Anda di halaman 1dari 4

Menjalankan praktik dokter secara profesional dan

proporsional.
Gatot Suharto
(KPS Forensik dan Studi Madikolegal )

Pendahuluan
Dalam menjalankan hubungan terapetik antara dokter dan pasien ,tersirat beban
moral dokter sebagai orang yang diharapkan dapat mengobati , menghilangkan
penyakit atau setidaknya dapat mengurangi gejala yang diderita pasien. Hasil akhir
hubungan ini adalah kepuasan pasien yang bersifat subjektif maupun objektif serta
tidak ada parameter baku sebagai tolok ukurnya. Hubungan dengan bentuk
kontraktual secara yuridis tersebut akan menimbulkan hak dan kewajiban dari
masing masing pihak.Hal ini telah jelas diatur dalam beberapa pasal perundangan
yaitu Undang Undang no 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran,Undang Undang
no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan serta Undang Undang no 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit. Dalam tahapan hubungan dokter pasien ini terdapat urutan yang
ditetapkan secara profesional yaitu anamnese , pemeriksaan fisik ,diagnosa dan
terapi.Bentuk terapi seorang dokter sangat bervariasi mulai berbentuk anjuran dan
nasihat, obat- obatan serta tindakan medik. Keluhan dan problem pasien ini
merupakan informasi awal dalam membuka hubungan terapetik dan merupakan anak
tangga pertama dalam mengintervensi tubuh pasien. Anamnese bertujuan
membimbing sesuatu hal yang dirasakan dan dialami sendiri oleh pasien
diekspresikan keluar sebagai keluhan inti dari penyakit .Dokter memahami dan
menilai sesuai jalur patofisiologi penyakit , dengan harapan akhir akan mendapatkan
diagnosa dan terapinya. Hubungan dokter pasien yang bersifat kontraktual tersebut
tentunya membutuhkan suatu kerangka acuan, batasan alur, pengawalan yang
disebut etika profesi kedokteran ,disiplin kedokteran maupun hukum kedokteran.
Pendekatan ilmu kedokteran
Ilmu kedokteran berasal dari suatu ilmu empiris dan menggunakan pendekatan
sains,dalam arti bahwa dalam membuat suatu kesimpulan deduktif ataupun induktif
melalui pengumpulan dan pengolahan data secara ilmiah (evidence based). Metode ini
mengakibatkan pengambilan suatu kesimpulan selalu memiliki peluang terjadinya
bias dan peluang terjadinya fakta yang belum diketahui karena belum adanya
1
pengalaman. Konsekwensi logisnya adalah bahwa tingkat kepastian dalam ilmu
kedokteran disusun dalam bentuk probabilitas dan bukan kepastian sebagaimana
dalam ilmu matematis sehingga diagnosa suatu penyakit tentu saja didasarkan pada
pendekatan tersebut.
Profesionalisme dokter
Dokter merupakan salah satu pekerjaan profesi , memiliki bentuk khusus karena
pekerjaan ini berhubungan langsung tubuh manusia.Dalam melaksanakan profesi
dokter tersebut dikendalikan oleh etika profesi yang disusun oleh organisasi profesi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan dilaksanakan oleh badan dalam organisasis yaitu
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Majelis ini selalu menjaga dan
membina anggotanya agar bekerja sesuai standard profesi dan selalu menjaga etika
kedokteran.Fungsi yang lain adalah menampung dan menganalisa apabila ada keluhan
masyarakat tentang pelanggaran etik yang dilakukan seorang dokter. Dalam
melakukan pekerjaannya seorang dokter harus bekerja pula secara baik sesuai disiplin
Ilmu Kedokteran. Bila rambu rambu disiplin ini dilanggar dan masyarakat
melaporkannya , maka akan direspon oleh lembaga yang dibentuk oleh Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) yang merupakan amanat undang undang yaitu Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang berkedudukan di Ibu
Kota Negara yaitu Jakarta. Disini akan disidangkan dan ditentukan apakah ada
pelanggaran disiplin atau hanya pelanggaran etika saja. Bila ternyata pelanggaran
etika, akan dikembalikan ke organisasi profesi untuk dibina. Namun apabila ternyata
melanggar ranah hukum maka akan diserahkan ke Pengadilan untuk
penyelesaiannya.Sedangkan bila ternyata terjadi pelanggaran disiplin, maka MKDKI
mempunyai wewenang merekomedasi pencabutan atau penundaan Surat Tanda
Registrasi ( STR ) kepada KKI , sehingga praktis Surat Izin Praktek ( S I P ) juga ikut
ditunda / dicabut.
Etika dokter sebagai landasan pelayanan medis
Seorang yang baru saja dinyatakan lulus sebagai dokter oleh Institusi pendidikan
dokter, maka sewaktu diberikan ijazah sebagai bukti kemampuan, sekaligus
dilaksanakan angkat sumpah profesi yaitu Sumpah Dokter/Sumpah Hypocrates.
Sumpah ini diucapkan dengan disaksikan oleh para pendidik, orang tua, saudara dan
masyarakat yang hadir serta dibimbing rohaniawan dibawah Kitab Suci agar kelak
harus berpikir, bersikap, bertindak sesuai etika kedokteran. Tersirat dalam sumpah
tersebut tentang kewajibannya terhadap pasien, kewajiban terhadap guru-gurunya
2
serta kewajiban terhadap teman sejawatnya dan tidak kalah pentingnya adalah untuk
selalu mengembangkan diri ilmu kedokteran yang telah dimilikinya. Sumpah dokter
inilah yang merupakan bingkai pertama dalam aspek etika seorang dokter melakukan
profesi dengan harapan melalui landasan yang kokoh ini dapat selalu menopang
beban kemajuan teknologi kedokteran dan kemajuan peradaban manusia. Dalam
perkembangan pelayanan bidang kesehatan secara umum dan bidang kedokteran
secara khusus, banyak hal hal yang perlu diwaspadai karena bersinggungan dengan
bidang etika. Sebagai contoh adalah suatu infomasi pelayanan kesehatan pada
masyarakat dengan maksud untuk mempermudah masyarakan sebagai pengguna
pelayanan kesehatan mendapatkan pelayanan dokter yang baik dan benar, tetapi
terlena melanggar rambu rambu etika. Informasi tersebut ternyata banyak unsur unsur
promosi didalamnya. Misal menginformasikan dan mempromosikan obat atau
tindakan medik yang lebih hebat dan lebih istimewa dari pelayanan lain. Bentuk yang
lain adalah menayangkan promosi dengan cara testimoni keberhasilan pelayanan
kesehatan disuatu tempat, yang dilayani seorang dokter tertentu dan dengan alat
tertentu. Inilah suatu pelanggaran etika yang berat, bahkan dapat pula dikualifikasikan
melanggar hukum yaitu tercantum pada beberapa pasal Undang-Undang Praktek
Kedokteran, Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen.
5.Jenjang pelayanan profesi dokter.
Berdasarkan kebutuhan pelayanan dan makin berkembangnya ilmu kedokteran maka
timbulah jenjang pelayanan berupa spesialisasi kedokteran klinik.Bahkan makin
dipertajam lagi berupa pelayanan sub spesialis.Penilaian masyarakat awam pada
jenjang pelayanan ini kadang keliru yaitu menganggap dokter spesialis adalah dokter
yang super dan serba tahu, sedangkan dokter umum merupakan dokter dengan strata
paling bawah dan hanya menangani penyakit sederhana.Bila dilihat dari jenjang
pelayanan maka istilah dokter pelayanan primer lebih tepat dibanding istilah dokter
umum , dan predikat dokter spesialis adalah dokter pelayanan sekunder.Kondisi ini
harus selalu dijaga agar memudahkan dalam pelaksanaan sistem reveral dan
konsultasi medik. Apalagi sekarang telah dilaksanakan perubahan sitem pembiayaan
kesehatan yang dijamin oleh asuransi kesehatan bagi semua masyarakat Indonesia
yaitu Sitem Jaminan Sosial Nasional( S J S N ) dengan pelaksanaannya melalui
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (B P J S) yang sudah dijalankan mulai 1 Januari
2014.
3
Beberapa bentuk pelayanan berisiko
Pelayanan kedokteran sangat bervariasi mulai dari bentuk yang sangat sederhana yaitu
konsultasi, sampai dengan yang sangat kompleks yaitu tindakan medik operasi,
semuanya selalu membutuhkan pemikiran komprehensif bagi kepentingan pasien.
Sudah barang tentu semua itu mengandung risiko. Seorang dokter yang baik tentu
sangat mempertimbangkan risiko risiko medik yang ada, walau dengan harapan
risiko-risiko tersebut dapat dihindarkan atau paling tidak diminimalkan. Tindakan
medis adalah tindakan yang dilakukan dokter dengan mengintervensi jaringan tubuh
pasien, risikonya selalu ada walau minimal. Untuk itu hak hak pasien harus selalu
diutamakan yaitu diminta consent atau izin dari pasien setelah kita beri informasi
secukupnya. Secara hukum tindakan medis seharusnya dilakukan oleh dokter dan
ditanggung jawabi oleh dokter. Sedangkan pendelegasian kepada pembantu dokter
diperbolehkan bila penerima delegasi telah diketahui memiliki kemampuan dan diberi
pendidikan oleh dokter tersebut. Tindakan berisiko lainnya adalah tindakan yang
berhubungan dengan tindakan teknologi canggih terutama menyangkut
reproduksi,transplantasi organ dan metode pembuahan diluar cara alami. Banyak
rambu rambu etika dan hukum yang harus selalu dijaga untuk keamanan pelaksanaan
tindakan berisiko tersebut serta tidak perlu selalu mengikuti arus kehendak pasien.
Kesimpulan
Kemajuan Teknologi Kedokteran yang maju harus dikawal ketat oleh etika, disiplin
dan hukum kedokteran tanpa harus melanggar hak hak pasien yang telah diatur dalam
perundangan.Profesionalisme dokter harus selalu dijaga sesuai dengan kompetensi
yang dimilikinya dan selalu ditera ulang setiap lima tahunan sesuai disiplin ilmu
masing masing.Seorang dokter harus mampu memanfaatkan kemajuan teknologi
kedokteran demi kepuasan dan keamanan pasien.
Sumber bacaan.
1. IDI Wil Jateng, Pemahaman Etik Medikolegal ,Badan Penerbit Undip 2010.
2. Gatot S,Aspek Medikolegal Praktek Kedokteran, Badan Penerbit Undip 2008.
3. Perundangan : UU R I no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran
UU RI no 36 tahun 2009 tentang kesehatan
UU RI no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit

Anda mungkin juga menyukai