Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kedokteran merupakan bidang keilmuan yang selalu mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu. Selain mengalami perkembangan dalam bidang keilmuan, masyarakat sebagai stakeholder dan
juga konsumen dari jasa pelayanan kesehatan juga mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi ini
dipengaruhi oleh semakin tingginya pengetahuan dan pendidikan masyarakat serta malalui era
globalisasi yang menyebabkan informasi semakin mudah diakses darimana dan kapan saja, hal ini secara
tidak langsung mengubah perilaku masyarakat terhadap kesehatan dan pelayanan kesehatan. Beberapa
hal tersebut yang menyebabkan masyarakat menginginkan dokter yang bukan hanya unggul dalam
bidang keilmuan, namun juga dokter yang unggul dalam hal keterampilan dan juga dapat memberikan
rasa aman serta nyaman dalam memberikan pelayanan kesehatan.1 Dengan demikian metode
pembelajaran dalam pendidikan kedokteran juga perlu mengalami perkembangan dan perubahan untuk
menciptakan proses belajar mengajar bagi profesi kesehatan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa,
dosen, dan juga masyarakat.2 karena itu maka di Indonesia terjadi pergeseran paradigma pendidikan
kedokteran yang awalnya dengan teacher centered learning (TCL) mengarah ke student centered
learning (SCL) karena dirasakan lebih sesuai dengan perubahan yang terjadi

Kedokteran adalah suatu profesi yang di anggap tinggi dan mulia oleh masyarakat, di karenakan
dengan keahlian dan kemampuanya di bidang medis, sehingga tidak sedikit orang yang percaya
terhadap penanganan yang di berikan oleh dokter. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini dunia
medis sering di hubungkan dengan hukum, baik di luar Negri maupun di Indonesia. Ini akibat ada
beberapa kesalahan yang di lakukan di dunia medis, sedangkan bidang hukum di kaitkan karana di
perlukanya sebuah perlindungan hukum bagi orang-orang yang terlanggar hak-haknya baik pasien
maupun dokter yang menangani atau mengambil tindakan medis. Semua ini tidak terlepas perlunya
perlindungan hukum bagi setiap manusia yang berhubungan dengan dunia kedokteran atau dunia
medis, khususnya untuk menjamin hak pasien yang sering kali menjadi permasalahan

Sepertihalnya kasus yang ada di Jakarta pada tahun 2009, Putri pasangan Gunawan dan Suheni warga
Jalan Perum Pucung Baru Blok D2 No.6 Kecamatan Kota Baru, Cikampek ini terbaring ditempat tidur
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Menurut cerita orang tuanya yang juga karyawan Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo atau RSCM, Nina masuk ke rumah sakit pada tanggal 15 Februari 2009 lalu karena
mengeluh tak bisa buang air besar. Setelah sampai di rumah sakit, dokter langsung memberikan obat
untuk memperlancar buang air 2 besarnya. Namun karena tak kunjung sembuh, dokter kemudian
menebak sakit Nina kemungkinan karena menderita apendik atau usus buntu. Nina pun langsung
dibedah dibagian ulu hati hingga dibawah puser, tapi anehnya, dokter yang menangani pembedahan
tidak memberitahukan atau tidak minta ijin terlebih dahulu kepada orangtuanya, sebagai prosedur yang
harus ditempuh dokter bila ingin melakukan tindakan operasi atau pembedahan. Ternyata setelah
dibedah, dugaan bahwa Nina menderita usus buntu tidak terbukti. Dokter lalu membuat kesimpulan
berdasarkan diagnosa, Nina menderita kebocoran kandung kemih. Nina kemudian dioperasi tapi juga
tidak memberitahukan orangtuanya. Bekasbekas operasi itu terlihat di perut Nina yang dijahit hingga 10
jahitan lebih. Kedua orang tua Nina hanya bisa pasrah dan minta pertanggung jawaban pihak Rumah
Sakit RSCM atas kesehatan anaknya. Ayah Nina yang juga bekerja di RSCM ini akan mengadukan
kasusnya ke Menteri Kesehatan dan siap dipecat dari pekerjaannya.1 Dari kasus di atas maka salah satu
dari pentinganya perlindungan hukum atau peraturan-peraturan yang mengatur sanksi yang mengatur
tentang kesalahan pada dokter atau mendeklarasi undang-undang yang baru untuk melindungi
kepentingan pasien disamping mengembangkan kualitas profesi kedokteran atau tenaga kesehatan.
Keserasian antara kepentingan pasien dan kepetingan tenaga kesehatan, merupakan salah satu
penunjang keberhasilan pembangunan sistemkesehatan. Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap
kepentingankepentingan harus diutamakan. Di satu pihak pasien menaruh kepercayaan terhadap
kemampuan profesional tenaga kesehatan. Di lain pihak karena adanya kepercayaan tersebut
seyogyanya tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan menurut standar profesi dan
berpegang teguh pada kerahasian profesi, kedudukan dokter selama ini di anggap lebih ”tinggi” dari
pasien disebabkan keawaman pasien terhadap profesi kedokteran. Pasien sering kali menerima saja
perlakuan dokter sehingga sulit untuk menilai secara cermat pelayanan dokter. Dengan demakin sesuai
berkembanganya masyarakat hubungan tersebut secara perlahan-lahan mengalami perubahan.
Kepercayaan kepada dokter secara pribadi berubah menjadi kepercayaan terhadap keampuan ilmu
kedokteran dan teknologinya. Agar dapat menanggulangi masalah secara proposional dan pencegahan
kelalaian profesi atau apa yang dinamakan dengan malpraktek di bidang kedokteran, perlu juga
dimengerti tentang hak dan kwajiban pasien. Pengetahuan hak dan kwajiban pasien di harapkan akan
meningkatkan kualitas sikap dan tindakan yang cermat dan hati-hati terhadap keselamatan pasien.
Setiap dokter yang memberikan pelayanan kepada pasien tentu mengetahui segala penderitaan yang
dialami pasiennya. Penderitaan yang dialami pasien dapat diakibatkan oleh penyakit yang di deritanya
atau kecelakaan yang dialaminya.
Pesatnya perkembangan ilmu kedokteran dan teknologi serta membaiknya keadaan sosial ekonomi
dan pendidikan saat ini, mengakibatkan perubahan sistem penilaian masyarakat yang menuntut
pelayanan kesehatan yang bermutu. Salah satu parameter untuk menentukan mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit adalah data atau informasi dari rekam medis yang baik dan lengkap. Indikator
mutu rekam medis yang baik adalah kelengkapan isi, akurat, tepat waktu, dan pemenuhan persyaratan
aspek hukum. Salah satu aspek yang berperan dalam menentukan kualitas rekam medis adalah petugas
rekam medis. Petugas rekam medis diharuskan mampu melakukan tugas dalam memberikan pelayanan
rekam medis dan informasi kesehatan yang bermutu tinggi dengan memperhatikan beberapa
kompetensi berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 377/Menkes/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan. Kompetensi pertama dari seorang
petugas rekam medis adalah klasifikasi dan kode klasifikasi penyakit.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas selanjutnya dapat disusun suatu rumusan
masalah. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pertanggungjawaban dokter terhadap pelanggaran Informed Consent dalam persepektif


hukum pidana ?

2. Bagaimana pertanggungjawaban dokter terhadap pelanggaran Informed Consent dalam persepektif


hukum perdata ?

3. Bagaimana pertanggungjawaban dokter terhadap pelanggaran Informed Consent dalam persepetif


kode etik profesi ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai memlalui penelitin ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis Pertanggungjawaban dokter terhadap pelanggaran informed


consent dalam persepektif hukum Pidana ?

2. Untuk mengetahui dan menganalisis Pertanggungjawaban dokter terhadap pelanggaran informed


consent dalam persepektif hukum Perdata?
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban dokter terhadap pelanggaran Informed
Consent dalam Persepektif kode etik profesi ?

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk kepentingan akademis Penelitian ini berguna sebagai pengembangan ilmu dan dapat
memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai perkembangan jenis-jenis tindak
kejahatan yang berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi. Serta sebagai pengembangan
bacaan bagi pendidikan hukum.

2. Untuk kepentingan tenaga medis. Untuk memberikan pemahaman terutama pada keseluruhan
tenaga medis yang stiap harinya berhubungan langsung dengan pasien terutama dokter bahwa ada hak
mendasar yang perlu diketahui oleh pasien yaitu penjelasan dari tindakan medis yang akan diberikan
dokter kepada dirinya, sehingga ini menjadi perhatian khusus bagi tenaga medis ataupun dokter.

3. Untuk Kepentingan Masyarakat Untuk memberikan pemahaman yang mendalam bahwa hubungan
antara dokter dengan pasien dapat terjadi secara dinamis dan juga terdapat perlindungan hukum bagi
para pasien serta memberikan pemahaman bahwa pasienpun mempunyai hak dan kewajiban yang
mendasar selaku penikmat jasa pelayanan medis yang diberikan oleh dokter.

4. Untuk kepentingan Penulis Penelitian ini sangat berguna bagi penulis dalam rangka untuk meraih
kelulusan dan untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Selain itu juga tulisan ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan penalaran, keluasan wawasan serta kemampuan pemahaman penulis
tentang penerapan hukum ketika ada hak-hak yang terabaikan, dalam hal ini pertanggungjawabanlah
yang harus diutamakan jika terjadi suatu pelanggaran.

E. Metode Penelitian

E.1 Pendekatan hukum

Metode yang digunakan peneliti adalah dengan melakukan pendekatan secara yuridis normatif yaitu
pendekataan yang digunakan dengan cara menelaah permasalahaan yang dikorelasikan dengan bahan
hukum atau peraturan perundang-undangan yang bersifat doktrin. Sehingga penulis dituntut untuk
melihat hukum sebagai norma yang ada dimasyarakat, mengumpulkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dihubungkan 10 dengan kenyataan yang ada didalam lapangan kemudian dianalisis dengan
membandingkan antara tuntutan dan nilai-nilai yang ada pada peraturan perundang-undangan

E.2 Jenis Bahan Hukum

1. Bahan Hukum Primer, Yakni bahan hukum utama atas penelitian ini yang merupakan suatu perangkat
hukum positif dan mengikat, yaitu undangundang nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran
serta beberapa peraturan yang terkait dengan penulisan hukum ini, diantaranya: KUHP (Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana), KUHPer (Kitab UndangUndang Hukum Perdata), Undang-Undang No 36 tahun
2006 tentang Kesehatan, PerMenKes No 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik, SKB IDI
No. 319 tahun 1988 tentang informed consent. 2. Bahan Hukum Sekunder, Yaitu bahan yang diperoleh
dan memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yang terkait dengan hasil karya hukum
lainya atau ayang diperoleh dari buku-buku, teks, artikel, internet, tesis, buletin yang terkait dengan
hubungan hukum Informed Consent antara dokter dengan pasien. 3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan
buku yang memberikan penjelasan atau keterangan terhadap bahan hukum skunder, seperti kamus
hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.

E.3 Teknik Pengumpulan

Bahan Hukum Pada penulisan ini yang digunakan adalah studi kepustakaan (lebrary research) yaitu
pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan
secara luas dan dan dibutuhkan dalam penelitian hukum. Normatif adalah penulisan yang didasarkan
dari data-data yang dijadikan obyek penelitian seperti: buku-buku, pustaka, majalah, artikel-artikel, surat
kabar, internet, buletin tentang segala permasalahan ysng sesuai dengan skripsi ini akan disusun dan
dianalisa untuk dikelola lebih lanjut.

E.4 Analisa Bahan

Hukum Teknik analisa yang digunakan dalam menyusun penulisan hukum ini adalah menggunakan alisis
normatif yakni menggunakan analisa isi (conten analysis) yaitu analisa mendalam dan kritis terhadap
aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan judul yang diangkat, maupun dari literaturliteratur serta
data fakta yang diperoleh sehingga penulisan hukum ini terarah sesuai dengan tujuan studi analisis yang
dimaksud. Untuk memperoleh hasil akhir yang diinginkan maka data-data yang terkumpul (data skunder
dan data primer), dianalisis secara deskriptif analisis, yaitu menguraikan dan menggambarkan segala
informasi mengenai bentuk-bentuk penyimpangan yang mungkin saja dilakukan oleh para pihak yang
terlibat dalam hubunganya dokter dengan pasien.
F. Sistematika Penulisan

BAB I. Pendahuluan

Didalam BAB I ini saya akan memaparkan atau menguraikan tentang Latar belakan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II. Pembahasan

Didalam BAB II ini saya akan menguraikan tentang, 2.1 REKAM MEDIS. pengertian rekam medis,
kegunaan sistem rekam medis, fungsi rekam medis, manfaat rekam medis. 2.2 REKAM MEDIS
ELEKTRONIK. Pengertian pengertian rekam medis elektronik, kelebihan dan kekurangan rekam medis
elektronik, aspek hukum rekam medis elektronik.

BAB III. Penutup

Didalam BAB IV ini saya akan menyajikan tentang kesimpulan dan saran-saran yang berkaitang dengan
permasalahan yang telah dipaparkan dari hasil pada bab-bab sebelumnya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Rekam Medis

a. Pengertian Rekam

Medis Rekam medis diartikan sebagai keterangan baik yang tertulis maupun terekam, dan memuat
informasi yang cukup dan akurat tentang identitas pasien, anamnesis, pemeriksaan, penentuan fisik,
perjalanan penyakit, laboratorium, diagnosis, segala pelayanan dan tindakan medis serta proses
pengobatan yang diberikan kepada pasien, dan dokumentasi hasil pelayanan baik yang dirawat inap,
rawat jalan, maupun pelayanan rawat darurat di suatu sarana pelayanan kesehatan, dengan demikian
rekam medis merupakan bukti tentang proses pelayanan medis kepada pasien.

Rekam medis adalah berkas atau dokumen yang berisi catatan tentang identitas pasien, hasil diagnosa,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Pasal 46 ayat (1) UU
Praktik Kedokteran).

Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, hasil diagnosa, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan, yang diperbaharui dengan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008,
tentang Rekam Medis menyatakan rekam Medis adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang
pasien yang berisi identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana pelayanan
kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap baik dikelola pemerintah maupun swasta (Permenkes, Nomor
749a/Menkes/Per/XII/1989).

Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan perbedaan yaitu Permenkes hanya menekankan
pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik Kedokteran tidak. Ini menunjukkan
pengaturan rekam medis pada UU Praktik Kedokteran lebih luas, berlaku baik untuk sarana kesehatan
maupun di luar sarana kesehatan.

Pengertian rekam medis adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana, dan
bagaimana pelayanan yang diberikan kepada pasien 10 selama masa perawatan, yang memuat
pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperoleh serta memuat informasi yang cukup untuk
mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis, dan pengobatan serta merekam hasilnya (Huffman,
1994).

b. Kegunaan Sistem Rekam Medis

Kegunaan system rekam medis secara umum menurut Departemen Kesehatan RI Direktorat
Jenderal pelayanan medik (1997) adalah :

1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga ajli lainnya yang ikut ambik bagian didalam
memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan, kepada pasien.

2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada pasien.

3. sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelauyanan., perkembangan penyakit dan pengobatan
selama pasien berkunjung / dirawat di Rumah Sakit atau Puskesmas.

4. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi, terhadap kualitas pelayanan
yang diberikan kepada pasien.

5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, Rumah Sakit atau puskesmas maupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya.

6. Menyediakan data-data khusus yang berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.

7. Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran medik pasien.

8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumntasikan, serta sebagai bahan pertanggungan jawaban
dan laporan.

c. Tujuan Rekam Medis

Tujuan rekam medis berdasarkan terdiri dari beberapa aspek diantaranya aspek administrasi,
legal, finansial, riset, edukasi dan dokumentasi, yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Aspek administrasi 11 Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi karena isinya
menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedis
dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
2) Aspek Medis Suatu berkas rekam Medis mempunyai nilai Medis, karena catatan tersebut
dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan /perawatan yang harus diberikan seorang
pasien.

3) Aspek Hukum Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah
adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta
penyediaan bahan bukti untuk menegakkan keadilan.

4) Aspek keuangan Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang karena isinya menyangkut data dan
informasi yang dapat digunakan dalam menghitung biaya pengobatan/tindakan dan perawatan.

5) Aspek penelitian Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut
data/informasi yang dapat dipergunakan dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan.

6) Aspek pendidikan Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut
data/informasi tentang perkembangan/ kronologis dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan
kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan/referensi pengajaran di bidang
profesi kesehatan.

7) Aspek dokumentasi Suatu berkas reka medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya
menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung
jawaban dan laporan sarana pelayanan kesehatan (Hatta, 1985).

d. Fungsi Rekam Medis

Fungsi rekam medis dijelaskan berdasarkan tujuan rekam Medis diatas, yang dijelaskan sebagai
berikut, yaitu sebagai:

1) Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.

2) Bahan pembuktian dalam perkara umum

3) Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan.

4) Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.

5) Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

e. Manfaat Rekam Medis


Manfaat rekam medis adalah sebagai berikut:

1) Pengobatan. Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan
menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus
diberikan kepada pasien

2) Peningkatan Kualitas Pelayanan. Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran
dengan jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan
untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.

3) Pendidikan dan Penelitian. Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis
penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi bagi
perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.

4) Pembiayaan Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan pembiayaan
dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat dipakai sebagai bukti
pembiayaan kepada pasien

5) Statistik Kesehatan Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya
untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah penderita
pada penyakit- penyakit tertentu

6) Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama,
sehingga bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik (Permenkes,
269/MenKes/Per/III/2008).

2.2 Rekam Medis Elektronik

a. Pengertian Rekam Medis Elektronik

Rekam Kesehatan Elektronik adalah rekam medik seumur hidup (tergantung penyedia layanannya)
pasien dalam format elektronik, dan bisa diakses dengan komputer dari suatu jaringan dengan tujuan
utama menyediakan atau meningkatkan perawatan serta pelayanan kesehatan yang efisien dan
terpadu. RKE menjadi kunci utama strategi terpadu pelayanan kesehatan di berbagai rumah sakit.

Rekam medik elektronik (rekam medik berbasis-komputer) adalah gudang penyimpanan informasi
secara elektronik mengenai data pasien, status kesehatan dan layanan kesehatan yang diperoleh pasien
sepanjang hidupnya, tersimpan sedemikian hingga dapat melayani berbagai pengguna rekam medik
yang sah. Dalam rekam kesehatan elektronik juga harus mencakup mengenai data personal, demografis,
sosial, klinis dan berbagai event klinis selama proses pelayanan dari berbagai sumber data (multi media)
dan memiliki fungsi secara aktif memberikan dukungan bagi pengambilan keputusan medik (Shortliffe,
2001).

b. Kelebihan dan Kekurangan Rekam Medis Elektronik

1) Kelebihan

a) Tingkat kerahasiaan dan keamanan dokumen elektronik semakin tinggi dan aman. Salah satu bentuk
pengamanan yang umum adalah RME dapat dilindungi dengan sandi sehingga hanya orang tertentu
yang dapat membuka berkas asli atau salinannya yang diberikan pada pasien, ini membuat
keamanannya lebih terjamin dibandingkan dengan rekam medik konvensional.

b) Penyalinan atau pencetakan RME juga dapat dibatasi, seperti yang telah dilakukan pada berkas
multimedia (lagu atau video) yang dilindungi hak cipta, sehingga hanya orang tertentu yang telah
ditentukan yang dapat menyalin atau mencetaknya.

c) RME memiliki tingkat keamanan lebih tinggi dalam mencegah kehilangan atau kerusakan dokumen
elektronik, karena dokumen elektronik jauh lebih mudah dilakukan ‘back-up’ dibandingkan dokumen
konvensional.

d) RME memiliki kemampuan lebih tinggi dari hal-hal yang telah ditentukan oleh Permenkes Nomor 269
Tahun 2008, misalnya penyimpanan rekam medik sekurangnya 5 tahun dari tanggal pasien berobat
(pasal 7), rekam medik elektronik dapat disimpan selama puluhan tahun dalam bentuk media
penyimpanan cakram padat (CD/DVD) dengan tempat penyimpanan yang lebih ringkas dari rekam
medik konvensional yang membutuhkan banyak tempat & perawatan khusus.

e) Kebutuhan penggunaan rekam medik untuk penelitian, pendidikan, penghitungan statistik, dan
pembayaran biaya pelayanan kesehatan lebih mudah dilakukan dengan RME karena isi RME dapat
dengan mudah diintegrasikan dengan program atau software sistem informasi rumah sakit atau klinik
atau praktik tanpa mengabaikan aspek kerahasiaan. Hal ini tidak mudah dilakukan dengan rekam medik
konvensional.

f) RME memudahkan penelusuran dan pengiriman informasi dan membuat penyimpanan lebih ringkas.
Dengan demikian, data dapat ditampilkan dengan cepat sesuai kebutuhan.
g) RME dapat menyimpan data dengan kapasitas yang besar, sehingga dokter dan staf medik
mengetahui rekam jejak dari kondisi pasien berupa riwayat kesehatan sebelumnya, tekanan darah, obat
yang telah diminum dan tindakan sebelumnya sehingga tindakan lanjutan dapat dilakukan dengan tepat
dan berpotensi menghindari medical error.

h) UU ITE juga telah mengatur bahwa dokumen elektronik (termasuk RME) sah untuk digunakan sebagai
bahan pembuktian dalam perkara hukum.

2) Kekurangan

a) Membutuhkan investasi awal yang lebih besar daripada rekam medik kertas, untuk perangkat keras,
perangkat lunak dan biaya penunjang (seperti listrik).

b) Waktu yang diperlukan oleh key person dan dokter untuk mempelajari sistem dan merancang ulang
alur kerja. 15

c) Konversi rekam medik kertas ke rekam medik elektronik membutuhkan waktu, sumber daya, tekad
dan kepemimpinan.

d) Risiko kegagalan sistem komputer.

e) Masalah keterbatasan kemampuan penggunaan komputer dari penggunanya.

f) Sulit memenuhi kebutuhan yang beragam Dasar Hukum

c. Aspek Hukum Rekam Medis Elektronik

Pemanfaatan komputer sebagai media pembuat dan penyalur informasi medis yang merupakan upaya
yang dapat mempercepat dan mempertajam bergeraknya informasi medis untuk kepentingan ketepatan
tindakan medis. Dasar hukum pelaksanaan rekam medik elektronik disamping peraturan
perundangundangan yang mengatur mengenai rekam medik, lebih khusus lagi diatur dalam Permenkes
Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis pasal 2:

1) Rekam Medik harus dibuat secara tertulis lengkap, dan jelas atau secara elektronik,

2) Penyelenggaraan rekam medik dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih
lanjut dengan peraturan tersendiri.
Selama ini rekam medik mengacu pada Pasal 46 dan Pasal 47 UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran dan Permenkes Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medik, sebagai
pengganti dari Permenkes Nomor 749a/Menkes/PER/XII/1989.

Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 sebenarnya telah diundangkan saat RME sudah banyak
digunakan di luar negeri, namun belum mengatur mengenai RME. Begitu pula Permenkes Nomor
269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medik belum sepenuhnya mengatur mengenai RME. Hanya
pada Bab II pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa “Rekam medik harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas
atau secara elektronik”. Secara tersirat pada ayat tersebut memberikan ijin kepada sarana pelayanan
kesehatan membuat rekam medik secara elektronik (RME). Sehingga sesuai dengan dasar-dasar di atas
maka membuat catatan rekam medik pasien adalah kewajiban setiap dokter dan dokter gigi yang
melakukan pemeriksaan kepada pasien baik dicatat secara manual maupun secara elektronik.

Dengan adanya Undang Undang baru tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada tahun 2008
ternyata juga membantu untuk perkembangan RME di Indonesia sendiri, selain Undang Undang ITE itu
sendiri, berbagai peraturan dan Undang Undang yang sudah dibuat sangat membantu dalam
pengelolaan RME itu sendiri, seperti dalam pasal 13 ayat (1) huruf b Permenkes Nomor 269 tahun 2008
tentang pemanfaatan rekam medik “sebagai alat bukti hukum dalam proses penegakan hukum, disiplin
kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi”. Karena
rekam medik merupakan dokumen hukum, maka keamanan berkas sangatlah penting untuk menjaga
keotentikan data baik Rekam Kesehatan Konvensional maupun Rekam Medik Elektronik (RME).

Sejak dikeluarkannya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun
2008 telah memberikan jawaban atas keraguan yang ada. UU ITE telah memberikan peluang untuk
implementasi RME.

RME juga merupakan alat bukti hukum yang sah. Hal tersebut juga ditunjang dengan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam pasal 5 dan 6 yaitu: Pasal 5:

a) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti
hukum yang sah.

b) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di
Indonesia.
c) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem
elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. Pasal 6: Dalam hal
terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu
informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dianggap
sah sepanjang informasi yang 17 tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kewajiban dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan berupa promotif, kuratif, preventif dan
rehabilitatif berdasarkan ukuran atau standar yang diwajibkan bagi profesi kedokteran. Kewajiban ini
diatur dalam Pasal 51 huruf a UU Praktik Kedokteran berupa kewajiban mematuhi standar profesi dan
standar operasional prosedur. Kewajiban dokter dalam standar profesi untuk melaksanakan profesi
harus mempunyai kewenangan, kemampuan rata-rata, berbuat secara teliti, sesuai ukuran ilmu medis,
situasi dan kondisi yang sama dan sarana upaya sebanding dengan tujuan konkrit tindakan. Kewajiban
dokter terdapat dalam standar operasional prosedur berupa langkah-langkah baku yang dilakukan
dokter. Selain itu, sebagai tenaga kesehatan dokter juga mempunyai kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, kewajiban teman sejawat dan kewajiban terhadap diri sendiri sebagaimana diatur
dalam Kode Etik Kedokteran.

2. Kesalahan dokter dalam malapraktik pada waktu memberikan pelayanan kesehatan berupa
kesengajaan tidak melakukan dan lalai melakukan kewajiban dalam standar profesi dan standar
operasional prosedur. Kesengajaan dilakukan dokter yaitu dokter menghendaki dan mengetahui bahwa
bila tidak dilaksanakan kewajiban atau salah satu kewajiban dalam kedua standar yang wajib
dilaksanakannya itu akan menimbulkan akibat yang dilarang dalam undang-undang pidana berupa mati
dan lukanya pasien. Kelalaian dokter berarti dokter tidak menggunakan pikirannya dengan baik padahal
dia pikirannya itu harus dipergunakannya dan bila tidak dipergunakan dalam melaksanakan kewajiban
dalam standar profesi dan standar operasional prosedur sehingga timbul akibat yang dilarang dalam
undang-undang pidana berupa mati atau lukanya pasien. Kesalahan dokter dalam standar operasional
prosedur yaitu sengaja tidak memenuhi atau lalai memenuhi seperangkat instruksi atau langkah-langkah
yang dibakukan untuk menyelesaikan kerja rutin tertentu.

3. Pertanggungjawaban pidana dokter yang melakukan tindak pidana yang dikatakan malapraktik pada
saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berdasarkan asas kesalahan. Kesalahan dokter
ditentukan setelah dokter terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
Pertanggungjawaban pidana dokter yaitu dokter mempunyai kemampuan bertanggung jawab karena
dokter menginsyafi sifat melawan hukumnya perbuatannya pada saat memberikan pelayanan kesehatan
dan mampu menentukan kehendaknya. Juga dokter melakukan perbuatannya terdapat kesalahan
berupa kesengajaan tidak membuat rekam medis dan kelalaian memenuhi standar profesi dan SOP
sehingga mengakibatkan pasien mati atau mati. Dokter dalam memberikan pelayaan kesehatan tidak
memenuhi perlindungan hukum dalam Pasal 50 huruf a dan b UU Praktik Kedokteran karena dalam
melaksanakan tugas tidak sesuai dengan standar profesi dan SOP serta tidak terpenuhi alasan
penghapus pidana dalam dan di luar UU.

B. Saran

1. Sebaiknya kesalahan dokter yang sengaja tidak memenuhi kewajiban dalam standar profesi dan
standar operasional prosedur ataupun yang lalai memenuhi kedua standar tersebut yang
mengakibatkan kematian atau luka-luka pada pasien dijadikan sebagai tindak pidana dalam UU Praktik
Kedokteran.

2. Pengadilan dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus malapraktik dokter seharusnya melihat
kesalahan kesengajaan dan kelalaian dokter saat melaksanakan pelayanan kesehatan sebagaimana yang
terdapat dalam kewajiban dokter dalam Pasal 51 huruf a UU Praktik Kedokteran, sehingga terlihat
kesalahan profesi dokter.

3. Rumah Sakit dan sarana pelayanan kesehatan hendaknya segera membuat Standar Operasional
Prosedur berdasarkan konsesus bersama yang didasarkan pada standar profesi dokter dan kondisi
rumah sakit dan berbagai kegiatan serta fungsi pelayanan sarana pelayanan kesehatan. SOP akan
memberikan langkah-langkah terbaik yang dapat dilakukan dokter untuk menyelesaikan suatu proses
kerja rutin tertentu sehingga tidak merugikan pasien. Ikatan Dokter Indonesia sebagai organisasi profesi
sesuai dengan amanat Penjelasan Pasal 50 UU Praktik Kedokteran hendaknya segera membuat standar
profesi kedokteran yang didalamnya berisikan batasan kemampuan (knowledge, skill and professional
attitude) minimal yang harus dikuasai dokter dalam menjalankan profesinya yaitu praktik kedokteran.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH


MAKALAH
PERKEMBANGAN KEDOKTERAN
DI INDONESIA

NAMA: giska pratiwi s hardjono


NIM : 202228075
Ilmu alamiah dasar

Anda mungkin juga menyukai