahasan diatas mengenai pelanggaran etik dan pelanggaran etikolegal,


pada umumnya jika terjadi pelanggaran etik maupun etikolegal penanganannya
dilakukan oleh Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) atau Panitia
Pertimbangan Penilaian Etik Kedokteran (P3EK), namun dalam prakteknya jika terjadi
pelanggaran yang berhubungan dengan hukum maka penyelesaiannya melalui jalur
hukum tanpa perlu menunngu rekomendasi dari MKEK atau P3EK, dikarenakan pada
hakekatnya pasien maupun dokter merupakan subyek hukum sehingga apabila
melakukan pelanggaran maka dokter tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban
hukum dalam menjalankan profesinya, jalur hukum yang dapat ditempuh oleh pasien
dalam hal pelanggaran etikolegal, ialah melalui prosedur gugatan hukum perdata,
melalui pengadilan dalam hukum pidana, ataupun dapat menggunakan hukum
administrasi, karena didalam hukum kesehatan dapat mencangkup ketiga hukum
tersebut.

e) Tugas MKEK dan P3EK


Indonesia memiliki 2 (dua) lembaga yang mempunyai kewenangan dalam
menangani masalah etika kedokteran di Indonesia, yang pertama Majelis Kehormatan
Etik Kedokteran ( disingkat MKEK) dan Panitia Pertimbangan Penilaian Etik
Kedokteran (disingkat P3EK), Kedua lembaga ini mempunyai tugas untuk
menyelesaikan setiap permasalahan yang terkait dengan pelaksanaan profesi dokter.
MKEK merupakan badan khusus organisasi profesi IDI, sedangkan P3EK merupakan
badan ekstra struktural dari Departemen Kesehatan.
Tugas dan wewenang MKEK anatara lain, adalah: pertama melakukan tugas
bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etik kedokleran, kedua
memperjuangkan kode etik kedokteran agar dapat dilegakkan di indonesia, ketiga
memberikan usul dan saran, diminta dan tidak diminta kepada Dewan Pertimbangan
dalam hubungan dengan masalah etik kedokleran, keempaat membina hubungan baik
dengan aparat etik yang ada, bak pemerintah maupun organisasi profesi lain dengan
sepengetahuan Dewan Pertimbangan, dan kelima bertanggungjawab kepada Muktamar
atau rapat pembentukan wilayah melalui Dewan Pertimbangan. Dari kelima tugas dan
wewenang MKEK, tugas pokok atau utama yang dijalankan oleh MKEK adalah
menyelesaikan kasus-kasus tuduhan pelanggaran etika kedokteran untuk memutuskan
tentang adanya kesalahan atau tidak terhadap dokter, dalam hal dokter melakukan
pelayanan kesehatan, demikian juga adanya penjatuhan sanksi yang diberikan oleh
MKEK namun dalam pelaksanaan sanksinya memerlukan kerjasama antara IDI dan
Departemen Kesehatan.
Sedangkan tugas dan kewenangan, P3EK antara lain adalah: memberikan
pertimbangan dan usul tentang pelaksanaan kode etik, membina dan mengembangkan
secara aktif KODEKI dan KODEKGI dengan cara bekerja sama dengan IDI dan PDGI,
memberikan pertimbangan dan usul sanksi kepada yang berwenang terkait pelanggaran
etik dokter, menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh P3EK propinsi,
menyelesaikan rujukan terakhir dalam permasalahan pelanggaran etik kedokteran atau
etik kedokteran gigi, dan mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan
ahli hikum yang mendalami hukum kedokteran serta instansi lain.

III. KESIMPULAN

Kesimpulan dari penulisan jurnal ini adalah bahwa didalam hukum kesehatan terdapat 3
macam sengketa atu pelanggaran, yaitu sengketa yang menyangkut kode etik, sengketa
menyangkut standart profesi atau disiplin kedokteran, dan sengketa hukum. Dari kasus yang
saya gunakan yaitu kasus dari seorang Kepala Rumah Sakit Umum Pusat Angkatan Darat
(RSPAD), Mayjen TNI bernama dr Terawan Agus Putranto.yang pada kasusnya telah
melakukan pelanggaran kode etik, kasusnya bermula pada saat dr Terawan mempromsikan
terapi “cuci otak” yang dianggap atau diklaim merupakan satu-satunya metode baru di
Indonesia bahkan di Indonesia. Dengan sikap arogansinya maka dr Terawan terjerat
pelanggaran kode etik, kode etik di Indonesia sendiri berdasarkan SK Menteri Kesehatan
nomor 434/Menkes/SK/X/1983 tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia, yang biasanya
dikenal dengan KODEKI.

Dalam penanganan kasus kode etik tersebut yang memiliki kewenangan untuk
menyelesaikan permasalahan adalah lembaga MKEK yaitu Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran, karena sudah merupakan tugas dan wewenang MKEK untuk menyelesaikan
kasus-kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh dokter, kode etik yang telah
diabaikan oleh dr Terawan adalah pasal 4 terkait dengan sikap dokter yang harus
menghindarkan diri untuk berbuat memuji diri dan pasal 6 tentang penemuan teknik atau
pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya.
IV. DAFTAR PUSTAKA

Buku

Fajar ND, Dr. Mukti dan Yulianto Achmad, MH, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar – Yogyakarta, 2013

Tim Redaksi Fakultas Hukum Universitas Jember, Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum
Universitas Jember,2008

Undang-Undang
Republik Indonesia, Undang Undang Dasar 1945.

Republik Indonesia, Undang Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Republik Indonesia, Undang Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

SK Menteri Kesehatan nomor 434/Menkes/SK/X/1983 tentang Kode Etik Kedokteran

Makalah

Penyelesaian Sengketa Medik Melalui Mediasi Oleh Majelis Kehormatan Disiplin


Kedokteran Indonesia (MKDKI) Untuk Dapat Menjamin Keadilan Dalam Hubungan
Dokter dan Pasien, oleh Arif Dian Santoso ,dkk

Pelanggaran Kode Etik Kedokteran pada Kasus Pengangkatan Indung Telur Pasien Secara
Sepihak, oleh Heri Setiawan, dkk
Pelaksanaan Penegakan Kode Etik Kedokteran, oleh Julius Pelafu

Prinsip Penetapan Sanksi Bagi Pelanggaran Etik Kedokteran, oleh Anna Rozaliyani, dkk

Internet

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt546814ab747dc/tugas-majelis-
kehormatan-etik-kedokteran-dan-majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-
indonesia/#:~:text=Untuk%20menegakkan%20disiplin%20dokter%20dan,1)%20UU
%20Praktik%20Kedokteran).&text=Di%20samping%20itu%2C%20di%20atas,Indonesia
%20(%E2%80%9CKKI%E2%80%9D). (diakses 18 Juni, pukul 24.00 WIB)

https://kumparan.com/kumparansains/pasal-pasal-kode-etik-kedokteran-indonesia-yang-
dilanggar-dr-terawan/full (diakses 18 Juni, pukul 23.00 WIB)

https://tirto.id/di-balik-alasan-idi-memecat-dokter-terawan-cHrA (diakses 18 Juni, pukul


23.00 WIB)

https://sains.kompas.com/read/2018/04/04/193700723/2-pasal-yang-sebabkan-dokter-
terawan-dipecat-sementara-dari-idi (diakses 18 Juni, pukul 24.00 WIB)

https://www.youtube.com/watch?v=-zvpo3aaOwI (diakses 18 Juni, pukul 24.00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai