Anda di halaman 1dari 25

Skenario 3

MEMBUKA REKAM MEDIS BERAKHIR DI PENGADILAN

Seorang perempuan datang ke klinik meminta Salinan rekam medis suaminya dengan
alasan untuk keperluan claim asuransi, pihak klinik memberikan Salinan rekam
medis. Dua bulan setelah penyerahan Salinan rekam medis, klinik tersebut didatangi
kuasa hukum pasien untuk menuntut secara pidana maupun perdata, karena telah
dianggap membuka rahasia medis pasien tersebut.

Step 1

1. Rekam medis : berkas yang berisi catatan, identitas pasien, pemeriksaan,


pengobatan, tindakan dan pelayanan yang telah diberikan kepada pasien.
2. Pidana : suatu peraturan yang berisi aturan hukuman pelanggaran
terhadap kepentingan umum
3. Perdata : ketentuan hak dan kewajiban individu dalam masyarakat yang
bersifat privasi dan mengatur hubungan antar masyarakat.

Step 2

1. Apa fungsi, isi dan manfaat dari rekam medis?


2. Kapan rekam medis dapat dibuka dan diberikan?
3. Apa saja dasar hukum dan sanksi yang diberikan pada klinik?
4. Siapa saja yang dapat memiliki Rekam medis?

Step 3

1. Fungsi, isi dan manfaat rekam medis


a. Isi rekam medis menurut Permenkes RI no.269 th 2008
- Identitas pasien
- Tanggal dan waktu
- Hasil anamnesis
- Riwayat penyakit
- Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
- Diagnosis
- Penatalaksanaan
- Catatan persetujuan
- Catatan observasi
- Ringkasan pulang
- Nama, tandatangan dokter atau dokter gigi yang menangani
- Pemeriksaan ondotogram untuk pasien gigi
b. Fungsi rekam medis
- Penelitian dan pendidikan
- Pengobatan pasien
- Pembiayaan
- Statistic kesehatan
- Pembuktian masalah hukum
- Disiplin, etik
c. Jenis – jenis rekam medis
- Rekam medis rawat inap
- Rekam medis rawat jalan
- Rekam medis gawat darurat
2. Rekam medis dibuka dan diberikan pada saat
Menurut Permenkes RI no.269 th.2008
- Dibuka diruang hukum
- Memenuhi kebutuhan pasien
- Kepentingan kesehatan pasien
- Penegakan hukum
- Penelitian dan pendidikan
3. Dasar hukum rekam medis
- Sanksi Perpu KUHP pasal 322 ayat 1 dan 2
- Peraturan KKI no.16/ KKI/ PER/ 7/ 2006 tentang sanksi disiplin
- UU RI no.29 th.2004 ttg rekam medis
- Pasal 365 KUHP perdata
4. Kepemilikan Rekam medis
Menurut Permenkes RI no.269 Pasal 12 th 2008
- Sarana pelayanan kesehatan
- Isi rekam medis milik pasien
- Ringkasan medis dapat diberikan, dicatat, dicopy oleh pasien/ orang lain
yang diberikan wewenang atas persetujuan tertulis pasien/ keluarga pasien.

Step 4

1. Fungsi, isi dan manfaat rekam medis


a. Fungsi
- Penelitian dan pendidikan, untuk mengetahui perjalan penyakit
- Pengobatan, dapat mengetahui riwayat pengobatan
- Statistic kesehatan, untuk mengetahui berapa banyak orang yang terkena
penyakit yang sama
- Pembiayaan, untuk menentukan jumlah yang harus dibayar
- Barang bukti, penegakan hukum
b. Perbedaan rekam medis tertulis dan elektronik
- Rekam medis tertulis: jika ada kesalahan penulisan dalam rekam medis,
maka boleh dicoret dan disebelahnya dibubuhi paraf dan nama
dokternya
- Rekam medis elektronik: untuk tandatangan menggunakan NIP.
2. Rekam medis dapat dibuka dan diberikan pada saat:
- Saat dipengadilan
- Harus dilakukan secara tertulis
- Untuk kepentingan pengadilan
3. Dasar hukum pelanggaran pembukaan rekam medis
- Barangsiapa yang membuka rekam medis dihukum selama 9 bulan dan
denda sebesar Rp.600.000
- Sanksi moral : dihukum oleh majelis yang mengatur
- Sanksi disiplin: dihukum oleh MKDK
- UU RI no.29 thn.2004 : dengan kurungan penjara selama 1 tahun dan denda
Rp.50.000.000,-

MIND MAP

DEFINISI

FUNGSI & REKAM


MANFAAT JENIS & ISI
MEDIS

DASAR
HUKUM

Step 5

1. Permasalahan dari pelanggaran Rekam medis

Step 6

Belajar mandiri
Step 7

1. Permasalahan 1

Gambar 1.1 Kasus Rekam Medis.1


a. Pendapat kami tentang kasus ini yaitu jika memang bena pihak Rumah Sakit
atau Dokter yang menangani kasus tersebut melakukan kesalahan/malpraktik
maka dapat dituntut sesuai dengan UU Nomer 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, yang berisi :
1) Pasal 66 ayat (1)”Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya
dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan
praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.1
2) Pasal 67 “Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang
berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi”.1
3) Pasal 68 “Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika,
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan
pengaduan pada organisasi profesi”.1
4) Pasal 69
(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.1
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa
dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.1
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
a) pemberian peringatan tertulis
b) rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin
praktik; dan/atau
c) kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.1
b. Kemudian menurut pendapat kami pihak Rumah Sakit atau Dokter yang
menangani ada benarnya juga karena tidak mau memberikan Rekam Medis
kepada keluarga pasien, meskipun pihak dari keluarga pasien juga sudah
meminta Rekam Medis tersebut berkali-kali. Karena sudah diatur di dalam :
1) Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 16
“Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal
dunia”.1

2) PERMENKES RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Pasal 10 ayat 1

”Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat


pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga
kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu,
petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan”.1

2. Permasalahan 2

gambar
gambar
Dasar hukum yang berkaitan dengan kasus tersebut adalah:

1) Permenkes No 269 tahun 2008 (pasal 10 ayat 2):


Tentang informasi identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal:
a) Untuk kepentingan kesehatan pasien
b) Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegak
hukum atas perintah pengadilan
c) Permintaan / persetujuan pasien
d) Permintaan institusi/ lembaga berdasar ketentuan per UU
e) Untuk kepentingan pendidikan dan penelitian

2) Bab I Permenkes No 36 tahun 2012 (pasal 4)


Tentang kewajiban umum rumah sakit (etika rumah sakit)
a) Rumah sakit harus memelihara semua catatan / arsip baik medik/ non
baik secara baik
b) Rumah sakit wajib menjaga dan melindungi kerahasiaan kedokteran,
pasien dalam catatan dan rekam medis serta keterangan-keterangan non
medik

3) UU No 29 tahun 20104 Pasal 48


Tentang praktik kedokteran. Pada paragraf ke 4 mengenai rahasia
kedokteran dinyatakan bahwa “setiap dokter/dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran wajin menyimpan rahasia kedokteran.
Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk:
a) Kepentingan kesehatan pasien
b) Memenuhi permintaan aparatur penegak hukumdalam rangka penegakkan
hukum
c) Permintaan pasien/ berdasar ketentuan per undang-undangan
4) Pasal 322 KUHP
Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang ia wajib
menyimpanya oleh karena jabatan/ pekerjaa, baik yang sekarang maupun
yang dulu, dihukum dengan hukuman penajara selama 9 bulan / dengan
maksimal enam ratus ribu rupiah.

3. Permasalahan 3

Kematian Maftuh Fauzi, mahasiswa Akademi Bahasa Asing, Universitas


Nasional (Unas), angkatan 2003, menimbulkan kontroversi. Maftuh adalah satu
dari 31 mahasiswa Unas yang ditahan di Polres Jakarta Selatan pascabentrokan
antara mahasiswa dan polisi dalam aksi unjuk rasa di Kampus Unas, Jakarta
Selatan, beberapa waktu lalu. Dalam bentrokan itu Maftuh mengalami luka di
kepala bagian belakang. Ia sempat dirawat di RS UKI dan RS Pusat Pertamina
sebelum menghembuskan nafas terakhir. Berikut kronologis kasus Maftuh versi
Tim Dokter RSPP-UKI-UNAS yang diperoleh Kompas, Sabtu (21/6).

1. Tanggal 14 Mei 2008, Maftuh dirawat di Medical Centre Depok dengan


suspek Typhoid (Tiphus-red).
2. Tanggal 24 Mei-2 Juni 2008, kejadian di UNAS dan penahanan di Polres
Jakarta Selatan. Saat itu terdapat luka robek di kepala belakang kiri seluas 5
mm x 2 mm. Dilakukan 1 (satu) jahitan.
3. Tanggal 10 Juni 2008, berobat ke RS. Pasar Rebo dengan Chepalgia dan
riwayat Epilepsi serta batuk-batuk (TBC). Dilakukan Brain CT Scanning
dengan hasil: tidak didapatkan kelainan pada tulang kepala maupun jaringan
otak. Dikarenakan tidak tersedia kamar rawat inap, Maftuh dialihkan
perawatan ke RS UKI.
4. Tanggal 10 Juni, Maftuh dirawat di RS UKI. Pada pemeriksaan Thorak
ditemukan TBC paru-paru, selama dirawat di RS UKI sampai tanggal 16 Juni
2008 keadaan umum semakin menurun. Disarankan untuk melakukan
pemeriksaan MRI tetapi menolak.
5. Tanggal 16 Juni, Maftuh mengalami gaduh gelisah dan berteriak-teriak di
RS.UKI.
6. Tanggal 17 Juni, dilakukan pemeriksaan HIV dengan hasil reaktif, kemudian
keluarga meminta pulang paksa kemudian pindah ke RSPP.
7. Tanggal 17 Juni 2008, pukul 22.50 WIB, Maftuh sampai di UGD RSPP.
8. Tanggal 18 Juni 2008, pukul 00.01 WIB kemudian dirawat di ICU RSPP.
Pada pemeriksaan di ICU didapatkan tekanan darah 134/74 Mm.Hg, nadi 103
per menit, RR 20 kali per menit. Ditemukan luka lecet yang sudah mengering
di belakang kepala. Hasil pemeriksaaan laboratorium: Leukosit 12,24 ribu/uL,
Thrombocyt 115 ribu/uL. Pukul 09.00 WIB pernafasan makin sesak sehingga
dilakukan intubasi dan pernafasan dibantu dengan respirator. Dilakukan Brain
CT Scan, hasil tidak tampak kelainan morfologi cerebral/intracranial dan
struktur tulang tidak menunjukkan kelainan. Thorax Foto: Infiltrat sentral paru
kanan dan kiri.
9. Tanggal 19 Juni 2008, polisi datang meminta keterangan medis tetapi datang
tanpa membawa surat keterangan, tetapi kemudian diusulkan siangnya, tidak
dijawab pihak RSPP. Keadaan semakin menurun, ditemukan tanda-tanda mati
batang otak. Pemeriksaan laboratorium: Leukosit 4,79 ribu/uL, Trombocyt 80
ribu/uL. Kepada keluarga sudah dijelaskan oleh Tim Dokter RSPP diwakili
oleh Direktur Medis yang disaksikan oleh ayah dan ibunya, Biro Rektor &
Humas UNAS bahwa pasien adalah penderita HIV. Keluarga sudah
mengetahui.
10. Tanggal 20 Juni 2008, keadaan Maftuh semakin menurun. Hasil pemeriksaan
Laboratorium: Leukosit 3,39 ribu/uL, Trombocyt 46 ribu/uL, Ureum 71,
Kreatinin 2,8, Albumin 2,0. Kemudian yang bersangkutan dinyatakan
meninggal pada pukul 11.20 WIB.
11. Tanggal 21 Juni 2008, Setelah Maftuh dinyatakan meninggal, masih banyak
wartawan berkumpul di RSPP. Direksi dan tim dokter yang merawat
melakukan keterangan pers. Mereka menjelaskan bahwa kematian Maftuh
disebabkan Cardio Respiratory Failure karena Sepsis tanpa menunjukkan file.
(Atau dengan bahasa yang sederhana, Maftuh mengalami gagal jantung
karena infeksi sistemik. -red).
12. Tanggal 21 Juni 2008, pukul 18.00 WIB sekitar 100 orang mahasiswa masuk
ke rumah sakit dan ruang unit gawat darurat (UGD) sambil berteriak-teriak
mendesak pihak rumah sakit menjelaskan penyebab kematian Maftuh. Direksi
RSPP pun menunjukkan rekam medis dan hasil foto CT Scan kepala.
Penjelasan direksi tidak diterima dan dikatakan berbohong. Mahasiswa terus
mendesak. Akhirnya, pihak rumah sakit menunjukkan hasil pemeriksaan HIV
dengan hasil reaktif. Menurut keterangan dokter, sekitar 7,5 tahun lalu Maftuh
mengaku telah berhenti memakai obat terlarang saat kuliah di Fakultas
Ekonomi, tapi satu tahun sebelum berhenti (tahun 2001), Maftuh mengaku
menggunakan obat terlarang dengan jarum suntik.

Dasar hukum:
1. KODEKI pasal 12 tentang kewajiban dokter terhadap pasien
“Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.”
2. Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 48
“Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
wajib menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran dapat dibuka
hanya untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan aparat penegak
hokum dalam rangka penegakan hokum, permintaan pasien sendiri, atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan.”
3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 36 Tahun 2012 tentang rahasia
kedokteran pasal 4
“Pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan perundang-
undangan dilakukan tanpa persrtujuan pasien dalam rangka kepentingan
penegakan etik atau disiplin, serta kepentingan umum (audit medis,
ancaman kejadian luar biasa, penelitian kesehatan, pendidikan, dan
ancaman keselamatan orang lain). Ini diberikan atas permintaan tertulis
Majelis Kehormatan Etik Profesi atau Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia.

4. Permasalahan 4

Pada akhir September sampai awal oktober 2018 kemarin, social media
sempat heboh dikarenakan Ratna Sarumpaet kabarnya 'dianiaya' oleh sejumlah
orang. Saya juga sempat melihat sendiri perdebatan antara dr. Tompi dan Fahri
Hamzah pada 2 Oktober 2018 di social media Twitter. Hal ini menjadi sorotan
karena banyak tokoh-tokoh politik membahasnya dan bahkan sampai menggelar
konferensi pers mengingat Ratna Sarumpaet merupakan anggota timses (tim
sukses) salah satu calon presiden Indonesia pada pemilu 2019 nanti. Mengutip
dari Kompas, Kadiv Humas Mabes Polri Setyo Wasisto menjelaskan, kejadian
tanggal 21 September 2018 beliau tidak menemui laporan tekait penganiayaan
terhadap Ratna Sarumpaet (logikanya kalau kita misal dianiaya orang, ya lapor
polisi kan?), Namun Kepolisian justru menerima 4 (empat) laporan warga yang
berisi desakan kepada polisi untuk melakukan penyelidikan terkait informasi itu.

Menanggapi dari foto Ratna Sarumpaet yang beredar di social media dengan
muka lebam dan memar dan juga berlatar belakang seperti di rumah sakit, polisi
kemudian melakukan pengecekan di rumah sakit di sekitar lokasi kejadian.
Namun, tidak ada satu rumah sakit pun yang menerima pasien atas nama Ratna
Sarumpaet. Polisi juga melakukan koordinasi dengan saksi-saksi di sekitar
Bandara Husein Sastranegara terkait kejadian penganiayaan terhadap Ratna
Sarumpaet. kemudian pihak bandara juga memastikan bahwa tidak ada manifest
kedatangan maupun keberangkatan penumpang atas nama Ratna Sarumpaet.

Nico mengatakan, polisi justru mendapatkan bukti akurat yang menyebutkan


Ratna Sarumpaet berada di Jakarta pada tanggal 21 September 2018. Saat itu ia
menyambangi sebuah rumah sakit kecantikan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
"Terkait adanya penganiayaan yang dilakukan di Bandara Husein Sastranegara
kami selidiki terkait hal tersebut. Tim dapatkan info bahwa yang bersangkutan
pada tanggal 21 September pukul 17.00 WIB beliau di rumah sakit Bina Estetika,
Menteng. Kami sudah bertemu pihak rumah sakit dan mengecek. Ada dua
keterangan yang diberikan itu berbeda," Nico melanjutkan, kedatangan Ratna
Sarumpaet di rumah sakit kecantikan itu tercatat dalam buku tamu pasien (buku
register) dan terekam kamera CCTV rumah sakit. Ia menambahkan, Ratna
Sarumpaet berada di rumah sakit tersebut hingga tanggal 24 September 2018.
Ratna Sarumpaet meninggalkan rumah sakit pada pukul 21.00 WIB.

Dalam kutipan Kompas tersebut tidak menyebutkan bahwa kepolisian


menerima salinan Resume Medis, namun hanya buku register dan CCTV. apa sih
Resume Medis itu? dalam PERMENKES No. 269 Tahun 2008 resume medis
(ringkasan pulang/discharge summary) merupakan salah satu isi dari rekam
medis (rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien). Menurut Gemala R. Hatta, Resume
Medis (discharge summary) merupakan ringkasan dari seluruh masa perawatan
dan pengobatan pasien sebagaimana yang telah diupayakan oleh para tenaga
kesehatan dan pihak terkait. Kemudian fungsinya untuk; menjaga kelangsungan
perawatan di kemudian hari dengan memberikan tembusannya kepada dokter
utama pasien, dokter yang merujuk dan konsultan yang membutuhkannya;
memberikan informasi untuk menunjang kegiatan komite telaahan tenaga
medis; memberikan informasi kepada pihak ketiga yang berwenang; memberikan
informasi kepada pihak pengirim pasien ke rumah sakit lain.

Mungkin terbesit dalam pikiran kita, kok boleh sih polisi mengambil resume
medis begitu saja, kan itu rahasia pasien, paling tidak harus seizin pasien dulu
kan?. Dalam PERMENKES No. 36 Tahun 2012 Bab IV pasal 5 (1) menyebutkan,
rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Jadi meskipun tanpa seizin pasien, demi menegakkan hukum sudah
sesuai dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagaimana jika ada kejadian seperti ini terjadi lagi di rumah sakit lain yang
tidak memiliki CCTV (tidak semua rumah sakit memiliki CCTV), dan buku tamu
pasien (register) setau saya adalah milik pihak internal rumah sakit, jadi tidak
diperkenankan siapapun mengetahui informasi dari buku tamu pasien (register)
tersebut. Apa yang bisa menjadikan bukti otentiknya? satu-satunya bukti otentik
yang dapat dibawa keluar dari rumah sakit adalah salinan resume medis.

5. Permasalahan 5

LANGSA - Pernyataan oknum Staf Humas Rumah Sakit Umum Daerah


(RSUD) Langsa yang bernama Fauziah, SH alias Ivo kepada beberapa awak
media pada tanggal 4 Mei 2017 kemarin menjadi sorotan dan kecaman dari
berbagai elemen masyarakat.
Agus Affandi, SH, MH Advokat dan Praktisi Hukum saat ditemui
LintasAtjeh.com, Jumat (05/05/2017), di Langsa mengatakan bahwa bocornya
Rekam Medis pasien RSUD Langsa kebeberapa Media sangat disayangkan,
karena isi dari Rekam Medis adalah milik pasien dan tidak boleh dipublikasikan.
Hal tersebut sesuai dengan bunyi Pasal 12 ayat(2) Peraturan Mentri Kesehatan
Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis.
“Dalam Pasal 70 ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Kesehatan menyatakan Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan harus
disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh Tenaga Kesehatan dan pimpinan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan,” paparnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan bahwa tujuan dari kerahasian Rekam Medis adalah
agar pasien yang meminta pertolongan kedokteran mempunyai perasaan aman.
Pasien harus menceritakan segala keluhan yang mengganggunya untuk
kepentingan penyembuhan, baik bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Ia tidak
boleh merasa khawatir mengenai keadaannya akan disampaikan kepada orang
lain. Sambungnya, Rekam Medis merupakan dokumen rahasia yang bersifat
Relatif dan bukan bersifat absolut. Artinya Rekam medis tersebut dapat dibuka
dengan ketentuan, pertama, untuk kepentingan kesehatan pasien, kedua, atas
perintah pengadilan untuk penegakan hukum, ketiga, permintaan dan atau
persetujuan pasien sendiri, keempat, permintaan lembaga/institusi berdasarkan
undang-undang dan kelima, untuk kepentingan penelitian, audit, pendidikan
dengan syarat tidak menyebutkan identitas pasien. Permintaan rekam medis yang
untuk dibuka tersebut harus dilakukan tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan
kesehatan, hal tersebut diatur dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan
Mentri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis.
“Dengan membocorkan hasil Rekam Medis pasien yang telah meninggal dunia itu
berdampak buruk bagi pihak keluarga, dan pihak keluarga merasa sangat malu.
Hal tersebut mencerminkan tidak profesionalnya manajemen RSUD Langsa.,”
jelasnya.
“Kita berharap kepada pihak kepolisian memproses dan menindak oknum yang
membocorkan Rekam Medis salah satu pasien di RSUD Langsa tersebut, hal ini
merupakan suatu tindak pidana,” imbuhnya .
“Selain oknum yang membocorkan Rekam Medis, kita berharap pihak kepolisian
juga memeriksa Pimpinan RSUD Langsa, Pimpinan harus bertanggungjawab atas
bocornya Rekam Medis pasien oleh orang yang tidak berhak, sesuai dengan Pasal
14 peraturan mentri kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang
Rekam Medis,” tutupnya.
Sementara itu, Bambang Herman, SH, Aktivis PAKAR mengatakan bahwa sangat
menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh oknum Staf Humas RSUD Langsa
ini, seharusnya hal itu tidak perlu terjadi. Ia juga meminta pihak kepolisian untuk
menindak tegas dugaan pembocoran rekam medis, agar pelindungan hukum
terhadap kepentingan pasien dan keluarganya terpenuhi. Akibat pernyataan
Fauziah kepada beberapa media mengenai Rekam Medis, menunjukan ketidak
profesionalan koordinasi antara staf dan pimpinan RSUD, hal tersebut akan
berdampak pada penilaian RSUD Langsa yang saat ini lagi mempersiapkan untuk
mendapatkan Akreditasi Paripurna,” pungkasnya.

Menurut Pendapat Kami,


Pihak rumah sakit salah, karena tidak merahasiakan rahasia medis, dalam hal
ini pegawai RS tersebut. Seperti yang diatur dalam Peraturan Mentri Kesehatan
Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis. Yang berisi:
Pasal 10 ayat (1) : Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya
oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan
pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Dan juga melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan
yang berisi : Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh Tenaga
Kesehatan dan pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Dan sesuai dengan Peraturan Mentri Kesehatan Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, bahwa yang harus
bertanggung jawab adalah pimpinan RSUD Langsa tersebut.
6. Permasalahan 6

Rekam medis seorang pasien diduga bocor. Jatuh ke tangan penipu yang
memanfaatkan situasi genting.
Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
16 Maret 2019
Kaltimkece.id Kamis, 7 Maret 2019, menjadi momen bahagia bagi Avifah
Rindayanti dan Muliadi. Pada usia pernikahan ke-5, pasangan suami istri ini
dianugerahi buah hati keempat. Si bungsu dinamai Keizha Anandhita Raveena.
Namun, kebahagiaan itu dibaluti kekhawatiran. Bayinya yang baru lahir
mengidap gangguan pernapasan. Avifah melahirkan melalui bedah sesar di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Qurrata A’yun Samarinda. Dalam proses tersebut,
Keizha terhirup cairan dan menggumpal di paru-paru.
Sang bayi perlu mendapat perawatan intensif. Ia dirujuk ke Rumah Sakit
Samarinda Medika Citra (SMC) pada 8 Maret 2019. Dilarikan ke Pediatric
Intensive Care Unit, ruang perawatan intensif untuk bayi. Dirawat dalam
inkubator.
Avifah dan Muliadi tak diberikan izin menginap. Keduanya hanya dipanggil
ketika Keizha membutuhkan air susu ibu. Di luar itu pertemuan hanya
memungkinkan pada waktu membesuk. Selebihnya, Avifah menjalani recovery di
kediamannya, Jalan Damanhuri, Kecamatan Sungai Pinang.
Keadaan sang bayi diketahui berangsur membaik. Namun, pada Selasa siang, 12
Maret 2019, Avifah mendapat panggilan dari nomor tak dikenal. Dalam
sambungan telepon, seorang pria berbicara mengatasnamakan rumah sakit tempat
bayi dirawat. Mengklaim bernama dr Hendra, ia menyampaikan kondisi Keizha
yang sedang kritis. Dokter itu kemudian mengarahkan Avifah menghubungi
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) IA Moeis. Perlu alat khusus untuk
penanganan sang bayi. Dan fasilitas itu, disebut hanya dimiliki rumah sakit pelat
merah di Samarinda Seberang tersebut.
Dari sambungan telepon, Avifah diminta mengajukan peminjaman perangkat
dimaksud ke RS SMC. Pria di sambungan telepon kemudian memberikan nomor
telepon pihak RSUD IA Moeis. Kontak dikirim atas nama dr Nugroho, orang
yang diklaim menangani alat operasi tersebut.
Tanpa aba, Avifah menghubungi nomor itu. Dalam sambungan telepon, dr
Nugroho meminta pembayaran administrasi sebesar Rp 3,8 juta. Muliadi sang
suami, menyarankan Avifah segera memenuhi pembayaran yang diminta. Dari
tempat kerja, Muliadi bergegas pulang. Ia menjemput Avifah dan bertolak ke
rumah sakit. Pembayaran ke dr Nugroho dilakukan via aplikasi mobile banking.
Ditransfer ke rekening atas nama Eli Nurhayati. Proses pembayaran administrasi
pun selesai. Setelah mengirimkan bukti pembayaran, Avifah kembali dihubungi
dr Nugroho. Alat operasi disebut sedang dibawa ke RS SMC. Muliadi dan Avifah
melanjutkan perjalanan ke rumah sakit yang terletak di Jalan Kadrie Oening,
Kecamatan Samarinda Ulu. Namun, beberapa waktu kemudian ponsel kembali
berdering.
Pria yang sama kembali menelepon. Dari sambungan itu, dikatakan bahwa masih
ada alat yang dibutuhkan. Biaya administrasi kali ini Rp 5 juta. "Katanya alat
kedua. Alat yang pertama sudah berangkat. Pas di telepon itu ada suara sirene
ambulans. Jadi seakan memang alat diantar ambulans. Makanya saya percaya,"
sebut Avifah kepada kaltimkece.id.
Avifah dan Muliadi sudah tak memiliki uang. Namun demi keselamatan si buah
hati, keduanya memutuskan mencari pinjaman. Muliadi pun mendapat talangan
dari pimpinan tempatnya bekerja. Sang pimpinan sendiri mengirim Rp 5 juta ke
rekening yang sama.
Setelah pembayaran kedua, Avifah dan Muliadi tiba di rumah sakit. Namun,
keduanya tak menemukan anaknya di ruang operasi. Bayi mereka malah masih
dirawat di tempat semula. Salah satu perawat mengatakan Keizha dalam keadaan
sehat. Operasi yang dimaksud pria dalam sambungan telepon juga tidak benar.
Avifah dan Muliadi segera sadar telah menjadi korban penipuan
mengatasnamakan RS SMC. Saat ditemui di kediamannya pada Jumat malam, 15
Maret 2019, Avifah mengungkapkan keheranannya. Pelaku penipuan seakan
memiliki rekam medis anaknya. Secara rinci data Keizha bisa disebutkan.
Padahal, tak seharusnya data tersebut dimiliki selain pihak rumah sakit.
"Anak saya didiagnosa di paru-parunya seperti ada gumpalan lemak dan cairan.
Berbahaya sekali. Sesak pernapasannya. Makanya saya dapat kabar begitu
ketakutan anak saya kenapa-kenapa," terang Avifah.
Saat kejadian, Avifah juga bertemu salah satu orangtua pasien yang juga korban
penipuan dengan modus sama. Dari pernyataan rumah sakit kepadanya, kejadian
serupa sudah beberapa kali terjadi.
Avifah melaporkan kejadian ini ke kepolisian. Namun, laporan penipuan tidak
diterima. Kurangnya bukti berupa buku tabungan dari rekening untuk
mengirimkan uang jadi alasan. "Uang itu kami pinjam. Ditransfer pakai rekening
bos suami. Jadi enggak bisa kami sertakan karena sifatnya pribadi. Kalau bukti
transfer ada. Tapi, polisi enggak mau terima," terangnya.
Avifah kecewa dengan pihak rumah sakit. Dianggap membiarkan data pasien
bocor. Ia berharap ada ganti rugi. "Mau enggak mau saya tetap cicil untuk
pembayaran pengobatan. Saya sudah minta keringanan karena penipu
mengatasnamakan rumah sakit. Juga memiliki data lengkap kami. Seharusnya
data pasien dilindungi," sebutnya.
Ia berharap RS SMC tidak lagi lalai menjaga data medis. Kejadian yang menimpa
dirinya, semoga menjadi pelajaran. Yang terpenting, kondisi Keizha sudah
membaik. "Alhamdulillah, anak saya sudah sehat. Anak saya keluar setelah
kejadian, 13 Maret 2019," tambah Avifah.
Dokumen Rahasia
Negara menempatkan rekam medis pasien sebagai dokumen rahasia.
Sebagaimana disebutkan Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang 29/2004 tentang
Praktik Kedokteran, dokumen rekam medis berisi catatan dan identitas pasien.
Termasuk hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada
pasien. Dari UU Praktik Kedokteran, dokumen rekam medis dimiliki oleh dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan. Sedangkan isinya merupakan
kepemilikan pasien. Sebagaimana disebutkan ayat 1, rekam medis harus disimpan
dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi, dan pimpinan sarana
pelayanan kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan 269/2008 tentang Rekam Medis, membatasi
pihak-pihak yang dapat mengakses dokumen ini. Sebagaimana disebutkan Pasal
12 ayat 4, ringkasan rekam medis hanya bisa didapatkan pasien, keluarga pasien,
orang yang diberi kuasa pasien atau keluarga pasien. Selain itu, orang yang
mendapat persetujuan tertulis dari pasien atau keluarga pasien.
Undang-Undang 44/2009 tentang Rumah Sakit juga menegaskan kerahasiaan
rekam medis. Dalam Pasal 38 ayat 1, disebutkan jika segala sesuatu yang
berhubungan dengan temuan dokter atau dokter gigi dalam rangka pengobatan,
dicatat dalam rekam medis yang dimiliki pasien dan bersifat rahasia.
Kasus Pertama
Longaday Hieronimus Aldo Yediya, humas RS SMC, membenarkan laporan
penipuan dari pasien. Dalam hal, pihaknya menanggapi dengan melakukan
evaluasi. RS SMC melangsungkan investigasi penyebab data privasi pasien
dimiliki pelaku penipuan.
Aldo menegaskan komitmen rumah sakit menjaga data medis. Namun, dugaan
kebocoran masih belum bisa dipastikan penyebabnya. "Kami masih terus
melakukan investigasi terhadap kasus ini. Kami sudah maksimal menjaga privasi
pasien," terang Aldo.
Menurutnya, kebocoran data pasien bisa disebabkan berbagai faktor. Namun,
pihaknya tak ingin berspekulasi hingga investigasi selesai.
Di sisi lain, Aldo mengklaim kasus penipuan begini baru pertama kali di RS
SMC. Selama ini, pihak rumah sakit disebut tidak menerima keluhan pasien lain
soal ini. "Setiap ada keluhan, pihak kami memfasilitasi pasien yang mengeluhkan
itu. Selama ini tidak ada laporan intens terkait laporan kasus penipuan," klaimnya.
Meski begitu, ditegaskan bahwa data privasi pasien sangat tidak mungkin bocor.
Data berbentuk berkas rekam medis. Di dalamnya berisikan catatan pasien sejak
awal dirawat hingga diizinkan pulang. Ia memastikan data benar-benar rahasia
pihak rumah sakit. "Spekulasi ada oknum orang dalam, kami belum bisa beri
keterangannya. Masih proses penanganan kita.”
Aldo meyakini pelaku penipuan orang di luar lingkungan RS SMC. Dalam
konteks ini, ia menyebut pihak rumah sakit juga sebagai korban. Ulah penipu
sama saja pencemaran nama baik RS SMC. Atas dasar itu, pihak rumah sakit tak
akan mengganti kerugian korban. "Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Itu transaksi
antara korban dan penipu. Ibaratnya, kami hanya dicatut," pungkasnya.

Tanggapan :

Dalam kasus ini diduga terjadi kebocoran informasi pasien atau kebocoran
rekam medis, dikarenakan sang pernipu mengetahui data-data tentang bayi
keizha. Dalam hal ini Rumah Sakit dapat dituntut karena melanggar Undang –
undang nomor 44 tahun 2009 pasal 32 yang berbunyi “Setiap pasien mempunyai
hak :
i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-
data medisnya
ii. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana; dan
iii. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.”
Pasal 38 yg berbunyi

(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran


(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka
untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat
penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri.

Dan pasal 46 yang berbunyi “Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum
terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan di Rumah Sakit.” Dan jika terbukti melakukan pelanggarannya,
dapat dicabut perizinannya sebagaimana diatur oleh Undang – undang yang sama
pada pasal 27 yang berbunyi “Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika:
a. Habis masa berlakunya;
b. Tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;
c. Terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan;
dan/atau
d. Atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum.”

Sedangkan jika dokter terbukti melakukan kelalaian dalam membocorkan


rahasia pasien maka dokter tersebut melanggar Undang – undang nomor 29 tahun
2004 tentang praktik kedokteran pasal 48 ayat 1 dan 2 yang berbunyi “Setiap
dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran dan Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan
kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan
perundang-undangan.” Pasal 51 poin c berbunyi “merahasiakan segala sesuatu
yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia”
dan pasal 52 poin e berbunyi “mendapatkan isi rekam medis”. Serta pada undang –
undang tersebut juga sangat jelas pada pasal 47 ayat 1 berbunyi “Dokumen rekam
medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi,
atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik
pasien” dan ayat 2 menyebutkan bahwa “Rekam medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter
gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.”.

Pada peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 269 tahun 2008
tentang rekam medis pasal 12 berisi

(1) Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.


(2) Isi rekam medis merupakan milik pasien.
(3) Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan
rekam medis.
(4) Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan.
dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas
persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasren yang berhak untuk itu.

Dan pada pasal 13 bahwa jika ingin dibuka rekan medisnya perlu mendapat
persetujuan pasien dan harus dijaga kerahasiaannya. Jika terdapat kesalahan
berupa hilang, pemalsuan dan / atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak
berhak seperi pada kasus ini rekam medis yang di salah gunakan oleh sang penipu
makan sebagaimana disebut pasal 14 bahwa pemimpin sarana pelayanan yang
harus bertanggung jawab. Juga jika terdapat dan terbukti kebocoran rekam medis
maka rumah sakit tersebut melanggar peraturan menteri kesehatan Republik
indonesia nomor 36 tahun 2012 tentang rahasia kedokteran. Tetapi dalam kasus ini
belum menemui titik terang dikarenakan polisi menganggap bahwa kasus tersebut
kekurangan bukti untuk dapat ditindak lanjuti dan pihak rumah sakit pun menolak
mengganti rugi karena menganggap bahwa rumah sakit pun menjadi korban
pencemaran nama baik.

Anda mungkin juga menyukai