Anda di halaman 1dari 15

Sanksi hukum terhadap dokter

yang melanggar kode etik


M. Hatadi Arsyad
Ibnu Afif Armadi
M. Arfan Billah S
Perbedaan hukum tindak pidana
medis & umum
1.Pada tindak pidana biasa terutama
diperhatikan adalah akibatnya sedang pada
tindak pidana medik yang penting bukan
akibatnya tetapi penyebabnya (kausanya).
Walaupun akibatnya fatal, tetapi tidak ada
unsur kesalahan / kelalaian, maka dokternya
tidak dapat dipersalahkan.

2.Dalam tindak pidana biasa dapat ditarik


garis langsung antara sebab dan akibatnya,
Undang-Undang No.36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan yang baru
ditetapkan pada 17 Oktober 2014 lalu
mengatur tenaga kesehatan termasuk
dokter, apoteker,psikolog, perawat dan
lainnya, terdapat begitu banyak perubahan
peraturan yang dapat mencakup berbagai
profesi dibidang medis yang mengharuskan
tenaga medis untuk lebih disiplin.
Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
a. tenaga medis;
b. tenaga psikologi klinis;
c. tenaga keperawatan;
d. tenaga kebidanan;
e. tenaga kefarmasian;
f. tenaga keseh
atan masyarakat;
g. tenaga kesehatan lingkungan;
h. tenaga gizi;
i. tenaga keterapian fisik;
j. tenaga keteknisian medis;
k. tenaga teknik biomedika;
l. tenaga kesehatan tradisional; dan
m. tenaga kesehatan lain
Bagaimana sudut pandang hukum
tindak pidana medik ?
Sejak World Congress ke VI pada bulan agustus 1982, hukum kesehatan

berkembang pesat di Indonesia. Atas prakarsa sejumlah dokter dan sarjana


hukum pada tanggal 1 Nopember 1982 dibentuk Kelompok Studi Hukum
Kedokteran di Indonesia dengan tujuan mempelajari kemungkinan
dikembangkannya Medical Law di Indonesia. Namun sampai saat ini, Medical
Law masih belum muncul dalam bentuk modifikasi tersendiri. Setiap ada
persoalan yang menyangkut medical law penanganannya masih
mengacu kepada Hukum Kesehatan Indonesia yang berupa Undang-
Undang No. 23 Tahun 1992, KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Kalau ditinjau dari budaya hukum Indonesia, malpraktek
merupakan sesuatu yang asing karena batasan pengertian malpraktek yang
diketahui dan dikenal oleh kalangan medis (kedokteran) dan hukum berasal
dari alam pemikiran barat. Untuk itu masih perlu ada pengkajian secara
khusus guna memperoleh suatu rumusan pengertian dan batasan istilah
malpraktek medik yang khas Indonesia (bila memang diperlukan sejauh itu)
yakni sebagai hasil oleh piker bangsa Indonesia dengan berlandaskan
budaya bangsa yang kemudian dapat diterima sebagai budaya hukum (legal
culture) yang sesuai dengan system kesehatan nasional.
permasalahan malpraktek di Indonesia dapat
ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi
(peradilan) dan jalur non litigasi (diluar
peradilan).
berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung
Repiblik Indonesia (SEMA RI) tahun 1982,
dianjurkan agar kasus-kasus yang menyangkut
dokter atau tenaga kesehatan lainnya
seyogyanya tidak langsung diproses melalui
jalur hukum, tetapi dimintakan pendapat
terlebih dahulu kepada Majelis Kehormatan
Etika Kedokteran (MKEK).
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran
merupakan sebuah badan di dalam struktur
organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
MKEK ini akan menentukan kasus yang terjadi
merpuakan pelanggaran etika ataukah
pelanggaran hukum. Hal ini juga diperkuat dengan
UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang
menyebutkan bahwa penentuan ada atau
tidaknya kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh
Majelis kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia(pasal 54 ayat 2) yang dibentuk secara
resmi melalui Keputusan Presiden (pasal 54 ayat
3).
Lembaga ini bersifat otonom, mandiri dan non
structural yang keanggotaannya terdiri dari unsur
Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan yang mewakili
organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli
Psikologi, Ahli Sosiologi. Bila dibandingkan dengan
MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MKDKI dapat
diharapkan lebih obyektif, karena anggota dari MKEK
hanya terdiri dari para dokter yang terikat kepada
sumpah jabatannya sehingga cenderung untuk
bertindak sepihak dan membela teman sejawatnya
yang seprofesi. Akibatnya pasien tidak akan merasa
puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan
dokter saja dan kurang memikirkan kepentingan
pasien.
Bagaimana peran MKDKI & MKEK ?
Pada bagian Latar Belakang Pedoman MKEK
dikatakan bahwa untuk dapat melaksanakan tugas
bimbingan, pengawasan dan penilaian pelaksanaan
etik kedokteran, sehingga pengabdian profesi dan
peran aktif tersebut agar tetap sesuai, searah dan
sejalan dengan cita-cita luhur profesi kedokteran,
telah dibentuk MKEK. Jadi, MKEK itu memiliki
tugas untuk membimbing, mengawas, dan
menilai pelaksanaan etik kedokteran apakah
sudah sejalan dengan cita-cita luhur profesi
kedokteran.

Mengenai apa itu MKEK secara detail,


disebutkan dalam Pasal 1 Angka 3 Pedoman
MKEK:

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK)


ialah salah satu badan otonom Ikatan Dokter
Indonesa (IDI) yang dibentuk secara khusus di
tingkat Pusat, Wilayah dan Cabang untuk
menjalankan tugas kemahkamahan profesi,
pembinaan etika profesi dan atau tugas
kelembagaan dan ad hoc lainnya dalam
tingkatannya masing-masing.
Tugas MKEK itu sendiri salah satunya dapat
kita lihat dalam Pasal 6 ayat (4) Pedoman
MKEK, yaitu melalui divisi kemahkamahan
sesuai yurisdiksinya sebagai lembaga etika
yang memeriksa, menyidangkan, membuat
putusan setiap konflik etikolegal yang
berpotensi sengketa medikdi antara perangkat
dan jajaran IDI dan setiap sengketa medik
antara dokter pengadunya yang belum atau
tidak ditangani oleh Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia.
MKDKI adalah lembaga yang berwenang
untuk menentukan ada tidaknya kesalahan
yang dilakukan dokter dan dokter gigi
dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran
dan kedokteran gigi, dan menetapkan
sanksi (lihat Pasal 1 angka 14 UU
Praktik Kedokteran). Untuk menegakkan
disiplin dokter dan dokter gigi dalam
penyelenggaraan praktik kedokteran,
dibentuk MKDKI (Pasal 55 ayat (1) UU
Praktik Kedokteran).
Lalu apa tugas MKDKI itu? Dapat dilihat
dalamPasal 64 UU Praktik Kedokteran:

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran


Indonesia bertugas:
a. menerima pengaduan, memeriksa, dan
memutuskan kasus pelanggaran disiplin
dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan
b. menyusun pedoman dan tata cara
penanganan kasus pelanggaran disiplin
dokter atau dokter gigi.
Nantinya, MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan
terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin
dokter dan dokter gigi (Pasal 67 UU Praktik
Kedokteran). Adapun keputusan MKDKI itu sifatnya
mengikat dokter, dokter gigi, dan KKI yang isinya dapat
berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi
disiplin. Sanksi disiplin itu dapat berupa (Pasal 69 UU
Praktik Kedokteran):

a. pemberian peringatan tertulis;


b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau
surat izin praktik; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

Anda mungkin juga menyukai