Anda di halaman 1dari 107

1

SKENARIO 5

BINTIL PADA KEMALUAN

Seorang laki – laki berusia 25 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan


utama bintil berisi cairan pada kemaluan yang terasa nyeri sejak 2 hari yang lalu.
Keluhan disertai demam. Pasein mengaku sering melakukan hubungan seksual
dengan pekerja seks komersial. Pada pemeriksaan tanda vital tekanan darah 120/80
mmHg, denyut nadi 80x/menit, laju pernafasan 20x/menit, suhu 37,8oC. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan vesikel berwarna seperti kulit, sekitar vesikel
berwarna kemerahan, tidak kotor, tidak menggaung. Pemeriksaan mikroskopis
dengan pewarnaan Giemsa tampak sel raksasa berinti banyak. Dokter memberikan
terapi dan edukasi terkait penyakitnya.

STEP 1

1. Vesikel : cairan jernih yang berukuran ≤ 0,5 cm.

STEP 2

1. Bagaimana etiologi dan faktor resiko pada kasus ?


2. Mengapa bisa terjadi bintil – bintil pada kasus ?
3. Mengapa bisa ditemukan vesikel berisi cairan jernih, kulit kemerahan dan
nyeri pada kasus ?
4. Mengapa bisa ditemukan sel raksasa berinti banyak pada pemriksaan
mikroskopis ?
5. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus ?
6. Bagaimana edukasi dan penatalaksanaan pada kasus ?
7. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi ?

STEP 3

1. Berikut etiologi dan faktor resiko pada kasus :


a. Etiologik
i. HSV ( Herpes simpleks virus ).
ii. Tipe I ( badan ).
iii. Tipe II ( genital ).
2

b. Faktor resiko
i. Aktif berhubungan seksual.
ii. Berganti – ganti pasangan.
iii. Homoseksual.
iv. Rekurens.
2. Berikut alasan bisa terjadi bintil – bintil pada kasus :
a. HSV
i. Tipe I  oral herpes.
ii. TIpe II  genital herpes.
b. HSV
i. Masuk ke dalam tubuh  sel epitel  respon imun ( leukosit
granular )  mengeluarkan mediator inflamasi  TNF α – IL
dan bradykinin ).  meningkatnya PGE2 set point hipotalamus
 demam.
ii. Masuk ke dalam tubuh  virus mengeluarkan virion  masuk
keganglion ( neurovirulensi )  membentuk infeksi ganglion
proksimal ( dorman atau latent )  menyebar keseluruhan tubuh
 menyebabkan inflamasi pada kulit ( bintil – bintil dan
kemerahan ).
3. Berikut bisa ditemukan vesikel berisi cairan jernih, kulit kemerahan dan
nyeri pada kasus :
Mekanisme terbentuknya vesikel ( DD)
a. Sifilis.
b. Kondiloma akuminata.
c. Herpes simpleks genital.
4. Berikut bisa ditemukan sel raksasa berinti banyak pada pemriksaan
mikroskopis :
Pemeriksaan Tzank test : ditemukan sel raksasa inti banyak tetapi kurang
spesifik.
5. Berikut penegakan diagnosis pada kasus :
a. Anamnesis
i. Bintil – bintil pada kulit.
3

ii. Nyeri.
iii. Demam.
iv. Primer : demam, malase, anoreksia, peningkatan KGB.
v. Faktor resiko : hubungan seksual.
vi. RPD : pernah mengalami ?
b. Pemeriksaan fisik
i. Penilaian UKK (vesikel, eritema, dan tidak menggaung ).
c. Pemeriksaan penunjang
i. Tzank test.
ii. Serologi  ELISA  Antibodi :
1) GG I  HSV I.
2) GG II  HSV II.
6. Berikut edukasi dan penatalaksanaan :
i. Farmakologi
1) Asiklovir tab 200 mg No. XXXV
∫ 5 dd tab I PO pc
2) Valasiklovir tab 500 mg No. X
∫ 2 dd tab I PO pc.
3) Famsiklovir tab 250 mg
∫ 3 dd tab I PO pc.
ii. Jika berat
1) Asiklovir IV 5 mg / kgBB / 8 jam selama 7 hari.
2) Lesi sekunder  topical  asiklovir zulf 5 5x1 selama 5
hari.
3) Efloresensi / UKK
a) Primer : vesikel  ulkus.
b) Demam (akut) dan anoreksia.
c) Sekunder : Timbul lesi di tempat yang sama tidak
sistemik saja.
iii. Non farmakologi
1) Menggunakan alat kontrasepsi.
2) Meningkatkan sistem imun.
4

3) Menjaga kebersihan.
7. Berikut komplikasi yang dapat terjadi :
a. Herpes genital rekurens.
b. Imunodefisiensi.

STEP 4

Infeksi Menular Seksual (IMS)

Laki - laki Perempuan


Gonore Candidiasis vaginalis
Kondiloma akuminata Gonore
Sifilis Vaginalis bacterial
Herpes simpleks genital Trichomonas vaginalis
Ulkus mole Sifilis
Lymphogranuloma venerum Clamidia trakomatis
Pediculosis pubis Kondiloma akuminata
Skabies Moluskum kontaginosum
Granuloma inguinal Skabies

1. Sifilis
a. Disebabkan Trepinema pallidum, bentuk bulat, bergerak, secara rotasi.
b. Kongenital : ibu ke anak.
c. Hubungan seksual.
d. Stadium sifilis
i. I  dini, menular, sejak 1 tahun infeksi.
ii. II  laten, tidak menular.
iii. III  sifilis vascular dan guma.
e. Penatalaksanaan
i. Penicillin G.
ii. Benzatin 2,8 juta IM.
2. Kondiloma
a. HSV tipe 6 dan tipe 11.
5

b. Kontak langsung.
c. UKK  vegetasi bertagkai.
d. Predilaksi laki – laki  penis, OUE, anus, perineum dna sedangkan
pada wanita  vulva dan ingtroitus vagina.
e. Penatalaksanaan
i. Asam trchloroasetat 50 – 100 % per minggu.
ii. Fluorourosil 5 % setiap hari.
3. Trichimonas vaginalis
a. Anamnesis
i. Gatal, nyeri, perih, saat coitus.
ii. Keputihan, kuning kehijauan, bau busuk, dan berbusa.
b. Pemeriksaan fisik
i. Strawberry serviks.
c. Tatalaksana
i. Nistatin 1x100.000 IU (vagina/3hari).
4. Kandidasis vaginalis
a. Anamnesis
i. Keputihan.
ii. Gatal berat.
iii. Panas.
iv. Bau asam.
b. Pemeriksaan fisik
i. Duh tubuh putih menggumpal.
c. Tatalaksana
i. Nistatin 1x100.000 IU (vagina/3 hari).
5. Vaginalis bakterialis
a. Ketidakseimbangan flora normal pathogen (Gardenella sp).
b. Anamnesis
i. Keputihan.
ii. Bau amis.
c. Tatalaksanan
i. Metronidazole 2x500 mg/ hari pc selama 7 hari.
6

ii. Klindamisin 2x30 mg/hari pc selama 7 hari.


6. Skabies
a. Manifestasi
i. Gatal pada malam hari
ii. Adanya lesi terowongan.
b. Penatatlaksanaan
i. Permethrin 5 %.
7. Moluskum kontaginosum
a. Etiologi  virus pox.
b. Manifestasi  rapuldele.
c. Penatalaksanaan  di kuret.
8. Gonore
a. Etiologi  Neisseria gonore
b. Manifestassi klinis
i. Laki – laki  rasa tidak nyaman saat berkemih.
ii. Perempuan  asimtomatik, keputihan.
7

MIND MAP

Etiologi

Faktor resiko

Patofisiologi Anamnesis

Penegakan
SEKSUAL Pemeriksaan fisik
diagnosis
TRANSMITTED
DISEASE
Diagnosis Pemeriksaan
banding penunjang

Non farmakologi

Penatalaksanaan

Farmakologi

komplikasi

STEP 5

Kelainan pada infeksi menular seksual (IMS) :

1. Gonore.
2. Kondiloma akuminata.
3. Sifilis.
4. Herpes simpleks genital.
5. Ulkus mole.
6. Pedunculosis pubis.
7. Skabies.
8

8. Granuloma inguinal.
9. Candidiasis vaginalis.
10. Vaginialis bacterial.
11. Trichomonalis vaginalis.
12. Clamidia trakomonalis.
13. Moluskum kontaginosum.
14. Limfogranuloma venereum.

STEP 6.

Belajar Mandiri.

STEP 7

1. GONOREA
A. Definisi
Gonorea dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan
oleh Neisseria gonorrhoeae. Gonore adalah penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae yang sering menyerang membran mukosa
uretra pada pria dan endoservik pada wanita. Gonore sering ditularkan
melalui kontak seksual.1
B. Etiologi
Penyebab gonore adalah gonokokok yang ditemukan oleh Albert
Ludwig Siegmund Neisser berkebangsaan Jerman, melalui pengecatan
hapusan duh tubuh uretra, vagina dan konjungtiva dan pertama kali di kultur
in vitro tahun 1882 oleh Leistikow. Bakteri Neisseria gonorrhoeae adalah
bakteri diplokokus gram negatif yang aerob dan berbentuk seperti biji kopi.
Terletak intraselular yang biasanya terdapat di dalam leukosit
polimorfonuklear. Bakteri tersebut memilki diameter sekitar 0,8 μm. Selain
itu, kuman ini tidak motil dan tidak berspora. Suhu 35°C-37°C dan pH 7,2-
7,6 merupakan kondisi optimal untuk bakteri Neisseria gonorrhoeae
tumbuh.1
Secara morfologik gonokokus ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2
yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak
9

mempunyai pili dan bersifat non virulen. Pili akan melekat pada mukosa
epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.1

Gambar 1.1 Neisseria gonorrhoeae1

C. Patofisiologis
Masa inkubasi penyakit sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi
antara 2-8 hari, dengan kebanyakan infeksi menjadi simptomatik dalam 2
minggu. Kadang-kadang masa inkubasi terjadi lebih lama dan hal ini
disebabkan karena penderita telah mengobati diri sendiri, tetapi dengan
dosis yang tidak cukup atau gejala sangat samar sehingga tidak
diperhatikan oleh penderita. Hanya sekitar 10% dari infeksi ini yang
asimptomatik pada pria. Masa inkubasi pada wanita sulit ditentukan karena
pada umumnya asimptomatik, dan baru diketahui setelah terjadinya
komplikasi.2
Neisseria gonorrhoeae dapat ditularkan melalui kontak seksual atau
melalui penularan vertikal pada saat melahirkan. Bakteri ini terutama
mengenai epitel kolumnar dan epitel kuboidal manusia. Patogenesis gonore
terbagi menjadi 5 tahap sebagai berikut:
a. Fase 1 adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae menginfeksi permukaan
selaput lendir dapat ditemukan di uretra, endoserviks dan anus.1
b. Fase 2 adalah bakteri ke microvillus sel epitel kolumnar untuk
kolonisasi selama infeksi, bakteri dibantu oleh fimbriae, pili. Fimbriae
terutama terdiri dari protein pilin oligomer yang digunakan untuk
melekatkan bakteri ke sel-sel dari permukaan selaput lendir. Protein
membran luar PII Oppacity associated protein (OPA) kemudian
membantu bakteri mengikat dan menyerang sel inang.1
10

c. Fase 3 adalah masuknya bakteri ke dalam sel kolumnar dengan proses


yang disebut endositosis di mana bakteri yang ditelan oleh membran sel
kolumnar, membentuk vakuola.1
d. Fase 4 adalah vakuola ini kemudian dibawa ke membran basal sel
inang, dimana bakteri berkembang biak setelah dibebaskan ke dalam
jaringan subepitel dengan proses eksositosis. Peptidoglikan dan bakteri
LOS (Lipo Oligo Sakharida) dilepaskan selama infeksi. Gonococcus
dapat memiliki dan mengubah banyak jenis antigen dari Neisseria LOS.
LOS merangsang tumor necrosis factor atau TNF, yang akan
mengakibatkan kerusakan sel.1
e. Fase 5 reaksi inflamasi yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi
neutrofil. Selaput lendir hancur mengakibatkan akumulasi Neisseria
gonorrhoeae dan neutrofil pada jaringan ikat subepitel. Respon imun
host memicu Neisseria gonorrhoeae untuk menghasilkan protease IgA
ekstraseluler yang menyebabkan hilangnya aktivitas antibodi dan
mempromosikan virulensi.1
D. Manifestasi klinis
Gejala klinis untuk infeksi pertama yang paling sering dijumpai pada
pria adalah uretritis anterior akuta dan dapat meluas ke proksimal,
selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal, asendend dan diseminata.
Keluhan subyektif berupa rasa gatal dan panas di bagian distal uretra di
sekitar orifisium uretra eksternum kemudian disusul disuria, polakisuria,
keluar duh tubuh mukopurulen pada orifisium uretra eksternum yang
kadang-kadang disertai darah, dan disertai perasaan nyeri pada waktu
ereksi. Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum hiperemis,
edema dan ektropion. Pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran
kelenjar getah bening inguinal media unilateral atau bilateral. Pada
kebanyakan kasus, laki-laki akan segera berobat karena gejala yang
mengganggu sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi lebih lanjut,
namun tidak cukup untuk mencegah terjadinya penularan.2
Gejala yang terjadi pada wanita dengan gonore sering mengenai
serviks sehingga terjadi servisitis dengan gejala keputihan. Pada
11

pemeriksaan, serviks yang terinfeksi tampak rapuh dan mengalami edema


dengan keluarnya cairan mukopurulen pada ostium. Perempuan yang sedikit
atau tidak memperlihatkan gejala menjadi sumber utama penyebaran infeksi
dan beresiko mengalami komplikasi.2

Gambar 1.2 Gambaran duh tubuh pada gonorea1

E. Penegakan diagnosis
Gonore dapat ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnostik laboratorium yang digunakan antara
lain:
a. Pemeriksaan mikroskopis yang digunakan adalah dengan pengecatan
gram. Pengambilan sampel dari swab endoservik pada wanita. Hasil
positif akan tampak diplokokus gram negatif. Pengecatan positif pada
wanita memiliki sensitivitas sebesar 30% - 50% dan spesifitas sebesar
90-99 %.
12

Gambar 1.3 Pemeriksaan mikroskopis1


b. Kultur Untuk identifikasi dilakukan pembiakan dengan menggunakan
media selektif yang diperkaya yaitu Media Thayer Martin yang
mengandung vankomisin, dan nistatin yang dapat menekan
pertumbuhan bakteri Gram positif, Gram negatif dan jamur, dimana
tampak koloni berwarna putih keabuan, mengkilat dan cembung.
Kultur diinkubasi pada suhu 350C – 370C dan atmosfer yang
mengandung CO2 5%. Pemeriksaan kultur dengan bahan dari duh
uretra pria, sensitivitasnya lebih tinggi 94% - 98% daripada duh
endoserviks 85 % - 95%, sedangkan spesifisitasnya sama yaitu 99%.1

Gambar 1.4 Hasil kultul Neisseriae Gonorrhoae1


c. Tes oksidase merupakan suatu tes untuk mengetahui apakah suatu
bakteri memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim oksidase.
Aeromonas, Vibrio, Neisseria, Moraxella, dan Campylobacter adalah
kuman-kuman yang bila ditetesi dengan reagen oksidase akan
13

menghasilkan warna biru dalam 10-30 detik dan itu berarti positif tes
oksidase.1
F. Penatalaksanaan
a. Non – farmakologi
- Menghindari hubungan seksual selama masih sakit
- Menjaga kebersihan genital
- Meningkatkan sistem imun dengan mengkonsumsi makan bergizi1
b. Farmakologi
- Gonore akut tanpa komplikasi:
Sefiksim 400 mg PO dosis tunggal
Seftriakson 250 mg/Inj IM dosis tunggal
Kanamisin 2 gr Inj IM dosis tunggal3
- Gonore dengan komplikasi Pelvic Inflamatory diseases
Sefiksim 400 mg/ hari PO selama 5 hari
Seftriakson 250 mg/hari Inj IM selama 3 hari
Kanamisin 2 gr Inj IM selama 3 hari.3
c. Edukasi
- Mengenai penyakitnya
- Cara penularannya melalui aktivitas seksual
- Tidak berganti – ganti pasangan
- Menganjurkan melakukan pemeriksaan gonore pada pasangan
pasien (istri/ suami)
- Menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom
G. Mekanisme Kerja obat
1. Seftriakson dan sefiksim
Seftriakson merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi
ketiga. Seftriakson merupakan rekomendasi dari Centers for Disease
Control (CDC) untuk pengobatan gonore.4 Mekanisme kerja antibiotik
tersebut adalah menghambat sintesis dinding sel bakteri. Antibiotik ini
memiliki aktivitas yang kuat melawan bakteri Gram negatif.4
a. Farmakokinetik
14

Seftriakson mengikuti farmakokinetik non linier, terikat dalam


protein plasma 85% - 95%. Absorpsi seftriakson disaluran cerna
buruk, karena itu diberikan secara parenteral. Seftriakson secara
luas didistribusikan dalam jaringan tubuh dan cairan. Umumnya
mencapai konsentrasi terapeutik dalam cairan otak. Melintasi
plasenta dan konsentrasi rendah telah terdeteksi dalam air susu ibu
hingga konsentrasi tinggi dicapai dalam empedu. Sekitar 33% -
67% seftriakson dieksresikan dalam urin, terutama oleh filtrasi
glomerulus, sisanya akan dieksresikan dalam empedu dan pada
tahap akhirnya ditemukan dalam feses. Waktu paruh seftriakson
mencapai 8 jam.4
b. Farmakodinamik
Efek farmakodinamik seftriakson dihasilkan akibat penghambatan
sintesis dinding kuman. Seftriakson mempunyai stabilitas yang
tinggi terhadap beta laktamase, baik terhadap penisilinase maupun
sefalosporinase yang dihasilkan oleh kuman Gram negatif.4

Penyakit Etiologi Penegakan diagnosis Predileksi Penatalaksanaan


Anamnesis PF PP
Gonore N.gonor- Pria: gatal Pria : Mikroskopis - Membrane - Gonore akut
hoeae dan panas di orifisium -Swab mukosa
tanpa
bagian distal uretra endoserviks: uretra
uretra eksternum tampak - endoserviks komplikasi:
disuria, hiperemis, diplokokus
Sefiksim 400
polakisuria, edema, gram
keluar duh pembesaran negative mg PO dosis
tubuh kelenjar Kultur:
tunggal
mukopurulen, getah bening koloni
nyeri pada inguinal berwarna Seftriakson
waktu ereksi. media. putih
250 mg/Inj IM
Wanita : Wanita: keabuan
keputihan ditemukan dosis tunggal
RPS : secret Tes oksidae
Kanamisin 2 gr
melakukan /keputihan perubahan
hubungan mukopurulen. warna biru Inj IM dosis
seksual Serviks rapuh setelah
tunggal3
dengan dan edema ditetesi
banyak oksidae - Gonore dengan
pasangan
komplikasi
15

Pelvic
Inflamatory
diseases
Sefiksim 400
mg/ hari PO
selama 5 hari
Seftriakson
250 mg/hari Inj
IM selama 3
hari
Kanamisin 2 gr
Inj IM selama
3 hari.3

2. CONDYLOMA ACUMINATUM
A. Definisi
Kondiloma akuminata juga dikenal sebagai anogenital warts terdiri
dari epidermis dan papula atau nodul dermal pada perineum, genitalia,
lipatan crural, dan anus. Mereka bervariasi dalam ukuran dan dapat
membentuk besar, exophytic, massa seperti kembang kol, terutama di
lingkungan yang lembab perineum.1 Human papillomavirus (HPV)
adalah penyebab etiologi kondiloma akuminata. Kutil dapat menyebar
ke dalam vagina, uretra, dan epitel perirectal.3

B. Etiologi

Kutil kelamin atau kondiloma disebabkan oleh infeksi pada


epidermis oleh jenis Human Papiloma Virus yang spesifik pada
sebagian besar lesi yang terjadi akibat HPV 6 dan 11 yang dijumpai,
namun terkadang HPV 16 atau jenis lain juga dijumpai hubungan antara
kutil kelamin dengan kutil kulit biasanya telah banyak dibahas
sebelumnya namun tidak ada bukti hubungan klinis atau virologis
antara keduanya meskipun demikian sejumlah kecil pasien dengan kutil
16

kulit biasa juga mengalami kutil yang sama pada bagian genital
autoinokulasi dengan HIV 1,2 atau 4 tampaknya merupakan penjelasan
yang paling mungkin, karena jenis – jenis tersebut telah diidentifikasi
pada beberapa material kutil.3

Beberapa faktor-faktor resiko yang mempengaruhi :

1. Aktivitas Seksual
Kondiloma akuminata atau infeksi HPV sering terjadi pada orang
yang mempunyai aktivitas seksual yang aktif dan mempunyai
pasangan seksual lebih dari 1 orang (multiple). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa mahasiswi-mahasiswa yang sering bergonta-
ganti pasangan seksual dapat terinfeksi HPV melalui pemeriksaan
DNA. Wanita dengan lima atau lebih pasangan seksual dalam lima
tahun memiliki resiko 7,1% mengalami infeksi HPV (anogenital
warts) dan 12,8% mengalami kekambuhan dalam rentang waktu
tersebut. Pada penelitian yang lebih luas, yang melibatkan wanita
berusia 18-25 tahun yang memiliki tiga kehidupan seksual dengan
pasangan yang berbeda berpotensi untuk terinfeksi HPV.
2. Penggunaan Kontrasepsi
Penelitian pada 603 mahasiswa yang menggunakan alat
kontrasepsi oral ternyata menunjukkan adanya hubungan
terjadinya infeksi HPV pada servik. Namun hubungan pasti antara
alat kontrasepsi oral dengan angka kejadian terjadinya kondiloma
akuminata masih menjadi perdebatan di dunia.
3. Merokok
Hubungan antara merokok dengan terjadinya kondiloma
akuminata masih belum jelas. Namun pada penelitian ditemukan
adanya korelasi antara terjadinya infeksi HPV pada seviks dengan
penggunaan rokok tanpa filter (cigarette) dengan cara pengukuran
HPV DNA.
17

4. Kehamilan
Penyakit ini tidak mempengaruhi kesuburan, hanya pada masa
kehamilan pertumbuhannya makin cepat, dan jika pertumbuhannya
terlalu besar dapat menghalangi lahirnya bayi dan dapat timbul
perdarahan pasca persalinan. Selain itu dapat juga menimbulkan
kondiloma akuminata atau papilomatosis laring (kutil pada saluran
nafas) pada bayi baru lahir. Keluhan keputihan yang di alami dapat
terjadi akibat adanya kondiloma di vagina dan serviks, atau
mungkin juga keputihan oleh sebab lain seperti jamur misalnya.
5. Imunitas
Kondiloma juga sering ditemukan pada pasien yang
immunocompromised (misal HIV).8

C. Patofisiologi

HPV merupakan kelompok virus DNA double-strand. Sekitar 30


jenis HPV dapat menginfeksi traktus anogenital. Virus ini
menyebabkan lokal infeksi dan muncul sebagai lesi kondiloma
papilomatous. Infeksi HPV menular melalui aktivitas seksual. HPV
yang berhubungan dengan traktus genital dibagi dalam kelompok
resiko rendah dan resiko tinggi yang didasarkan atas genotipe masing-
masing. Sebagian besar kondiloma genital diinfeksi oleh tipe HPV-6
atau HPV-11. Sementara tipe 16, 18, 31, 33, 45, 51, 52, 56, 68, 89
merupakan resiko tinggi.4,6
Papiloma virus bersifat epiteliotropik dan reflikasinya tergantung
dari adanya epitel skuamosa yang berdeferensisasi. DNA virus dapat
ditemui pada lapisan bawah epitel, namun struktur protein virus tidak
ditemukan. Lapisan basal sel yang terkena ditandai dengan batas yang
jelas pada dermis. Lapisan menjadi hiperplasia (akantosis), pars
papilare pada dermis memanjang. Gambaran hiperkeratosis tidak selalu
ada, kecuali bila kutil telah ditemui pada waktu yang lama atau
pengobatan yang tidak berhasil, dimana stratum korneum hanya
mengandung 2 lapisan sel yang parakeratosis. Koibeytes terpancar –
18

pencar keluar dari lapisan terluar dari kutil genialia. Merupakan sel
skuamosa yang zona mature perinuclear yang luas dibatasi dari
peripheral sitoplasma. Intinya bisa diperluas dan hyperchromasi, dua
atau lebih nuklei/inti bisa terlihat. Penelitian ultrastruktural
menunjukkan adanya partikel – partikel virus pada suatu bagian nuklei
sel. Koilositosis muncul untuk menunjukkan kembali suatu efek
sitopatik spesifik dari HPV.4
19

Hubungan seksual

Kontak dengan HPV

PV 6 & 11 masuk
melalui mikro lesi

Penetrasi melalui kulit

Ditumpangi oleh patogen Mikroabrasi permukaan epitel

HPV masuk lapisan basal


Keputihan Respon radang
disertai infeksi
mikrorganisme Mengambil alih DNA
Merangsang
mediator kimia:
Bau, berwarna histamin
kehijauan HPV naik ke epidermis
Stimulasi saraf perifer

Gatal dan terasa Bereplikasi


terbakar Menghantarkan pesan
gatal ke otak
Tidak terkendali
Tidak nyaman Impuls elektronikimia
saat melakukan (gatal) sepanjang nervus ke
hubungan dorsal spinal cord Nodul kemerahan di
seksual sekitar genitalia
Gangguan Thalamus
pola fungsi
Penumpukan nodul merah Gangguan
seksual Korteks (intensitas) dan
membentuk seperti bunga citra diri
lokasi gatal kol
dipersepsikan
Persepsi gatal Pecah/muncul lesi Gang. Integritas
kulit

Gangguan rasa
Lesi terbuka,
nyaman : Gatal
terpajan
mikroorganisme
Pelepasan virus
bersama sel epitel

Resti
penularan
20

D. Penegakan Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Kondiloma pada permukaan kulit muncul sebagai papula
lobus yang rata-rata 2-5 mm dalam ukuran, tetapi mereka mungkin
berkisar dari mikroskopis beberapa sentimeter untuk diameter dan
tinggi. Lesi sering multifokal. Banyak kutil kelamin mungkin
muncul selama kehamilan. Kondiloma akuminata terjadi pada pria
terutama penis atau sekitar anus. Pada wanita, lesi muncul di
permukaan mukosa vulva, leher rahim, pada perineum, atau sekitar
anus. Massa seperti kembang kol dapat berkembang di tempat
lembab, daerah tersumbat seperti kulit perianal, vulva, dan lipatan
inguinal. Sebagai hasil dari akumulasi materi purulen dalam celah,
mungkin timbul bau busuk. Warna mereka umumnya abu-abu,
kuning pucat, atau merah muda.5
Kutil kelamin adalah sexually transmitted disease (STD) dan
STD lainnya dapat ditemukan pada pasien dengan kutil kelamin.
Sejarah lengkap harus diambil dan pasien disaring untuk STD
lainnya yang sesuai. Wanita dengan kutil kelamin eksternal harus
dilakukan skrining sitologi servikal rutin untuk mendeteksi adanya
displasia serviks.5

Gambar 1.5 Kondiloma akuminata pada penis.4


21

Gambar 1.6 Kondiloma akuminata pada perianal.4

2. Pemeriksaan Fisik
 Kondiloma akuminata sering muncul disaerah yang lembab,
biasanya pada penis, vulva, dinding vagina dan dinding serviks dan
dapat menyebar sampai daerah perianal
 Berbau busuk
 Warts/kutil memberi gambaran merah muda, flat, gambaran bunga
kol
 Pada pria dapat menyerang penis, uretra dan daerah rektal. Infeksi
dapat dormant atau tidak dapat dideteksi, karena sebagian lesi
tersembunyi didalam folikel rambut atau dalam lingkaran dalam
penis yang tidak disirkumsisi.
 Pada wanita condiloma akuminata menyerang daerah yang lembab
dari labia minora dan vagina. Sebagian besar lesi timbul tanpa
simptom. Pada sebagian kasus biasanya terjadi perdarah setelah
coitus, gatal atau vaginal discharge
 Ukuran tiap kutil biasanya 1-2 mm, namun bila berkumpul sampai
berdiameter 10, 2 cm dan bertangkai. Dan biasanya ada yang sangat
kecil sampai tidak diperhatikan. Terkadang muncul lebih dari satu
daerah.
 Pada kasus yang jarang, perdarahan dan obstruksi saluran kemih jika
virus mencapai saluran uretra
 Memiliki riwayat kehidupan seksual aktif dengan banyak pasangan7
22

3. Pemeriksaan Penunjang
Hampir semua kondiloma dapat didiagnosis dengan inspeksi.
Pencahayaan terang dan pembesaran harus digunakan ketika memeriksa
untuk infeksi HPV genital. Flat, sessile dan lesi berpigmen mungkin
disebabkan papulosis bowenoid dan mungkin memerlukan biopsi. Infeksi
subklinis dan laten ada tidak lagi dicari atau diselidiki karena mereka
sangat umum dan tidak ada strategi manajemen dikenal untuk
memberantas bentuk-bentuk infeksi HPV.5
Perendaman dengan asam asetat umumnya tidak diperlukan, tetapi
dapat membantu untuk mendeteksi lesi awal di bawah kulup. Pada pasien
dengan beberapa kali kambuhan, perendaman asam asetat dapat
menentukan tingkat infeksi dan membantu untuk menentukan daerah
untuk penerapan terapi topikal. Prosedur ini dilakukan dengan merendam
alat kelamin eksternal pada pria dan vagina dan leher rahim pada wanita
dengan 3% sehingga 5% asam asetat hingga 10 menit. Kutil kelamin
menjadi putih (acetowhitening), membuat mereka mudah diidentifikasi.
Proses apa saja yang mengubah epidermis akan menjadi acetowhite,
namun (dermatitis, misalnya), sehingga hanya lesi khas acetowhite harus
diperlakukan sebagai kutil.5
Dalam kasus atipikal, percobaan selama 2 minggu dilakukan
dengan 1% hidrokortison ditambah krim topikal antikandidal imidazol.
Jika acetowhitening tetap ada, dilakukan biopsi dan bukti histologi infeksi
HPV dicari. Immunoperoxidase atau in situ hybridization methods dapat
membantu dalam evaluasi. PCR sebaiknya tidak dilakukan pada specimen
yang dibiopsi, kecuali mungkin dalam kasus kanak-kanak. Tingkat latar
belakang infeksi laten (hingga 50 %) membuat interpretasi dari PCR
positif mustahil. Sebaliknya, chromogenic in situ hybridization clearing
menunjukkan lokalisasi inti positif dalam lesi.5

Pemeriksaan histologis menunjukkan kelainan pada epidermis,


termasuk akantosis (menebalnya stratum spinosum), parakeratosis (retensi
nuklei di sel stratum korneum), dan hiperkeratosis (menebalnya stratum
23

korneum), menyebabkan pembentukan papillomatosis yang khas.


Karakteristik lain yang ditemukan dari pemeriksaan jaringan yang dibiopsi
adalah koilosit (sel epitel squamous dengan nukleus abnormal di dalam halo
sitoplasma yang besar). Biopsi tidak tarlalu diperlukan untuk diagnosa kutil
kelamin, mengingat tampilan klinisnya yang khas. Bagaimanapun,
disarankan melakukan biopsi jika temuan atipikal seperti pigmentasi,
ulserasi, masa nodular, untuk menyingkirkan kemungkinan displasia tingkat
tinggi atau malignansi.5

Kondiloma Selama Kehamilan


a. Kehamilan dan kondiloma acuminata/HPV
Wanita yang terpapar HPV selama kehamilan memiliki kekhawatiran
bahwa virus ini akan membahayakan bayi mereka. Dalam kebanyakan
kasus HPV tidak mempengaruhi perkembangan janin.

b. Pengaruh kondiloma selama kehamilan


Jika seorang wanita terpapar kondiloma selama kehamilan, maka
kondiloma akan cepat berkembang, kemungkinan karena terjadi
pengeluaran cairan vagina berlebih yang membuat lingkungan yang
baik untuk virus, perubahan hormonal atau penurunan kekebalan
tubuh.8

c. Pengaruh kondiloma acuminata/HPV terhadap bayi


HPV tidak mempengaruhi kehamilan dan kesehatan bayi secara
langsung. Resiko transmisi virus ini terhadap bayi sangat rendah. Jika
bayi terpapar virus saat kehamilan atau saat melahirkan maka
transmisi ini bisa menyebabkan terjadinya perkembangan wart/kutil
pada korda vokalis dan kadang pada daerah lain pada infan atau anak-
anak. Kondisi ini disebut recurrent respiratory papillomatous (RRP),
hal ini sangat berbahaya, namun hal ini sangat jarang terjadi.8

d. Pengaruh kandiloma acuminata bagi persalinan


Menurut Sinal, Woods (2005), melahirkan melalui jalan lahir dari
vagina yang terinfeksi dapat menyebabkan lesi (semacam luka) di
24

pernafasan bayi. Kutil kelamin memang ditularkan ke bayi baru lahir


atau pasangannya, dan ada kemungkinan untuk berulang (kambuh).
Untuk alasan-alasan yang tidak diketahui, kutil genital sering
meningkat jumlah dan ukurannya selama kehamilan, terkadang
memenuhi vagina atau menutupi perineum sehingga pelahiran
pervaginam atau episiotomi sulit dilakukan
1. Kemungkinan keadaan basah daerah vulva pada saat kehamilan
merupakan kondisi yang bagus untuk pertumbuhan virus
2. Adanya perubahan endokrin dan imunitas pada kehamilan juga
dapat mempengaruhi pertumbuhan kondiloma akuminata Pada
kehamilan trimester akhir, kondiloma akuminata sangat kering,
mudah rusak dan berdarah. Selama hamil, virus bereplikasi cepat
dan dapat menyebabkan tumor
3. Penelitian juga melaporkan selama kehamilan prevalensi
kondiloma akuminata meningkat dari trimester 1-3 dan secara
signifikan akan mengalami penurunan pada periode post partum.

Pada persalinan dengan Condyloma genital, adanya candyloma


beresiko :
1. Risiko penularan ke anaknya kalau dilahirkan melalui vagina.
2. Risiko terjadi perdarahan bila dilahirkan melalui vagina, yaitu bila
jaringan yang mengalami infeksi condyloma itu mengalami ruptur
(mudahnya robek), bisa menimbulkan perdarahan banyak.8

e. Diagnosa Banding

Papul dan nodul pseudoverucosa adalah suatu kondisi yang dapat


dilihat berkaitan dengan ureterostomi dan pada daerah perianal yang
berkaitan dengan defekasi yang tidak dapat ditahan juga bisa menyerupai
kondiloma acuminata. Papul – papul yang terdapat didaerah anogenital
seperti molusca dan skintag,9

 Veruka vulgaris yang tidak bertangkai, kering dan berwarna abu – abu
atau sama dengan warna kulit.
25

 Kondiloma latum atau sifilis stadium II, klinis berupa plakat yang erosi,
 Karsinoma sel skuamosa vegetasi yang seperti kembang kol mudah
berdarah dan berbau.

1. Bowenoid Papulosis
Bowenoid papulosis terdiri dari papula merah-coklat atau konfluen, kadang-
kadang plak leukoplakia-like pada pasien HIV-positif itu mungkin sulit
untuk membedakan dari kondiloma akuminata. Lesi analog squamous
intraepithelial hadir pada perianal dan pada leher rahim.6

Gambar 1.7 Bowenoid papulosis.6

2. Giant Condyloma Acuminatum


Giant condyloma acuminatum, atau Buschke–Löwenstein tumor, secara
klinis dicurigai oleh ukuran dan atau adanya fistula. Gambaran histologi
mungkin tampak sangat jinak, dan perbedaan dari kutil kelamin besar
sehingga dapat menjadi sulit pada tahap awal. Namun, pencitraan resolusi
tinggi mengungkapkan tingkat infiltrasi, dan biopsi besar dapat mendeteksi
pertumbuhan destruktif lokal dan jarang berubah menjadi karsinoma sel
skuamosa.
26

Gambar 1.8 Giant condyloma acuminatum.6

Penatalaksanaan

Karena virus infeksi HPV sangat bersifat subklinis dan laten, maka tidak
terdapat terapi spesifik terhadap virus ini, maka perawatan diarahkan pada
pembersihan kutil – kutil yang tampak dan bukan pemusnahan virus. Perhatian
pada pribadi harus ditekankan karena kelembaban mendukung pertumbuhan
kutil.10

Farmakologis

1. Podophylin
Podophylin adalah resin yang diambil dari tumbuhan dengan kandungan
beberapa senyawa sitotoksik yang rasionya tidak dapat dirubah. Podophylino
yang paling aktif adalah podophylotoksin. Jenis ini mungkin terdiri atas
berbagai konsentrasi 10 – 25 % dengan senyawa benzoin tinoture, spirit dan
parafin cair.yang digunakan adalah tingtur podofilin 25 %, kulit di sekitarnya
dilindungi dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi setelah 4 – 6 jam
dicuci. Jika belum ada penyembuhan dapat diulangi setelah 3 hari, setiap kali
pemberian tidak boleh lebih dari 0,3 cc karena akan diserap dan bersifat
toksik. Gejala toksik ialah mual, muntah, nyeri abdomen gangguan alat napas
dan keringat kulit dingin. Pada wanita hamil sebaiknya jangan diberikan
karena dapat terjadi kematian fetus. Respon pada jenis perawatan ini
bervariasi, beberapa pasien membutuhkan beberapa sesi perawatan untuk
27

mencapai kesembuhan klinis, sementara pasien – pasien yang lain


menunjukkan respon yang kecil dan jenis perawatan lain harus
dipertimbangkan.
a. Podofilytocin
Ini merupakan satu bahan aktif resin podophylin dan tersedia sebanyak 0,5
% dalam larutan etanol. Ini merupakan agen anti mitotis dan tidak
disarankan untuk penggunaan pada masa kehamilan atau menyusui, jenis
ini lebih aman dibandingkan podophylin. Apilkasi mandiri dapat
diperbolehkan pada kasus – kasus keluhan yang sesuai.
b. Asam Triklorasetik ( TCA )
Ini agent topikal alternatif dan seringkali digunakan pada kutil dengan
konsentrasi 30 – 50 % dioleskan setiap minggu dan pemberian harus
sangat hati – hati karena dapat menimbulkan ulkus yang dalam. Bahan ini
dapat digunakan pada masa kehamilan.10
c. Topikal 5-Fluorourasil (5 FU )
Krim 5 FU dapat digunakan khususnya untuk perawatan kutil uretra dan
vulva vagina, konsentrasinya 1 – 5 % pemberian dilakukan setiap hari
sampai lesi hilang dan tidak miksi selama pemberian. Iritasi lokal bukan
hal yang tidak biasa.
d. Interferon
Meskipun interferon telah menunjukkan hasil yang menjanjinkan bagi
verucciformis dan infeksi HPV anogenital, keefektifan bahan ini dalam
perawatan terhadap kutil kelamin masih dipertanyakan. Terapi parentral
dan intra lesional terhadapa kutil kelamin dengan persiapan interferon
alami dan rekombinasi telah menghasilkan tingkat respon yang berkisar
antara 70 – 80 % pada laporan – laporan awal. Telah ditunjukkan pula
bahwa kombinasi IFN dengan prosedur pembedahan ablatif lainnya
menghasilkan tingkat kekambuhan ( relapse rate ) lebih rendah. Efek
samping dari perlakuan inerferon sistemik meliputi panyakit seperti flu
dan neutropenia transien10
28

Non Farmakologis
Obat Kutil pada kelamin (Kutil Kondiloma pada pria / Kutil Jengger Ayam pada
wanita). Penggunaan: Bubuk WARTS POWDER dicampur dengan air hangat
dan dioleskan pada bagian yang sakit, secara teratur 2x sehari. Tidak pedih,
ampuh dan aman karena terbuat dari bahan-bahan alami.10

Terapi pembedahan
1. Kuret atau Kauter ( Elektrokauterisasi )
Kuret atau Kauter (Elektrokauterisasi) dengan kondisi anastesi lokal dapat
digunakan untuk pengobatan kutil yang resisten terhadap pengobatan topikal
munculnya bekas luka parut adalah salah satu kekurangan metode ini.
2. Bedah Beku ( N2, N2O cair )
Bedah beku ini banyak menolong untuk pengobatan kondiloma akuminata
pada wanita hamil dengan lesi yang banyak dan basah.
3. Laser
Laser karbondioksida efektif digunakan untuk memusnahkan beberapa kutil-
kutil yang sulit. Tidak terdapat kekawatiran mengenai ketidakefektifan
karbondioksida yang dibangkitkan selama prosedur selesai, sedikit
meninggalkan jaringan parut.
4. Terapi Kombinasi
Berbagai kombinasi terapi yang telah dipergunakan terhadap kutil kelamin
yang membandel, contohnya kombinasi interferon dengan prosedur
pembedahan, kombinasi TCAA dengan podophylin, pembedahan dengan
podophylin. Seseorang harus sangat berhati – hati ketika menggunakan terapi
kombinasi tersebut dikarenakan beberapa dari perlakuan tersebut dapat
mengakibatkan reaksi yang sangat serius.10

E. Komplikasi

KA merupakan IMS yang berbahaya karena dapat menyebabkan terjadinya


komplikasi penyakit lain yaitu 6
29

a. Kanker serviks
Lama infeksi KA meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks. Beberapa
melaporkan bahwa risiko tertinggi terkena kanker serviks adalah pada kasus
infeksi KA selama 1 – 2 tahun. Risiko ini menurun pada infeksi KA selama
< 1 tahun dan infeksi KA selama 2 – 3 tahun. Kanker serviks merupakan
penyebab kematian kedua pada perempuan karena kanker di negara
berkembang dan penyebab ke 11 kematian pada perempuan di AS. Tahun
2005, sebanyak 10.370 kasus kanker serviks baru ditemukan dan 3.710
diantaranya mengalami kematian.10

b. Kanker genital lain


Selain menyebabkan kanker serviks, KA juga dapat menyebabkan kanker
genital lainnya seperti kanker vulva, anus dan penis

c. Infeksi HIV
Seseorang dengan riwayat KA lebih berisiko terinfeksi HIV.

d. Komplikasi selama kehamilan dan persalinan


KA selama masa kehamilan, dapat terus berkembang membesar di daerah
dinding vagina dan menyebabkan sulitnya proses persalinan. Selain itu,
kondisi KA dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh, sehingga terjadi
transmisi penularan KA pada janin secara tenggorokannya6.

F. Pencegahan

Penyakit ‘Condiloma Akuiminata’ merupakan salah satu penyakit


menular seksual yang sering dikeluhkan masyarakat. Oleh karena itu cara
pencegahannya dilakukan berdasarkan program IMS (Infeksi Menular
Seksual).3

1. Pencegahan Primer
 Perubahan perilaku

- Memperbaiki gaya hidup seksual yang terkesan ‘bebas’ dan


‘cuek’ ke arah yang lebih memperhatikan kesehatan pasangan
masing – masing. Setia hanya pada 1 pasangan
30

- Tanggap dan segera periksa ke rumah sakit atau puskesmas bila


terjadi hal yang abnormal di sekitar genitalia untuk menghindari
kondisi yang parah

 Akses kondom dan pengadaannya

- Membiasakan penggunaan kondom saat berhubungan seksual

2. Pencegahan sekunder
 Layanan IMS

- Pemerintah daerah atau pusat sebaiknya membuat suatu lembaga


yang bisa melayani masyarakat terkait penyakit – penyakit IMS
( Infeksi Menular Seksual ).

Risiko untuk akuisisi infeksi HPV genital baru atau serviks


berkorelasi dengan jumlah pasangan seksual. Risiko infeksi genital
tampaknya lebih rendah pada laki-laki yang disirkumsisi dan pasangan
seksual mereka, dan ada bukti bahwa penggunaan rutin kondom sebagian
dapat melindungi terhadap akuisisi infeksi HPV genital. Meluasnya
skrining pap smear di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya
telah sangat mengurangi kejadian kanker serviks invasif.3
Vaksin HPV profilaksis merupakan pendekatan terbaru untuk
mencegah infeksi HPV genital. Vaksin yang tidak menular, didasarkan pada
self-assembly dari protein L1 menjadi virus like particles ( VLPs ) yang
morfologi dan antigennya menyerupai authentic capsids. Vaksin VLP
profilaksis melindungi terhadap sebagian besar infeksi HPV yang
menyebabkan kanker serviks.3
31
Penyakit Etiologi Predileksi Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Tatalaksana
Fisik Penunjang
Kondiloma Human Genital 1. MI= 2-9 1. Bentuk 1. Test Asam 1. Tinktura
akuminata Papiloma dan minggu lesi dibagi asetat, positif podofilin 10-
Virus sub Sekitar 2. Gejala menjadi 3; (+) Acetowhite 25%
tipe 6 genital Asimptomatik akuminata, 2.Histopatologi 2. Larutan
dan 11 3. Lesi keratotickdan terdapat trichloroacetic
bertangkai papul gambaran acid (TCA) 80-
koilosit 95%
(keratinosit 3. Imiquimod
berukuran 5%.
besar dengan 4. Bedah eksisi
area halo dan 5. Bedah listrik
vakuolisasi 6. Bedah beku
perinuklear)
3.Dermoskop
pola gambaran
vaskular dan
lesi awal
seperti
knoblike

4. KLAMIDIA TRAKOMATIS
A. Definisi
Klamidia trakomatis adalah satu dari 4 spesies (termasuk klamidia
puerorum, klamidia psittaci, dan klamidia pneumonia) dalam genus
Klamidia.1
Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intraseluler yang
menginfeksi urethra dan serviks. Serviks adalah tempat yang paling
sering terinfeksi dengan Klamidia trakomatis. Klamidia bukan
merupakan penyebab vaginitis, tetapi dapat mengerosi daerah serviks,
sehingga dapat menyebabkan keluarnya cairan mukopurulen. Cairan ini
mungkin dianggap pasien berasal dari vagina.1 Klamidia Trachomatis
merupakan organisme kedua terbanyak dari infeksi menular seksual
yang ditemukan pada sebagian besar wanita, dan paling banyak
ditemukan pada wanita dibawah usia 25 tahun.1
B. Etiologi
Klamidia trachomatis merupakan parasit intraseluler obligate yang
bergantung pada sel lain untuk hidupnya. Parasit ini menyebabkan
infeksi pada epitel kolumnar. Gejala yang muncul diakibatkan karena
32

peradangan pada kelenjar endocervical, yang menghasilkan duh yang


mukopurulenta ataupun duh sekresi dari endoservical. Jika terinfeksi,
jaringan endocervical biasanya akan membengkak dan kemerahan.
Seringkali diikuti dengan urethritis atau infeksi alat kelamin bawah
lainnya, sehingga sering dijumpainya adanya nyeri ketika berkemih.1
C. Faktor resiko
Faktor risiko untuk terjadinya infeksi klamidia trakomatis pada wanita
seksual aktif termasuk usia muda (usia 15-24 tahun), riwayat infertilitas,
memiliki lebih dari 1 partner seksual, adanya partner seks yang baru,
tidak menikah, ras kulit hitam, mempunyai riwayat atau sedang
menderita penyakit menular seksual, riwayat keguguran, riwayat infeksi
saluran kemih, dan penggunaan tidak teratur dari kontrasepsi barrier.1
D. Patofisiologi
Klamidia adalah bakteri intra selular kecil yang membutuhkan sel - sel
yang hidup untuk bermultiplikasi. Kromosom bakteri klamidia terdiri
dari kurang lebih 1 juta pasangan basa dan memiliki kapasitas untuk
mengkodekan lebih dari 600 protein. Ada 18 serotipe dari klamidia
trakomatis yang teridentifikasi. Serotipe D - K merupakan penyebab
infeksi menular seksual dan infeksi neonatal. Tidak ditemukan bukti
kuat bahwa sindroma genital spesifik atau manifestasi klinis, seperti
PID, disebabkan oleh serotipe yang spesifik. Siklus sel dari klamidia
berbeda dari bakteria yamg lain. Endositosis membuat terjadinya
formasi inklusi intraselular yang terikat membran. Kemampuan dari
klamidia untuk merubah dari fase istirahat ke fase replikasi, bentuk
infeksius dalam sel penjamu yang meningkatkan kesulitan dalam
mengeliminasi mikroba ini. Masih banyak yang belum dapat dimengerti
mengenai mekanisme spesifik kejadian dalam membran, perlekatan,
endositosis, multiplikasi dari organisme dalam sel, tansformasi dari
metabolik inaktif badan retikulat (RB) ke metabolik aktif replikatif
badan elementer (EB), dan ekspresi dari antigen Klamidia yang berbeda
selama siklus sel.6
33

Meskipun klamidia memiliki sitoplasmik tipe gram negatif dan


membran luar, baik EB maupun RB tidak memiliki peptidoglikan.
Bagaimana bakteria ini menghindari lisis? RB mungkin dilindungi
dalam beberapa hal dengan adanya osmolaritas yang tinggi dari bagian
dalam sel manusia. EB bagaimanapun, harus beradaptasi dengan kondisi
osmolaritas yang rendah diluar sel penjamu. Jawaban dari pertanyaan
kenapa EB resisten terhadap lisis tampaknya karena membran EB
memiliki protein dengan persilangan multipel disulfida. Ini termasuk
protein yang xv dinamakan major outer membrane protein (MOMP),
polymorphic outer membrane protein (POMP), dan cysteine-rich
proteins (CRP). 6

Gambar 1.9 Siklus perkembangan Klamidia trachomatis.6

Pada siklus perkembangan klamidia, Badan Elemnter (EB) dibawa


kedalam endosome dari sel penjamu, kemudian endosome melebur, dan
badan elementer berdifferensiasi menjadi Badan Retikulat (RB), Badan
retikulat bereplikasi dan menyebabkan membrane endoplasmik
membesar sampai mengisi hampir semua rongga sitoplasma, Badan
Retikulat berubah menjadi badan elementer. Membran endoplasmic
akan ruptur dan melepas badan elementer kedalam sitoplasma sel
penjamu atau melebur dengan membran sitoplasma penjamu, dan
badan elementer akan dikeluarkan ke lingkungan bebas . 6
34

Klamidia yang menginfeksi makrofag juga merangsang apoptosis dari


sel imun yang tidak terinfeksi seperti sel T yang meningkatkan
perkembangan infeksi persisten. Perfettini, dkk. (2002) menemukan
dari penelitian pada tikus bahwa IFN-γ berperan pada patogenesis
infeksi klamidia persisten dengan mencegah apoptosis dari sel yang
terinfeksi. Disamping secara langsung mencegah apoptosis, IFN-γ juga
merangsang adanya efek anti apoptosis. Dean dan Powers (2001)
mengemukakan bahwa inhibisi dari apoptosis sel pejamu
mengakibatkan Klamidia mampu membentuk infeksi persisten dan
IFN- γ dan interleukin-10 (IL-10) membantu perkembangan dari
klamidia dengan peningkatan ekspresi dari CHSP60 yang mendukung
proses inflamasi. Perbedaan ekspresi MOMP dan CHSP60 selama
perkembangan klamidia yang normal maupun yang mengalami
perubahan telah diketahui sejak lama, namun makna sebenarnya dari
keseimbangan ini dalam infeksi klamidia persisten tidak diketahui.8
E. Manifestasi klinis
Masa inkubasi dari infeksi klamidia adalah 7-12 hari, masa klinis
klamidia sampai muncul gejala adalah 1-3 minggu. Sekitar 25 % pada
pria dan sebagian besar pada wanita bersifat asimtomatis. Masa laten
timbul 2-14 hari setelah infeksi. Hampir sama dengan N gonorrhea masa
inkubasinya 0 - 2 minggu, sehingga menjadi diagnosis banding dari
klamidia untuk terjadinya konjungtivitis pada bayi baru lahir. Jika sudah
terinfeksi penderita dapat mengidap penyakit ini selama berbulan-bulan
bahkan bertahun- tahun tanpa mengetahuinya.6
Manifestasi klinik untuk infeksi klamidia pada perempuan dapat berupa
sindroma urethral akut (uretritis), bartolinitis, servisitis, infeksi saluran
genital bagian atas (endometritis, salfingo-oophoritis, atau penyakit
radang panggul), dan perihepatitis (sindroma Fitz-Hugh-Curtis) atau
peradangan pada kapsul hati. Kehamilan ektopik juga dapat terjadi oleh
karena infeksi klamidia, yang biasanya didahului dengan penyakit
radang panggul.1 Gejala tergantung dari lokasi infeksinya. Infeksi dari
urethra dan saluran genital bagian bawah dapat menyebabkan disuria,
35

duh vagina yang abnormal, atau perdarahan post koital. Pada saluran
genital bagian atas (endometritis, atau salphingitis, kehamilan ektopik)
dapat menimbulkan gejala seperti perdarahan rahim yang tidak teratur
dan abdominal atau pelvic discomfort.8

Gambar 2.0 Klamidia pada serviks

Fitz-Hugh Curtis sindrom merupakan kumpulan gejala yang ditandai


denga rasa nyeri di daerah abdomen kanan atas terkadang disertai
demam dan rasa mual. Pada beberapa kasus sering didapatkan tanpa
gejala. Sebagian besar diawali dengan penyakit radang panggul dan
biasanya telah berlangsung kronis. Penyebaran infeksi ke atas dapat
melalui aliran darah, kelenjar limfa maupun secara langsung. Namun
hingga saat ini belum diketahui penyebab secara pasti mengapa
perlekatan terjadi di hepar. Pada pencitraan laparoskopi didapatkan
perlekatan antara kapsula glison hepar dengan dinding peritonial
anterior atau dinding diafragma.9
Menurut Houry DE (2004) apabila pada wanita didapatkan:
- Adanya riwayat penyakit menular seksual
- Disuria
- Adanya keluar cairan mukopurulen dari uretra
- Keluarnya cairan serviks atau vagina yang mukopurulen
- Pergerakan serviks yang terbatas
- Tegang pada bagian adneksa
- Tegang dibagian perut bawah
- Tegang dibagian perut kwadran kanan atas
36

- Keluarnya cairan mukopurulen dari rektum.9


F. Penegakan diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesa, riwayat penyakit, dan pemeriksaan
fisik, infeksi klamidia sukar dibedakan dengan gonorrhea karena gejala
dari kedua penyakit ini sama dan penyakit ini dapat timbul bersamaan
meskipun jarang. Cara yang paling dipercaya untuk mengetahui infeksi
klamidia adalah melalui pemeriksaan laboratorium. Pada prinsipnya,
penegakan diagnosis infeksi klamidia trakomatis sama seperti infeksi
mikroorganisme lainnya, tetapi karena gejala serta gambaran klinis
infeksi ini tidak khas, maka diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tes yang sekarang tersedia termasuk kultur sel, deteksi
antigen, deteksi asam nukleat, pemeriksaan serologi.
Baku emas untuk pemeriksaan infeksi klamidia trakomatis adalah kultur
dari swab yang didapat dari endoserviks pada wanita atau uretra pada
pria. Ini merupakan metode tradisional untuk diagnosis laboratorium
dan tetap sebagai metode pilihan untuk spesimen medikolegal dimana
sensitifitas diperkirakan 80- 90% dan spesifitasnya 100%, dibiakkan
pada sel-sel Mc.coy yaitu sel-sel fibroblas tikus (L-cel).
Infeksi klamidia trachomatis dapat dideteksi melalui pemeriksaan
laboratorium dengan memeriksa antibodi Ig G anti chlamydia
trachomatis dalam serum secara ELISA. Cara ini memiliki efektifitas
yang cukup baik, tidak invasif dan memerlukan biaya yang lebih
sedikit.8
G. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Bagi wanita tidak hamil:
- Azitromisin 1 g PO dosis tunggal, ATAU
- Doksisiklin 2 dd 100 mg / hari PO selama 7 hari
Alternatif bagi wanita yang tidak hamil:
- Eritromisin 500 mg per oral 4 kali/hari selama 7 hari, atau
- Ofloksasin 300 mg per oral 2 kali/hari selama 7 hari (kontra indikasi
selama hamil dan menyusui), atau
37

- Levofloksasin 500 mg per oral setiap hari selama 7 hari

Untuk wanita hamil:

- Eritromisin 500 mg per oral 4 kali/hari selama 7 hari, atau


- Amoksisilin 500 mg 3 kali/hari selama 7 hari.

Penyakit Etiologi Penegakan diagnosis Predileksi Penatalaksanaan


Anamnesis PF PP
Klamidia Klamidia - Adanya riwayat Duh kultur dari Uretra, Bagi wanita tidak
trakomatis trakomatis penyakit tubuh swab introitus hamil:
menular seksual pada serologi : vagina, - Azitromisin 1 g
- Disuria serviks ELISA endoservik, PO dosis
- Adanya keluar dan antibodi Ig kel.bartolin tunggal, ATAU
cairan vagina G anti - Doksisiklin 2
mukopurulen chlamydia dd 100 mg /
dari uretra trachomatis hari PO selama
- Keluarnya 7 hari.
cairan serviks Alternatif bagi
atau vagina
wanita yang tidak
yang
mukopurulen hamil:
- Pergerakan
- Eritromisin 500
serviks yang
terbatas mg per oral 4
- Tegang pada
kali/hari selama 7
bagian adneksa
- Tegang hari, atau
dibagian perut
- Ofloksasin 300
bawah
mg per oral 2
- Tegang
kali/hari selama 7
dibagian perut
hari (kontra
kwadran kanan
indikasi selama
atas
hamil dan
- Keluarnya
menyusui),
cairan
- Levofloksasin
mukopurulen
500 mg per oral
dari rektum.9
setiap hari selama
7 hari
Untuk wanita
hamil:
- Eritromisin 500
mg per oral 4
38

kali/hari selama 7
hari, atau
- Amoksisilin 500
mg 3 kali/hari
selama 7 hari.

5. LIMFOGRANULOMA VENEREUM
A. Definisi
Linfogranuloma venereum (L.G.V) ialah penyakit venerik yang disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis, afek primer biasanya cepat hilang, bentuk
yang tersering ialah sindrom inguinal. Sindrom tersebut berupa limfadenitis
dan periadenitis beberapa kelenjar getah bening inguinal medial dengan
kelima tanda radang akut dan disertai gejala konstitusi, kemudian akan
mengalami perlunakan yang tidak serentak.1
B. Etiologi
Agen etiologi yang terlibat dalam Linfogranuloma veneseum (LGV) adalah
Chlamydia trachomatis. Chlamydia trachomatis merupakan organisme
dengan sifat sebagian seperti bakteri dalam hal pembelahan sel,
metabolisme, struktur maupun kepekaan terhadap antibiotika dan sebagian
bersifat seperti virus yaitu memerlukan sel hidup untuk berkembang biak.
Berdasarkan hal ini maka dikatakan bahwa . Chlamydia trachomatis bersifat
parasit obligat intraseluler. Organisme ini memiliki ukuran lebih kecil dari
bakteri, berdiameter 250-500 mm, namun lebih besar dari ukuran virus pada
umumnya. Tanda patognomonik infeksi ini adalah ditemukannya bentukan
badan inklusi Chlamydia di dalam jaringan host..
39

Gambar 2.1 Chlamydia trachomatis (badan elementer) dengan


menggunakan elektron fotomikrograf.1

Chlamydia trachomatis dibedakan dari organisme yang lain berdasarkan


siklus pertumbuhannya yang unik. Siklus pertumbuhannya diawali dengan
perlekatan dan penetrasi pada hospes yang cocok. Proses perlekatan ini melibatkan
reseptor yang spesifik. Molekul heparan sulfat akan memediasi perlekatan
Chlamydia trachomatis pada sel hospes yang cocok hingga memicu proses
endositosis dan menghambat fusi fagosom. 1

Siklus hidup Chlamydia trachomatis dapat dibagi menjadi beberapa tahap :

a. Perlekatan partikel awal yang infeksius pada sel hospes


b. Masuknya partikel ke sel hospes.
c. Perubahan morfologi menjadi partikel retikuler yang berada di dalam
intraseluler dan mengalami replikasi di dalam vakuola, letaknya melekat
pada inti sel hospes. Bentuk ini disebut sebagai badan inklusi.
d. Vakuola yang pecah menyebabkan perubahan morfologi dari partikel
retikuler menjadi badan elementer.
e. Pelepasan partikel yang infeksius 1

Badan elementer relatif resisten terhadap lingkungan ekstraseluler, namun


tidak pada metabolit aktifnya. Partikel ini berubah menjadi metabolit aktif dan
terbagi menjadi bentuk yang disebut badan retikuler dalam waktu 6-8 jam setelah
masuk ke dalam sel hospes. Setelah mencapai stadium badan retikuler, Chlamydia
40

trachomatis mensintesis makromolekul RNA, DNA dan protein menggunakan


prekursor dari sel hospes. Glikogen tampak menumpuk dan tampak sebagai inklusi

pada Chlamydia trachomatis. Badan retikuler membelah diri melalui fusi biner
dalam waktu kurang lebih 8 hingga 18 atau 24 jam setelah masuk sel hospes.
Selanjutnya badan retikuler akan berubah menjadi badan elementer yang infeksius.
Dalam waktu 18-24 jam, jumlah badan elementer akan meningkat. Badan elementer
bersifat toksik. Apabila sel hospes memakan >100 partikel badan elementer, hal ini
dapat mematikan sel tersebut.1

C. PATOFISIOLOGI

Limfogranuloma venereum

Melalui mikroutama pada kulit / sel epitel membrane mukkosa

masuknya parttikel awal yang infeksius pada sel hospes

masuknya partikel ke sel hospes

morfologi partikel retikuler yang berbeda di dalam intraseluler dan mengalami replikasi di dalam
vakuola

letaknya melekat pada inti sel hepar


41

vakuola pecah

perubahan morfologi dari partikel retikuler menjadi badan elementer

infeksius

menginfeksi kelejar getah bening

limfangitis

ditandai adanya poliferasi sel endotel yang menyebabkan pembesaran KGB dan pembentukan area
nekrosis

are nekrosis akan menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan membentuk stellate absceses
bentuk segitiga atau segiempat yang dikelilingi oleh sel epiteloid, makrofag, grant cells

abses dapat bergabung dan pecah spontan

membentuk fistula atau saluran sinus

inflamasi

sembuh

fibrosis

gangguan suplai darah kulit / membrane mukosa

D. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis limfogranuloma venereum (LGV) bersifat kronis


progresif dengan 3 stadium klinis yaitu primer, sekunder dan tersier.1

a. Limfogranuloma primer
i. Lesi primer limfogranuloma venereum (LGV) muncul dalam
bentuk papul yang tidak nyeri, pustul, nodul, erosi yang
dangkal, atau ulkus herpetiform. Lesi muncul setelah masa
inkubasi selama 3-30 hari.
ii. Lokasi lesi primer limfogranuloma venereum (LGV) pada
laki-laki paling sering di sulkus koronarius, frenulum,
preputium, penis, glans penis, skrotum.
42

iii. Lokasi lesi primer limfogranuloma venereum (LGV) pada


wanita di dinding vagina posterior, fourchette, serviks
posterior dan vulva.
iv. Lesi primer bersifat sementara, membaik dalam waktu 1
minggu dan dapat tidak diketahui apabila terdapat lesi di
uretra, serviks atau rektum. Sekret mukopurulen dari uretra,
serviks atau rektum dapat muncul tergantung pada tempat
inokulasi.
v. Lesi ekstra genital telah dilaporkan dalam bentuk ulkus dan
fisura di area perianal, bibir atau kavum oris (tonsil) dan
kelenjar getah bening ekstra genital. Bentuk lesi primer yang
jarang yaitu balanitis, balanopostitis, bubonulus, servisitis,
salpingitis atau parametritis.

Gambar 2.3 Lesi erosi di preputium yang tidak nyeri.1

b. Limfogranuloma sekunder
Dua sampai enam minggu setelah muncul lesi primer, terjadi
diseminasi melalui kelenjar getah bening dan hematogen.
Limfogranuloma sekunder dapat menyebabkan sindrom inguinal dan
sindrom anorektal bergantung pada lokasi inokulasi. Sindrom inguinal
muncul setelah lesi primer pada vulva anterior, penis atau uretra.
Sindrom ini ditandai dengan keterlibatan kelenjar limfe inguinal dan
atau femoral yang sering ditemukan pada laki-laki. Pada sindrom ini
43

yang terkena yaitu kelenjar limfe inguinal medial yang merupakan


kelenjar regional bagi genitalia eksterna. Episode limfadenitis sering
menyembuh secara spontan dalam 8-12 minggu. Kelenjar getah bening
lain dapat terlibat tergantung dari lokasi lesi primer.1
Tabel 1. Lokasi infeksi primer LGV menentukan limfatik yang
terlibat.1

Bubo inguinal

Kulit disekitar kelenjar limfe terkena menjadi eritema, kelenjar limfe


membesar dalam 1-2 minggu kemudian bergabung membentuk massa
padat apabila melibatkan satu atau lebih kelenjar limfe yang berdekatan,
nyeri berdenyut, tidak bisa digerakkan. Kondisi ini disertai dengan
peningkatan denyut nadi (takikardi), demam tinggi, nafsu makan
menurun dan gangguan tidur.1

Gambar 2.4 Bubo awal berupa pembesaran KGB unilateral yang


berkoalesen. Kulit dibawahnya eritema dan berindurasi.1
c. Limfogranuloma tersier
Limfogranuloma venereum sering juga disebut sebagai sindroma
genitoanorektal atau anogenitorektal. Stadium ini banyak ditemukan
pada wanita dengan sindrom anorektal yang tidak diterapi dan laki-laki
homoseksual. Mukosa rektal wanita terinokulasi langsung saat
44

berhubungan anal atau melalui penyebaran limfatik dari serviks dan


dinding posterior vagina. Pada laki-laki, mukosa rektal terinokulasi
langsung dengan Chlamydia saat berhubungan anal atau melalui
penyebaran limfatik dari uretra posterior. Gambaran khasnya berupa
proktitis atau proktokolitis kronis diikuti pembentukan abses perirektal,
striktur anorektal, stenosis rektal, sinus perineal, fistula
rektovaginal/rektovesika, fistula anal, limfedema genital (elefantiasis
genital), esthiomene dan lymphorrhoids (hiperplasia jaringan limfatik
perirektal). Sindrom inguinal yang tidak diterapi dapat menyebabkan
terbentuknya fibrosis pada kelenjar inguinal medial. Akibatnya aliran
limfe terbendung dan terjadi edema serta elefantiasis. Pada pria,
elefantiasis terjadi di penis dan skrotum, sedangkan wanita di labia dan
klitoris. Edema pada penis dan skrotum sering disebut “saxophone
penis”. Elefantiasis penoskrotal muncul 1- 20 tahun setelah infeksi. Jika
meluas terbentuk elefantiasis genitoanorektal yang disebut sindrom
Jersild.1

Gambar 2.5 Elefantiasis penis dan skrotum “Saxophone


penis”.1

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium
Pada gambaran darah tepi tampak leukositosis ringan dengan peningkatan
monosit dan eosinofil berkaitan dengan adanya bubo dan limfogranuloma
venereum (LGV) anogenitorektal. Leukositosis PMN yang signifikan
45

ditemukan pada bubo yang superinfeksi dengan bakteri piogenik. Laju


endap darah (LED) juga mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan
keaktifan dari penyakit, namun tidak khas untuk limfogranuloma venereum
(LGV). Abnormalitas laboratorium klinis lain yang ditemukan berupa
peningkatan konsentrasi gamma globulin yang disebabkan oleh
peningkatan IgA, IgG dan IgM.1
2. Tes frei
Tes ini bergantung pada delayed hypersensitivity reaction yang
serupa dengan tes tuberkulin. Antigen Frei berasal dari pus bubo yang tidak
ruptur. Pus diencerkan dengan salin dan disterilisasikan dengan pemanasan.
Antigen berisiko terkontaminasi bakteri dan virus serta mudah terinaktivasi
karena overheating. Hasil positif menunjukkan adanya infeksi saat ini atau
infeksi lampau. Tes Frei akan tetap positif selama beberapa tahun dan dapat
seumur hidup meskipun telah diterapi.1
3. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan ini menggunakan sarana obyek gelas. Bahan diambil
dari sekret atau jaringan terinfeksi. Bahan yang diperiksa diwarnai dengan
pewarnaan giemsa, iodine atau metode pewarnaan antibodi fluoresen dan
diperiksa dibawah mikroskop cahaya biasa. Hasil positif apabila ditemukan
badan inklusi Chlamydia yang nampak berwarna ungu tua pada pewarnaan
giemsa. Kerugian tes ini adalah spesimen sering terkontaminasi bakteri dan
artefak lain, sensitivitas rendah dan tidak dianjurkan pada infeksi
asimptomatik.1
4. Kultur Jaringan Kultur
Chalamydin trachomatis menunjukkan bukti langsung adanya
infeksi Chlamydia, namun metode ini jarang tersedia. Organisme ini dapat
diisolasi dari jaringan yang terinfeksi atau sekret dengan cara inokulasi pada
otak tikus, yolk sac atau kultur jaringan. Pus bubo adalah bahan klinis paling
praktis untuk dilakukan inokulasi. Aspirasi bubo harus dilakukan dengan
injeksi 2-5 ml saline steril untuk mendapatkan sejumlah cairan dari aspirasi.
Media yang digunakan untuk isolasi Chlamydia adalah Hella-229 dan
McCoy tissue culture cell lines.1
46

E. Tatalaksana
1. Terapi sistemik
Regimen terapi yang tepat dapat mengobati infeksi dan mencegah
kerusakan jaringan lebih lanjut. Obat-obat yang bersifat intracellular-acting
agents yaitu doksisiklin, eritromisin, azitromisin serta golongan quinolon
tertentu. oksisiklin merupakan terapi utama untuk penyakit ini.1

Tabel 2. Rekomendasi regimen pengobatan untuk LGV. 1

Limfogranuloma venereum (LGV) tidak hanya terbatas pada pasien


saja, namun juga pasangan seksualnya. Pada pasien yang terdiagnosis
47

limfogranuloma venereum (LGV), maka pasangan seksual selama 30 hari


terakhir juga harus dievaluasi. Apabila menunjukkan gejala klinis, maka
harus diterapi seperti pasien yang telah terdiagnosis limfogranuloma
venereum (LGV). Pasangan seksual yang tidak menunjukkan gejala atau
asimptomatis harus diterapi dengan doksisiklin 100 mg 2 kali sehari
diberikan selama 7 hari per oral atau azitromisin 1 gram dosis tunggal per
oral.1

2. Terapi bedah
Terapi pembedahan sindroma inguinal terbatas pada aspirasi
kelenjar limfe yang fluktuan dan insisi atau drainase abses. Risiko insisi atau
aspirasi bubo yang fluktuan berupa pembentukan sinus. Ekstirpasi
pembedahan bubo berisiko terjadi elefantiasis paska operasi pada genital.
Elefantiasis ini disebabkan oleh karena adanya hambatan drainase limfatik.
Resolusi spontan fibrosis striktur rektal limfogranuloma venereum LGV
tidak pernah terjadi. Proses inflamasi dan diameter striktur dapat membaik
dengan terapi antibiotik. Dilatasi striktur menggunakan elastic bougies
dibawah pengawasan langsung mungkin perlu dilakukan tetapi dapat
menyebabkan resiko perforasi usus yang signifikan. Tindakan ini hanya
terbatas pada striktur yang kecil dan pendek, tidak meluas hingga peritoneal
dan harus dihindari bila striktur rapuh atau terjadi perdarahan.1
Berbagai prosedur pembedahan dibutuhkan untuk striktur rektal
yang berat. Indikasi operasi apabila didapatkan obstruksi usus, fistula
rektovaginal persisten, dan destruksi pada kanal anal, spinter ani dan
perineum. Operasi plastik pada vulva, penis dan skrotum dipertimbangkan
pada esthiomene dan elefantiasis genital. Semua prosedur ini membutuhkan
antibiotik dan disarankan antibiotik diberikan selama beberapa bulan
sebelum dilakukan tindakan pembedahan.1
F. Komplikasi
1. Ruptur bubo menyebabkan pembentukan sinus yang membutuhkan
waktu lama untuk sembuh.
2. Limfogranuloma venereum tersier juga menyebabkan striktur anorektal
dan fistula serta elefantiasis penis dan vulva.1
48

G. PENCEGAHAN

Pencegahan Limfogranuloma Venereum (LGV) berfokus pada identifikasi


dan terapi pada pasien yang terinfeksi limfogranuloma venereum (LGV)
atau terduga limfogranuloma venereum (LGV). Pasien harus segera
mendapatkan terapi antibiotik jika gejala klinis mendukung ke arah infeksi
limfogranuloma venereum (LGV). Hal ini untuk mencegah reinfeksi dan
mengeliminasi sumber penularan. Penggunaan kondom dan tidak berganti-
ganti pasangan merupakan pencegahan yang paling utama.1

PENEGAKAN DIAGNOSIS
PENYAKIT ETIOLOGI PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN PREDILEKSI TATALAKSANA
ANAMNESIS
FISIK PENUNJANG

Limfogra Chlamydia Primer Primer Laboratorium Primer Doksisiklin


nuloma trachomatis Terdapat Papul, pustul, Leukositosis Laki – laki 100 mg 2x1
Venereum serovar L1, benjolan nodul, erosi yang ringan, Sulkus PO selama 21
L2 dan L3
tidak nyeri. dangkal, ulkus peningkatan koronarius hari.
Sekunder herpotiform dan monosit dan , frenulum, Eritromisin
Terdapat tidak nyeri. eosinofil. preputium, 500 mg 4x1
benjolan, Sekunder Tes frei penis, PO selama 21
eritema Pembesaran Hasil positif glans hari.
yang terasa kelenjar limfe (adanya penis, Tetrasiklin
nyeri. inguinal medial infeksi saat skrotum. 500mg 4x1 PO
Tersier disertai rasa nyeri, ini atau Perempua selam 21 har.
Terdapat eritema, teraba infeksi n Minosiklin 300
tanda – padat dan lampau). Dinding mg dosis
tanda berkembang ke Pemeriksaan vagina tunggal diikuti
inflamasi peradangan mikroskopik posterior, 200 mg 2x1
pada perinodal terjadi Hasil positif fourchette, PO selama 21
genitalia. perlekatan antara (ditemukan serviks hari.
kelenjar serta badan inklusi posterior Moksifloksasin
kulit disekitarnya chlamydia dan vulva. 400 mg 1x1
tampak ungu yang nampak Sekunder selama 21 hari
kemerahan,
49

disertai takikardi, berwarna Kelenjar


demam tinggi, ungu tua). limfe
nafsu makan Kultur inguinal
menurun. jaringan medial
genital, Adanya yang
limphorrhoids infeksi merupaka
(hyperplasia chlamydia. n kelenjar
jaringan limfatik regional
perirectal), bagian
elephantiasis, genitalia
edema pada penis eksterna.
dan skrotum. Tersier
Laki – laki
Di penis
dan
skrotum.
Perempua
n
Labia dan
klitoris.

6. MOLUSKUM KONTAGIOSUM
A. Etiologi

Moluskum kontagiosum adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh virus


(genus Molluscipoxvirus) yang menyebabkan moluskum kontagiosum
menjadi angoota dari family poxviridae, yang juga terdapat anggota
smallpox. Molluscum Contagiosum Virus (MCV) merupakan virus double
stranded DNA,berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x 330 nm. Masa
inkubasi Moluskum kontagiosum didapatkan satu sampai beberapa minggu
hingga 6 bulan.4
50

B. Patofiologi

Inkubasi rata-rata moluskum kontagiosum adalah 2-7 minggu, dengan


kisaran ekstrim sampai 6 bulan. Infeksi dan infestasi MCV menyebabkan
hyperplasia dan hipertrofi epidermis. Inti virus bebas dapat ditemukan pada
epidermis. Jadi terbentuknya MCV berlokasi di lapisan sel granular dan
malphigi. Badan moluskum banyak mengandung virion MCV matur yang
banyak mengandung struktur collagen-lipid-rich saclike intraseluler yang
diduga berperan penting dalam mencegah reaksi sistem imun host untuk
mengenalinya. Ruptur dan pecahnya sel yang mengandung virus terjadi
pada bagian tengah lesi. MCV menimbulkan tumor jinak selain juga
menyebabkan lesi pox nekrotik.4

C. Penegakan diagnosa

Diagnosis moluskum kontagiosum lebih banyak ditegakkan melalui


pemeriksaan fisik. Lesi yang ditimbulkan oleh MCV biasanya berwarna
putih, pink, atau warna daging, umbilikasi, papul yang meninggi (diameter
1 – 5 mm) atau nodul (diameter 6 – 10 mm). Lesi moluskum kontagiosum
dapat timbul sebagai lesi multipel atau single (biasanya <30 papul).
Walaupun pada pasien biasanya asimtomatis, mungkin muncul ekzema di
sekitar lesi dan pasien bisa mengeluhkan gatal atau nyeri. Lesi moluskum
kontagiosum pada pasien HIV tidak sembuh secara cepat, dan mudah
menyebar ke lokasi lain (seperti wajah) dan biasanya terjadi kekambuhan
jika diobati dengan terapi biasa. Lesi jarang didapatkan pada daerah telapak
tangan dan telapak kaki. Pada orang dewasa lesi dapat pula ditemui di
daerah perigenital dan perianal. Hal ini berkaitan dengan penularan virus
melalui hubungan seksual. Penegakan diagnosis moluskum kontagiosum
secara pasti dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik lesi yang cermat.
Pemeriksaan histopatologi moluskum kontagiosum menunjukkan gambaran
proliferasi sel-sel stratum spinosum yang membentuk lobules disertai
central cellular dan viral debris. Lobulus intraepidermal dipisahkan oleh
septa jaringan ikat dan didapatkan badan moluskum di dalam lobulus berupa
sel berbentuk bulat atau lonjong yang mengalami degenerasi keratohialin.
51

Gambar 2.6 Moluskum kontagiosum.5

D. Tatalaksana
a) Terapi medikamentosa
Topikal
- Krim imuquimod 5% dioleskan 3x perminggu selama 1-3 bulan.
- Pengeluaran massa yang mengandung badan moluskum dengan
ekstraktor komedo, jarum suntuk atau kuret
- Bedah beku

b) Terapi nonmedikamentosa

Edukasi untuk mencegah autoinokulasi dan tranmisi melalui hubungan


seksual (bagi yang beresiko). 6

Penyakit Etiologi Penegakan Diagnosis Predileksi Tatalaksana


Anamnesi PF PP
s
Moluskum Pox virus papul Papul Histologi wajah, Mengeluarkan
Kontagiosum miliar- miliar- Gambaran tubuh, massa yang
lentikular, lentikular, proliferasi ekstremitas mengandung
warna konsistensi sel-sel (>>anak- badan
putih, kenyal, stratum anak), moluskum 
52

bentuk delle di spinosum perigenital ekstraktor


kubah atasnya lobulus & perianal komedo, jarum
ditengah disertai (orang suntik, kuret.
ada central muda Krim
lekukan selullar seksual Imuquimod
(delle) dan viral aktif ) 5% oleskan 3x
debris. seminggu
Bedah beku :
CO2, N2

7. KANDIDIASIS VAGINALIS

A. Definisi
Kandidiasis vaginalis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur, yang terjadi di
sekitar vagina.3

Gambar 2.7 Candida Albicant.5

B. Faktor resiko

Faktor-faktor predisposisi dapat dibagi dalam dua golongan yaitu yang memicu
kandidanya sendiri untuk aktif berkembang biak (menjadi patogen) dan yang
menurunkan atau merusak sistem mekanisme pertahanan tubuh hostnya baik lokal
maupun sistemik sehingga memudahkan invasi jaringan.3
53

C. Etiologi

Kandidiasis vaginalis merupakan jamur pada dinding vagina yang disebabkan oleh
genus candida albicans dan ragi (yeast) lain dari genus candida. Penyebab tersering
kandidiasis vaginalis adalah candida albicans yaitu sekitar 85-90%. Sisanya
disebabkan oleh spesies non albicans, yakni candida glabrata (Torulopsis
Glabarata), 3% lainnya disebabkan oleh Candida tropicalis, Candida
pseudotropicalis, Candida krusei dan Candida stellatoidea. Genus candida
merupakan sel ragi uniseluler yang termasuk ke dalam fungsi inferfecti atau
Deutero mycota atau golongan khamir (yeast atau yeastlike), kelas Blastomycetes
yang memperbanyak diri dengan bertunas, famili crytococcaceae. Genus ini terdiri
dari 80 spesies, yang paling patogen adalah candida albicans diikuti berturutan
dengan candida stellatoidea, candida tropicalis, candida parapsilosis, candida kefyr,
candida guillermondii. Gambaran morfologi candida berupa sel ragi yang
berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2 – 5 p x 3 -6 p hingga
2 – 5,5 p x 5 – 28,5 p. Jamur candidamemperbanyak diri dengan membentuk tunas
yang disebut sebagai Blastospora. Jamur membentuk hifa semu (pseudohypa) yang
merupakan rangkaian blaspora yang memanjang dan juga dapat bercabang-cabang.
Jamur candida dapat tumbuh dengan variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya
akan lebih baik pada pH antara 4,5 -6,5. Pada tubuh manusia jamur candida
merupakan jamur yang bersifat oportunis, yaitu dapat hidup sebagai saprofit atau
saproba tanpa menimbulkan suatu kelainan apapun tapi kemudian dapat berubah
menjadi patogen dan menimbulkan penyakit kandidiasis bila terdapat faktor-faktor
predisposis yang menimbulkan perubahan pada lingkungan vagina.3
54

D. Patofisiologi

Adanya faktor kelainan imunologik pada pejamu, Respon imun pada jamur belum
jelas benar. Penyakit jamur sering ditemukan pada host imunokompromais atau bila
flora komersal normal mati akibat pemberian antibiotik spektrum luas yang lama.
Sel utama yang berperan pada imunitas non spesifik terhadap jamur diduga netrofil.
Diduga netrofil melepaskan bahan fungisidal seperti oksigen reaktif dan enzim
lisosom yang membunuh jamur. Makrofag juga berperan dalam respon imun
terhadap infeksi jamur. Dalam sistem humoral, pada kandidiasis vagina terjadi
elisitasi respon sistemik (lgM dan IgG) dan lokal (S–IgA). Belum jelas diketahui
fungsi protein antibodi vaginal pada kandidiasis vaginalis, hanya saja pada
beberapa penelitian dijumpai titer antibodi yang rendah pada penderita kandidiasis
vaginalis. Peningkatan kadar IgE pada serum dan vagina pernah didapatkan pada
beberapa wanita dengan kandidiasis vaginalis berulang. Walaupun total IgE adalah
55

normal. Pada sistem fagositik, walaupun polimorfonuklear leukosit dan monosit


memegang peranan penting dalam membatasi infeksi kandida sistemik dan invasi
ke jaringan, namun sel-sel fagositik karakteristik tidak ditemukan pada cairan
vagina penderita kandidiasis vaginalis. Sel-sel fagositik tidak cukup kuat mencegah
kolonisasi candida di mukosa vagina atau mencegah invasi candida pada epitel
vagina. Sel-sel PMN pada pemeriksaan histologi terlihat terkonsentrasi di bawah
lamina propria tetapi tidak kemotaktik sign yang mendorong sel tersebut bermigrasi
ke lapisan yang lebih superfisial atau dalam cairan vagina.

E. Penegakan diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan yang paling menonjol pada penderita kandidiasis vagina adalah
rasa gatal pada vagina yang disertai dengan keluarnya duh tubuh vagina
(fluor albus). Kadang-kadang juga dijumpai adanya iritasi, rasa terbakar dan
dispareunia. Pada keadaan akut duh tubuh vagina encer sedangkan para
yang kronis lebih kental. Duh tubuh vagina dapat berwarna putih atau
kuning, tidak berbau atau sedikit berbau asam, menggumpal seperti
“Cottage Cheese” atau berbutir-butir seperti kepala susu.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan dijumpai gambaran klinis yang bervariasi dari bentuk
eksematoid dengan hiperemi ringan sehingga ekskoriasi dan ulserasi pada
labia minora, introitus vagina sampai dinding vagina terutama sepertiga
bagian bawah. Pada keadaan kronis dinding vagina dapat atrofi, iritasi dan
luka yang menyebabkan dispareunia. Gambaran yang khas adalah adanya
pseudomembran berupa bercak putih kekuningan pada permukaan vulva
atau dinding vagina yang disebut “vaginal trush”. Bercak putih tersebut
terdiri dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis dan sel epitel. Pada
pemeriksaan kolposkopi tampak adanya dilatasi dan meningkatnya
pembuluh darah pada dinding vagina atau serviks sebagai tanda peradangan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan mikroskopik langsung, cara yang paling sederhana
adalah mengambil cairan vagina ialah dengan bantuan spekulum, cairan
vagina diambil dari fornix vagina. Selain dari duh tubuh vagina, bahan
56

pemeriksaan dapat pula diambil dari pseudomembran. Bahan pemeriksaan


selanjutnya dibuat sediaan langsung dengan KOH 10% atau dengan
pewarnaan Gram. Pada pemeriksaan mikroskopis ini dapat dijumpai
candida dalam bentuk sel ragi (yeast form) yang berbentuk oval, fase
blastospora berupa sel-sel tunas yang berbentuk germ tubes atau budding
dan pseudohypa sebagai sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun
memanjang. Pada sediaan dengan pewarnaan Gram, bentuk ragi bersifat
gram positif, berbentuk oval, kadang-kadang berbentuk germ tube atau
Budding.3
F. Tatalaksana

Obat anti jamur tersedia dalam berbagai bentuk yaitu: gel, krim, losion,
tablet vagina, suppositoria dan tablet oral.

1. Derivat Rosanillin

Gentian violet 1-2 % dalam bentuk larutan atau gel, selama 10 hari.

2. Povidone – iodine

Merupakan bahan aktif yang bersifat antibakteri maupun anti jamur.

3. Derivat Polien

Nistatin 100.000 unit krim/tablet vagina selama 14 hari.

Nistatin 100.000 unit tablet oral selama 14 hari .

4. Drivat Imidazole

a. Topical

1) Mikonazol 2% krim vaginal selama 7 hari, 100 mg tablet vaginal


selama 7 hari 200 mg tablet vaginal selama 3 hari, 1200 mg tablet
vaginal dosis tunggal

2) Ekonazol 150 mg tablet vaginal selama 3 hari

3) Fentikonazol 2% krim vaginal selama 7 hari, 200 mg tablet vaginal


selama 3 hari, 600 mg tablet vaginal dosis tunggal.
57

4) Tiokonazol 2% krim vaginal selama 3 hari, 6,5% krim vaginal dosis


tunggal.

5) Klotrimazol 1% krim vaginal selama 7 – 14 hari, 10% krim vaginal


sekali aplikasi, 100 mg tablet vaginal selama 7 hari, 500 mg tablet
vaginal dosis tunggal

6) Butokonazol 2% krim vaginal selama 3 hari.

7) Terkonazol 2% krim vaginal selama 3 hari.

b. Sistemik

1) Ketokanazol 400 mg selama 5 hari

2) Itrakanazol 200 mg selama 3 hari atau 400 mg dosis tunggal

3) Flukonazol 150 mg dosis tunggal

Dan pada pengobatan kandidiasis vaginalis berulang sama seperti pada


pengobatan kandidiasis akut akan tetapi perlu jangka lama (10-14 hari) baik obat
tropikal maupun oral.

c. Profilaksasis

1) Ketokanazol 50 mg/hari selama 6 bulan

2) Klotrimazol 200 mg tablet vaginal 2x/minggu, 500 mg tablet vaginal


1x/minggu, 500 mg tablet vaginal 1x/2 minggu, 500 mg tablet vaginal
1x/bulan

3) Terkonazol 0,8% krim vagina 5 gram 1x/minggu

4) Intrakonazol 200 mg 1x/bulan, 400 mg 1x/bulan

5) Flukonazol 150 mg 1x/bulan

6) Boric acid 600 mg vaginal suppositoria sekali sehari selama


menstruasi.4
58

G. Pencegahan

Penanggulangan faktor predisposisi misalnya tidak menggunakan antibiotika


atau steroid yang berlebihan, tidak menggunakan pakaian ketat, mengganti
kontrasepsi pil atau AKDR dengan kontrasepsi lain yang sesuai, memperhatikan
higiene. Penanggulangan sumber infeksi yaitu dengan mencari dan mengatasi
sumber infeksi yang ada, baik dalam tubuhnya sendiri atau di luarnya. Selain
usaha pencegahan, pengobatan kandidiasis vaginalis dapat dilakukan secara
topikal maupun sistemik.4

Penyakit Etiologi Penegakan Diagnosis Predileksi Tatalaksana


Anamnesis PF PP
Kandidiasis Candida - Gatal -Hiperemis Pemeriksaan Vulva dan - Klotrimazol
Vaginalis albicans pada vulva - Edema Mikroskopik Vagina 500 mg
- Duh jika berat  sel ragi intravagina
tubuh - Duh bentuk oval, dosis tunggal
kental tubuh fase atau
warna putih kental blastospora, - Klotrimazol
susu atau warna putih pseudohypa, 200 mg
kuning keju susu atau sel-sel intravaginal
“cottage kuning keju memanjang  3 hari atau
cheerse” - sedikit seperti sosis - Nistatin
- sedikit bau asam 100.000 IU
bau asam - plak intravaginal
eritem atau  7 hari
lesi satelit

8. GRANULOMA INGUINAL
A. Definisi
Granuloma inguinale adalah suatu penyakit infeksi bakteri kronis/
destruktif yang bersifat progresif, disertai pembentukan granuloma di kulit
dan jaringan subkutan di daerah genital dan perigenital, umumnya
59

ditularkan melalui hubungan seksual, disebabkan oleh


Calymmatobacterium granulomatis, suatu bakteri gram negative.7
B. Etiologi
Pada tahun 1905 Mayor DONOVAN mencatat adanya badan
intraselular pada sedian hapus bahan yang diambil dari ulkus penderita
granuloma inguinale. Badan-badan ini dilukiskan sebagai gigantic bacilli
with rounded ends, yang pada umumnyadisebut badn-badan Donovan.
Setelah organisme penyebab dapat dibiak pada yolk sac embrio ayam, di
nyatakan bahwa badan-badan Donovan adalah basil dan di usulkan
namanya Donovania granulomatis. Bakteri ini disebut juga
Calymatobacterium granulomatis, berbentuk batang pendek, tebal, tidak
membentuk spora, negatif-gram dan pada pewarnaan membentuk
gambaran bipolar seperti peniti, meskipun sering juga terjadi pleomorfi.
Kuman ini termasuk famili Brucellaceae dan mempunyai hubungan
serologik dengan beberapa golongan Enterobacteriaceae. Selain dapat
dibiak pada yolk sac embrio ayam, bakteri tersebut juga dapat di tanampada
medium sintetik, tetapi agak sukar tumbuhnya. Basil di kelilingi oleh kapsul
yang berbatas tegas, dapat di lihat dengan pewarnaan Wright, merupakan
parasit intraseluler dalam vakuol pada histiosit jaringan yang besar,
kadang-kadang terdapat dalam leukosit polimorfonuklear atau sel plasma,
dengan ukuran 1,5-2,5 u. Dengan pewarnaan Wright kapsul berwarna
merah muda dan kuman berbentuk bipolar. Reproduksi bakteri terjadi
dalam fokus multiple pada sel-sel tersebut sampai vakuol berisi 20-30
organisme, kemudian pecah dan keluar organisme matang.7
C. Patogenesis
Lesi primer di mulai sebagai satu nodus yang keras (berindurasi),
kalau terjadi kerusakan pada eprmukaannya terjadi ulkus yang berwarna
seperti daging dan granulomatosa. Biasanya berkembang perlahan-lahan,
sering menjadi satu dengan lesi yang berhubungan atau membentuk lesi
baru dengan autoinokulasi, terutama pada daerah perianal. Timbul
akantosis hebat dan terdapat banyak histiosit. Beberapa leukosit PMN
terdapat dalam fokus infiltrat atau tersebar, limfoeit jarang di temukan.
60

Proliferasi epitel marginal menyerupai gejala epiteliomatosa permulaan.


Gambaran patognomonik donovanosis adalah sel mononuklear besar yang
terinfeksi, berisi banyak kista intrasitoplasmik yang di isi oleh badan-badan
donovan. Kadang terjadi penyebaran hematogen, metastatik ke tulang-
tulang sendi-sendi, atau hati. Infeksi sekunder akan menimbulakan
desktruksi jaringan kemudian terjadi sikatriks.

Gambar 2.8 Ulserasi hipertrofi meluas dan jaringan parut di


perineum, dan skrotum.6
D. Gejala klinis
Masa inkubasi pasti. Perkiraan berkisar antara 1-360 hari, 3-40
hari,14-28 hari, dan 17 hari. Lesi dapat dimulai pada daerah genitalia
eksterna, paha, lipatan paha, atau perineum. Pada permulaan penyakit ini
berbentuk papul atau nodul subkutan tunggal atau multipel yang tidak nyeri
yang kemudian secara perlahan-lahan menjadi ulkus granulomatosa
berbentuk bulat, menimbul seperti blundru. Gambaran klinis yang paling
utama adalah lesi kulit yang fleshy, merah daging, exuberant granulation
tissue yang lunak, tanpa nyeri tekan dan mudah berdarah. Gambarab klinis
yang umum berupa lesi primer meluas perlahan melalui penyebaran
lansung; autoinkulasi, yang mengakibatkan lesi baru pada kulit yang
berdekatan (“Kissing” lesion). Melalui mekanisme ini, suatu lesi primer
pada glans penis dapat menimbulkan fokus infeksi baru pada skrotum, paha
atau dinding abdomen. Pembengkakan di daerah inguinale dapat timbul
menyertai lesi genital sebagai masa induratif atau abses yang akhirnya
pecah menimbulkan ulkus yang khas. Kelainan ini disebut pseudobubo,
61

karna pada kenyataannya merupakan sebuah granuloma subkutan yang


terjadi superfisial pada daerah kelenjar getah bening inguinal bukan
kelenjar getah bening yang membesar. Infeksi sekunder terutamaoleh
organisme Vincent, yang di ikuti timbulnya ulkus fagedenikum dengan
kerusakan jaringan yang hebat, berbau busukdan di sertai gejala konstitusi.
Akhirnya timbul jaringan parut luas dengan distorsi, mungkin dapat pula
terjadi elefantiasis genital.5
Tipe granuloma inguinale dari gambaran klinis terdiri dari :
1. Tipe nodular
2. Tipe ulsero-vegetatif
3. Tipe hipertrofik
4. Tipe sikatriksial.
Klasikasi ada empat jenis donovanosis:
1. Ulcerogranulomatous
jenis yang paling umum, merah daging, jaringan lunak yang mudah
berdarah , tanpa nyeri tekan dan dapat menjadi cukup luas jika tidak
ditangani.

Gambar 2.9 ulcergranulomatosa7

2. Ulkus hipertrofik atau verrucous


pertumbuhan biasanya dengan tepi tidak teratur, kadang-kadang benar-
benar kering.
62

Gambar 3.0 Ulkus hipertrofik atau verrucous7


3. Nekrotik
Ulkus berbau busuk yang mendalam menyebabkan kerusakan jaringan,
4. Kering, sklerotik, atau lesi sikatriks dengan jaringan fibrosa dan jaringan
parut.
Daerah genital terkena 90% kasus dan daerah inguinal terkena 10%.
Daerah anatomi yang terkena dampak paling sering adalah pada pria, sulkus
koronal, wilayah subpreputial, dan anus. Pada wanita, labia minora,
fourchette, dan kadang-kadang di leher rahim dan saluran kelamin bagian
atas. Ulkus lebih sering terjadi pada pria yang tidak disunat dengan standar
miskin kebersihan kelamin. Lesi ekstragenital mencapai 6% kasus dan
merupakan masalah yang semakin meningkat jumlah laporan kasus.
Lokasi infeksi termasuk bibir, gusi, pipi, langit-langit mulut, faring, leher,
hidung, laring, dan dada. Jarang sekali terjadi donovanosis menyebar ke
tulang dan hati dan biasanya berkaitan dengan kehamilan dan infeksi
serviks.7
E. Penegakan Diagnosis
Mencari D. Granulomatis dalam sel-sel mononuklear yang besar.
Bahan terdiri atas jaringan granulasi yang tipis, diambil dengan biopsi atau
skalpel dari lesi bagian dalam. Setelah kering bahan di warnai dengan
Giemsa, Wright Leishman atau Gram. Dapat juga di pakai bahan dari biopsi
parafin yang di warnai dengan H.E. atau pewarnaan perak.1

Jika memungkinkan diagnosis donovanosis harus dikonfirmasi


sebelum antibiotik diberikan. Konfirmasi adalah dengan identifikasi badan
63

Donovan intraseluler khas dalam sel mononuklear besar baik dalam


hapusan diperoleh secara langsung dari jaringan atau biopsi sampel. Sel-sel
karakteristik berada di diameter 25-90 μm sedangkan badan Donovan
adalah 0,5-0,7 oleh 1-1,5 μm dan berkapsul atau mungkin tidak berkapsul.7

Gambar 3.1 Hapusan Jaringan di warnai dengan pewarnaan Giemsa


(RapiDiff) dengan teknik menunjukkan banyak badan Donovan dalam
sebuah monosit7

Gambar 3.2 Hapusan jaringan di warnai dengan pewarnaan Giemsa


(RapiDiff) dengan teknik menunjukkan banyak badan Donovan di monosit
termasuk beberapa dalam kista intracytoplasmic (panah).7
64

1. Biakan /Kultur jaringan


Granulomatis tidak dapat tumbuh pada media biasa.padat digunakan
biakan jaringan dan telur dengan hasil terbatas.
2. Biopsi
Biopsi dapat dilakukan di bawah anestesi lokal dan diperiksa oleh
histologi. Gambaran histologik terdiri atas : epidermis di tengah lesi
hilang, sedangkan pada tepi lesi terjadi akantosis yang kemudian
menunjukan gambaran hiperplasi pseudokarsinomatosa. Dalam dermis
terlihat infiltrat padat terutama terdiri atas histiosit dan sel plasma.
Diantara infiltrat tersebar abses kecil terdiri atas neutrofil dan sedikit
sel limfoid. Badan inklusi intrasitoplamik ( Badan donovan) terdapat
dalam histiosit. Untuk melihat badan-badan ini dapat di gunakan
pewarnaan Giemsa atau pewarnaan perak daripada hematoksilin dan
eosin (H.E).

Biopsi biasanya diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis


untuk varian nekrotik dan sklerotik dan kadang-kadang untuk lesi
hipertrofik. Pada tipe hipertrofik dan sikatrisial tampak jaringan ikat
bertambah. 7

3. Serologi
Sebuah teknik immunofluoresensi tidak langsung dikembangkan
menggunakan bagian tipis dari lesi donovanosis sebagai sumber antigen
dengan hasil yang baik untuk lesi yang di bentuk namun dengan
sensitivitas rendah untuk infeksi awal, dapat di temukan antibodi ikatan
komplemen terhadap D.granulomatis, tetapi sensitivitas dan spesifitas
terbatas . Sementara tes mungkin dapat berguna dalam studi populasi
di daerah endemik itu tidak cukup akurat pada tingkat individu sehingga
dapat diterima untuk diagnosis konfirmasi.7
4. Tes kulit
Di gunakan antigen D.granulomatis, di suntikan intradermal dan di baca
setelah 72 jam, sering terjadi reaksi positif semu.1
65

F. Tatalaksana
Ulsers diobati tidak sembuh secara spontan . Sebaliknya akan
memburuk dengan waktu , dan pengobatan antibiotik yang lebih baik
dimulai sejak dini .9
Azithromycin 500 mg 1x1 selama 1
Pertama
minggu
Doxycycline 100 mg 2x1 selama
minimal 3 minggu
Trimethoprim/sulfamethoxazole 800 mg atau 160 mg
2x1 selama 3
Kedua minggu
Ciprofloxacin 750 mg 2x1 selama 3
minggu
Erytromycin 500 mg/oral 4x1
selama 3 minggu

Pasien harus melanjutkan pengobatan sampai semua gejala klinis


terlihat telah benar-benar sembuh . Spesimen biopsi Serial mungkin
diperlukan . Jika pasien tidak membaik dalam beberapa hari pertama
pengobatan , penambahan gentamisin 1 mg / kg intravena setiap 8 jam perlu
dipertimbangkan .
Pusat-pusat kontrol penyakit dan pencegahan merekomendasikan
rejimen pengobatan yang sama untuk pasien HIV - positif dengan GI ,
meskipun ada beberapa laporan dari kegagalan pengobatan tersebut . pusat
untuk pengendalian penyakit dan pencegahan juga sangat menyarankan
gentamisin 1 mg / kg intravena setiap 8 jam bagi pasien terinfeksi HIV
dengan GI jika tidak ada perbaikan dalam beberapa hari pertama .
Relaps mungkin terjadi 8-16 bulan setelah tampaknya pengobatan
efektif, sehingga memerlukan tindak lanjut oleh dokter . Kasus lama dapat
komplikasi oleh infeksi bakteri sekunder atau dengan fistula dan
pembentukan abses , yang memerlukan intervensi bedah dan membuat
pengobatan antibiotik saja tidak efektif .
66

Penyakit Etiologi Penegakan Predileks Tatalaksana


diagnosis i
Anamnesis PF PP
Granulo Calymmatobacterium - tidak ulkus dan Pemeriksaan genital Azitromisin
ma granulomatis nyeri ulsera mikroskopik 500 mg 1x1
inguinal - kulit yang meluas selama
berwarna dan pada seminggu
merah dasarnya
daging,luna terdapat Doksisiklin
k, mudah jaringan 100 mg 2x1
berdarah granulos selama
e minimal 3
minggu
9. HERPES GENITAL
A. Definisi
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes
hominis) tipe I atau tipe ll yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan entematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat bedangsung baik primer maupun
rekurens. 4
B. Etiologi
VHS tipe I dan ll merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus
DNA. Pembagian tipe l dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada
media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis (tempat predileksi). VHS
tipe II menyerang daerah genital. 4
C. Gejala klinis
lnfeksi VHS ini beriangsung dalam 3 tingkat.
(1) Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tips I dl daerah pinggang ke ates terutama dl daerah
mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak inokulasi dapat
terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi,
atau pada orang yang sering menggigit jari (helpetic whit-low). Virus ini
juga sebagai penyebab herpes ensefalitis. lnfeksi primer oleh VHS tipe II
mempunyai tempat predileksl di daerah pinggang ke bawah, temtama di
daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi
67

neonatus. Daerah predileksi ini sen'ng kacau karena adanya cara hubungan
seksual seperti pro-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah geni-tal
kadang-kadang disebabkan oleh VHS tipe l sedangkan di daerah mulut dan
,rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe ll. lnfeksi primer
berlangsung labih lama clan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering
disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese dan anoreksia, dan dapat
ditamukan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian.
menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami
ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak
terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga
memberi gambaran yang tidak jelas.
Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes
simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi
VHS pada genitalia ekstema disertai infeksi pada serviks. 4
(2)Fase Iaten
Fase ini berarti pada penderita tidak diemukan gejala klinis, tetapi VHS
dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. 4
(3) lnfeksi rakurens
lnfeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak
aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala innis. Mekanisme paou itu dapat berupa trauma fisik
(demam, infeksi, kurang tidur. hubungan seksual, dan sebagainya), trauma
psikis (gangguan emosional, mnstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis
makanan dan minuman yang merangsang.
Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7 sampai 1O hari. Sering ditemukan gejala prodromal
lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. lnfeksi
rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat
Iain/tempat di sekitamya (non loco). 4
68

Gambar 3.3 Infeksi virus herpes. 4

Pemeriksaan pembantu diagnosis


Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Pada
keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi VHS. Pada percobaan
Tzanck dengan pewamaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak
dan badan inklusi intranuklear. 4

D. Tatalaksana
Sampai saat ini belum ada terapi yang memberikan penyembuhan
radikal, artinya tidak ada pengobatan yang dapat mencegah episode
rekrurens.Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap atau
krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, viruguet-P)
dengan cara aplikasi. yang sering dengan interval beberapa jam. Preparat
asildovit (zovirax) yang dipakai secara topikal tampaknya memberikan
masa depan yang Iebih cerah. Asiklovir ini cara kerjanya mengganggu
replikasi DNA virus. Klinis hanya bermanfaat bila penyakit sedang aktif.
Jika timbul ulserasi dapat diIakukan kompres. Pengobatan oral berupa
preparat asiklovir tampaknya memberikan hasil yang lebih baik. Penyakit
berlangsung lebih singkat dan masa rekurensnya lebih panjang. Dosisnya 5
x 200 mg sehari selama 5 hari.
Pengobatan parenteral dengan asiklovir terutama ditujukan kepada
penyakit yang lebih berat atau jika timbul komptikasi pada alat dalam.
69

Begitu pula dengan preparat adenin arabinosid (vitarabin). Lnterferon


sebuah preparat glikoprotein yang dapat menghambat reproduksi virus juga
dapat dipakai secara parenteral.
Untuk mencegah rekurens macam-macam usaha yang dilakukan dengan
tujuan meningkatkan imunitas selular. pemah dilakukan pemberian preparat
Iupidon H (untuk VHS tipe I) dan lupidon G (untuk VHS tipe N) dalam satu
seri pengobatan. Pemberian levamisol dan isoprinosin atau asiklovir secara
berkata menurut beberapa penyelidik memberikan hasiI yang baik. Efek
tevamisol dan isopmosin ialah sebagai imunostimulator. Pemberian
vaksinasi cacar sekarang tidak dianut lagi. 4

Penyakit Etiologi Penegakan diagnosis Predileksi Tatalaksana


Anamnesis PF PP
Herpes -Rasa terbakar dan di daerah pemeriksaan genital -lesi primer
Herpes simplex gatal, beberapa jam genital tzank dengan Asiklovir 5x200
genital virus sebelum timbulnya ditemukan giemsa mg/hari oral
(hsv) lesi kulit vesikel/erosi/ ditemukan sel selama 7 hari
-vesikel berkelompok ulkus yang raksasa Atau
-gejala pada lesi awal berkelompok berinti
biasanya lebih berat dan nyeri banyak Valasiklovir
dan lebih lama 2x500 mg/hari
-pada lesi rekurens oral selama 7 hari
biasanya didahului -lesi rekurens
factor pencetus Asiklovir 5x200
mg/hari oral
selama 5 hari
Atau
Valasiklovir
2x500 mg/hari
oral selama 5 hari

10. TRICHOMONIASIS
A. Definisi
Parasit mikroorganisme adalah agen penyebab trikomoniasis, dan
yang paling umum infeksi protozoa patogen manusia di negara-negara
industri ataupun negara berkembang. nama binomial : Trichomonas
vaginalis.9
70

B. Morfologi dan Struktur Genom Trichomonas vaginalis

a. Morfologi
Trichomonas vaginalis merupakan protozoa dari superclass
Mastigophora, class Zoomastigophora, ordo Trichomonadina, dan family
trichomonadidae. Family Trichomonadidae ini kemudian oleh Honigberg
pada tahun 1946 dibagi menjadi sub family Trochomonadinae (dengan
genus Trichomonas dan Pentatrichomonas) dan Trichomononadinae.
Trichomonas vaginalis berbentuk oval , panjang 4 – 32 µm dan
lebar 2,4 – 14,4 µm, memiliki flagella dan undulating membran yang
panjangnya hanya setengah panjang tubuhnya. Intinya berbentuk oval dan
terletak dibagian atas tubuhnya, dibelakang inti terdapat blepharoblast
sebagai tempat keluarnya 4 buah flagella yang menjuntai bebas dan
melengkung diujungnya sebagai alat geraknya yang maju mundur .
Flagella ke 5 melekat diundulating membrane dan menjuntai ke
belakang sepanjang setengah panjang tubuhnya . Sitoplasma terdiri dari
struktur yang berfungsi seperti tulang yang disebut axostyle.
Sementara T. vaginalis tidak memiliki bentuk kista, organisme dapat
bertahan hingga 24 jam dalam urin, air mani, atau bahkan sampel air. Ini
memiliki kemampuan untuk bertahan pada fomites dengan permukaan
lembab selama 1 sampai 2 jam.9

Gambar 3.4 Trichomonas vaginalis ini memperoleh makanan


secara osmosis dan fagositosis.9
71

Trichomonas vaginalis tidak memiliki stadium kista tetapi hanya ditemui


dalam stadium Tropozoit dan ciri-cirinya adalah :

1. Bentuknya oval atau piriformis.

2. Memiliki 4 buah flagel anterior.

3. Flagel ke 5 menjadi axonema dari membran bergelombang

4. Pada ujung pasterior terdapat axonema yang keluar dari badan yang
diduga untuk melekatkan diri pada jaringan sehingga menimbulkan iritasi,

5. Memiliki 1 buah inti,

6. Memiliki sitostoma pada bagian anterior untuk mengambil makan

Gambar 3.5 Trichomonas vaginalis.9


b. Struktur Genom
T. vaginalis genom parabasalid pertama yang dijelaskan. Genomnya
adalah sekitar 160 megabases dalam ukuran dengan setidaknya 65% dari
mengulangi dan elemen transposabel. Satu set inti ± 60.000 gen protein-
coding diidentifikasi, yang berarti T. vaginalis memiliki salah satu coding
kapasitas tertinggi di antara eukariota. Intron ditemukan di 65 gen, RNA
transfer yang ditemukan untuk semua dua puluh asam amino, dan sekitar
250 DNA ribosom diidentifikasi dalam genom ini. Ada enam kromosom di
T. vaginalis. Sebuah penemuan yang menarik adalah bahwa mesin
transkripsi eukariot ini muncul lebih metazoan dari protozoa. Genom ini
juga menunjukkan terdapat 152 kasus transfer gen prokariot-to-eukariot
72

lateral yang mungkin. Genom membantu dengan penemuan jalur


metabolisme yang tidak diketahui, klasifikasi mekanisme patogen, dan
identifikasi fungsi yang tidak diketahui organel di T. Vaginalis.9

c. Siklus hidup Trichomonas vaginalis


Perkembangbiakannya dengan cara berkembang biak secara belah
pasang longitudinal dan inti membelah dengan cara mitosis yang dilakukan
setiap 8 sampai 12 jam dengan kondisi yang optimum. Jadi tidak heran bila
dalam beberapa hari saja protozoa ini dapat berkembang mencapai jutaan.
Tidak seperti protozoa lainnya, trichomonas tidak memiliki bentuk kista.
Sel-sel trichomonas vaginalis memiliki kemampuan untuk melakukan
fagositosis.
Untuk dapat hidup dan berkembang biak, trichomonas vaginalis
membutuhkan kondisi lingkungan yang konstan dengan temperatur sekitar
35-37˚C, hidup pada Ph diatas 5,5- 7,5. Sangat sensitif terhadap tekanan
osmotik dan kelembaban lingkungan. Protozoa ini akan cepat mati bila
diletakkan di air atau di keringkan. Meskipun penularan trichomonas
vaginalis secara non-venereal sangat jarang, ternyata organisme dapat hidup
beberapa jam dilingkungan yang sesuai dengan lingkungannya.
Trichomonas vaginalis bergerak dengan cepat berputar-putar di
antara sel-sel epitel dan leukosit dengan menggerakkan flagel anterior dan
membran bergelombang.
Parasit ini mati pada suhu 500C, tetapi dapat hidup selama5 hari pada suhu
00C. Dalam biakan, parasit ini mati pada pH <4,9, (pH vagina 3,8 - 4,4)
dan tahan terhadap desinfektans dan antibiotik.
Trichomonas vaginalis dapat diidentifikasi dari sediaan sekret
vagina yang masih segar, dimana kita dapat melihat organisme ini secara
jelas pergerakannya. Selain dari sekret vagina yang masih segar lebih baik
karena protozoa ini sangat sensitif dan mudah mati, apalagi pada urine bisa
terdapat sel-sel lain (seperti leukosit) yang menyulitkan kita untuk
membedakannya.
73

Trichomonas vaginalis berada di saluran alat kelamin perempuan


bagian bawah. Pada laki-laki berada di uretra dan prostat.Memperbanyak
diri dengan pembelahan biner ( satu menjadi dua). Parasit tidak memiliki
bentuk kista, dan tidak bertahan dengan baik di lingkungan
luar.Trichomonas vaginalis ditularkan di antara manusia, terutama melalui
hubungan seksual.9

Gambar 3.6 siklus hidup trchimonas vaginalis9

C. Gejala klinis Trichamoniasis


Tanda-tanda umum wanita yang terinfeksi adalah nyeri
bagian abdomen, gatal-gatal, dan berbau tidak sedap. Pada pria,
tanda infeksi umumnya tidak begitu terlihat, kadang dapat
menyebabkan urethritis, prostatitis, dan epididymitis. Infeksi lebih
lanjut dapat menyebabkan infertilitas, dan transformasi jarigan
serviks.
Tanda - tanda infeksi:
1.perih saat buang air kecil
2.terasa panas dan gatal pada permukaan vagina
3.kelua r lendir putih atau kuning dan berbau
4.air kencing keruh pada pagi hari
74

Prevalensi keluhan pada penderita trikomoniasis kadang –


kadang tidak ada , cairan kental ( discharge ) , bau , menimbulkan
iritasi atau gatal , dispareunia , disuria maupun perasaan tidak enak
pada bagian bawah perut . Sedangkan gejala pada penderita
trikomoniasis kadang – kadang tidak ada, eritemia vulva yang difus,
cairan kental ( discharge ) yang berlebihan warna kekuning
kuningan dan berbusa , inflamasi dinding vagina maupun strawberry
cervix yang terlihat pada pengamatan langsung dengan kolposkopi.
Keluhan lain yang mungkin terjadi adalah perdarahan
abnormal pada vagina yang menghasilkan sekret vagina yang
mengandung darah serta pendarahan setelah senggama. Dalam
keadaan seperti ini Trichomonas vaginalis merupakan
pertimbangan utama dalam
Diagnosa banding pada perdarahan vagina karena
mikroorganisme . Pada beberapa kasus juga terjadi pembesaran
kelenjar limfa inguinal , daerah vagina dan cervix kemerahan , pada
kasus yang akut diketemukan noda atau bercak darah ( small
haemorrhagie spot ). Pada vagina dan pada leher rahim sehingga
pada permukaannya memberi gambaran seperti buah strawberry.9

Gambar 3.7 Gambaran infeksi Trichomonas


vagi[alis seperti buah strawberry.9

Pada kasus kronik cairan kental ( discharge ) bisa juga


menyebabkan mumculnya kutil ( warts ) pada genital dan infeksi ini
biasanya juga disertai dengan dispareunia, menorrhagia ( haid yang
75

berlebihan ) dan nyeri haid yang bisa memburuk selama dan setelah
menstruasi dan kadang – kadang pada kehamilan .
Trikomoniasis juga sering menimbulkan komplikasi pada
wanita yang bisa menyebabkan infeksi pada kelenjar skene ,
barthilinitis radang pada kelenjar bartolin urethritis ( radang pada
urethra ) , dan cystitis ( radang pada kandung kemih ) serta gangguan
psikologi melengkapi infeksi trikomoniasis. Namun dari semua
keluhan yang ada ternyata sekret vagina yang berupa cairan
keputihan ( flour albus ) merupakan kelainan utama dan biasa
diketemukan pada trikomoniasis. Tetapi jika hal ini digunakan
sebagai diagnosa tunggal dengan adanya nanah , sekret yang berbusa
dianggap merupakan karakteristik vaginitis karena trikomoniasis
maka 88% akan memberikan hasil negative palsu artinya wanita
yang benar – benar terinfeksi menjadi tidak terdeteksi.
Tanda dan gejala biasanya muncul dalam waktu satu bulan datang
ke dalam kontak dengan tricomonas. Berikut tanda atau gejala yang
terjadi pada perempuan dan pria.
Perempuan:
1. Nyeri, peradangan dan gatal-gatal di sekitar vagina. Hal ini dapat
menyebabkan ketidaknyamanan ketika berhubungan seks.
2. Suatu perubahan dalam vagina – mungkin ada sedikit atau
banyak, dan mungkin tebal atau tipis, atau berbusa dan kuning.
Anda juga mungkin memperhatikan bau aneh yang mungkin
tidak menyenangkan.
3. Kadang-kadang akan ada rasa sakit di daerah selangkangan,
meskipun hal ini jarang terjadi
4. Nyeri ketika buang air.
Pria:
1. Sebuah cairan yang keluar dari penis, yang mungkin tipis dan
keputihan.
2. Nyeri atau sensasi terbakar, ketika melewati urin.
3. Kenaikan frekuensi urinations disebabkan oleh iritasi infeksi
76

4. Peradangan kulup (ini jarang terjadi).


Keluhan lain: pruritus vagina atau vulva dan disuria (rasa
pedih waktu kencing) Infeksi dapat menjalar dan menyebabkan
uretritis. Trikomoniasis pada laki-laki yang diserang terutama
urethra, kelenjar prostat, kadang-kadang preputium, vesikula
seminalis dan epididimis. Pada umumnya gambaran klinis lebih
ringan dibandingkan dengan wanita. Bentuk akut gejalanya mirip
uretritis non gonore, misalnya disuria, poliuria, dan secret urethra
mukoid atau mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi kadang-
kadang ada benang-benang halus.9

D. Diagnosa
Diagnosa Laboratorium
Ada beberapa cara pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan
untuk mendiagnosis trikomoniasis. Diagnosis dapat ditegakkan melalui hal
– hal berikut ini :
1. Gejala klinis.
Diagnosis ditegakkan melalui gejala klinis baik yang subyektif
maupun obyektif. Tetapi diagnosis sulit ditegakkan pada penderita pria
dimana trikomoniasis pada pria hanya dijumpai sedikit
organismeTrichomonas vaginalis dibandingkan dengan wanita
penderita trikomoniasis.
2. Pemeriksaan mikroskopik.
Pemeriksaan secara mikroskopik dapat dibedakan menjadi 2
berdasarkan sampel yang digunakan sebagai bahan pemeriksaan yaitu :
a. Sediaan sekret vagina
Pengambilan sampel sekret vagina dilakukan dengan cara –
cara pap smear. Kemudian buat sediaan lalu dilakukan pengecatan
dan lihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan mikroskopis secara
langsung dapat juga dilakukan dengan cara membuar sediaan dari
sekret vagina yang dicampur dengan satu tetes garam fisiologis
diatas gelas obyek dan langsung dilihat dibawah mikroskop.
77

Pemberian beberapa tetes KOH 10 – 20 % pada cairan


vagina yang diperiksa , dapat menimbulkan bau yang tajam dan amis
pada 75% wanita yang positif trikomoniasis dan infeksi bacterial
vaginosis. Tetapi tidak pada mereka yang menderita vulvovaginal
kandidiasis.untuk menyingkirkan bacterial vaginosis dari infeksi
trikomoniasis dapat diketehui dengan memeriksa konsentrasi
lactobacillus yang jelas berkurang pada trikomoniasis dan pH vagina
yang basa.
Pada pria , pengambilan sekret dilakukan dengan memencet
gland penis sampai cairan terkumpul diujung gland penis lalu
dibuka.
Pada pemeriksaan sekret secara mikroskopik pada mereka
yang terinfeksi trikomoniasis sering dijumpai sel – sel PMN yang
sangat banyak , coccobacillus , serta organisme Trichomonas
vaginalis yang pada sediaan yang segar dapat kelihatan motil.
b. Sediaan sedimen urin
Urin yang akan diperiksa, sebelumnya diputar terlebih
dahulu dengan kecepatan rendah selama 5 menit, kemudian dibuang
supernatannya. Sedimen yang mengendap pada dasar tabung
ter[[sebut diperiksa secara mikroskopis dengan lensa obyektif 10
kali atau memakai lensa obyektif 40 kali untuk
mengamatiTrichomonas vaginalis . Setelah itu segera dilakukan
pengecatan.
3. Kultur
Selain pemeriksaan secara klinis dan mikroskopis langsung,
cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan kultur, terutama pada
mereka yang sedikit jumlah organisme Trichomonas vaginalisnya ,
seperti pada pria atau wanita penderita trikomoniasis kronik.
4. Serologi dan Immunologi.
Pemeriksaan dengan cara ini belum menjamin dan belum cukup
sensitive untuk mendiagnosis infeksi Trichomonas vaginalis .
Walaupun sudah banyak penelitihan yang akhir – akhir ini
78

menggunakan teknik serologi untuk mendiagnosis infeksi Trichomonas


vaginalis..9
E. Pencegahan
penyakit yang disebebkan oleh Trichomonas vaginalis dapat
dicegah dengan berbagai cara, diantaranya yaitu:
 Hindari menggunakan pencuci vagina dengan semprot vagina (spray)
• Kenakan pakaian dalam dari katun agar mudah menyerap kelembaban,
dan sirkulasi udara di sekitar vagina terjaga. Pakaian yang tidak
menyerap keringat akan menciptakan suasana di vagina menjadi lembab
dan tentu saja merangasang pertumbuhan bakteri yang merugikan.
• Meski penampilan terlihat seksi tapi sebisa mungkin hindari celana
panjang super ketat karena dapat menimbulkan rasa hangat dan lembab.
• Ganti pembalut sesering mungkin jika sedang mengalami haid.
• Jaga kebersihan vagina baik sebelum dan sesudah behubungan seks.
• Membasuh vagina dengan bersih setiap kali membuang air besar dan
keringkan dengan tisu.
• Setelah buang air besar, bilaslah dengan air dari arah depan ke belakang.
Cara ini dapat mencegah penyebaran bakteri dari arah anus ke vagina.
• Jaga Organ intim tetap bersih dan kering.
• Jaga berat badan ideal. karena kegemukan dapat membuat paha tertutup
rapat dan membuat lingkungan vagina lembab akibat kurang sirkulasi.
• Mengkonsumsi makanan sehat bergizi, jangan terlalu banyak
mengandung gula dan tepung karena dapat mempercepat pertumbuhan
bakteri merugikan.
• Hindari stress karena daya tahan tubuh bisa menurun dan dapat
mengundang infeksi.
• Jangan lupa olahraga teratur agar kekebalan tubuh terjaga.
 Pencegahan infeksi yang disebabkan oleh trichomonas vaginalis dapat
dilakukan dengan:
Penyuluhan dan pendidikan terhadap pasien dan masyarakat umumnya
tentang infeksi ini.
79

 Diagnosis dan penanganan yang tepat pada pasangan penderita


tricomoniasis.
 Pemakaian kondom dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk
mencegah tertularnya pasangan seksual terhadap infeksi ini.
 Tidak berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan. Dan
apabila salah satu pasangan menderita tricomoniasis, maka sebaiknya
pengobatan diberikan kepada kedua orang pasangan tersebut.9

F. Tatalaksana Trichomonas vaginalis

Trikomoniasis bisa diatasi secara efektif dengan antibiotik.


Metronidazole adalah jenis antibiotik yang biasa dipakai untuk mengatasi
infeksi ini. Antibiotik ini diresepkan dalam dosis tertentu untuk dikonsumsi
selama 5-7 hari. Selain metronidazole, tinidazole juga bisa digunakan untuk
pengobatan. Minum obat ini setelah makan dan hindari mengonsumsi
minuman keras selama 24 jam setelah meminum metronidazole atau 72 jam
setelah meminum tinidazole karena bisa menyebabkan mual parah dan
muntah-muntah.
Jika antibiotik telah dikonsumsi sampai habis dan gejalanya masih
terlihat, atau hasil laboratorium menyatakan hasil negatif terhadap
trikomoniasis, maka Anda membutuhkan tes lebih lanjut untuk mengetahui
apakah gejala ini disebabkan oleh penyakit infeksi menular seksual yang
lain.
Bisa juga sebaiknya melakukan tes ulang jika Anda muntah setelah
minum antibiotik karena kemungkinan antibiotik tidak diserap dan Anda
akan memerlukan antibiotik lebih atau metode perawatan lain. Penting
untuk menghabiskan semua antibiotik yang diresepkan agar infeksi tidak
kembali. Hindari hubungan intim hingga infeksi teratasi secara sempurna.9
80

Penyakit Etiologi Penegakan diagnosis Predileksi Tatalaksana


Anamnesis PF PP
Trichomoniasis Trichomonas -Sering asimptomatik, -Pada forniks Pemeriksaan Vagina Metronidazol
vaginalis biasanya berupa duh posterior: mikroskopik 2 gr/oral
tubuh vagina yang duh tubuh ditemukan dosis tunggal
banyak dan berbau seropurulen, trichimonas
busuk, warna kuning jumlah vaginalis Atau
hijau, kadang-kadang banyak dan
berbusa. Keluhan gatal tergenang Tinidazol 2
dan perih pada vulva serta gr/oral dosis
dan kulit di sekitarnya. berbusa. tunggal
-Pada
- Keluhan lain, dapat serviks:
berupa bintik-bintik
dispareunia,pendarahan pendarahan
pasca koitus, dan (strawberry
pendarahan diantara cervix) yang
haid. menunjukkan
inflamasi
berat.

11. SKABIES
 Definisi
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) yang
mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau
sebaliknya. Penyebabnya scabies adalah Sarcoptes scabiei.5
 Etiologi
Scabies disebabkan oleh kutu atau kuman sarcoptes scabei. Secara
morfologik sarcoptes scabei merupakan tungau kecil berbentuk oval
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata berwarna putih kotor dan
tidak memiliki mata. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum
corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di dalam
terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam waktu singkat telur
tersebut menetas menjadi hypopi yakni sarcoptes muda. Akibat terowongan
yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel di lapisan kulit
itu, penderita mengalami rasa gatal. Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthropoda, kelas Arachnida, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut
81

Sarcoptes scbiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. Scabiei yang lain,
misalnya kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna puith
kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450
mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240
mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang
kaki di depan sebagai alat untuk melekat, dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir
dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
 Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul
pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan leh sensitisasi terhadap
secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Pada saat it kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemuannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi
dapat lebih luas dari lokasi tungau.5
82
83

 FAKTOR RESIKO
1. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi
sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan.
Pada bayi, lesi terdapat di muka.
2. Skabies yang ditularkan oleh hewan.
Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaanya
berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala.
Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama
terdapat pada tempat-tempat kontak. Dan akan sembuh sendiri bila
menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.
3. Skabies inkognito
Obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan
steroid toikal yang lama dapat menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon imun seluler.
4. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.5

Cara penularan (transmisi) :


1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan lain-lain.

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi


atai kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var.
animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka
yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing
84

 MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardial berikut ini :
1. Pruritus (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada
suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang tungau tersebut.
3. Kunikulus (adanya terowongan) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorfi (pustula,
ekskoriasi, dll). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum
korneum tipis, yaitu sela-sela jari tangan, peregelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae
(wanita) dan lipatan glutea, umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria),
dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan
telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang
dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah
4. Terdapat agen parasitik satu atau lebih stadium hidup agen parasitik ini,
merupakan hal yang paling diagnostik.
Pada pasien yang menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga
diagnosis kadangkala sangat sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama,
dapat timbul likenifikasi, impetigo, da furunkulosis.5
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Cara menemukan tungau :
1. Carilah mula – mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat
papula atau vesikel. Congkel dengan jarum dan letakkan diatas kaca obyek,
lalu tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar
85

3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya jepit lesi dengan 2 jari kemudian
buat irisan tipis dengan pisau dan periksa dengan mikroskop cahaya
4. Dengan biopsi eksisional dan periksa dengan pewarnaan HE.5

F. PENATALAKSANAAN
penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
1. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur
setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus
dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian
pula dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama
bayi dan anak - anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara
waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum
meningkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan dan
meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus
diperhatikan :
a) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
b) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian
yang akan dipakai harus disetrika.
c) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.
2. Penatalaksanaan secara khusus.
Dengan menggunakan obat - obatan, obat - obat anti skabies yang tersedia
dalam bentuk topikal antara lain :
a) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4 - 20% dalam
bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori
pakaian dan kadang - kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada
bayi berumur kurang dari 2 tahun.
86

b) Emulsi benzil - benzoas (20 – 25 %), efektif terhadap semua stadium,


diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang - kadang makin gatal setelah dipakai.
c) Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi.
Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.
d) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus
dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
e) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus
setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak
anjurkan pada bayi di bawah umur 12 bulan.3
F. KOMPLIKASI
Jika skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul
dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, sellulitis,
limfangitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang
diserang scabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal. Dermatitis iritan
dapat timbul karena penggunaan preparat anti skabies yang berlebihan, baik
pada terapi awal atau dari pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur, dengan
konsentrasi 15% dapat menyebabkan dermatitis bila digunakan terus menerus
selama beberapa hari pada kulit yang tipis. Benzilbenzoat juga dapat
menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari selama beberapa hari,
terutama di sekitar genetalia pria. Gamma benzena heksaklorida sudah
diketahui menyebabkan dermatitis iritan bila digunakan secara berlebihan.
Selain itu dapat terjadi sebagai berikut:
1. Urtikaria
Urtikaria adalah reaksi dari pembuluh darah berupa erupsi pada kulit yang
berbatas tegas dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih bila
ditekan, dan disertai rasa gatal. Urtikaria dapat berlangsung secara akut,
87

kronik, atau berulang. Urtikaria akut umumnya berlangsung 20 menit


sampai 3 jam, menghilang dan mungkin muncul di bagian kulit lain.
2. Infeksi sekunder
3. Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut (folikel). Pada
kulit yang terkena akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal. Di sekitar
folikel rambut tampak beruntus - beruntus kecil berisi cairan yang bisa
pecah lalu mengering dan membentuk keropeng
4. Furunkel
Furunkel (bisul) adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut
dan jaringan subkutaneus di sekitarnya. Paling sering ditemukan di daerah
leher, payudara, Wajah dan bokong. Akan terasa sangat nyeri jika timbul
di sekitar hidung atau telinga atau pada jari - jari tangan. Furunkel berawal
sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah. Lalu
benjolan ini akan berfluktasi dan ditengahnya menjadi putih atau kuning
(membentuk pustula). Bisul bisa pecah spontan atau mengeluarkan
nanahnya, kadang mengandung sedikit darah.
5. Infiltrat
6. Eksema infantum
Eksema atau Dermatitis atopik atau peradangan kronik kulit yang kering
dan gatal yang umumnya dimulai pada awal masa kanak - kanak. Eksema
dapat menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan, dan
gangguan tidur.3

G. CARA PENCEGAHAN
Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan :
1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu.
3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi tungau skabies.
88

6. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.


7. Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.
Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung
dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun
penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak
membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari. Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak
menjamin terbebas dari infeksi ulang, langkah yang dapat diambil adalah
sebagai berikut :

a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di
cairan antiseptik.
b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan
seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.
c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.
d. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.3

Penyakit Etiologi Predileksi Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Tatalaksana


Fisik Penunjang
Skabies Sarcoptes Mons 1. Pruritus 1. Terdapat 1. Biopsi Emulsi
scabei pubis, (gatal pada ruam kulit kulit benzil -
badan, malam hari) pada daerah 2. Biopsi benzoas (20
ekstremitas 2. Suhu dan yang eksisional – 25 %),
kelembaban terinfeksi 3. Melihat
3. Menemukan 2. Terdapat dengan Gama
kutu dalam terowongan menggunakan benzena
jumlah pada kulit kaca heksa
berkelompok yang pembesar klorida 1%
terinfeksi
3. Terdapat Pemetrin
vesikel pada 5%
ujung
terowongan
kulit
89

12. ULKUS MOLE


A. Definisi
Ulkus mole atau chancroid merupakan salah satu penyebab penyakit
menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh bakteri Haemophilus ducreyi.
Penyakit ini merupakan penyebab ulkus genital tertinggi ketiga setelah
herpes dan sifilis.6
B. Etiologi
Etiologi ulkus mole atau chancroid adalah bakteri gram negatif
basil Haemophilus ducreyi. Transmisi chancroid umumnya melalui kontak
langsung dengan lesi yang terinfeksi H. ducreyi melalui hubungan seksual
atau mikrolesi pada mukosa. Transmisi H. ducreyi secara vertikal hingga
saat ini belum pernah dilaporkan. Masa inkubasi bakteri ini adalah 4 hingga
10 hari, tetapi bisa sampai 35 hari.6
C. Patofisiologi
.Patofisiologi ulkus mole atau chancroid disebabkan karena infeksi bakteri
gram negatif basil H. ducreyi. Transmisi H. ducreyi umumnya melalui
melalui mikroabrasi saat aktivitas seksual atau autoinokulasi mukosa yang
mengalami kerusakan. Bakteri kemudian akan menempel pada sel dengan
bantuan interaksi mediator protein dan lipooligosakarida dengan fibronektin
pada matriks ekstrasel. Bakteri yang berhasil menempel kemudian akan
menyebabkan reaksi inflamasi lokal dan elaborasi protein panas/heat shock
[proteinGroEL. Protein ini kemudian akan memicu pembentukan rantai
bakteri.
H.ducreyi membutuhkan waktu sekitar 5-7 hari untuk inkubasi. Bakteri
kemudian akan mengeluarkan toksin sitosidal HdCDT yang dapat
menyebabkan gangguan pada proses apoptosis atau nekrosis sehingga
terjadi destruksi sel ekstensif sampai terbentuk ulkus. Bakteri ini juga
memiliki protein LspA yang dapat mengganggu makrofag, sehingga
melindungi bakteri dari proses fagositosis. H. ducreyi juga memiliki peta
DsrA yang membantu penempelan bakteri ke sel dan dapat memproduksi
protein Flp 1, Flp 2, dan Flp. Ketiga protein Flp ini dapat memicu
pembentukan mikrokoloni dan memperkuat penempelan bakteri ke
90

fibroblas pada preputium. Faktor-faktor virulensi ini membuat


pembentukan ulkus lebih cepat dan memperlambat penyembuhan.
D. Penegakan Diagnosis
Diagnosis definitif ulkus mole atau chancroid umumnya bisa ditegakkan
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang berupa
kultur bakteri sangat jarang diperlukan.6

Gambar 3.8 Gambaran infeksi Ulcus Mole.6

Kriteria diagnosis chancroid berdasarkan CDC adalah:

 Terdapat 1 atau lebih ulkus genital yang disertai nyeri


 Manifestasi klinis sesuai dengan ciri-ciri chancroid
 Hasil pemeriksaan untuk Treponema pallidum negatif, baik dari serologi
atau tes ruang gelap. Tes harus dilakukan dalam 7 hari setelah munculnya
ulkus.
 Pemeriksaan untuk virus Herpes Simplex (HSV) negatif baik dari kultur
ataupun Polymerase Chain Reaction (PCR).
E. Tatalaksana
Penatalaksanaan ulkus mole atau chancroid dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik. Terapi umumnya menunjukkan hasil yang baik
dengan resolusi komplit, tetapi dalam beberapa kasus dapat menimbulkan
jaringan parut. Pasien yang mendapat terapi antibiotik harus dievaluasi
dalam 7 hari, bila tidak ada perbaikan kemungkinan terjadi kesalahan
diagnosis, terdapat koinfeksi, atau resistensi. Respon terapi dapat lebih
buruk pada orang dengan HIV/AIDS dan laki-laki yang tidak disirkumsisi.6
91

13. PEDICULOSIS PUBIS


o Definisi
Phthirus pubis adalah serangga parasit penghisap darah yang hidup
di kulit sekitar kelamin manusia. Kutu kelamin biasanya menular
melalui hubungan seksual. Penularan dari orang tua kepada anak lebih
mungkin terjadi melalui rute pemakaian handuk, pakaian, tempat tidur
atau closets yang sama secara bergantian.6
o Etiologi
Phtyrus pubis, berukuran 1-3 mm, berkaki enam, ditularkan melalui
kontak seksual.

Gambar 3.9 Gambaran pyhirus pubis.6


o Patogenesis
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk
menghilangkan rasa gatal. Rasa gatal ini disebabkan oleh pengaruh
liur dan eskreta dari kutu pada waktu mengisap darah dan biasanya
makin berat pada 2 minggu atau lebih, sejak pertama kali terinfeksi.6

o Penegakan diagnosis
 Telur kutu (nits) yang mengkilat dan tembus pandang
disekresikan oleh kutu ke poros rambut manusia. Kutu dewasa
hidup dan mencari makan di dasar rambut. Ketika kutu
mengisap darah mereka menyuntikkan air liur, dan air liur yang
terus menerus keluar inilah yang menyebabkan gatal yang
sangat merepotkan terutama pada malam hari. Pasien mulai
menggaruk hingga daerah garukan tampak seperti terbakar.
 Rasa gatal dari Penyakit Kutu Kelamin dihasilkan oleh
sensitisasi alergi terhadap antigen kutu, dan reaksi alergi ini
membutuhkan waktu untuk berkembang. Dari pertama kali
seseorang terinfeksi dengan kutu kemaluan hingga gatal parah
92

mungkin memerlukan lima sampai lima belas hari, tetapi


reinfestasi akan memulai rasa gatal dalam waktu dua puluh
empat jam.
 Gejala patognomonik lainnya adalah Black dot, yaitu adanya
bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada celana dalam
berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu bangun
tidur. Bercak hitam ini merupakan krusta berasal dari darah
yang sering diinterprestasikan salah sebagai hematuria. Kadang-
kadang terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar
getah bening regional.
 Penyakit Kutu Kelamin dapat diperoleh melalui kontak fisik
dekat dengan orang yang memiliki kutu atau oleh kontak dengan
handuk baru kutu-penuh atau tempat tidur. Kutu yang tidak
bersentuhan dengan orang biasanya akan mati dalam waktu
kurang dari dua puluh empat jam. Penyakit ini cukup menular,
dan orang yang berhubungan seks dengan pasangan yang
terinfeksi akan memperoleh resiko penularan kutu kemaluan
lebih besar dari 90%. Kondom tidak akan mencegah penularan
kutu kemaluan.Diagnosis ditegakkan dengan menemukan
specimen kutu atau telur kutu pada penampakan mikroskopis.
Diagnosis juga ditegakkan dengan[ melihat gejala-gejala klinis
yang timbul.6

F. Tatalaksana
Daerah yang dijangkit dapat dicukur dan diolesi salep (lindane) lalu dicuci
dengan sabun dan air 12 jam kemudian bagian yang berambut dapat juga
dibedaki dengan ddt 10% lalu dicuci 2 hari kemudian tindakan ini diulangi
seminggu kemudian.
•Pengobatan pediculosis memiliki 2 aspek: pengobatan dan tindakan
pengendalian lingkungan. Pertimbangkan menyediakan perawatan medis
kepada semua orang yang memiliki kontak dengan pasien penuh, terutama
pasangan seksual.
•Dalam penanganannya harus mempunyai pemahaman siklus hidup kutu
untuk mengobati secara efektif. Tidak semua persiapan pengobatan yang
ovicidal. Oleh karena itu, pengobatan ulang mungkin perlu dilakukan
untuk membunuh telur yang baru menetas tidak terpengaruh oleh
pengobatan awal. Hal ini sangat penting untuk menggunakan obat
sebagaimana diminta untuk memastikan pemberantasan total kutu di
sepanjang siklus hidup mereka. Pestisida Berbagai agen pediculicidal
topikal yang tersedia untuk pengobatan kutu kepala dan kemaluan.
Shampoo pyrethrin dan permethrin 1% bilas yang tersedia di atas meja;
permetrin 5%, malathion, lindane, topikal ivermectin, dan spinosad adalah
agen resep. Permetrin tampaknya memiliki lebar margin keselamatan,
meskipun beberapa data menunjukkan hubungan yang mungkin antara
93

insektisida dan leukemia. Malathion telah terbukti lebih ovicidal dari


permetrin dan memiliki efek lebih tinggi mematikan dan penurunan
frekuensi reinfestation, jika digunakan dengan benar. Lindane mungkin
tidak cocok untuk digunakan pada pasien dengan penghalang kulit rusak.
Kejang bisa terjadi akibat penyerapan abnormal atau berlebihan kotor
produk. Banyak penulis merekomendasikan bahwa hal itu tidak digunakan
sebagai terapi lini pertama. •Anthelmintics oral, termasuk ivermectin,
levamisol, dan Albendazole, telah ditemukan efektif terhadap infestasi
kutu kepala. Pemberian harus diulang dalam 7-10 hari untuk membunuh
kutu yang muncul dari kutu yang mungkin selamat dari pengobatan
pertama.
•Trimetoprim-sulfametoksazol awalnya dilaporkan efektif, namun, studi
terkontrol telah menunjukkan hanya pemberantasan
minimal.PerlawananResistensi terhadap obat kutu yang paling umum
digunakan untuk pengobatan kutu (permethrin dan piretrin) semakin
meningkat.
• Resistensi Resistensi telah dilaporkan di Amerika Serikat serta negara-
negara di Amerika Selatan dan Eropa Mekanisme yang mungkin meliputi
pengembangan resistensi mutasi enzim target (misalnya,
acetylcholinesterase) sehingga enzim tidak lagi mengikat permetrin
organofosfat dengan afinitas yang sama. Mekanisme lain yang mungkin
adalah meningkatkan metabolisme insektisida melalui peningkatan
aktivitas enzim monooxygenase, mengubahnya menjadi senyawa tidak
berbahaya sebelum mereka dapat menyebabkan kerusakan. Di Amerika
Serikat, malathion tetap memiliki khasiat terbaik di antara pediculicides
kimia. Resistensi terhadap malathion sekarang mulai dilaporkan di Inggris,
tetapi belum dilaporkan di Amerika Serikat. Hal ini mungkin karena
perbedaan dalam persiapan: perumusan AS malathion digabungkan
dengan isopropil alkohol dan terpineol, sedangkan perumusan Inggris
berisi malathion saja.Hal ini menjadi jelas bahwa obat alternatif atau
pengobatan mungkin akan diperlukan untuk terus memperlakukan kutu
secara efektif. Penelitian baru menggabungkan pengobatan dengan
ivermectin dan trimetoprim-sulfametoksazol sedang berlangsung dan
akhirnya dapat menunjukkan beberapa janji untuk persiapan pengobatan
di masa mendatang.
• Saat ini, penggunaan ivermectin untuk pengobatan kutu tidak aktif label,
sebagai tradisional, ivermectin digunakan untuk pengobatan infeksi
kecacingan dan onchocerciasis. Laporan menunjukkan kemungkinan
neurotoksisitas dari ivermectin pada populasi pasien panti jompo dirawat
karena kudis.6
G. Pengobatan untuk Head Louse Infestation

•Lotion obat atau shampoo dapat digunakan untuk menghilangkan kutu.


Anggota keluarga dan pasangan seksual penuh juga harus dirawat.
94

Pengobatan ulang setelah interval waktu 7-10 hari direkomendasikan


dengan banyak agen, untuk membasmi kutu yang menetas dari telur kutu
setelah pengobatan awal. Selain itu, hati-hati menyisir dan penghapusan
semua nits dari rambut serta membersihkan dari bahan lainnya (yaitu,
aksesoris rambut, handuk, selimut, pakaian) adalah langkah penting untuk
mencegah reinfestation.Beberapa keluarga mungkin memilih untuk
meminta bantuan seorang profesional terlatih. Sebuah “kutu perawat”
sering bisa ditemukan yang akan datang ke rumah, mengevaluasi anggota
keluarga, menghapus kutu dan kutu dari rambut, dan menyediakan
pendidikan dan kutu sisir. Layanan ini memungkinkan kembali lebih cepat
ke sekolah dan konseling berguna.Mekanikal penghapusan dan cukur
•Penghapusan mekanik nits dengan halus-gigi sisir adalah tambahan
berharga untuk pengobatan pediculicidal. Nit sisir disediakan bersama
produk pediculicidal banyak. Logam nit sisir (misalnya, LiceMeister)
adalah lebih kuat dan lebih efektif dan dapat dibeli melalui Internet.Basah
menyisir adalah lebih baik. Perendaman rambut dalam larutan air bagian
yang sama dan cuka putih dan kemudian membungkus kulit kepala basah
dengan handuk selama minimal 15 menit dapat memfasilitasi
penghapusan..
•Kebanyakan penelitian telah menunjukkan bahwa penghilangan mekanik
saja (yaitu, basah menyisir setiap 2-3 hari selama minimal 2 minggu) tidak
seefektif penghapusan mekanik dikombinasikan dengan sebuah
pediculicide.
•Pengobatan dengan obat yang tepat disarankan.Shaving efektif tetapi
biasanya tidak diperlukan atau diterima secara sosial. Namun, di tahan
penyakit, mungkin menjadi pertimbangan.6
H. Oklusif terapi

•Obat yang bekerja dengan menyumbat pernapasan spirakel kutu


menawarkan alternatif untuk pediculicides neurotoksik. Obat ini
menggunakan mekanisme kerja lotion benzil alkohol 5% (Ulesfia), yang
disetujui oleh FDA untuk pengobatan kutu di pasien usia 6 bulan dan lebih
tua; alkohol benzil menghambat kutu dari menutup spirakel pernapasan
mereka, yang memungkinkan lotion untuk menghalangi spirakel. Lotion
ini diberikan dalam 2 aplikasi 1 minggu terpisah selama 10 menit, itu perlu
diterapkan dua kali karena membunuh kutu saja, bukan kutu.
•Lotion benzil alkohol mungkin menjadi alternatif yang lebih mudah dan
lebih aman untuk lindane dan malathion. Karena mekanisme kerjanya
adalah fisik bukan kimia, perkembangan resistensi seharusnya tidak
menjadi perhatian.Dalam studi klinis, lebih dari 75% dari mereka yang
dirawat dengan lotion benzil alkohol menjadi kutu-bebas.
•Seperti semua perawatan digunakan untuk menghilangkan kutu hidup,
hati-hati menyisir dan penghapusan semua nits dari rambut, serta
pembersihan lainnya artikel (yaitu, aksesoris rambut, handuk, selimut,
95

pakaian), adalah langkah penting untuk mencegah reinfestation.Satu


penelitian melaporkan efikasi lotion dimeticone 4% (lotion berbasis
silikon diyakini mengganggu kemampuan kutu untuk mengelola air)
•Studi lain menemukan bahwa lotion dimeticone 4% adalah pengobatan
secara signifikan lebih efektif dibandingkan dengan malathion bagi
kebanyakan orang.
•Sebuah lotion over-the-counter yang mengandung dimethicone (LiceMD)
memberikan pelumasan yang memudahkan penggunaan sisir kutu.Teknik
terapi lainnya oklusif, seperti cuka, mayones, petroleum jelly, minyak
zaitun, mentega, isopropil alkohol, dan air perendaman selama 6 jam, telah
dianjurkan, tetapi kebanyakan belum secara ilmiah dievaluasi. Namun,
kering-on, mati lemas berbasis pediculicide (DSP) losio ditemukan efektif
dalam uji terbuka.
•Berbagai agen botani telah digunakan. Minyak atsiri menunjukkan
keberhasilan variabel dan mungkin alergen kontak Secara umum, bukti
yang mendukung keberhasilan mereka adalah kualitas yang buruk..
•Monoterpenoids adalah obat yang menjanjikan.6

14. SIFILIS
A. Definisi
Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema
pallidum yang bersifat akut dan kronis ditandai dengan lesi primer diikuti
dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian masuk ke
dalam periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran
pencernaan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler.3
B. Etiologi
Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo
Spirochaetales dan Genus Treponema spesiesTreponema pallidum. Pada
Tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu
Treponema pallidum. Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron
dan diameter 0,009-0,5 mikron, setiap lekukan gelombang berjarak 1
mikron dan rata-rata setiap bakteriterdiri dari 8- 14 gelombang dan bergerak
secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya dapat dilihat pada
mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik
immunofluoresensi. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat
patogen pada manusia.
96

C. Patogenesis dan Gejala Klinik


Treponema dapat masuk (porte d’entrée) ke tubuh calon penderita melalui
selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi. Kemudian masuk ke
peredaran darah dari semua organ dalam tubuh.Penularan terjadi setelah
kontak langsung dengan lesi yang mengandung treponema.3–4 minggu
terjadi infeksi, pada tempat masuk Treponema pallidum timbul lesi primer
(chancre primer) yang bertahan 1–5 minggu dan sembuh sendiri. Tes
serologik klasik positif setelah 1–4 minggu. Kurang lebih 6 minggu (2– 6
minggu) setelah lesi primer terdapat kelainan selaput lendir dan kulit yang
pada awalnya menyeluruh kemudian mengadakan konfluensi dan berbentuk
khas. Penyembuhan sendiri biasanya terjadi dalam 2–6 minggu. Keadaan
tidak timbul kelainan kulit dan selaput dengan tes serologik sifilis positif
disebut Sifilis Laten. Pada seperempat kasus sifilis akan relaps. Penderita
tanpa pengobatan akan mengalami sifilis lanjut (Sifilis III 17%,
kordiovaskular 10%, Neurosifilis 8%).
Banyak orang terinfeksi sifilis tidak memiliki gejala selama bertahun-
tahun, namun tetap berisiko untuk terjadinya komplikasi akhir jika tidak
dirawat. Gejalagejala yang timbul jika terkena penyakit ini adalah benjolan-
benjolan di sekitar alat kelamin. Timbulnya benjolan sering pula disertai
pusing-pusing dan rasa nyeri pada tulang, mirip seperti gejala flu. Anehnya,
gejala-gejala yang timbul ini dapat menghilang dengan sendirinya tanpa
pengobatan. Sifilis dapat dikatakan sebagai musuh dalam selimut karena
selama jangka waktu 2-3 tahun pertama tidak akan menampakkan gejala
mengkhawatirkan. Namun, setelah 5-10 tahun sifilis baru akan
memperlihatkan keganasannya dengan menyerang sistem saraf, pembuluh
darah, dan jantung. Gejala klinis penyakit sifilis menurut klasifikasi WHO
sebagai berikut:

a. Sifilis Dini

1. Sifilis Primer

Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi infeksi. Lesi
pertama berupa makula atau papula merah yang kemudian menjadi ulkus (chancre),
97

dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanya merah dan tidak sakit bila dipalpasi.
Sering disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Lokalisasi
chancre sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat lain seperti bibir, ujung lidah,
tonsil, jari tangan dan puting susu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran
klinis yang khas berupa chancre serta ditemuiTreponema pallidum pada
pemeriksaan stadium langsung dengan mikroskop lapangan gelap. Apabila pada
hari pertama hasil pemeriksaan sediaan langsung negatif, pemeriksaan harus
diulangi lagi selama tiga hari berturut-turut dan bila tetap negatif, diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan serologis. Selamadalam pemeriksaan
sebaiknya ulkus dibersihkan atau dikompres dengan larutan garam faal fisiologis.

2. Sifilis Sekunder (S II)

Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus keadaan S II ini sering
masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan gejala konsistensi seperti anoreksia,
demam, athralgia, angina. Pada stasium ini kelainan pada kulit, rambut, selaput
lendir mulut dan genitalia, kelenjar getah bening dan alat dalam. Kelainan pada
kulit yang kita jumpai pada S II ini hampir menyerupai penyakit kulit yang lain,
bisa berupa roseola, papel-papel, papulo skuamosa, papulokrustosa dan pustula.
Pada SII yang dini biasanya kelainan kulit yang khas pada telapak tangan dan kaki.
Kelainan selaput lendir berupa plakula atau plak merah (mucous patch) yang
disertai perasaan sakit pada tenggorokan (angina sifilitica eritematosa). Pada
genitalia sering kita jumpai adanya papul atau plak yang datar dan basah yang
disebut kondilomata lata. Kelainan rambut berupa kerontokan rambut setempat
disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa onikia sifilitaka, kuku rapuh
berwarna putih, suram ataupun terjadi peradangan (paronikia sifilitaka).
Kelainanmata berupa uveitis anterior.Kelainan pada hati bisa terjadi hepatitis
dengan pembesaran hati dan ikterus ringan. Kelainan selaput otak berupa
meningitis dengan keluhan sakit kepala, muntah dan pada pemeriksaan cairan
serebro spinalis didapati peninggian jumlah sel dan protein. Untuk menegakkan
diagnosis, disamping kelainan fisik juga diperlukan pemeriksaan serologis.6

3. Sifilis Laten Dini


98

Gejala klinis tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan tes serologi untuk sifilis
positif.Tes yang dilanjutkan adalah VDRL dan TPHA.

b. Sifilis Lanjut

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sikatrik bekas S I pada genitalia atau
makula atrofi bekas papul-papul S II. Pemeriksaan tes serologi sifilis positif.

1. Sifilis Tersier (S III)

Lesi pertama timbul 3-10 tahun setelah S I berupa gumma yang sirkumskrip.
Gumma sering perlunakan dan mengeluarkan cairan seropurulen dan kadang-
kadang disertai jaringan nekrotik sehingga terbentuk ulkus. Gumma ditemukan
pada kulit, mukosa mulut, dan organ dalam terutama hati. Dapat pula dijumpai
kelainan pada tulang dengan keluhan, nyeri pada malam hari. Pada pemeriksaan
radiologi terlihat kelainan pada tibia, fibula, humerus, dan tengkorak berupa
periostitis atau osteitis gummatosa. Pemeriksaan TSS positif.

2. Sifilis Kardiovaskuler

Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar 10% kasus
lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
berdasar gejala klinis, foto sinar X dan pemerikasaan pembantu lainnya. Sifilis
kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe: Sifilis pada jantung, pada pembuluh
darah, pada pembuluh darah sedang. Sifilis pada jantung jarang ditemukan dan
dapat menimbulkan miokarditis difus atau guma pada jantung. Pada pembuluh
darah besar,lesi dapat timbul di aorta, arteri pulmonalis dan pembuluh darah besar
yang berasaldari aorta. Aneurisma umumnya terdapat pada aorta asendens, selain
itu juga padan aorta torakalis dan abdominalis. Pembuluh darah sedang, misalnya
aorta serebralis dan aorta medulla spinalis paling sering terkena. Selain itu aorta
hepatitis dan aorta femoralis juga dapat diserang.6

3. Sifilis Kongenital Dini

Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervarasi, dan menyerupai sifilis
stadium II.Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai
kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul
99

setelah beberapa minggu, tetapi dapat pulakelainan sejak lahir. Pada bayi dapat
dijumpai kelainan berupa :

a. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat

b. Kelainan membra mukosa: mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut,

farings, larings dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran
yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer kemudian menjadi
bertambah pekat, purulen dan hemoragik.

c. Kelainan kulit: makula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada sejak
lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan kaki, makula,
papula atau papuloskuamosa tersebar secara generalisata dan simetris.

d. Kelainan tulang: osteokondritis, periostitis dan osteitis pada tulang- tulang


panjang merupakan gambaran yang khas.

e. Kelenjar getah bening: limfadenitis generalisata.

f. Alat-alat dalam.

g. Mata : koreoretinitis, galukoma dan uveitis.

h. Susunan saraf pusat: meningitis sifilitika akuta.5

4.Sifilis Kongenital Lanjut

Kelainan umumnya timbul setelah 7–20 tahun. Kelainan yang timbul :

a. Keratitis interstisial

b. Gumma

c. Neurosifilis

d. Kelainan sendi: yaitu artralgia difusa dan hidatrosis bilateral (clutton’s joint).

5. Stigmata

Lesi sifilis kongenital dapat meninggalkan sisa, berupa jaringan parut dan
deformitas yang karakteristik yaitu :
100

a. Muka: saddle nose terjadi akibat gangguan pertumbuhan septum nasi dan
tulangtulang hidung. Buldog jawakibat maksila tidak berkembang secara
normal sedangkan mandibula tidak terkena.
b. Gigi: pada gigi seri bagian tengah lebih pendek dari pada bagian tepi dan jarak
antara gigi lebih besar (Hutchinson’s teeth).
c. Regade: terdapat disekitar mulut
d. Tulang: osteoperiostitis yang menyembuh akan menimbulkan kelainan klinis
dan radiologis, pada tibia berupa sabre tibia dan pada daerah frontal berupa
frontal bossing.
e. Tuli: kerusakan N.VIII akibat labirintitis progresif
f. Mata: keratitis interstisialis.6

Klasifikasi

Pembagian penyakit Sifilis menurut WHO terdiri dari sifilis dini dan sifilis lanjut
dengan waktu diantaranya 2-4 tahun.Sifilis Dini dapat menularkan penyakit karena
terdapat Treponema pallidum pada lesi kulitnya, sedangkan Sifilis Lanjut tidak
dapat menular karena Treponema pallidum tidak ada. Sifilis Dini dikelompokkan
menjadi 3 yaitu :

a. Sifilis primer (Stadium I)

b. Sifilis sekunder (Stadium II)

c. Sifilis laten dini

Sifilis Lanjut dikelompokkan menjadi 4 yaitu :

a. Sifilis laten lanjut

b. Sifilis tertier (Stadium III)

c. Sifilis kardiovaskuler

d. Neurosifilis

Secara klinis ada beberapa stadium sifilis yaitu stadium primer, sekunder, laten dan
tersier. Stadium primer dan sekunder termasuk dalam sifilis early sementara
stadium tersier termasuk dalam sifilis laten atau stadium late latent.6
101

Diagnosis

Diagnosis terhadap penyakit sifilis sangat penting untuk dilakukan karena penyakit
ini merupakan penyakit yang menular.Studi menyebutkan bahwa diagnosis dini
dapat membantu pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Pada umumnya
dilakukan dengan 3 cara yaitu:

a. Anamnesis

Anamnesis dilakukan dengan mewawancarai pasien dengan


menanyakankeluhan dan gejala pasien.

b. Pemeriksaan secara Klinis

Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat gejala klinis yang muncul


padapenderita yang dikenal dengan pemeriksaan sindromik. Penggunaan
manajemen sindromik ini terutama dirancang untuk keterbatasan sumber daya
dan telah terbukti layak diterima di beberapa negara (Lambert et al, 2005, Brown
et al, 2010). STI skrining antara MSM juga layak dan dapat diterima dan dapat
menjangkau kelompok yang sering memiliki akses terbatas dalam mendapatkan
pemeriksaan IMS yang teratur dan konseling di pelayanan kesehatan
formal.Namun demikian pemeriksaan ini tetap harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan laboratorium untuk hasil yang lebih akurat.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis laboratorium penyakit sifilis pada umumnya dilakukan melalui


pemeriksaan mikroskopik langsung maupun pemeriksaan serologik.

d. Pemeriksaan Mikroskopik

Dalam sediaan segar tanpa pewarnaan, gerak kuman Treponema dapat


dilihatdengan menggunakan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan
Treponema secara mikroskopik dilihat dengan teknik imunnofluoresensi dengan
membuat usapan cairan jaringan atau eksudat pada kaca objek kemudian
difiksasi dan diwarnai dengan serum anti treponema yang dilabel fluoresein
sehingga pada lapangan pandang gelap akan terlihat fluoresensi yang khas dari
kuman Treponema.
102

e. Pemeriksaan Serologis

Pemeriksaan Serologis Tes darah adalah cara lain untuk menentukan apakah
seseorang memiliki sifilis. Tak lama setelah infeksi terjadi, tubuh memproduksi
antibodi sifilis yang dapat dideteksi oleh tes darah. Pemeriksaan Serologis Sifilis
penting untuk diagnosis dan pengamatan hasil pengobatan. Pemeriksaan ini
dapat diklasifikasikan :6

1. Tes Non Treponema : kardiolipin, lesitin dan kolesterol

2. Tes Treponema : Treponema pallidum hidup / mati Ketepatan hasil STS


dinilai berdasarkan :

1. Sensitivitas : % individu yang terinfeksi yangmemberi hasil positif

2. Spesifivitas : % individu yang tidak infeksi yang memberikan hasilnegatif


Menurut Irwin, et. al., (2003) Pemeriksaan kuantitatif Serologi Sifilis
memungkinkan dokter untuk :

1. Mengevaluasi efektivitas pengobatan

2. Menemukan potensi kambuh (relaps) sebelum menjadi menular

3. Membedakan antara kambuh dan infeksi ulang

4. Melihat adanya reaksi sebagai jenis seroresistant

5. Membedakan antara benar dan biologis positif palsu reaksi serologis.Secara garis
besar ada 2 macam Tes Serologi Sifilis yaitu :

a. Non Treponemal Test atau Reagin Test

Tes Reagin terdiri dari antibodi Ig M dan Ig A yang ditujukan terhadap beberapa
antigen yang tersebar luas dalam jaringan normal. Dapat ditemukan padaserum
penderita sifilis yang belum mendapat pengobatan , 2-3 minggu setelah
infeksi.Contohnya adalah Tes Flokulasi dan Tes Fiksasi Komplemen. Kedua tes ini
dapat memberikan hasil secara kuantitatif yaitu dengan menentukan kadar reagin
dalam serum yang secara berturut-turut diencerkan 2 kali. Pengenceran tertinggi
yang masih menunjukkan hasil positif merupakan titer serum yang bersangkutan.
Positif palsu dapat terjadi pada infeksi lain seperti Malaria, Lepra, Morbili,
103

Mononukleosis infeksiosa, vaksinasi dan penyakit kolagen SLE (Systemic Lupus


Erythematosus, Polyarteritis Nodosa).

Tes Flokulasi

Tes ini didasarkan atas kenyataan bahwa partikel antigen yang berupa lipid
mengalami flokulasi dalam beberapa menit setelah dikocok dengan reagin. Tes
flokulasi yang positif dapat menjadi negatif pada 6- 24 bulan setelah pengobatan
yang efektif pada sifilis early. Contoh tes flokulasi adalah VDRL (Venereal Disease
Research Laboratory test) dan RPR (Rapid Plama Reagin Test).

Tes Fiksasi Komplemen

Didasarkan pada kenyataan bahwa serum yang mengandung reagin dapat mengikat
komplemen bila ada cardiolipin pada antigen.Jika serum yang diperiksabersifat
antikomplemen dapat mengakibatkan terjadinya positif palsu. Contoh Tes

Wassermann, dimana digunakan eritrosit domba sebagai indikator dan hasil tes
positifjika tidak terjadi hemolisis dan negatif bila ada hemolisis.

b. Treponemal Antibodi Test

Pada Tes digunakan antigen yang berasal dari kuman Treponemal yang masih hidup
maupun yang sudah dimatikan atau salah satu fraksi dari kumantreponema sehingga
diperoleh hasil tes yang spesifik. Yang termasuk dalam tes iniadalah Tes
Fluoresensi Antibodi Treponema (FTA Abs), TPHA (Treponemalpallidum Passive
Hemagglutination Assay), Tes Imobilisasi Treponema pallidum (TPI) dan Tes
Pengikatan Komplemen Treponema pallidum atau RPCF (Reiter

Protein Complement Fixation Test).

Tes Fluoresensi Antibodi Treponema (Fluorescent Treponemal


AntibodyAbsorption Test) Merupakan tes imunnofluoresensi indirect yang sangat
spesifik dan sensitif terhadap antibodi Treponema.Serum penderita diabsorpsi
terlebih dahuludengan antigen Reiter yang telah diolah dengan getaran frekuensi
tinggi (sonifikasi).Kuman Treponema yang telah dimatikan direaksikan dengan
104

serumpenderita dan gamma globulin yang telah dilabel. Kuman akan berfluoresens
jika terkena sinar violet. Hasil tes ini positif pada sifilis early dan tetap positif
sampaibeberapa tahun setelah pengobatan yang efektif sehingga hasil tes ini tidak
dapat digunakan untuk menilai pengobatan.Pada bayi baru lahir, adanya Ig M FTA
merupakan bukti adanya infeksi intrauteri (kongenital sifilis) namun demikian bisa
terjadi negatif palsu jika IgM pada bayi bukan akibat infeksi sifilis.

Tes Hemaglutinasi Pasif Treponemal Pallidum (Treponemal pallidum Passive

Hemagglutination Assay ) Tes ini menggunakan eritrosit domba yang telah diolah
dengan kuman Treponema pallidum. Hasil test positif jika terjadi aglutinasi dari
eritrosit dombatersebut. TPHA memberikan hasil secara kuantitatif dan sangat
spesifik.

Tes Imobilisasi Treponema Pallidum (TPI)

Tes ini menggunakan kuman Treponema pallidum yang masih aktif sebagai
antigen. Dalam serum penderita sifilis yang telah ditambahkan komplemen, kuman
yang semula masih dapat bergerak aktif akan mengalami imobilisasi. Waktu yang
dibutuhkan adalah 18 jam. Antibodi imobilisasi timbul pada minggu ketiga setelah
infeksi. Antibodi ini berbeda dari reagin, TPI memerlukan biaya mahal, reagensia
murni dan tenaga yang terlatih.

Tes Pengikatan Komplemen Treponema Pallidum atau RPCF (Reiter Protein

Complement Fixation Test) Tes ini menggunakan antigen yang berasal dari fraksi
protein kuman Treponema pallidum strain Reiter. Antibodi yang bereaksi dalam tes
ini tidak sama dengan antibodi imobilisasi ataupun reagin. Hasil positif palsu dapat
terjadi bila fraksi protein tersebut kurang murni misal mengandung
lipopolisakarida.9

D. Pencegahan

Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan


sifilis melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Adapun bentuk
pencegahan yang dapa dilakukan sebagai berikut :
105

a. Pencegahan Primer

Sasaran pencegahan terutama ditujukan kepada kelompok orang yang memiliki


resiko tinggi tertular sifilis. Bentuk pencegahan primer yang dilakukan adalah
dengan prinsip ABC yaitu :

1. A (Abstinensia), tidak melakukan Pengaruh seks secara bebas dan bergantiganti


pasangan.

2. B (Be Faithful), bersikap saling setia dengan pasangan dalam Pengaruh

perkawinan atau Pengaruh perkawinan atau Pengaruh jangka panjang tetap.

3. C (Condom), cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk

orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B.

4. D (Drug), tidak menggunakan narkoba/napza.

5. E (Education), pemberian informasi kepada kelompok yang memiliki resiko

tinggi untuk tertular sifilis dengan memberikan leaflet,brosur, dan stiker.9


106

DAFTAR PUSTAKA
1. Hill. SA., Masters TL., Wachter J. Gonorrhea – an envolving disease of
the new Millenium. Vol.3 (9). Microbial Cell. 2016;September.
2. Harningtyas CD. Pemberian Terapi Oral untuk Pasien Uretritis Gonore
dengan Komplikasi local pada pria: laporan kasus. Vol. 3(3). Journal of
Argomedicine and Medical Sciences: Malang:2017.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanganan
Infeksi Menular Seksual 2015 [Internet]. Jakarta: Direktorat Jendral
PengendalianPenyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2015.
4. Piszczek J. PharmD. Gonorrhea: Treatment Update for an increasingly
resistant organism.Vol.148 (2). CPJ/RPC: 2015;March/april
5. Djuanda A. Penyakit Virus. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010. p. 112-4.
6. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: FK
UI; 2017.
7. Harahap SD et al. Hubungan infeksi Chlamydia dengan oklusi tuba pada
wanita infertil. Indonesian Journal of Obstetric and Gynecology volume.36.
2008; 10-11.
8. Joyee AG, Thyagarajan SP, Sowmya B, Venkatesan C,Ganapathy M. Need
for specific & routine strategy for the diagnosis of genital chlamydial
infection among patients with sexually transmitted diseases in India. Indian
J Med Res. 2003; 118; 152-7.
9. Mark A Fritz, Leon Speroff. Female Infertility. Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility 8th. Lippincott Williams&Wilkins. 2005.
Cunningham et al. Anatomy and Physiology. Williams Obsterics 23rd.
McGraw-Hills Companies. 2010.
10. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing;
2015.
107

11. Winda Arista Haeriyoko, IGK. Darmada. DIAGNOSIS DAN


TATALAKSANA MOLUSKUM KONTAGIOSUM. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 2015.

Anda mungkin juga menyukai