SKENARIO 5
STEP 1
STEP 2
STEP 3
b. Faktor resiko
i. Aktif berhubungan seksual.
ii. Berganti – ganti pasangan.
iii. Homoseksual.
iv. Rekurens.
2. Berikut alasan bisa terjadi bintil – bintil pada kasus :
a. HSV
i. Tipe I oral herpes.
ii. TIpe II genital herpes.
b. HSV
i. Masuk ke dalam tubuh sel epitel respon imun ( leukosit
granular ) mengeluarkan mediator inflamasi TNF α – IL
dan bradykinin ). meningkatnya PGE2 set point hipotalamus
demam.
ii. Masuk ke dalam tubuh virus mengeluarkan virion masuk
keganglion ( neurovirulensi ) membentuk infeksi ganglion
proksimal ( dorman atau latent ) menyebar keseluruhan tubuh
menyebabkan inflamasi pada kulit ( bintil – bintil dan
kemerahan ).
3. Berikut bisa ditemukan vesikel berisi cairan jernih, kulit kemerahan dan
nyeri pada kasus :
Mekanisme terbentuknya vesikel ( DD)
a. Sifilis.
b. Kondiloma akuminata.
c. Herpes simpleks genital.
4. Berikut bisa ditemukan sel raksasa berinti banyak pada pemriksaan
mikroskopis :
Pemeriksaan Tzank test : ditemukan sel raksasa inti banyak tetapi kurang
spesifik.
5. Berikut penegakan diagnosis pada kasus :
a. Anamnesis
i. Bintil – bintil pada kulit.
3
ii. Nyeri.
iii. Demam.
iv. Primer : demam, malase, anoreksia, peningkatan KGB.
v. Faktor resiko : hubungan seksual.
vi. RPD : pernah mengalami ?
b. Pemeriksaan fisik
i. Penilaian UKK (vesikel, eritema, dan tidak menggaung ).
c. Pemeriksaan penunjang
i. Tzank test.
ii. Serologi ELISA Antibodi :
1) GG I HSV I.
2) GG II HSV II.
6. Berikut edukasi dan penatalaksanaan :
i. Farmakologi
1) Asiklovir tab 200 mg No. XXXV
∫ 5 dd tab I PO pc
2) Valasiklovir tab 500 mg No. X
∫ 2 dd tab I PO pc.
3) Famsiklovir tab 250 mg
∫ 3 dd tab I PO pc.
ii. Jika berat
1) Asiklovir IV 5 mg / kgBB / 8 jam selama 7 hari.
2) Lesi sekunder topical asiklovir zulf 5 5x1 selama 5
hari.
3) Efloresensi / UKK
a) Primer : vesikel ulkus.
b) Demam (akut) dan anoreksia.
c) Sekunder : Timbul lesi di tempat yang sama tidak
sistemik saja.
iii. Non farmakologi
1) Menggunakan alat kontrasepsi.
2) Meningkatkan sistem imun.
4
3) Menjaga kebersihan.
7. Berikut komplikasi yang dapat terjadi :
a. Herpes genital rekurens.
b. Imunodefisiensi.
STEP 4
1. Sifilis
a. Disebabkan Trepinema pallidum, bentuk bulat, bergerak, secara rotasi.
b. Kongenital : ibu ke anak.
c. Hubungan seksual.
d. Stadium sifilis
i. I dini, menular, sejak 1 tahun infeksi.
ii. II laten, tidak menular.
iii. III sifilis vascular dan guma.
e. Penatalaksanaan
i. Penicillin G.
ii. Benzatin 2,8 juta IM.
2. Kondiloma
a. HSV tipe 6 dan tipe 11.
5
b. Kontak langsung.
c. UKK vegetasi bertagkai.
d. Predilaksi laki – laki penis, OUE, anus, perineum dna sedangkan
pada wanita vulva dan ingtroitus vagina.
e. Penatalaksanaan
i. Asam trchloroasetat 50 – 100 % per minggu.
ii. Fluorourosil 5 % setiap hari.
3. Trichimonas vaginalis
a. Anamnesis
i. Gatal, nyeri, perih, saat coitus.
ii. Keputihan, kuning kehijauan, bau busuk, dan berbusa.
b. Pemeriksaan fisik
i. Strawberry serviks.
c. Tatalaksana
i. Nistatin 1x100.000 IU (vagina/3hari).
4. Kandidasis vaginalis
a. Anamnesis
i. Keputihan.
ii. Gatal berat.
iii. Panas.
iv. Bau asam.
b. Pemeriksaan fisik
i. Duh tubuh putih menggumpal.
c. Tatalaksana
i. Nistatin 1x100.000 IU (vagina/3 hari).
5. Vaginalis bakterialis
a. Ketidakseimbangan flora normal pathogen (Gardenella sp).
b. Anamnesis
i. Keputihan.
ii. Bau amis.
c. Tatalaksanan
i. Metronidazole 2x500 mg/ hari pc selama 7 hari.
6
MIND MAP
Etiologi
Faktor resiko
Patofisiologi Anamnesis
Penegakan
SEKSUAL Pemeriksaan fisik
diagnosis
TRANSMITTED
DISEASE
Diagnosis Pemeriksaan
banding penunjang
Non farmakologi
Penatalaksanaan
Farmakologi
komplikasi
STEP 5
1. Gonore.
2. Kondiloma akuminata.
3. Sifilis.
4. Herpes simpleks genital.
5. Ulkus mole.
6. Pedunculosis pubis.
7. Skabies.
8
8. Granuloma inguinal.
9. Candidiasis vaginalis.
10. Vaginialis bacterial.
11. Trichomonalis vaginalis.
12. Clamidia trakomonalis.
13. Moluskum kontaginosum.
14. Limfogranuloma venereum.
STEP 6.
Belajar Mandiri.
STEP 7
1. GONOREA
A. Definisi
Gonorea dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan
oleh Neisseria gonorrhoeae. Gonore adalah penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae yang sering menyerang membran mukosa
uretra pada pria dan endoservik pada wanita. Gonore sering ditularkan
melalui kontak seksual.1
B. Etiologi
Penyebab gonore adalah gonokokok yang ditemukan oleh Albert
Ludwig Siegmund Neisser berkebangsaan Jerman, melalui pengecatan
hapusan duh tubuh uretra, vagina dan konjungtiva dan pertama kali di kultur
in vitro tahun 1882 oleh Leistikow. Bakteri Neisseria gonorrhoeae adalah
bakteri diplokokus gram negatif yang aerob dan berbentuk seperti biji kopi.
Terletak intraselular yang biasanya terdapat di dalam leukosit
polimorfonuklear. Bakteri tersebut memilki diameter sekitar 0,8 μm. Selain
itu, kuman ini tidak motil dan tidak berspora. Suhu 35°C-37°C dan pH 7,2-
7,6 merupakan kondisi optimal untuk bakteri Neisseria gonorrhoeae
tumbuh.1
Secara morfologik gonokokus ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2
yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak
9
mempunyai pili dan bersifat non virulen. Pili akan melekat pada mukosa
epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.1
C. Patofisiologis
Masa inkubasi penyakit sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi
antara 2-8 hari, dengan kebanyakan infeksi menjadi simptomatik dalam 2
minggu. Kadang-kadang masa inkubasi terjadi lebih lama dan hal ini
disebabkan karena penderita telah mengobati diri sendiri, tetapi dengan
dosis yang tidak cukup atau gejala sangat samar sehingga tidak
diperhatikan oleh penderita. Hanya sekitar 10% dari infeksi ini yang
asimptomatik pada pria. Masa inkubasi pada wanita sulit ditentukan karena
pada umumnya asimptomatik, dan baru diketahui setelah terjadinya
komplikasi.2
Neisseria gonorrhoeae dapat ditularkan melalui kontak seksual atau
melalui penularan vertikal pada saat melahirkan. Bakteri ini terutama
mengenai epitel kolumnar dan epitel kuboidal manusia. Patogenesis gonore
terbagi menjadi 5 tahap sebagai berikut:
a. Fase 1 adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae menginfeksi permukaan
selaput lendir dapat ditemukan di uretra, endoserviks dan anus.1
b. Fase 2 adalah bakteri ke microvillus sel epitel kolumnar untuk
kolonisasi selama infeksi, bakteri dibantu oleh fimbriae, pili. Fimbriae
terutama terdiri dari protein pilin oligomer yang digunakan untuk
melekatkan bakteri ke sel-sel dari permukaan selaput lendir. Protein
membran luar PII Oppacity associated protein (OPA) kemudian
membantu bakteri mengikat dan menyerang sel inang.1
10
E. Penegakan diagnosis
Gonore dapat ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnostik laboratorium yang digunakan antara
lain:
a. Pemeriksaan mikroskopis yang digunakan adalah dengan pengecatan
gram. Pengambilan sampel dari swab endoservik pada wanita. Hasil
positif akan tampak diplokokus gram negatif. Pengecatan positif pada
wanita memiliki sensitivitas sebesar 30% - 50% dan spesifitas sebesar
90-99 %.
12
menghasilkan warna biru dalam 10-30 detik dan itu berarti positif tes
oksidase.1
F. Penatalaksanaan
a. Non – farmakologi
- Menghindari hubungan seksual selama masih sakit
- Menjaga kebersihan genital
- Meningkatkan sistem imun dengan mengkonsumsi makan bergizi1
b. Farmakologi
- Gonore akut tanpa komplikasi:
Sefiksim 400 mg PO dosis tunggal
Seftriakson 250 mg/Inj IM dosis tunggal
Kanamisin 2 gr Inj IM dosis tunggal3
- Gonore dengan komplikasi Pelvic Inflamatory diseases
Sefiksim 400 mg/ hari PO selama 5 hari
Seftriakson 250 mg/hari Inj IM selama 3 hari
Kanamisin 2 gr Inj IM selama 3 hari.3
c. Edukasi
- Mengenai penyakitnya
- Cara penularannya melalui aktivitas seksual
- Tidak berganti – ganti pasangan
- Menganjurkan melakukan pemeriksaan gonore pada pasangan
pasien (istri/ suami)
- Menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom
G. Mekanisme Kerja obat
1. Seftriakson dan sefiksim
Seftriakson merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi
ketiga. Seftriakson merupakan rekomendasi dari Centers for Disease
Control (CDC) untuk pengobatan gonore.4 Mekanisme kerja antibiotik
tersebut adalah menghambat sintesis dinding sel bakteri. Antibiotik ini
memiliki aktivitas yang kuat melawan bakteri Gram negatif.4
a. Farmakokinetik
14
Pelvic
Inflamatory
diseases
Sefiksim 400
mg/ hari PO
selama 5 hari
Seftriakson
250 mg/hari Inj
IM selama 3
hari
Kanamisin 2 gr
Inj IM selama
3 hari.3
2. CONDYLOMA ACUMINATUM
A. Definisi
Kondiloma akuminata juga dikenal sebagai anogenital warts terdiri
dari epidermis dan papula atau nodul dermal pada perineum, genitalia,
lipatan crural, dan anus. Mereka bervariasi dalam ukuran dan dapat
membentuk besar, exophytic, massa seperti kembang kol, terutama di
lingkungan yang lembab perineum.1 Human papillomavirus (HPV)
adalah penyebab etiologi kondiloma akuminata. Kutil dapat menyebar
ke dalam vagina, uretra, dan epitel perirectal.3
B. Etiologi
kulit biasa juga mengalami kutil yang sama pada bagian genital
autoinokulasi dengan HIV 1,2 atau 4 tampaknya merupakan penjelasan
yang paling mungkin, karena jenis – jenis tersebut telah diidentifikasi
pada beberapa material kutil.3
1. Aktivitas Seksual
Kondiloma akuminata atau infeksi HPV sering terjadi pada orang
yang mempunyai aktivitas seksual yang aktif dan mempunyai
pasangan seksual lebih dari 1 orang (multiple). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa mahasiswi-mahasiswa yang sering bergonta-
ganti pasangan seksual dapat terinfeksi HPV melalui pemeriksaan
DNA. Wanita dengan lima atau lebih pasangan seksual dalam lima
tahun memiliki resiko 7,1% mengalami infeksi HPV (anogenital
warts) dan 12,8% mengalami kekambuhan dalam rentang waktu
tersebut. Pada penelitian yang lebih luas, yang melibatkan wanita
berusia 18-25 tahun yang memiliki tiga kehidupan seksual dengan
pasangan yang berbeda berpotensi untuk terinfeksi HPV.
2. Penggunaan Kontrasepsi
Penelitian pada 603 mahasiswa yang menggunakan alat
kontrasepsi oral ternyata menunjukkan adanya hubungan
terjadinya infeksi HPV pada servik. Namun hubungan pasti antara
alat kontrasepsi oral dengan angka kejadian terjadinya kondiloma
akuminata masih menjadi perdebatan di dunia.
3. Merokok
Hubungan antara merokok dengan terjadinya kondiloma
akuminata masih belum jelas. Namun pada penelitian ditemukan
adanya korelasi antara terjadinya infeksi HPV pada seviks dengan
penggunaan rokok tanpa filter (cigarette) dengan cara pengukuran
HPV DNA.
17
4. Kehamilan
Penyakit ini tidak mempengaruhi kesuburan, hanya pada masa
kehamilan pertumbuhannya makin cepat, dan jika pertumbuhannya
terlalu besar dapat menghalangi lahirnya bayi dan dapat timbul
perdarahan pasca persalinan. Selain itu dapat juga menimbulkan
kondiloma akuminata atau papilomatosis laring (kutil pada saluran
nafas) pada bayi baru lahir. Keluhan keputihan yang di alami dapat
terjadi akibat adanya kondiloma di vagina dan serviks, atau
mungkin juga keputihan oleh sebab lain seperti jamur misalnya.
5. Imunitas
Kondiloma juga sering ditemukan pada pasien yang
immunocompromised (misal HIV).8
C. Patofisiologi
pencar keluar dari lapisan terluar dari kutil genialia. Merupakan sel
skuamosa yang zona mature perinuclear yang luas dibatasi dari
peripheral sitoplasma. Intinya bisa diperluas dan hyperchromasi, dua
atau lebih nuklei/inti bisa terlihat. Penelitian ultrastruktural
menunjukkan adanya partikel – partikel virus pada suatu bagian nuklei
sel. Koilositosis muncul untuk menunjukkan kembali suatu efek
sitopatik spesifik dari HPV.4
19
Hubungan seksual
PV 6 & 11 masuk
melalui mikro lesi
Gangguan rasa
Lesi terbuka,
nyaman : Gatal
terpajan
mikroorganisme
Pelepasan virus
bersama sel epitel
Resti
penularan
20
D. Penegakan Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Kondiloma pada permukaan kulit muncul sebagai papula
lobus yang rata-rata 2-5 mm dalam ukuran, tetapi mereka mungkin
berkisar dari mikroskopis beberapa sentimeter untuk diameter dan
tinggi. Lesi sering multifokal. Banyak kutil kelamin mungkin
muncul selama kehamilan. Kondiloma akuminata terjadi pada pria
terutama penis atau sekitar anus. Pada wanita, lesi muncul di
permukaan mukosa vulva, leher rahim, pada perineum, atau sekitar
anus. Massa seperti kembang kol dapat berkembang di tempat
lembab, daerah tersumbat seperti kulit perianal, vulva, dan lipatan
inguinal. Sebagai hasil dari akumulasi materi purulen dalam celah,
mungkin timbul bau busuk. Warna mereka umumnya abu-abu,
kuning pucat, atau merah muda.5
Kutil kelamin adalah sexually transmitted disease (STD) dan
STD lainnya dapat ditemukan pada pasien dengan kutil kelamin.
Sejarah lengkap harus diambil dan pasien disaring untuk STD
lainnya yang sesuai. Wanita dengan kutil kelamin eksternal harus
dilakukan skrining sitologi servikal rutin untuk mendeteksi adanya
displasia serviks.5
2. Pemeriksaan Fisik
Kondiloma akuminata sering muncul disaerah yang lembab,
biasanya pada penis, vulva, dinding vagina dan dinding serviks dan
dapat menyebar sampai daerah perianal
Berbau busuk
Warts/kutil memberi gambaran merah muda, flat, gambaran bunga
kol
Pada pria dapat menyerang penis, uretra dan daerah rektal. Infeksi
dapat dormant atau tidak dapat dideteksi, karena sebagian lesi
tersembunyi didalam folikel rambut atau dalam lingkaran dalam
penis yang tidak disirkumsisi.
Pada wanita condiloma akuminata menyerang daerah yang lembab
dari labia minora dan vagina. Sebagian besar lesi timbul tanpa
simptom. Pada sebagian kasus biasanya terjadi perdarah setelah
coitus, gatal atau vaginal discharge
Ukuran tiap kutil biasanya 1-2 mm, namun bila berkumpul sampai
berdiameter 10, 2 cm dan bertangkai. Dan biasanya ada yang sangat
kecil sampai tidak diperhatikan. Terkadang muncul lebih dari satu
daerah.
Pada kasus yang jarang, perdarahan dan obstruksi saluran kemih jika
virus mencapai saluran uretra
Memiliki riwayat kehidupan seksual aktif dengan banyak pasangan7
22
3. Pemeriksaan Penunjang
Hampir semua kondiloma dapat didiagnosis dengan inspeksi.
Pencahayaan terang dan pembesaran harus digunakan ketika memeriksa
untuk infeksi HPV genital. Flat, sessile dan lesi berpigmen mungkin
disebabkan papulosis bowenoid dan mungkin memerlukan biopsi. Infeksi
subklinis dan laten ada tidak lagi dicari atau diselidiki karena mereka
sangat umum dan tidak ada strategi manajemen dikenal untuk
memberantas bentuk-bentuk infeksi HPV.5
Perendaman dengan asam asetat umumnya tidak diperlukan, tetapi
dapat membantu untuk mendeteksi lesi awal di bawah kulup. Pada pasien
dengan beberapa kali kambuhan, perendaman asam asetat dapat
menentukan tingkat infeksi dan membantu untuk menentukan daerah
untuk penerapan terapi topikal. Prosedur ini dilakukan dengan merendam
alat kelamin eksternal pada pria dan vagina dan leher rahim pada wanita
dengan 3% sehingga 5% asam asetat hingga 10 menit. Kutil kelamin
menjadi putih (acetowhitening), membuat mereka mudah diidentifikasi.
Proses apa saja yang mengubah epidermis akan menjadi acetowhite,
namun (dermatitis, misalnya), sehingga hanya lesi khas acetowhite harus
diperlakukan sebagai kutil.5
Dalam kasus atipikal, percobaan selama 2 minggu dilakukan
dengan 1% hidrokortison ditambah krim topikal antikandidal imidazol.
Jika acetowhitening tetap ada, dilakukan biopsi dan bukti histologi infeksi
HPV dicari. Immunoperoxidase atau in situ hybridization methods dapat
membantu dalam evaluasi. PCR sebaiknya tidak dilakukan pada specimen
yang dibiopsi, kecuali mungkin dalam kasus kanak-kanak. Tingkat latar
belakang infeksi laten (hingga 50 %) membuat interpretasi dari PCR
positif mustahil. Sebaliknya, chromogenic in situ hybridization clearing
menunjukkan lokalisasi inti positif dalam lesi.5
e. Diagnosa Banding
Veruka vulgaris yang tidak bertangkai, kering dan berwarna abu – abu
atau sama dengan warna kulit.
25
Kondiloma latum atau sifilis stadium II, klinis berupa plakat yang erosi,
Karsinoma sel skuamosa vegetasi yang seperti kembang kol mudah
berdarah dan berbau.
1. Bowenoid Papulosis
Bowenoid papulosis terdiri dari papula merah-coklat atau konfluen, kadang-
kadang plak leukoplakia-like pada pasien HIV-positif itu mungkin sulit
untuk membedakan dari kondiloma akuminata. Lesi analog squamous
intraepithelial hadir pada perianal dan pada leher rahim.6
Penatalaksanaan
Karena virus infeksi HPV sangat bersifat subklinis dan laten, maka tidak
terdapat terapi spesifik terhadap virus ini, maka perawatan diarahkan pada
pembersihan kutil – kutil yang tampak dan bukan pemusnahan virus. Perhatian
pada pribadi harus ditekankan karena kelembaban mendukung pertumbuhan
kutil.10
Farmakologis
1. Podophylin
Podophylin adalah resin yang diambil dari tumbuhan dengan kandungan
beberapa senyawa sitotoksik yang rasionya tidak dapat dirubah. Podophylino
yang paling aktif adalah podophylotoksin. Jenis ini mungkin terdiri atas
berbagai konsentrasi 10 – 25 % dengan senyawa benzoin tinoture, spirit dan
parafin cair.yang digunakan adalah tingtur podofilin 25 %, kulit di sekitarnya
dilindungi dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi setelah 4 – 6 jam
dicuci. Jika belum ada penyembuhan dapat diulangi setelah 3 hari, setiap kali
pemberian tidak boleh lebih dari 0,3 cc karena akan diserap dan bersifat
toksik. Gejala toksik ialah mual, muntah, nyeri abdomen gangguan alat napas
dan keringat kulit dingin. Pada wanita hamil sebaiknya jangan diberikan
karena dapat terjadi kematian fetus. Respon pada jenis perawatan ini
bervariasi, beberapa pasien membutuhkan beberapa sesi perawatan untuk
27
Non Farmakologis
Obat Kutil pada kelamin (Kutil Kondiloma pada pria / Kutil Jengger Ayam pada
wanita). Penggunaan: Bubuk WARTS POWDER dicampur dengan air hangat
dan dioleskan pada bagian yang sakit, secara teratur 2x sehari. Tidak pedih,
ampuh dan aman karena terbuat dari bahan-bahan alami.10
Terapi pembedahan
1. Kuret atau Kauter ( Elektrokauterisasi )
Kuret atau Kauter (Elektrokauterisasi) dengan kondisi anastesi lokal dapat
digunakan untuk pengobatan kutil yang resisten terhadap pengobatan topikal
munculnya bekas luka parut adalah salah satu kekurangan metode ini.
2. Bedah Beku ( N2, N2O cair )
Bedah beku ini banyak menolong untuk pengobatan kondiloma akuminata
pada wanita hamil dengan lesi yang banyak dan basah.
3. Laser
Laser karbondioksida efektif digunakan untuk memusnahkan beberapa kutil-
kutil yang sulit. Tidak terdapat kekawatiran mengenai ketidakefektifan
karbondioksida yang dibangkitkan selama prosedur selesai, sedikit
meninggalkan jaringan parut.
4. Terapi Kombinasi
Berbagai kombinasi terapi yang telah dipergunakan terhadap kutil kelamin
yang membandel, contohnya kombinasi interferon dengan prosedur
pembedahan, kombinasi TCAA dengan podophylin, pembedahan dengan
podophylin. Seseorang harus sangat berhati – hati ketika menggunakan terapi
kombinasi tersebut dikarenakan beberapa dari perlakuan tersebut dapat
mengakibatkan reaksi yang sangat serius.10
E. Komplikasi
a. Kanker serviks
Lama infeksi KA meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks. Beberapa
melaporkan bahwa risiko tertinggi terkena kanker serviks adalah pada kasus
infeksi KA selama 1 – 2 tahun. Risiko ini menurun pada infeksi KA selama
< 1 tahun dan infeksi KA selama 2 – 3 tahun. Kanker serviks merupakan
penyebab kematian kedua pada perempuan karena kanker di negara
berkembang dan penyebab ke 11 kematian pada perempuan di AS. Tahun
2005, sebanyak 10.370 kasus kanker serviks baru ditemukan dan 3.710
diantaranya mengalami kematian.10
c. Infeksi HIV
Seseorang dengan riwayat KA lebih berisiko terinfeksi HIV.
F. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Perubahan perilaku
2. Pencegahan sekunder
Layanan IMS
4. KLAMIDIA TRAKOMATIS
A. Definisi
Klamidia trakomatis adalah satu dari 4 spesies (termasuk klamidia
puerorum, klamidia psittaci, dan klamidia pneumonia) dalam genus
Klamidia.1
Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intraseluler yang
menginfeksi urethra dan serviks. Serviks adalah tempat yang paling
sering terinfeksi dengan Klamidia trakomatis. Klamidia bukan
merupakan penyebab vaginitis, tetapi dapat mengerosi daerah serviks,
sehingga dapat menyebabkan keluarnya cairan mukopurulen. Cairan ini
mungkin dianggap pasien berasal dari vagina.1 Klamidia Trachomatis
merupakan organisme kedua terbanyak dari infeksi menular seksual
yang ditemukan pada sebagian besar wanita, dan paling banyak
ditemukan pada wanita dibawah usia 25 tahun.1
B. Etiologi
Klamidia trachomatis merupakan parasit intraseluler obligate yang
bergantung pada sel lain untuk hidupnya. Parasit ini menyebabkan
infeksi pada epitel kolumnar. Gejala yang muncul diakibatkan karena
32
duh vagina yang abnormal, atau perdarahan post koital. Pada saluran
genital bagian atas (endometritis, atau salphingitis, kehamilan ektopik)
dapat menimbulkan gejala seperti perdarahan rahim yang tidak teratur
dan abdominal atau pelvic discomfort.8
kali/hari selama 7
hari, atau
- Amoksisilin 500
mg 3 kali/hari
selama 7 hari.
5. LIMFOGRANULOMA VENEREUM
A. Definisi
Linfogranuloma venereum (L.G.V) ialah penyakit venerik yang disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis, afek primer biasanya cepat hilang, bentuk
yang tersering ialah sindrom inguinal. Sindrom tersebut berupa limfadenitis
dan periadenitis beberapa kelenjar getah bening inguinal medial dengan
kelima tanda radang akut dan disertai gejala konstitusi, kemudian akan
mengalami perlunakan yang tidak serentak.1
B. Etiologi
Agen etiologi yang terlibat dalam Linfogranuloma veneseum (LGV) adalah
Chlamydia trachomatis. Chlamydia trachomatis merupakan organisme
dengan sifat sebagian seperti bakteri dalam hal pembelahan sel,
metabolisme, struktur maupun kepekaan terhadap antibiotika dan sebagian
bersifat seperti virus yaitu memerlukan sel hidup untuk berkembang biak.
Berdasarkan hal ini maka dikatakan bahwa . Chlamydia trachomatis bersifat
parasit obligat intraseluler. Organisme ini memiliki ukuran lebih kecil dari
bakteri, berdiameter 250-500 mm, namun lebih besar dari ukuran virus pada
umumnya. Tanda patognomonik infeksi ini adalah ditemukannya bentukan
badan inklusi Chlamydia di dalam jaringan host..
39
pada Chlamydia trachomatis. Badan retikuler membelah diri melalui fusi biner
dalam waktu kurang lebih 8 hingga 18 atau 24 jam setelah masuk sel hospes.
Selanjutnya badan retikuler akan berubah menjadi badan elementer yang infeksius.
Dalam waktu 18-24 jam, jumlah badan elementer akan meningkat. Badan elementer
bersifat toksik. Apabila sel hospes memakan >100 partikel badan elementer, hal ini
dapat mematikan sel tersebut.1
C. PATOFISIOLOGI
Limfogranuloma venereum
morfologi partikel retikuler yang berbeda di dalam intraseluler dan mengalami replikasi di dalam
vakuola
vakuola pecah
infeksius
limfangitis
ditandai adanya poliferasi sel endotel yang menyebabkan pembesaran KGB dan pembentukan area
nekrosis
are nekrosis akan menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan membentuk stellate absceses
bentuk segitiga atau segiempat yang dikelilingi oleh sel epiteloid, makrofag, grant cells
inflamasi
sembuh
fibrosis
D. Manifestasi klinis
a. Limfogranuloma primer
i. Lesi primer limfogranuloma venereum (LGV) muncul dalam
bentuk papul yang tidak nyeri, pustul, nodul, erosi yang
dangkal, atau ulkus herpetiform. Lesi muncul setelah masa
inkubasi selama 3-30 hari.
ii. Lokasi lesi primer limfogranuloma venereum (LGV) pada
laki-laki paling sering di sulkus koronarius, frenulum,
preputium, penis, glans penis, skrotum.
42
b. Limfogranuloma sekunder
Dua sampai enam minggu setelah muncul lesi primer, terjadi
diseminasi melalui kelenjar getah bening dan hematogen.
Limfogranuloma sekunder dapat menyebabkan sindrom inguinal dan
sindrom anorektal bergantung pada lokasi inokulasi. Sindrom inguinal
muncul setelah lesi primer pada vulva anterior, penis atau uretra.
Sindrom ini ditandai dengan keterlibatan kelenjar limfe inguinal dan
atau femoral yang sering ditemukan pada laki-laki. Pada sindrom ini
43
Bubo inguinal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada gambaran darah tepi tampak leukositosis ringan dengan peningkatan
monosit dan eosinofil berkaitan dengan adanya bubo dan limfogranuloma
venereum (LGV) anogenitorektal. Leukositosis PMN yang signifikan
45
E. Tatalaksana
1. Terapi sistemik
Regimen terapi yang tepat dapat mengobati infeksi dan mencegah
kerusakan jaringan lebih lanjut. Obat-obat yang bersifat intracellular-acting
agents yaitu doksisiklin, eritromisin, azitromisin serta golongan quinolon
tertentu. oksisiklin merupakan terapi utama untuk penyakit ini.1
2. Terapi bedah
Terapi pembedahan sindroma inguinal terbatas pada aspirasi
kelenjar limfe yang fluktuan dan insisi atau drainase abses. Risiko insisi atau
aspirasi bubo yang fluktuan berupa pembentukan sinus. Ekstirpasi
pembedahan bubo berisiko terjadi elefantiasis paska operasi pada genital.
Elefantiasis ini disebabkan oleh karena adanya hambatan drainase limfatik.
Resolusi spontan fibrosis striktur rektal limfogranuloma venereum LGV
tidak pernah terjadi. Proses inflamasi dan diameter striktur dapat membaik
dengan terapi antibiotik. Dilatasi striktur menggunakan elastic bougies
dibawah pengawasan langsung mungkin perlu dilakukan tetapi dapat
menyebabkan resiko perforasi usus yang signifikan. Tindakan ini hanya
terbatas pada striktur yang kecil dan pendek, tidak meluas hingga peritoneal
dan harus dihindari bila striktur rapuh atau terjadi perdarahan.1
Berbagai prosedur pembedahan dibutuhkan untuk striktur rektal
yang berat. Indikasi operasi apabila didapatkan obstruksi usus, fistula
rektovaginal persisten, dan destruksi pada kanal anal, spinter ani dan
perineum. Operasi plastik pada vulva, penis dan skrotum dipertimbangkan
pada esthiomene dan elefantiasis genital. Semua prosedur ini membutuhkan
antibiotik dan disarankan antibiotik diberikan selama beberapa bulan
sebelum dilakukan tindakan pembedahan.1
F. Komplikasi
1. Ruptur bubo menyebabkan pembentukan sinus yang membutuhkan
waktu lama untuk sembuh.
2. Limfogranuloma venereum tersier juga menyebabkan striktur anorektal
dan fistula serta elefantiasis penis dan vulva.1
48
G. PENCEGAHAN
PENEGAKAN DIAGNOSIS
PENYAKIT ETIOLOGI PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN PREDILEKSI TATALAKSANA
ANAMNESIS
FISIK PENUNJANG
6. MOLUSKUM KONTAGIOSUM
A. Etiologi
B. Patofiologi
C. Penegakan diagnosa
D. Tatalaksana
a) Terapi medikamentosa
Topikal
- Krim imuquimod 5% dioleskan 3x perminggu selama 1-3 bulan.
- Pengeluaran massa yang mengandung badan moluskum dengan
ekstraktor komedo, jarum suntuk atau kuret
- Bedah beku
b) Terapi nonmedikamentosa
7. KANDIDIASIS VAGINALIS
A. Definisi
Kandidiasis vaginalis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur, yang terjadi di
sekitar vagina.3
B. Faktor resiko
Faktor-faktor predisposisi dapat dibagi dalam dua golongan yaitu yang memicu
kandidanya sendiri untuk aktif berkembang biak (menjadi patogen) dan yang
menurunkan atau merusak sistem mekanisme pertahanan tubuh hostnya baik lokal
maupun sistemik sehingga memudahkan invasi jaringan.3
53
C. Etiologi
Kandidiasis vaginalis merupakan jamur pada dinding vagina yang disebabkan oleh
genus candida albicans dan ragi (yeast) lain dari genus candida. Penyebab tersering
kandidiasis vaginalis adalah candida albicans yaitu sekitar 85-90%. Sisanya
disebabkan oleh spesies non albicans, yakni candida glabrata (Torulopsis
Glabarata), 3% lainnya disebabkan oleh Candida tropicalis, Candida
pseudotropicalis, Candida krusei dan Candida stellatoidea. Genus candida
merupakan sel ragi uniseluler yang termasuk ke dalam fungsi inferfecti atau
Deutero mycota atau golongan khamir (yeast atau yeastlike), kelas Blastomycetes
yang memperbanyak diri dengan bertunas, famili crytococcaceae. Genus ini terdiri
dari 80 spesies, yang paling patogen adalah candida albicans diikuti berturutan
dengan candida stellatoidea, candida tropicalis, candida parapsilosis, candida kefyr,
candida guillermondii. Gambaran morfologi candida berupa sel ragi yang
berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2 – 5 p x 3 -6 p hingga
2 – 5,5 p x 5 – 28,5 p. Jamur candidamemperbanyak diri dengan membentuk tunas
yang disebut sebagai Blastospora. Jamur membentuk hifa semu (pseudohypa) yang
merupakan rangkaian blaspora yang memanjang dan juga dapat bercabang-cabang.
Jamur candida dapat tumbuh dengan variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya
akan lebih baik pada pH antara 4,5 -6,5. Pada tubuh manusia jamur candida
merupakan jamur yang bersifat oportunis, yaitu dapat hidup sebagai saprofit atau
saproba tanpa menimbulkan suatu kelainan apapun tapi kemudian dapat berubah
menjadi patogen dan menimbulkan penyakit kandidiasis bila terdapat faktor-faktor
predisposis yang menimbulkan perubahan pada lingkungan vagina.3
54
D. Patofisiologi
Adanya faktor kelainan imunologik pada pejamu, Respon imun pada jamur belum
jelas benar. Penyakit jamur sering ditemukan pada host imunokompromais atau bila
flora komersal normal mati akibat pemberian antibiotik spektrum luas yang lama.
Sel utama yang berperan pada imunitas non spesifik terhadap jamur diduga netrofil.
Diduga netrofil melepaskan bahan fungisidal seperti oksigen reaktif dan enzim
lisosom yang membunuh jamur. Makrofag juga berperan dalam respon imun
terhadap infeksi jamur. Dalam sistem humoral, pada kandidiasis vagina terjadi
elisitasi respon sistemik (lgM dan IgG) dan lokal (S–IgA). Belum jelas diketahui
fungsi protein antibodi vaginal pada kandidiasis vaginalis, hanya saja pada
beberapa penelitian dijumpai titer antibodi yang rendah pada penderita kandidiasis
vaginalis. Peningkatan kadar IgE pada serum dan vagina pernah didapatkan pada
beberapa wanita dengan kandidiasis vaginalis berulang. Walaupun total IgE adalah
55
E. Penegakan diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan yang paling menonjol pada penderita kandidiasis vagina adalah
rasa gatal pada vagina yang disertai dengan keluarnya duh tubuh vagina
(fluor albus). Kadang-kadang juga dijumpai adanya iritasi, rasa terbakar dan
dispareunia. Pada keadaan akut duh tubuh vagina encer sedangkan para
yang kronis lebih kental. Duh tubuh vagina dapat berwarna putih atau
kuning, tidak berbau atau sedikit berbau asam, menggumpal seperti
“Cottage Cheese” atau berbutir-butir seperti kepala susu.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan dijumpai gambaran klinis yang bervariasi dari bentuk
eksematoid dengan hiperemi ringan sehingga ekskoriasi dan ulserasi pada
labia minora, introitus vagina sampai dinding vagina terutama sepertiga
bagian bawah. Pada keadaan kronis dinding vagina dapat atrofi, iritasi dan
luka yang menyebabkan dispareunia. Gambaran yang khas adalah adanya
pseudomembran berupa bercak putih kekuningan pada permukaan vulva
atau dinding vagina yang disebut “vaginal trush”. Bercak putih tersebut
terdiri dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis dan sel epitel. Pada
pemeriksaan kolposkopi tampak adanya dilatasi dan meningkatnya
pembuluh darah pada dinding vagina atau serviks sebagai tanda peradangan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan mikroskopik langsung, cara yang paling sederhana
adalah mengambil cairan vagina ialah dengan bantuan spekulum, cairan
vagina diambil dari fornix vagina. Selain dari duh tubuh vagina, bahan
56
Obat anti jamur tersedia dalam berbagai bentuk yaitu: gel, krim, losion,
tablet vagina, suppositoria dan tablet oral.
1. Derivat Rosanillin
Gentian violet 1-2 % dalam bentuk larutan atau gel, selama 10 hari.
2. Povidone – iodine
3. Derivat Polien
4. Drivat Imidazole
a. Topical
b. Sistemik
c. Profilaksasis
G. Pencegahan
8. GRANULOMA INGUINAL
A. Definisi
Granuloma inguinale adalah suatu penyakit infeksi bakteri kronis/
destruktif yang bersifat progresif, disertai pembentukan granuloma di kulit
dan jaringan subkutan di daerah genital dan perigenital, umumnya
59
3. Serologi
Sebuah teknik immunofluoresensi tidak langsung dikembangkan
menggunakan bagian tipis dari lesi donovanosis sebagai sumber antigen
dengan hasil yang baik untuk lesi yang di bentuk namun dengan
sensitivitas rendah untuk infeksi awal, dapat di temukan antibodi ikatan
komplemen terhadap D.granulomatis, tetapi sensitivitas dan spesifitas
terbatas . Sementara tes mungkin dapat berguna dalam studi populasi
di daerah endemik itu tidak cukup akurat pada tingkat individu sehingga
dapat diterima untuk diagnosis konfirmasi.7
4. Tes kulit
Di gunakan antigen D.granulomatis, di suntikan intradermal dan di baca
setelah 72 jam, sering terjadi reaksi positif semu.1
65
F. Tatalaksana
Ulsers diobati tidak sembuh secara spontan . Sebaliknya akan
memburuk dengan waktu , dan pengobatan antibiotik yang lebih baik
dimulai sejak dini .9
Azithromycin 500 mg 1x1 selama 1
Pertama
minggu
Doxycycline 100 mg 2x1 selama
minimal 3 minggu
Trimethoprim/sulfamethoxazole 800 mg atau 160 mg
2x1 selama 3
Kedua minggu
Ciprofloxacin 750 mg 2x1 selama 3
minggu
Erytromycin 500 mg/oral 4x1
selama 3 minggu
neonatus. Daerah predileksi ini sen'ng kacau karena adanya cara hubungan
seksual seperti pro-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah geni-tal
kadang-kadang disebabkan oleh VHS tipe l sedangkan di daerah mulut dan
,rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe ll. lnfeksi primer
berlangsung labih lama clan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering
disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese dan anoreksia, dan dapat
ditamukan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian.
menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami
ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak
terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga
memberi gambaran yang tidak jelas.
Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes
simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi
VHS pada genitalia ekstema disertai infeksi pada serviks. 4
(2)Fase Iaten
Fase ini berarti pada penderita tidak diemukan gejala klinis, tetapi VHS
dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. 4
(3) lnfeksi rakurens
lnfeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak
aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala innis. Mekanisme paou itu dapat berupa trauma fisik
(demam, infeksi, kurang tidur. hubungan seksual, dan sebagainya), trauma
psikis (gangguan emosional, mnstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis
makanan dan minuman yang merangsang.
Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7 sampai 1O hari. Sering ditemukan gejala prodromal
lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. lnfeksi
rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat
Iain/tempat di sekitamya (non loco). 4
68
D. Tatalaksana
Sampai saat ini belum ada terapi yang memberikan penyembuhan
radikal, artinya tidak ada pengobatan yang dapat mencegah episode
rekrurens.Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap atau
krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, viruguet-P)
dengan cara aplikasi. yang sering dengan interval beberapa jam. Preparat
asildovit (zovirax) yang dipakai secara topikal tampaknya memberikan
masa depan yang Iebih cerah. Asiklovir ini cara kerjanya mengganggu
replikasi DNA virus. Klinis hanya bermanfaat bila penyakit sedang aktif.
Jika timbul ulserasi dapat diIakukan kompres. Pengobatan oral berupa
preparat asiklovir tampaknya memberikan hasil yang lebih baik. Penyakit
berlangsung lebih singkat dan masa rekurensnya lebih panjang. Dosisnya 5
x 200 mg sehari selama 5 hari.
Pengobatan parenteral dengan asiklovir terutama ditujukan kepada
penyakit yang lebih berat atau jika timbul komptikasi pada alat dalam.
69
10. TRICHOMONIASIS
A. Definisi
Parasit mikroorganisme adalah agen penyebab trikomoniasis, dan
yang paling umum infeksi protozoa patogen manusia di negara-negara
industri ataupun negara berkembang. nama binomial : Trichomonas
vaginalis.9
70
a. Morfologi
Trichomonas vaginalis merupakan protozoa dari superclass
Mastigophora, class Zoomastigophora, ordo Trichomonadina, dan family
trichomonadidae. Family Trichomonadidae ini kemudian oleh Honigberg
pada tahun 1946 dibagi menjadi sub family Trochomonadinae (dengan
genus Trichomonas dan Pentatrichomonas) dan Trichomononadinae.
Trichomonas vaginalis berbentuk oval , panjang 4 – 32 µm dan
lebar 2,4 – 14,4 µm, memiliki flagella dan undulating membran yang
panjangnya hanya setengah panjang tubuhnya. Intinya berbentuk oval dan
terletak dibagian atas tubuhnya, dibelakang inti terdapat blepharoblast
sebagai tempat keluarnya 4 buah flagella yang menjuntai bebas dan
melengkung diujungnya sebagai alat geraknya yang maju mundur .
Flagella ke 5 melekat diundulating membrane dan menjuntai ke
belakang sepanjang setengah panjang tubuhnya . Sitoplasma terdiri dari
struktur yang berfungsi seperti tulang yang disebut axostyle.
Sementara T. vaginalis tidak memiliki bentuk kista, organisme dapat
bertahan hingga 24 jam dalam urin, air mani, atau bahkan sampel air. Ini
memiliki kemampuan untuk bertahan pada fomites dengan permukaan
lembab selama 1 sampai 2 jam.9
4. Pada ujung pasterior terdapat axonema yang keluar dari badan yang
diduga untuk melekatkan diri pada jaringan sehingga menimbulkan iritasi,
berlebihan ) dan nyeri haid yang bisa memburuk selama dan setelah
menstruasi dan kadang – kadang pada kehamilan .
Trikomoniasis juga sering menimbulkan komplikasi pada
wanita yang bisa menyebabkan infeksi pada kelenjar skene ,
barthilinitis radang pada kelenjar bartolin urethritis ( radang pada
urethra ) , dan cystitis ( radang pada kandung kemih ) serta gangguan
psikologi melengkapi infeksi trikomoniasis. Namun dari semua
keluhan yang ada ternyata sekret vagina yang berupa cairan
keputihan ( flour albus ) merupakan kelainan utama dan biasa
diketemukan pada trikomoniasis. Tetapi jika hal ini digunakan
sebagai diagnosa tunggal dengan adanya nanah , sekret yang berbusa
dianggap merupakan karakteristik vaginitis karena trikomoniasis
maka 88% akan memberikan hasil negative palsu artinya wanita
yang benar – benar terinfeksi menjadi tidak terdeteksi.
Tanda dan gejala biasanya muncul dalam waktu satu bulan datang
ke dalam kontak dengan tricomonas. Berikut tanda atau gejala yang
terjadi pada perempuan dan pria.
Perempuan:
1. Nyeri, peradangan dan gatal-gatal di sekitar vagina. Hal ini dapat
menyebabkan ketidaknyamanan ketika berhubungan seks.
2. Suatu perubahan dalam vagina – mungkin ada sedikit atau
banyak, dan mungkin tebal atau tipis, atau berbusa dan kuning.
Anda juga mungkin memperhatikan bau aneh yang mungkin
tidak menyenangkan.
3. Kadang-kadang akan ada rasa sakit di daerah selangkangan,
meskipun hal ini jarang terjadi
4. Nyeri ketika buang air.
Pria:
1. Sebuah cairan yang keluar dari penis, yang mungkin tipis dan
keputihan.
2. Nyeri atau sensasi terbakar, ketika melewati urin.
3. Kenaikan frekuensi urinations disebabkan oleh iritasi infeksi
76
D. Diagnosa
Diagnosa Laboratorium
Ada beberapa cara pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan
untuk mendiagnosis trikomoniasis. Diagnosis dapat ditegakkan melalui hal
– hal berikut ini :
1. Gejala klinis.
Diagnosis ditegakkan melalui gejala klinis baik yang subyektif
maupun obyektif. Tetapi diagnosis sulit ditegakkan pada penderita pria
dimana trikomoniasis pada pria hanya dijumpai sedikit
organismeTrichomonas vaginalis dibandingkan dengan wanita
penderita trikomoniasis.
2. Pemeriksaan mikroskopik.
Pemeriksaan secara mikroskopik dapat dibedakan menjadi 2
berdasarkan sampel yang digunakan sebagai bahan pemeriksaan yaitu :
a. Sediaan sekret vagina
Pengambilan sampel sekret vagina dilakukan dengan cara –
cara pap smear. Kemudian buat sediaan lalu dilakukan pengecatan
dan lihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan mikroskopis secara
langsung dapat juga dilakukan dengan cara membuar sediaan dari
sekret vagina yang dicampur dengan satu tetes garam fisiologis
diatas gelas obyek dan langsung dilihat dibawah mikroskop.
77
11. SKABIES
Definisi
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) yang
mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau
sebaliknya. Penyebabnya scabies adalah Sarcoptes scabiei.5
Etiologi
Scabies disebabkan oleh kutu atau kuman sarcoptes scabei. Secara
morfologik sarcoptes scabei merupakan tungau kecil berbentuk oval
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata berwarna putih kotor dan
tidak memiliki mata. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum
corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di dalam
terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam waktu singkat telur
tersebut menetas menjadi hypopi yakni sarcoptes muda. Akibat terowongan
yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel di lapisan kulit
itu, penderita mengalami rasa gatal. Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthropoda, kelas Arachnida, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut
81
Sarcoptes scbiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. Scabiei yang lain,
misalnya kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna puith
kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450
mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240
mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang
kaki di depan sebagai alat untuk melekat, dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir
dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul
pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan leh sensitisasi terhadap
secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Pada saat it kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemuannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi
dapat lebih luas dari lokasi tungau.5
82
83
FAKTOR RESIKO
1. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi
sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan.
Pada bayi, lesi terdapat di muka.
2. Skabies yang ditularkan oleh hewan.
Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaanya
berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala.
Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama
terdapat pada tempat-tempat kontak. Dan akan sembuh sendiri bila
menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.
3. Skabies inkognito
Obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan
steroid toikal yang lama dapat menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon imun seluler.
4. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.5
MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardial berikut ini :
1. Pruritus (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada
suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang tungau tersebut.
3. Kunikulus (adanya terowongan) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorfi (pustula,
ekskoriasi, dll). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum
korneum tipis, yaitu sela-sela jari tangan, peregelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae
(wanita) dan lipatan glutea, umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria),
dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan
telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang
dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah
4. Terdapat agen parasitik satu atau lebih stadium hidup agen parasitik ini,
merupakan hal yang paling diagnostik.
Pada pasien yang menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga
diagnosis kadangkala sangat sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama,
dapat timbul likenifikasi, impetigo, da furunkulosis.5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Cara menemukan tungau :
1. Carilah mula – mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat
papula atau vesikel. Congkel dengan jarum dan letakkan diatas kaca obyek,
lalu tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar
85
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya jepit lesi dengan 2 jari kemudian
buat irisan tipis dengan pisau dan periksa dengan mikroskop cahaya
4. Dengan biopsi eksisional dan periksa dengan pewarnaan HE.5
F. PENATALAKSANAAN
penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
1. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur
setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus
dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian
pula dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama
bayi dan anak - anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara
waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum
meningkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan dan
meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus
diperhatikan :
a) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
b) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian
yang akan dipakai harus disetrika.
c) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.
2. Penatalaksanaan secara khusus.
Dengan menggunakan obat - obatan, obat - obat anti skabies yang tersedia
dalam bentuk topikal antara lain :
a) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4 - 20% dalam
bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori
pakaian dan kadang - kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada
bayi berumur kurang dari 2 tahun.
86
G. CARA PENCEGAHAN
Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan :
1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu.
3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi tungau skabies.
88
a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di
cairan antiseptik.
b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan
seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.
c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.
d. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.3
o Penegakan diagnosis
Telur kutu (nits) yang mengkilat dan tembus pandang
disekresikan oleh kutu ke poros rambut manusia. Kutu dewasa
hidup dan mencari makan di dasar rambut. Ketika kutu
mengisap darah mereka menyuntikkan air liur, dan air liur yang
terus menerus keluar inilah yang menyebabkan gatal yang
sangat merepotkan terutama pada malam hari. Pasien mulai
menggaruk hingga daerah garukan tampak seperti terbakar.
Rasa gatal dari Penyakit Kutu Kelamin dihasilkan oleh
sensitisasi alergi terhadap antigen kutu, dan reaksi alergi ini
membutuhkan waktu untuk berkembang. Dari pertama kali
seseorang terinfeksi dengan kutu kemaluan hingga gatal parah
92
F. Tatalaksana
Daerah yang dijangkit dapat dicukur dan diolesi salep (lindane) lalu dicuci
dengan sabun dan air 12 jam kemudian bagian yang berambut dapat juga
dibedaki dengan ddt 10% lalu dicuci 2 hari kemudian tindakan ini diulangi
seminggu kemudian.
•Pengobatan pediculosis memiliki 2 aspek: pengobatan dan tindakan
pengendalian lingkungan. Pertimbangkan menyediakan perawatan medis
kepada semua orang yang memiliki kontak dengan pasien penuh, terutama
pasangan seksual.
•Dalam penanganannya harus mempunyai pemahaman siklus hidup kutu
untuk mengobati secara efektif. Tidak semua persiapan pengobatan yang
ovicidal. Oleh karena itu, pengobatan ulang mungkin perlu dilakukan
untuk membunuh telur yang baru menetas tidak terpengaruh oleh
pengobatan awal. Hal ini sangat penting untuk menggunakan obat
sebagaimana diminta untuk memastikan pemberantasan total kutu di
sepanjang siklus hidup mereka. Pestisida Berbagai agen pediculicidal
topikal yang tersedia untuk pengobatan kutu kepala dan kemaluan.
Shampoo pyrethrin dan permethrin 1% bilas yang tersedia di atas meja;
permetrin 5%, malathion, lindane, topikal ivermectin, dan spinosad adalah
agen resep. Permetrin tampaknya memiliki lebar margin keselamatan,
meskipun beberapa data menunjukkan hubungan yang mungkin antara
93
14. SIFILIS
A. Definisi
Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema
pallidum yang bersifat akut dan kronis ditandai dengan lesi primer diikuti
dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian masuk ke
dalam periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran
pencernaan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler.3
B. Etiologi
Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo
Spirochaetales dan Genus Treponema spesiesTreponema pallidum. Pada
Tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu
Treponema pallidum. Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron
dan diameter 0,009-0,5 mikron, setiap lekukan gelombang berjarak 1
mikron dan rata-rata setiap bakteriterdiri dari 8- 14 gelombang dan bergerak
secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya dapat dilihat pada
mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik
immunofluoresensi. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat
patogen pada manusia.
96
a. Sifilis Dini
1. Sifilis Primer
Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi infeksi. Lesi
pertama berupa makula atau papula merah yang kemudian menjadi ulkus (chancre),
97
dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanya merah dan tidak sakit bila dipalpasi.
Sering disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Lokalisasi
chancre sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat lain seperti bibir, ujung lidah,
tonsil, jari tangan dan puting susu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran
klinis yang khas berupa chancre serta ditemuiTreponema pallidum pada
pemeriksaan stadium langsung dengan mikroskop lapangan gelap. Apabila pada
hari pertama hasil pemeriksaan sediaan langsung negatif, pemeriksaan harus
diulangi lagi selama tiga hari berturut-turut dan bila tetap negatif, diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan serologis. Selamadalam pemeriksaan
sebaiknya ulkus dibersihkan atau dikompres dengan larutan garam faal fisiologis.
Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus keadaan S II ini sering
masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan gejala konsistensi seperti anoreksia,
demam, athralgia, angina. Pada stasium ini kelainan pada kulit, rambut, selaput
lendir mulut dan genitalia, kelenjar getah bening dan alat dalam. Kelainan pada
kulit yang kita jumpai pada S II ini hampir menyerupai penyakit kulit yang lain,
bisa berupa roseola, papel-papel, papulo skuamosa, papulokrustosa dan pustula.
Pada SII yang dini biasanya kelainan kulit yang khas pada telapak tangan dan kaki.
Kelainan selaput lendir berupa plakula atau plak merah (mucous patch) yang
disertai perasaan sakit pada tenggorokan (angina sifilitica eritematosa). Pada
genitalia sering kita jumpai adanya papul atau plak yang datar dan basah yang
disebut kondilomata lata. Kelainan rambut berupa kerontokan rambut setempat
disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa onikia sifilitaka, kuku rapuh
berwarna putih, suram ataupun terjadi peradangan (paronikia sifilitaka).
Kelainanmata berupa uveitis anterior.Kelainan pada hati bisa terjadi hepatitis
dengan pembesaran hati dan ikterus ringan. Kelainan selaput otak berupa
meningitis dengan keluhan sakit kepala, muntah dan pada pemeriksaan cairan
serebro spinalis didapati peninggian jumlah sel dan protein. Untuk menegakkan
diagnosis, disamping kelainan fisik juga diperlukan pemeriksaan serologis.6
Gejala klinis tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan tes serologi untuk sifilis
positif.Tes yang dilanjutkan adalah VDRL dan TPHA.
b. Sifilis Lanjut
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sikatrik bekas S I pada genitalia atau
makula atrofi bekas papul-papul S II. Pemeriksaan tes serologi sifilis positif.
Lesi pertama timbul 3-10 tahun setelah S I berupa gumma yang sirkumskrip.
Gumma sering perlunakan dan mengeluarkan cairan seropurulen dan kadang-
kadang disertai jaringan nekrotik sehingga terbentuk ulkus. Gumma ditemukan
pada kulit, mukosa mulut, dan organ dalam terutama hati. Dapat pula dijumpai
kelainan pada tulang dengan keluhan, nyeri pada malam hari. Pada pemeriksaan
radiologi terlihat kelainan pada tibia, fibula, humerus, dan tengkorak berupa
periostitis atau osteitis gummatosa. Pemeriksaan TSS positif.
2. Sifilis Kardiovaskuler
Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar 10% kasus
lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
berdasar gejala klinis, foto sinar X dan pemerikasaan pembantu lainnya. Sifilis
kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe: Sifilis pada jantung, pada pembuluh
darah, pada pembuluh darah sedang. Sifilis pada jantung jarang ditemukan dan
dapat menimbulkan miokarditis difus atau guma pada jantung. Pada pembuluh
darah besar,lesi dapat timbul di aorta, arteri pulmonalis dan pembuluh darah besar
yang berasaldari aorta. Aneurisma umumnya terdapat pada aorta asendens, selain
itu juga padan aorta torakalis dan abdominalis. Pembuluh darah sedang, misalnya
aorta serebralis dan aorta medulla spinalis paling sering terkena. Selain itu aorta
hepatitis dan aorta femoralis juga dapat diserang.6
Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervarasi, dan menyerupai sifilis
stadium II.Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai
kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul
99
setelah beberapa minggu, tetapi dapat pulakelainan sejak lahir. Pada bayi dapat
dijumpai kelainan berupa :
farings, larings dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran
yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer kemudian menjadi
bertambah pekat, purulen dan hemoragik.
c. Kelainan kulit: makula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada sejak
lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan kaki, makula,
papula atau papuloskuamosa tersebar secara generalisata dan simetris.
f. Alat-alat dalam.
a. Keratitis interstisial
b. Gumma
c. Neurosifilis
d. Kelainan sendi: yaitu artralgia difusa dan hidatrosis bilateral (clutton’s joint).
5. Stigmata
Lesi sifilis kongenital dapat meninggalkan sisa, berupa jaringan parut dan
deformitas yang karakteristik yaitu :
100
a. Muka: saddle nose terjadi akibat gangguan pertumbuhan septum nasi dan
tulangtulang hidung. Buldog jawakibat maksila tidak berkembang secara
normal sedangkan mandibula tidak terkena.
b. Gigi: pada gigi seri bagian tengah lebih pendek dari pada bagian tepi dan jarak
antara gigi lebih besar (Hutchinson’s teeth).
c. Regade: terdapat disekitar mulut
d. Tulang: osteoperiostitis yang menyembuh akan menimbulkan kelainan klinis
dan radiologis, pada tibia berupa sabre tibia dan pada daerah frontal berupa
frontal bossing.
e. Tuli: kerusakan N.VIII akibat labirintitis progresif
f. Mata: keratitis interstisialis.6
Klasifikasi
Pembagian penyakit Sifilis menurut WHO terdiri dari sifilis dini dan sifilis lanjut
dengan waktu diantaranya 2-4 tahun.Sifilis Dini dapat menularkan penyakit karena
terdapat Treponema pallidum pada lesi kulitnya, sedangkan Sifilis Lanjut tidak
dapat menular karena Treponema pallidum tidak ada. Sifilis Dini dikelompokkan
menjadi 3 yaitu :
c. Sifilis kardiovaskuler
d. Neurosifilis
Secara klinis ada beberapa stadium sifilis yaitu stadium primer, sekunder, laten dan
tersier. Stadium primer dan sekunder termasuk dalam sifilis early sementara
stadium tersier termasuk dalam sifilis laten atau stadium late latent.6
101
Diagnosis
Diagnosis terhadap penyakit sifilis sangat penting untuk dilakukan karena penyakit
ini merupakan penyakit yang menular.Studi menyebutkan bahwa diagnosis dini
dapat membantu pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Pada umumnya
dilakukan dengan 3 cara yaitu:
a. Anamnesis
c. Pemeriksaan Laboratorium
d. Pemeriksaan Mikroskopik
e. Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan Serologis Tes darah adalah cara lain untuk menentukan apakah
seseorang memiliki sifilis. Tak lama setelah infeksi terjadi, tubuh memproduksi
antibodi sifilis yang dapat dideteksi oleh tes darah. Pemeriksaan Serologis Sifilis
penting untuk diagnosis dan pengamatan hasil pengobatan. Pemeriksaan ini
dapat diklasifikasikan :6
5. Membedakan antara benar dan biologis positif palsu reaksi serologis.Secara garis
besar ada 2 macam Tes Serologi Sifilis yaitu :
Tes Reagin terdiri dari antibodi Ig M dan Ig A yang ditujukan terhadap beberapa
antigen yang tersebar luas dalam jaringan normal. Dapat ditemukan padaserum
penderita sifilis yang belum mendapat pengobatan , 2-3 minggu setelah
infeksi.Contohnya adalah Tes Flokulasi dan Tes Fiksasi Komplemen. Kedua tes ini
dapat memberikan hasil secara kuantitatif yaitu dengan menentukan kadar reagin
dalam serum yang secara berturut-turut diencerkan 2 kali. Pengenceran tertinggi
yang masih menunjukkan hasil positif merupakan titer serum yang bersangkutan.
Positif palsu dapat terjadi pada infeksi lain seperti Malaria, Lepra, Morbili,
103
Tes Flokulasi
Tes ini didasarkan atas kenyataan bahwa partikel antigen yang berupa lipid
mengalami flokulasi dalam beberapa menit setelah dikocok dengan reagin. Tes
flokulasi yang positif dapat menjadi negatif pada 6- 24 bulan setelah pengobatan
yang efektif pada sifilis early. Contoh tes flokulasi adalah VDRL (Venereal Disease
Research Laboratory test) dan RPR (Rapid Plama Reagin Test).
Didasarkan pada kenyataan bahwa serum yang mengandung reagin dapat mengikat
komplemen bila ada cardiolipin pada antigen.Jika serum yang diperiksabersifat
antikomplemen dapat mengakibatkan terjadinya positif palsu. Contoh Tes
Wassermann, dimana digunakan eritrosit domba sebagai indikator dan hasil tes
positifjika tidak terjadi hemolisis dan negatif bila ada hemolisis.
Pada Tes digunakan antigen yang berasal dari kuman Treponemal yang masih hidup
maupun yang sudah dimatikan atau salah satu fraksi dari kumantreponema sehingga
diperoleh hasil tes yang spesifik. Yang termasuk dalam tes iniadalah Tes
Fluoresensi Antibodi Treponema (FTA Abs), TPHA (Treponemalpallidum Passive
Hemagglutination Assay), Tes Imobilisasi Treponema pallidum (TPI) dan Tes
Pengikatan Komplemen Treponema pallidum atau RPCF (Reiter
serumpenderita dan gamma globulin yang telah dilabel. Kuman akan berfluoresens
jika terkena sinar violet. Hasil tes ini positif pada sifilis early dan tetap positif
sampaibeberapa tahun setelah pengobatan yang efektif sehingga hasil tes ini tidak
dapat digunakan untuk menilai pengobatan.Pada bayi baru lahir, adanya Ig M FTA
merupakan bukti adanya infeksi intrauteri (kongenital sifilis) namun demikian bisa
terjadi negatif palsu jika IgM pada bayi bukan akibat infeksi sifilis.
Hemagglutination Assay ) Tes ini menggunakan eritrosit domba yang telah diolah
dengan kuman Treponema pallidum. Hasil test positif jika terjadi aglutinasi dari
eritrosit dombatersebut. TPHA memberikan hasil secara kuantitatif dan sangat
spesifik.
Tes ini menggunakan kuman Treponema pallidum yang masih aktif sebagai
antigen. Dalam serum penderita sifilis yang telah ditambahkan komplemen, kuman
yang semula masih dapat bergerak aktif akan mengalami imobilisasi. Waktu yang
dibutuhkan adalah 18 jam. Antibodi imobilisasi timbul pada minggu ketiga setelah
infeksi. Antibodi ini berbeda dari reagin, TPI memerlukan biaya mahal, reagensia
murni dan tenaga yang terlatih.
Complement Fixation Test) Tes ini menggunakan antigen yang berasal dari fraksi
protein kuman Treponema pallidum strain Reiter. Antibodi yang bereaksi dalam tes
ini tidak sama dengan antibodi imobilisasi ataupun reagin. Hasil positif palsu dapat
terjadi bila fraksi protein tersebut kurang murni misal mengandung
lipopolisakarida.9
D. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
3. C (Condom), cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk
DAFTAR PUSTAKA
1. Hill. SA., Masters TL., Wachter J. Gonorrhea – an envolving disease of
the new Millenium. Vol.3 (9). Microbial Cell. 2016;September.
2. Harningtyas CD. Pemberian Terapi Oral untuk Pasien Uretritis Gonore
dengan Komplikasi local pada pria: laporan kasus. Vol. 3(3). Journal of
Argomedicine and Medical Sciences: Malang:2017.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanganan
Infeksi Menular Seksual 2015 [Internet]. Jakarta: Direktorat Jendral
PengendalianPenyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2015.
4. Piszczek J. PharmD. Gonorrhea: Treatment Update for an increasingly
resistant organism.Vol.148 (2). CPJ/RPC: 2015;March/april
5. Djuanda A. Penyakit Virus. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010. p. 112-4.
6. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: FK
UI; 2017.
7. Harahap SD et al. Hubungan infeksi Chlamydia dengan oklusi tuba pada
wanita infertil. Indonesian Journal of Obstetric and Gynecology volume.36.
2008; 10-11.
8. Joyee AG, Thyagarajan SP, Sowmya B, Venkatesan C,Ganapathy M. Need
for specific & routine strategy for the diagnosis of genital chlamydial
infection among patients with sexually transmitted diseases in India. Indian
J Med Res. 2003; 118; 152-7.
9. Mark A Fritz, Leon Speroff. Female Infertility. Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility 8th. Lippincott Williams&Wilkins. 2005.
Cunningham et al. Anatomy and Physiology. Williams Obsterics 23rd.
McGraw-Hills Companies. 2010.
10. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing;
2015.
107