Anda di halaman 1dari 9

“MASALAH MEDIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN”

Nama : Baiq Meisy Arum Anjani

NIM : 019.06.0017

Kelas :B

Dosen : dr. Dudut Rustyadi, SpFM,Subsp.EM (K),SH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2022
1.1 Pendahuluan
Dokter dan dokter gigi sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan
kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait
langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan.
Landasan utama bagi dokter dan dokter gigi untuk dapat melakukan tindakan medis
terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang
dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan yang
dimilikinya harus terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri, sebagaimana dijelaskan dalam
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran I. Umum (Willem, 2017).
Dokter dan dokter gigi dengan perangkat keilmuan yang dimilikinya
mempunyai karakteristik yang khas. Kekhasannya ini terlihat dari pembenaran yang
diberikan oleh hukum yaitu diperkenankannya melakukan tindakan medis terhadap
tubuh manusia dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan.
Tindakan medis terhadap tubuh manusia yang dilakukan bukan oleh dokter atau
dokter gigi dapat digolongkan sebagai tindak pidana (Willem, 2017).

Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua aspek ilmu yaitu
medico yang berarti ilmu kedokteran dan -legal yang berarti ilmu hukum.
Medikolegal berpusat pada standar pelayanan medis dan standar pelayanan
operasional dalam bidang kedokteran dan hukum – hukum yang berlaku pada
umumnya dan hukum – hukum yang bersifat khusus seperti kedokteran dan kesehatan
pada khususnya (Atmadja & Purwani, 2018).

Mediko Legal adalah merupakan bidang interdisipliner antara


kesehatan/kedokteran dengan ilmu hukum. Pelayanan mediko legal adalah bentuk
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis dengan menggunakan ilmu
dan teknologi kedokteran atas dasar kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan
hukum dan untuk melaksanakan peraturan yang berlaku. Aspek Mediko legal:
pertama hak dan kewajiban pasien, kedua hak dan kewajiban provider, ketiga jaminan
bahwa pelayanan medik yang diberikan dengan cara dan mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan, keempat sistem dan prosedur menjamin hak dan kewajiban
serta menjamin tindakan yang dilaksanakan di rumah sakit dapat diadakan
evaluasinya dan kelima hak dan kewajiban pemilik dan pengelola (Atmadja &
Purwani, 2018).

1.2 Isi
Kaidah atau norma biasanya berisi tentang perintah yang merupakan
keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu karena akibatnya dipandang baik,
Kaidah atau norma juga biasanya berisi tentang larangan yang merupakan keharusan
bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu karena akibatnya dipandang tidak
baik.Kaidah atau norma-norma tersebut umumnya berbentuk norma agama, susila,
kesopanan dan norma hukum. Norma-norma tersebut menghasilkan etika agama,
moral, etiket, kode etik dan sebagainya (Irwan, 2017). Di dalam pelayanan kesehatan
ada 3 norma yang berlaku, yaitu:
a) Norma Etika, berlaku penerapan aturan-aturan dalam beretika. Artinya kita
sebagai seorang dokter harus selalu berpedoman dengan kode etik kedokteran.
b) Norma Disiplin, adalah bagaimana dokter dalam menerapkan ilmu-ilmu
kedokteran. Disini dinilai apakah seorang dokter sudah menjalankan praktiknya
sesuai dengan keilmuan kedokteran atau tidak, dan
c) Norma Hukum, dalam menjalankan praktek sebagai dokter ada aturan-aturan yang
berlaku, yang mengatur di dalamnya yaitu hukum kesehatan atau hukum
kedokteran. Sebagai dokter kita wajib untuk mematuhi aturan-aturan tersebut.
Norma- norma ini nantinya akan menjadi tanggung jawab kita sebagai tenaga
kesehatan dalam menjalankan praktik kedokteran (KODEKI, 2012).

Etik kedokteran mengatur masalah yang berhubungan dengan sikap para


dokter terhadap sejawat, para pembantunya serta terhadap masyarakat dan
pemerintah, dan yang sangat penting adalah mengatur tentang sikap dan tindakan
seorang dokter terhadap penderita yang menjadi tanggung jawabnya. Etika kedokteran
diperlukan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, karena itu disebut juga etika
klinik. Filosofi moral dari etika kedokteran tertuang dalam empat Prinsip Dasar Etika
Kedokteran sebagai berikut:
1. Autonomy:
Pasien berhak menentukan apa yang dilakukan terhadap tubuhnya, artinya
pasien berhak untuk mendapat informasi dan pelayanan yang terbaik, ikut serta
pada penentuan tindakan klinik dalam kedudukan yang setara. Orang dewasa yang
kompeten dapat menolak atau menerima perawatan dan obat-obatan atau tindakan
operasi karena mereka bebas dan rasional. Keputusan itu harus dihormati, bahkan
jika keputusan tersebut tidak dalam kepentingan yang terbaik untuk pasien.
2. Beneficence:
Semua penyedia layanan kesehatan harus berusaha untuk meningkatkan
kesehatan pasien, dengan melakukan yang paling baik untuk pasien dalam setiap
situasi. Walaupun apa yang baik untuk satu pasien mungkin tidak baik bagi pasien
yang lain, sehingga setiap situasi harus dipertimbangkan secara individual.
Artinya apapun yang dilakukan oleh seorang dokter kepada pasiennya, hanya
demi kebaikan pasien tersebut
3. Non malficence:
Pertama, tidak membahayakan" adalah landasan etika kedokteran. Dalam
setiap situasi, penyedia layanan kesehatan harus menghindari tindakan yang
menyebabkan kerugian kepada pasien. Dokter juga harus menyadari doktrin efek
ganda, di mana pengobatan yang ditujukan untuk kebaikan, dapat saja secara tidak
sengaja menyebabkan kerugian. Artinya walaupun tindakan yang dilakukan
adalah dengan niat baik, tapi tetap harus dijaga agar tidak merugikan pasien
4. Justice:
Keadilan pemberian pelayanan kesehatan
Beneficence dan non malficence, bila dilaksanakan dengan benar sudah
menggambarkan kompetensi klinik, sedangkan autonomy dan justicia adalah
gambaran niat, sikap dan perilaku dokter dalam menyampaikan kompetensi klinis
tersebut secara manusiawi, yang merupakan ciri Kompetensi etik. Autonomy atau hak
penentuan nasib sendiri diaplikasikan dalam praktik kedokteran sebagai persetujuan
atas dasar informasi atau dikenal dengan istilah Informed Consent untuk setiap
tindakan, baik yang bersifat diagnostik maupun terapeutik. Pasal 2 Peraturan Mentri
Kesehatan No.585/Men.Kes/Per/IX/1989 menyatakan bahwa semua tindakan medis
yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan
dimaksud diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya
tindakan medis yang akan dilakukan serta risiko yang dapat ditimbulkannya.
Pada saat pasien datang ke dokter untuk mendapatkan pelayanan medis,
dimana dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan tindakan, dokter dapat
menangkap persetujuan tindakan medis tersebut melalui isyarat dari pasien misalnya
dengan menurunkan celananya pada saat akan dilakukan injeksi. Persetujuan ini
merupakan persetujuan tersirat dan disebut sebagai Implied consent. Persetujuan yang
dinyatakan baik secara lisan maupun tertulis disebut sebagai Express Consent. Namun
dalam tindakan medis invasive dan mengandung risiko, dokter sebaiknya
mendapatkan persetujuan tindakan medis secara tertulis. Penandatangan Express
Informed Consent adalah pasien sendiri yang sudah dewasa (diatas 21 tahun atau telah
menikah) dan dalam keadaan sehat mental. Untuk pasien dibawah umur 21 tahun atau
pasien penderita gangguan jiwa, yang menadatanganinya adalah
orangtua/wali/keluarga terdekat. Untuk pasien dalam keadaan tidak sadar, tidak
didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medis berada dalam keadaan gawat atau
darurat yang memerlukan tindakan medis segera, maka tidak diperlukan persetujuan
dari siapapun (pasal 11 BAB IV PerMenKes No.585). Namun untuk keamanan,
diperlukan dua orang saksi, untuk mewakili pihak pasien dan mewakili pihak dokter
atau rumah sakit.
Pada hakekatnya informed consent adalah untuk melindungi pasien dari segala
kemungkinan tindakan medis yang tidak disetujui atau tidak diizinkan oleh pasien
tersebut, sekaligus melindungi dokter (secara hukum) terhadap kemungkinan akibat
yang tak terduga dan bersifat negatif. Informasi diberikan oleh dokter yang akan
melakukan tindakan medis tertentu, sebab hanya ia sendiri yang tahu persis mengenai
kondisi pasien dan segala seluk beluk dari tindakan medis yang akan dilakukan.
Kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian dalam penerapan standar dan prosedur profesi
medis untuk melakukan suatu tindakan medis tertentu merupakan turunan dari empat
prinsip etika profesi kedokteran.
Profesi kedokteran merupakan profesi yang luhur karena tugas utamanya
adalah memberikan pelayanan untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia
yaitu kebutuhan akan kesehatan. Dalam menjalankan tugas profesionalnya sebagai
dokter, selain terikat oleh norma etika dan norma hukum, profesi dokter juga terikat
oleh norma disiplin kedokteran, yang bila ditegakkan akan menjamin mutu pelayanan
sehingga terjaga martabat dan keluhuran profesinya. Namun pada dekade terakhir
tidak sedikit masalah yang muncul di masyarakat pada saat dokter menjalankan
kegiatan profesinya yaitu praktik kedokteran. Oleh karena itu agar masyarakat
memperoleh pelayanan medik secara profesional, maka dibuat suatu undang-undang
yang menjadi acuan kepada setiap dokter dalam menyelenggarakan praktik
kedokteran, yaitu Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Undang-undang tersebut mengatur praktik kedokteran agar kualitasnya dan mutu
pelayanan tetap terpelihara.
Dokter sebagai tenaga profesional bertanggung jawab dalam setiap tindakan
medis yang dilakukan terhadap pasaien. Dalam menjalankan tugas profesionalnya
didasarkan pada niat baik yaitu berupaya dengan sungguh-sungguh berdasarkan
pengetahuannya yang dilandasi dengan sumpah dokter, kode etik kedokteran dan
standar profesinya untuk menyembuhkan atau menolong pasien.
MKDKI, adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya
kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu
kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi (Konsil Kedokteran
Indonesia, 2006).
Fungsi MKDKI adalah untuk penegakan disiplin kedokteran dan kedokteran
gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran. Penegakan disiplin adalah penegakan
aturan-aturan dan/atau penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus
diikuti oleh dokter dan dokter gigi. Adapun tugas dari MKDI ialah (Konsil
Kedokteran Indonesia, 2006) :
a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin
dokter dan dokter gigi yang diajukan.
b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter
atau dokter gigi.
Penerapan aturan-aturan hukum dalam praktik kedokteran menimbulkan
tanggung jawab hukum bagi dokter sebagai tenaga medis dalam menjalankan praktik
kedokteran, yang terdiri dari:

1. Hukum administratif
Mengatur kewajiban dalam melaksanakan perintah undang-undang, artinya
sebagai dokter:
a) Dalam melaksanakan praktik wajib memiliki izin yaitu SIP, ini diatur dalam
pasal 42 UU No. 29 tahun 2004 tentang Pradok.
b) Memiliki legalitas dalam hal kewenangan melakukan praktik kedokteran, lulus
uji kompetensi, menerima STR, dan SIP.
2. Hukum perdata
Ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu
dalam masyarakat, misalkan dokter dengan pasien atau pasien dengan rumah
sakit.
Hubungan antara dokter dengan pasien dalam transaksi “terapeutik” didasari
oleh dua macam hak asasi manusia, dengan demikian keberadaan hubungan antara
dokter dengan pasien, baik ditinjau dari sudut hukum maupun aspek pelayanan
kesehatan, tidak terlepas dari hak asasi manusia yang melekat dalam diri manusia,
khususnya hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak untuk memperoleh
pelayanan kesehatan.
Perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien menimbulkan hak dan
kewajiban masing-masing pihak, dari aspek perdata berupa persetujuan antara
dokter dengan pasien merupakan akibat kelalaian di bidang perdata serta
tuntutannya terhadap pelayanan kesehatan, sedangkan dari sudut pidana yang
ditimbulkan adanya hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan meliputi
kebenaran dari isi surat keterangan kesehatan, wajib simpan rahasiaoleh dokter
tentang kesehatan pasien, pengguguran kandungan dan lain sebagainya.

3. Hukum pidana
Tanggung jawab pidana ini akan timbul saat seorang dokter melakukan perbuatan
pidana atau melanggar ketentuan pidana. Contoh hukum pidana, bila dokter
melanggar pasal dalam KUHP dan UU lain, maka pasien atau keluarga yang
merasa dirugikan membawa kasusnya ke pidana, artinya melaporkan dokter ke
kepolisian dengan pasal tertentu tergantung dari kasusnya.
(KODEKI, 2012).

Hubungan interprofesional di institusi yankes merupakan bagaimana


hubungan dan kerja sama antar tim tenaga medis dokter dengan profesi medis yang
lainnya dalam memberikan pelayanan di dalam institusi pelayanan kesehatan. Ini
diatur dalam pasal 11 UU No 36 tahun 2014 tentang Nakes.

Tugas dan fungsi dokter, Berdasarkan PMK No 1691 tahun 2011 tentang
keselamatan pasien RS, yaitu: Dokter sebagai dokter penangggung jawab pelayanan,
adalah dokter yang sesuai dengan kewenangan klinisnya memberikan asuhan medis
lengkap kepada satu pasien dengan satu penyakit, dari awal sampai akhir perawatan di
RS, baik pelayanan rawat jalan maupun rawat inap (PERMENKES RI, 2011).

Hubungan Dokter dengan institusi medis di atur dalan hospital bylaws RS


yang terdiri dari:

1. Corporate bylaws, mengatur hubungan manajemen dengan pemiliknya.


2. Medical staff bylaws, peraturan internal staf medis secara umum mengatur staf
medis dan komite medik. Sebagai dokter kita mengikuti medical staff bylaws.
1.3 Kesimpulan
Mediko legal adalah merupakan bidang interdisipliner antara
kesehatan/kedokteran dengan ilmu hukum. Pelayanan mediko legal adalah bentuk
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis dengan menggunakan ilmu
dan teknologi kedokteran atas dasar kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan
hukum dan untuk melaksanakan peraturan yang berlaku
Sebagai nakes dokter memiliki tanggung jawab etika, disiplin kedokteran dan
hukum. Tanggung jawab hukum bagi dokter terdiri dari hukum administratif, hukum
perdata dan hukum pidana. Hubungan antara dokter dengan pasien merupakan suatu
upaya untuk melakukan usaha yang maksimal. Profesi kedokteran membutuhkan
pedoman sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang dokter.
Daftar Pustaka

Atmadja, I. . P., & Purwani, S. P. M. E. (2018). ASPEK MEDIKOLEGAL DALAM


PELAYANAN MASYARAKAT OLEH. Jurnal Universitas Udayana, 1–13.

Irwan. (2017). Etika dan Perilaku Kesehatan.

KODEKI. (2012). Kode Etik Kedokteran Indonesia. http://www.idai.or.id/professional-


resources/ethic/kode-etik-kedokteran-indonesia

Konsil Kedokteran Indonesia. (2006). Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 15


Tahun 2006 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia Dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Di Tingkat
Provinsi. Biomass Chem Eng, 49(23–6), 1–15.

Willem, M. D. (2017). Sanksi Hukum Atas Pelanggaran Disiplin Dokter Atau Dokter Gigi
Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Lex Et
Societatis, 5(10), 5–11.

Anda mungkin juga menyukai