Anda di halaman 1dari 27

TUGAS ESSAY

MINGGU KE-5

Nama : Kholisa nadrotunnaim


NPM : 117170037
Blok : 6.2
Kelompok :1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2020
KEDARURATAN PADA ANAK part 1
BAMBANG SUHARTO dr. Sp. A., MH.Kes
Senin, 8 juni 2020 08.00 – 10.00 WIB
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada kedaruratan anak adalah:
 teknik pendekatan yang berhubungan dengan tumbuh kembang anak
 observasi awal (paediatrics assessment triangle)
 tanda- tanda vital (ABCDE)
 keputusan tindak lanjut sesuai dengan kegawatannya
 pemeriksaan lanjutan setelah kondisi vital stabil
A. teknik pendekatan
a. perhatiakan respon keluarga (latar belakang pendidikan dan budaya)
b. reaksi orang tua dengan anak sakit atau cedera:
Reaksi Penampilan
Tidak percaya Tampak terlalu tenang/ kurang memberi
perhatian
Merasa bersalah (karena tidak Mempermasalahkan apa yang telah terjadi/
tahu awalnya/ tidak dapat apa yang harus dilakukan agar keadaan ini
mencegah kecelakaan) tidak terjadi sehingga kondisi anak dan
tindakan yang harus dilakukan tidak
diperhatikan
marah Dapat dilimpahkan kepada penolong,
mengganggu tindakan medis juga menolak
transportasi
Disertai gangguan fisik Taki kardi, mual, pusing, nyeri dada, keringat
dingin, mulut kering, hiperventilasi

c. karakteristik bayi:
 umur < 2 bulan: tidak bisa membedakan orang tua, pengasuh atau orang
lain, Banyak tidur, Kontak mata dengan pemeriksa→ blm ada, Suara
lembut, penanganan lembut, ditimang-timang→ rasa nyaman.
 2 – 6 bulan: Lebih aktif, Dapat kontak mata dengan pemeriksa,
mengenal pengasuhnya, Reflek isap baik, dapat menangis kuat, aktif.,
Mengikuti obyek lain yg menarik, Menggerakan kepala kearah suara yg
kuat.
 6 – 12 bulan: Belajar bersuara, duduk, Memindahkan mainan dari satu
tangan ke tangan lainnya, Memasukan benda ke mulut, Dapat
merangkak pada umur 1 tahun, berdiri, berjalan dengan dipegang
 Umur 7-8 bulan→ Cemas bila dipisahkan dari orang tuanya/
pengasuhnya.
 Umur 10 bulan → takut kpd orang yg tdk dikenal.
d. Karakteristik anatomi dan fisiologi bayi:

Cara melakukan penilaian pada bayi:


 Tanyakan identitas diri bayi secara detail
 Urutan pemeriksaan: inspeksi, auskultasi, palpasi
 Pendekatan: lembut
 Pemeriksaan sambil duduk / jongkok: pemeriksaan sama tinggi
dengan bayi
 Mulai dari pemeriksaan yang kurang menakutkan
 Gunakan tangan dan stetoskop yang hangat
 Tindakan yang dapat menyakiti bayi – terakhir
e. Batita (toddlers)
Karakteristik tumbuh kembang batita
 Tumbang→ cepat
 Usia 18 bulan→ lari, makan sendiri, bermain, komunikasi dg anak lain.
Membuat keputusan sendiri
 Usia 1-3 th→ sangat aktif, bergerak ke-mana2, dpt takut dg orang asing,
merasa semua (mainan) miliknya, ingin rasa tahu yg besar, tdk takut
bahaya, tdk dpt menerima alasan yg disampaikan
 Kepala yang relative besar, bernafas dengan abdomen, otot ekstreitas
lebih berkembang

Cara penilaian pada batita:


 Sejak awal dekati perlahan, hindari kontak fisik sampai anak
beradaptasi/ mengenal pemeriksa.
 Duduk/jongkok dekat anak → dg ucapan lembut.
 Biarkan anak berada dipangkuan pengasuh/ ibunya
 Sapa/bicara ttg dirinya→ bajunya, sepatunya dll.
 Jangan berikan banyak pilihan, ttp biarkan anak merasa memiliki
kontrol terhadap pemeriksa→ apakah, adik mau diperiksa perutnya?
dll
 Utamakan pemeriksaan yg penting (kepala, leher periksa terakhir).
 Minta dibantu ibu/pengasuhnya (buka baju, beri O₂ dll).
 Jangan berharap anak duduk, diam dan bisa bekerja sama (bersikap
fleksibel)
f. Usia sekolah
 Bicara langsung, kmd libatkan ibu/ayahnya
 Antisipasi rasa takutnya, segera diskusikan. Tanganmu patah, dokter
dapat memperbaiki. Rasa sakit nanti dokter beri obat anti nyeri.
g. Anak dengan perawatan khusus
Karakteristik tumbang anak dg perawatan khusus
 Terjadi pada semua usia
 Lebih penting perhatikan usia perkembangan dp usia kronologi
 Termasuk→ cacat fisik, perkembangan mental, dengan penyakit
kronik, tergantung dg berbagai alat2 sperti kanul trakeostomi,
gastrostomy, ventilator.
B. PEDIATRIC ASSESMENT TRIANGLE (PAT)
Hanya dengan inspeksi (melihat) tanpa palpasi (meraba/memegang).
Komponen PAT:
a. Penampilan anak
b. Upaya nafas

c. Sirkulasi kulit
C. Metode “ABCDE” → dilakukan dengan pemeriksaan anak
a. Air way: look, listen, feel
b. Breathing:

 Nafas cepat →dapat dipengaruhi oleh demam, ketakutan, cemas,


nyeri, emosi yg meningkat.
 Nafas lambat → dapat dipengaruhi oleh kelelahan akibat gawat nafas
yg tidak segera ditolong.
 Menilai Upaya nafas→ nilai ekstrim: Frek. > 60x/menit (semua umur)
+retraksi+ kesadaran↓→ gagal nafas.
 Frek. <20x/mnt (<6 tahun) dan ,15x/mnt (15 tahun) → bradipnu
c. Interprestasi suara nafas abnormal

d. Circulation

e. Disabillity (status neurologik)


 Fungsi korteks→ kesadaran dg AVPU, GCS (tidak praktis dan
kontroversial). AVPU me↓ →kelainan penampilan pd PAT.
Kelaianan penampilan pd PAT anak dg cidera sedang/sakit→ skala
AVPU tingkat A (allert).
 Batang otak: periksa pola nafas sentral, postur tubuh (dekortikasi,
deserebrasi, fleksid) pupil dan refleksnya (tdk normal akibat hipoksia,
obat2an, kejang, herniasi batang otak) serta evaluasi saraf kranial
lainnya.
 Gerakan motorik→ asimetris, kejangpostur/ fleksiditas.
f. Exposure
 Evaluasi lainnya yg terlihat → ruam morbili, hematome dll.
 Selama pemeriksaan→ hindari terjadinya hipotermi t.u bayi.
 Putuskan utk tindak lanjut: Lanjutkan resusitasi, Pemeriksaan/pantau
lebih lanjut
Merujuk
HIV PADA ANAK
Dr. Ineu., Sp.A
Selasa, 9 juni 2020 10.00 – 12.00 WIB

Virus HIV-1 ditemukan pertama kali tahun 1983 sebagai penyebab sindrom
defisiensi imun. Sindrom defisiensi imun ini memiliki rentang gejala luas. Virus HIV
secara morfologi, berbentuk bulat, inti berbentuk silinder dan eksentrik, terdiri dari
membran fosfolipid, protein di inti, glikoprotein yg menonjol di bagian selubung.
Protein inti terdiri dari genom RNA dan enzim reverse trancriptase yang mengubah
RNA menjadi DNA pada waktu replikasi virus.
Penularan terbanyak terjadi pada masa kehamilan akhir atau masa
intrapartum. Dengan pemeriksaan PCR DNA HIV hampir sepertiga bayi yang tertular
HIV dapat diidentifikasi pada usia 48 jam setelah lahir, dan bayi tersebut diperkirakan
tertular in utero.
Perjalanan penyakit infeksi HIV pada anak, manifestasi klinis dengan dewasa
berbeda, progresivitas ke arah manifestasi klinis pada anak terjadi lebih cepat. Gejala
klinis infeksi HIV dewasa rata-rata timbul 4,4 tahun setelah infeksi primer dan
berkembang menjadi AIDS setelah 9,8-15 tahun. Pada infeksi perinatal gejala klinis
mulai terlihat pada usia 4-5 bulan dan menjadi AIDS pada usia 4-5 tahun. Gejala awal
tanpa gejala atau ringan. Selanjutnya dapat karena infeksi oportunistik (kandidiasis,
diare, tuberkulosis, parasit, pneumonia, sepsis), malnutrisi berat, gagal tumbuh,
gangguan perkembangan. Pemeriksaan laboratorium usia <18 bulan dengan
virological test (PCR RNA.DNA HIV). Sedangkan usia >18 bulan dengan HIV
antibody. Diagnosis HIV pada anak > 18 bulan yaitu memakai cara yang sama
dengan uji HIV dewasa. Namun perhatian khusus untuk anak yang masih mendapat
ASI, uji HIV baru dapat diinterpretasi dengan baik bila ASI sudah dihentikan selama
>6 minggu.
Kriteria klinis menurut WHO terdapat 4 stadium:
1. Stadium 1 asimptomatik, limfadenopati generalisata persisten.
2. Stadium 2 hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan, erupsi
pruritik papular, infeksi virus wart luas, angular cheilitis, moluskum
kontagiosum luas, ulserasi oral berulang, pembesaran kelenjar parotis persisten,
eritema ginggival lineal, herpes zoster, infeksi saluran nafas atas kronik atau
berulang, infeksi kuku oleh fungus.
3. Stadium 3 malnutrisi sedang, diare persisten >14 hari, demam persisten
>37,5oC dan > 1 bulan, kandidiosis oral persisten, oral hairy leukoplakia,
periodontitis atau ginggivitis ulseratif nekrotikans akut, TB kelenjar, TB paru,
pneumonia bakterial berat dan berulang, pneumonistis interstitial limfoid
simptomatik, penyakit paru berhubungan dengan HIV kronik termasuk
bronkiektasis, anemia <8g/dl, neutropenia <500/mm 3 atau trombositopenia
<50000/mm3.
4. Stadium 4 malnutrisi, wasting, stunting berat, pneumonia pneumosistis, infeksi
bakterial berta berulang (meningisitis, empiema, piomiositis, infeksi tulang dan
sendi), TB ekstrapulmonal, sarkoma kaposi, kandidiasis esofagus,
toksoplasmosis susunan saraf pusat, ensefalopati HIV, kriptokokosis
ekstrapulmonal, CMV, mikosis endemik diseminata, isosproriasis kronik,
infeksi mikobakteria non tuberkuloasis diseminata, kardiomiopati atau
nefropati, limfoma serebral.

Pemantauan anak terinfeksi HIV yang belum mendapat ARV umur >5 tahun
bertujuan untuk memantau tumbuh kembang dan memberi layanan rutin lainnya
termasuk imunisasi, mendeteksi dini kasus yang memerlukan ARV, menangani
penyakit terkait HIV atau sakit lain yang bersamaan, memastikan kepatuhan berobat
pasien khususnya profilaksis kotrimoksazol, memantau hasil pengobatan dan efek
samping, konseling. Prinsip tatalaksana toksisitas ARV tentukan beratnya toksisitas
yaitu evaluasi obat yang diminum bersamaan, pertimbangkan proses penyakit lain,
tatalaksana efek simpang berdasar pada beratnya reaksi, (derajat 1-4), tekankan
pentingnya minum obat pada reaksi ringan dan sedang, jika diperlukan hentikan ART
sampai pasien stabil.
KEGAWATDARURATAN PADA ANAK PART 2
(SYOK PADA ANAK DAN TATALAKSANANYA)
dr. Bambang, Sp.A
Selasa, 09 Juni 2020 13.00-15.00 WIB
Syok adalah sindrom klinis akut yang disebabkan oleh kegagalan fungsi
kardiovaskuler, ketidak mampuan sistem sirkulasi dalam menyediakan kecukupan O₂
dan nutriens untuk kebutuhan metabolisme jaringan. Fungsi sistem sirkulasi untuk
mempertahankan Cardiac Output (CO), alirkan darah yg adekuat untuk transport O₂
dan nutriens, metabolisme jaringan,dan transport balik untuk eliminasi di organ
pembuangan. Fungsi jantung untuk pompa dan CO cukup. CO adalah jumlah darah
yang dipompa per menit. Faktor-faktor yang berpengaruh pada stroke volume yaitu
volume pengisian ventrikel (preload), kontraktilitas otot jantung (kurva Starling),
resistensi saat jantung mompa darah ke sistemik (after load).

Klasifikasi dan penyebab syok yaitu pertama hipovolemik disebabkan oleh volume
intravaskuler menurun kasus tersering pada anak seperti diare, muntah, perdarahan,
kebocoran plasma. Kedua kardiogenik disebabkan oleh penurunan KOJ kasus
tersering pada PJB, kardiomiopati dan miokarditis. Ketiga distributif disebabkan oleh
vasodiltasi dan berkumpulnya di pembuluh darah perifer kasus tersering berupa
anafilaksis, neurogenik, sepsis, endokrinologik. Keempat obstruktif disebabkan oleh
hambatan pengisian dan pengeluaran jantung kasus tersering berupa tamponade
jantung, pnemotoraks. Kelima disosiatif disebabkan oleh gangguan pelepasan O₂ di
tingkat jaringan atau seluler contohnya keracunan CO, methemoglobinemia.

Manifestasi klinis terbagi menjadi 3 fase diantaranya fase 1 kompensasi yaitu mulai
saat terjadi hipovolemik (diare, muntah, perdarahan, peritonitis, peningkatan
permiabilitas vaskuler: sepsis, kapasitas vaskular meningkat, anfilaksis, overdosis
barbiturat, kerusakan korda spinalis). Tampak takikardi, takipnu ringan, gelisah, kulit
pucat dan dingin, capilary time > 2-4 detik. Fase 2 dekompensasi yaitu lanjutan fase 1
karena kebutuhan metabolisme jaringan tidak cukup menyebabkan iskemia seluler,
pelepasan vasoaktif dan mediator inflamasi sehingga mikrosisirkulasi terganggu.
Adanya penurunan kesadaran, fungsi ginjal dan kardiovaskuler. Lalu adanya perfusi
jaringan buruk, pelepasan mediator inflamasi, syok sepsis. Fase 3 irreversible manfes
yang timbul tekanan darah tidak teratur, nadi tidak teraba, kesadaran sopor-koma,
anuria, tanda-tanda kegagalan organ lainnya.

Penatalaksanaan 15 menit pertama yaitu bebaskan jalan nafas dan beri O₂ 100%,
infus i.v atau i.o (intra oseous), ambil darah untuk lab, bolus dengan cairan kritaloid
atau koloid isotonis 20 ml/kgBB, berikan secepatnya (< 10 mnt), bisa diulang sampai
perfusi baik. Bila terdengar ronki atau hepatomegali (10-15 menit), evaluasi tanda-
tanda klinis setiap selesai bolus, koreksi hipoglikemi dan hipokalsemi, bila 2-3 kali
bolus belum ada respon maka dilakukan ETT, evaluasi penyebab Syok. Syok
hipovolemik dengan evaluasi dan koreksi asidosis metabolik. Bila masih hipotensi
dan nadi tidak teraba dengan pemasangan kateter vena sentral atau CVP. Pilihan
utama yaitu cairan kristaloid isotonik. Kemudian nilai kembali CVP, evaluasi, koreksi
anemia dengan transfusi. Syok kardiogenik disebabkan oleh depresi KOJ contoh
pasca operasi jantung, dekom KJB, miokarditis, miokardiopati, disritmia jantung.
Syok obstruktif terjadi hambatan pengisian dan pengeluaran darah dari jantung yang
disebabkan oleh tamponade jantung, pnemotoraks tension dan emboli.
DISKUSI KASUS
(BULLYING, KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK, KEKERASAN FISIK
PADA ANAK)
dr. Bambang Wibisono dan dr. Ouve
Rabu, 10 Juni 2020 13.00-15.00 WIB
Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child abuse) yang dilakukan teman
sebaya kepada seeorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk
mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu. dengan cara menyakiti secara fisik
maupun psikis. Jenis Bullying yaitu bullying secara verbal jenis yang paling mudah
dilakukan dan menjadi awal dari perilaku yang lainnya, bullying secara fisik Remaja
yang secara teratur melakukan hal ini, merupakan remaja yang paling bermasalah dan
cenderung akan beralih pada tindakan-tindakan criminal yang lebih lanjut, bullying
secara rasional pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengabaian,
pengucilan, atau penghindaran, dan bullying secara elektronik ditujukan untuk
meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar, dan rekaman video
atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying
disebabkan oleh, tekanan terutama yang datang dari sekolah akibat kurikulum yang
padat dan teknik pengajaran yang terlalu kaku. sehingga sulit bagi remaja untuk
meyalurkan bakat nonakademisnya. penyalurannya dengan kejahilan-kejahilan dan
menyiksa, daan budaya feodalisme yang masih kental di masyarakat menjadi salah
satu penyebab bullying sebagai wujudnya adalah timbul budaya senioritas, yang
bawah harus nurut sama yang atas.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan menanggulangi tindak kekerasan
melalui pendidikan karakter yaitu memperkuat pengendalian sosial, menggunakan
berbagai cara yang digunakan pendidik untuk menertibkan peserta didik yang
melakukan, penyimpangan dengan melakukan pengawasan dan penindakan,
mengembangkan budaya meminta dan memberi maaf, menerapkan prinsip-prinsip
anti kekerasan, memberikan pendidikan perdamaian kepada generasi muda,
meningkatkan dialog dan komunikasi intensif anatar siswa dalam sekolah,
menyediakan katarsis dan melakukan usaha pencegahan tindak kekerasan (bullying)
di sekolah. Asperk hukum yang menyatur mengenai bullying yaitu, UU No.32 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 13 dan pasal 16, dan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak pasal 54,
pasal 76C, dan pasal 80. Dampak yang muncul akibat dari bullying terbagi menjadi
dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang yaitu. Dampaknya meliputi,
depresi, gangguan tidur, timbul rasa ingin bunuh diri, prestasi menurun, tidak mau
berbaur denggan orang lain, mempengaruhi mental dan fisik, fungsi kognitif rendah,
dan kualitas hidup rendah.

Kekerasan seksual pada anak adalah suatu tindakan kejahatan pada anak dimana anak
dibawah umur diajak untuk hubungan seksual dan tanpa persetujuan. Faktor
resikonya yaitu, keadaan dimana individu kurang berpendidikan, pendapatan rendah,
mental ilnes, dan korban kekerasan. Tanda anak mengalami kekerasan seksual yaitu
kesulitan berjalan atau duduk, darah pada pakaian dalam, kesakitan,
kegatalan,memar, bengkak di area kemaluan, peradangan saluran kencing. Aspek
hukum kekerasan seksual pada anak ini diatur, Pasal 287 KUHP, UU No. 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Pada Anak, dan UU thn 1979 no. 4 ayat (2) pasal 1.
Dampak yang muncul pada kekerasan anak ini yaitu, kehilangan kepercayaan diri,
depresi, trauma, merasa tidak berdaya, sulit bersosialisasi, dan terdapat gangguan
psikologis

Kekerasan fisik pada anak yaitu, kekerasan yang dilakukan secara sengaja pada anak
untuk meluapkan emosi atau sebagai hukuman untuk anak. Tanda anak mengalami
kekerasan fisik yaitu memar lama, jejak ikatan, indikator perilaku berbeda disekolah
dan tertutu. Aspek hukum yang mengaturnya yaitu, UU No.23 Tahun 2003 tentang
perlindungan anak pasal 80 dan pasal 13, dan UU No.35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak pasal 80. Dampak yang kemungkinan muncul yaitu anak luka
sampai mengalami cacat fisik, anak menutup diri, sulit percaya pada orang lain,
depresi, dan prestasinya menurun.
KESEHATAN JIWA DI LAYANAN PRIMER
dr. Junny Setyawati, M.KM
Rabu, 10 Juni 2020 13.00-15.00 WIB
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera yang memungkinkan
hidup, harmonis, dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup
seseorang dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia. Ciri seseorang
sehat jiwa yaitu menyadari kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress
kehidupan yang wajar, mampu bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya, berperan
dalam lingkungan hidup, menerima apa yang ada pada dirinya, merasa nyaman
dengan orang lain.
Orang yang sehat jiwa menurut WHO ada 8 yaitu yaitu:
1. mampu menyesuaikan diri secara konstruktif terhadap kenyataan walaupun
kenyataan itu tidak baik.
2. Mendapatkan kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.
3. Merasa lebih puas ketika memberi daripada menerima.
4. Merasa lebih bebas dari kecemasan dan ketegangan.
5. Mampu berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan
memuaskan.
6. Bisa menerima kekecewan untuk dipakainya sebagai pelajaran di kemudian hari.
7. Dapat mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan
konstuktif,
8. mempunyai rasa kasih sayang yang besar.

Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan
adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan pada individu dan
atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya.

Masalah kesehatan jiwa Mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 1992 tentang


kesehatan jiwa dan ilmu kedokteran jiwa digolongkan menjadi:
1. masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas
hidup seperti masalah kesehatan jiwa yang berkaitan dengan life cycle, dampak
penyakit menahun menimbulkan diasbilitas, pemukiman yang sehat dan
pemindahan tempat tinggal.
2. masalah psikososial akibat terjadinya perubahan sosial seperti psikotik
gelandangan, pemasungan penderita gangguan jiwa, tawuran, masalah anak
jalanan, napza, pelecehan seksual, kekerasan sosial, stress trauma, pengungsi
atau migrasi, usia lanjut.
3. masalah gangguan jiwa terdapat beberapa jenis yaitu gangguan mental organik,
gangguan mental dan perilaku akibat napza, skizofrenia, gangguan depresi,
ansietas, gangguan makan, tidur, ejakulasi dini, gangguan kepribadian dewasa,
retardasi mental, gangguan berbahasa, membaca, berhitung, gangguan tingkah
laku.

Pelayanan kesehatan jiwa di pelayanan klinis kemasyarakatan


Ada paridgma baru mengenai kesehatan jiwa yaitu desentralistik, kewenangan pusat
(kebijakan, standar, pedoman, regulasi, fasilitasi dan standarisasi upaya kesehatan),
kabupaten/kota mengembangkan kebijakan pembangunan kesehatan jiwa sesuai
kebutuhan wilayah.

Pelayanan kesehatan jiwa yaitu mencakup: medik-psiko-sosial, lokasi ditengah/dekat


pemukiman, terbuka dan non isolative, pelayanan komperhensif dan paripurna,
pelayanan ekstra dan intramural serta pelayanan klinis dan kemasyarakatan.

pelayanan keshetan jiwa memerlukan kerjasama berbagai pihak, untuk kerjasama


diperlukan pendekatan – advokasi – perencanaan - penyusunan program dan
pelaksanaan kerjasama, dasar advokasi adalah bukti/fakta, pelaksanaan memerlukan
pengetahuan dan ketrampilan, pelatihan dan pedoman, anggaran serta pembagian
tugas kerjasama serta evaluasi program.

Integritas keehatan jiwa di pelayan kesehatan umum adalah pelayanan yang


dilakukan oleh dokter atau perawat secara terintegrasi dengan pelayanan keshatan
umum. Masalah kesehatan jiwa meningkat dan sering bermanifestasi dalam bentuk
keluhan fisik, jumlah tenaga kesehatan jiwa masih terbatas, penduduk sulit
menjangkau pelayanan kesehatan jiwa. Integrasi pelayanan kesehatan jiwa di
pelayanan kesehatan umum adalah membantu mengatasi kekurangan tenaga
kesehatan jiwa, kesempatan keterlibatan masyarakat, mudah diakses dan biaya kecil.
Psikiater pembina (RSJ) datang ke Puskesmas dan RSU, poliklinik dibuka pada hari
tertentu, hanya dapat menjangkau Puskesmas atau RSU yg dekat dengan RSJ serta
mudah diakses, dapat diterima oleh masyarakat dan relatif murah, petugas mengerti
budaya setempat.
PENILAIAN STATUS GIZI PADA ANAK
dr. Defa, Sp.A
Kamis, 11 Juni 2020 08:00-10:00 WIB

Kebutuhan kalori yang dibutuhkan anak berdasarkan usia yaitu:

1. usia 0-5 bulan (120 kcal/KgBB, dan ASI 100%)


2. 6-9 bulan (120 kcal/KgBB, dan ASI 60-70%)
3. 9-12 bulan (120 kcal/KgBB dan ASI 60-70%)
4. 12-24 bulan (100 kcal/KgBB dan ASI 30-40%)
5. 2-12 tahun (90 kcal/KgBB)
6. >12 tahun (30 kcal/KgBB)

Pemberian makan pada anak itu mulai pada usia 6 bulan, anak diberikan MPASI
(karbohidrat, protein utamakan sumber hewani, buah, sayur, dan lemak) dan ASI
pun tetap diberikan. Apabila ASI tidak cukup, tetap berikan ASI dan evaluasi
selama 1-2 minggu, lihat kenaikan berat badan sesuai target/tidak, apabila BB
sesuai target lanjutkan ASI sambal memantau kenaikan BB, dan apabila BB tidak
sesuai target tetap lanjutkan ASI pada usia < 4 bulan tambah ASI dengan ASI
donor atau dengan susu formula, dan pada usia 4-6 bulan tambah ASI dengan
MPASI. Anak ini tiap bulan BB harus naik minimal 500 gram/bulan, apabila BB
tak tercapai bisa mengakibatkan anak gagal tumbuh, gagal tumbuh ini akan
mengakibatkan kecerdasaannya terganggu, dan pertumbuhan fisiknya terganggu
contohnya seperti stunting.

Perkembangan anak dan tahapan MPASI berdasarkan usia:

1. 0-6 bulan menunjukan respon membuka mulut ketika sendok didekatkan,


dapat memindahkan makanan dari sendok ke mulut, dan kebutuhan energy
dan nutrisi bayi dapat terpenuhi seluruhnya oleh ASI.
2. 6-9 bulan bayi dapat memindahkan makanan dari satu sisi mulut ke sisi
lainnya, gigi depan bayi mulai tumbuh, bayi dapat menelan makanan dengan
tekstur yang lebih kental (puree, mashed), beri 2-3 kali makan besar dan 1-2
kali makan selingan dapat diberikan sebanyak 3 sendok makan hingga
setengah mangkuk ukuran 250ml. (200 kcal/hari),
3. 9-12 bulan bayi dapat merapatkan bibir ketika disuapi untuk membersihkan
sisa makanan di sendok, bayi dapat menggigit makanan dengan tekstur lebih
kasar (minced, chopped, finger foods) sejalan dengan tumbuhnya gigi, beri 3-
4 kali makan besar dan 1-2 kali selingan sebanyak setengah mangkuk ukuran
250ml. (300 kcal/hari
4. 12 - 23 bulan anak dapat beradaptsi dengan segala macam tekstur makanan,
namun belum dapat mengunyah secara sempurna mulai beradaptasi dengan
segala menu makanan yang diberikan, termasuk makanan keluarga, beri 3-4
kali makan besar dan 1-2 kali selingan sebanyak tiga perempat hingga satu
mangkuk penuh ukuran 250ml. (550 kcal/hari)

Asupan gula dan garam pada anak ini harus diperhatikan, pada usia < 2 tahun
asupan gula yang disarankan yaitu gula alami dari buah, dan asupan garam pada
anak 0-12 bulan < 1 gram/hari (< 400 mg Na), dan pada usia 1-3 tahun < 2
gram/hari (< 800 mg).

Tujuan menilai status gizi yaitu, memantau pertumbuhan fisis, menentukan


keadaan gizi, mendeteksi kekurangan nutrient, dan mengantisipasi masalah dan
merancang asuhan gizi.

Cara penilaian status gizi yaitu, anamnesia (asupan makanan, pola makan,
toleransi makan, perkembangan oromotor, motoric halis dan kasar, perubahan
BB, factor social, dan kondisi klinis), pemeriksaan fisik (penimbangan BB,
pengukuran PB/TB, keadan umum, tanda spesifik), antropometri, dan
laboratorium (sesuai indikasi klinis).

Penentu status gizi yaitu berdasarkan berat badan, panjang badan/tinggi badan
(BB/PB atau BB/TB) acuanya < 5 tahun grafik WHO 2006, >5 tahun grafik CDC
2000. Penentuan status gizi apabila didapat > +3 SD artinya obesitas, > +2
sampai +3 SD artinya overwight, + 2 SD hingga -2 SD artinya normal, < -2
hingga -3 SD artinya gizi kurang, < -3 SD artinya gizi buruk.

Langkah-langkah asuhan nutrisi pediatrik meliputi:


assessment (penilaian) seperti penentuan status gizi, masalah yang berhubungan
dengan proses pemberian makanan, dan diagnosis klinis pasien. Penentuan
kebutuhan, kondisi sakit kritis (critical illness) kebutuhan kalori = REE x faktor
aktivitas x faktor stres, kondisi tidak sakit kritis (non critical illness). Gizi baik,
kebutuhan kalori = BB ideal x RDA menurut usia tinggi (height age), gizi
kurang.

Tatalaksana gizi buruk terdiri dari: prinsip dasar rutin KEP berat (10 langkah
utama), pengobatan penyakit penyerta, kegagalan pengobatan, penderita pulang
sebelum rehabilitasi tuntas, dan tindakan pada kegawatan.

10 langkah utama prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat meliputi: atasi/cegah
hipoglikemia, atasi/cegah hipotermia, atasi/cegah dehidrasi, koreksi gangguan
keseimbangan elektrolit, obati/cegah infeksi, mulai pemberian makanan, koreksi
defisiensi nutrien mikro, fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth), lakukan
stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental, dan siapkan dan rencanakan
tindak lanjut setelah sembuh.
DASAR PENGOBATAN PSIKIATRI PADA ANAK DAN REMAJA
dr. Hermansyah Sp.KJ
Kamis, 11 Juni 2020 10.00-12.00 WIB
Farmakokinetik obat psikiatri untuk anak atau remaja, anak-anak memiliki
ekstraksi obat yang lebih besar dalam melewati hepar, bioavailabilitas yang lebih
rendah, dan metabolisme dan eliminasi yang lebih cepat. Sistem CYP 450 belum
matang saat lahir tetapi kapasitas metabolisme meningkat dengan cepat. Conyoh
obat yang bisa diberikan yaitu methylphenidate dalam kondisis ADHD diberikan
pada anak berusia >6 tahun. Fluoxetine adalah obat yang diberikan untuk
penderita depresi berat dan diberikan kepada anak yang berusia >8 tahun.
Sertraline diberikan kepada penderita OCD dengan usia >6 tahun.

Farmakodinamik obat psikiatri untuk anak atau remaja yaitu kebanyakn


bekerja melalui neurotransmitter (dopamine, serotonin, norepinefrin). Kepadatan
reseptor biasanya meningkat saat prasekolah dan akan menurun seiring
bertambahnya usia. Antidepresan tidak efektif diberikan kepada anak-anak,
stimulant amphetamine tidak menyebabkan euphoria kepada anak, antipsikotik
menyebabkan efek metabolic pada anak, antidepresan serotonin bisa
menyebabkan ide bunuh diri terhadap anak. Obat psikiatri bisa diberikan jika
anak memiliki keluhan gangguan psikotik atau mania.

Efficacy biasanya diterapkan pada pengobatan yang telah terbukti memiliki


manfaat dalam pengaturan klinis biasa. Suatu obat bisa dikatakan efektif jika ada
berkurangnya/perbaikan gejala, hilangnya keluhan utama (jangka pendek dan
pemulihan) atau berkurangnya risiko kekambuhan gejala. Memastikan keamanan
sangatlah penting dalam mengobatai pasien anak-anak. Karena pengobatan
farmakologis terjadi saat anak mengalami perkembangan fisik pesat, jika tidak
hati-hati dalam pemberiannya nanti akan mengakibatkan toksisitas. Efek samping
obat psikiatri diantaranya stimulasi (hilangnya nafsu makan), efek adrenergik
pada jantung sehingga dapat menyebabkan kematian dan bisa menghambat
pertumbuhan janin.
Langkah-langkah pemberian obat psikiatri pada anak dan remaja, melengkapi
evaluasi diagnostik yang komprehensif dan mencatat bila obat diperlukan.
Memberitahu orang tua dan anak (sejauh yang diizinkan oleh tingkat
perkembangan dan fungsi kognitif) tentang potensi manfaat dan risiko
pengobatan dibandingkan dengan opsi alternative. Jika obat tidak memiliki
indikasi yang tertera dalam daftar indikasi untuk digunakan pada anak-anak
dengan kondisi tersebut, beri tahu orang tua dan anak bahwa obat tersebut sedang
digunakan secara "off label”. Identifikasi dan ukur target gejala dan fungsi yang
diharapkan dapat ditingkatkan oleh obat. Berdasarkan obat, dapatkan parameter
klinis atau laboratorium awal (mis., Berat, tinggi, tekanan darah, denyut nadi,
kadar kolesterol, fungsi ginjal. Mulai pengobatan dengan dosis serendah
mungkin yang dapat menghasilkan efek pengobatan. Pantau efek, efek samping,
dan, jika diperlukan hasil laboratorium dalam beberapa minggu pertama
pengobatan, dan sesuaikan dosis yang sesuai. Jika ada perbaikan, optimalkan
dosis dengan tujuan menghilangkan gejala secara maksimum dan peningkatan
fungsi. Tentukan dosis pemeliharaan (maintenence) dan tentukan lama
pengobatan. Bila perlu, pertimbangkan secara berkala perlunya pengobatan
berkelanjutan vs penghentian Saat menghentikan pengobatan, periksa apakah
perlu pengurangan bertahap, yang direkomendasikan untuk sebagian besar obat
setelah pengobatan kronis (Antidepresan, litium, antipsikotik), vs. penghentian
mendadak, yang dapat sesuai untuk beberapa obat (Methylphenidate).
Parenting
Okina Fitriani, Psi, MA
12 Juni 2020, 08:00 – 12:00.
Kognitif Piaget yaitu menunjukkan perkembangan diri manusia terhadap
lingkungan sekitarnya untuk belajar dan berkembang.

a. 0 - 2 tahun belajar (sensorimotorik): mendengarkan, melihat, meraba,


memakan dan memegang.
caranya yaitu dengan menggunakan 8 indera:
 taktil: membiarkan anak untuk bermain dengan makanannya dan
memperkenalkan makanan yang semi solid dan lembut.
 Olfaktori: memperkenalkan wangi makanan.
 Audiotori: auditori yaitu dengan mengomentari makanan dari rasa,
tekstur dan wangi makanan tersebut.
 Gustatory: merasakan makanan dari rasa ke rasa lainnya.
 Visual: menampilkan makanan dengan baik dan menarik beserta
pengenalan makanan, barang penuh warna.
 Vestibular: belajar untuk duduk atau berjalan pada saat makan.
 Propioseptif: mengajarkan anak untuk memasukan makanan ke mulut
 Introseptif: mengajarkan anak bahwa makanan masuk ke dalam tubuh
dan mengetahui rasa lapar dan kenyang.
b. Pada usia 2 – 7 tahun (preoperasional) : yaitu mempresentasikan sesuatu
dengan kata-kata dan gambaran menggunakan intuisi dari pada pemikiran
logis.
c. Pada usia 7 – 11 tahun (operasional) : individu akan belajar lebih dalam
dengan logika, analogi dan aritmatika.
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldman HH. Review Of General Psychiatry. 5th ed. New York (NY). Lange
Medical Books. 2011.
2. Holland AJ. Classification, Diagnosis, Psychiatris Assessment, And Needs
Assessment Oxford Textbook Of Psychiatry. Oxford University Press. 2010
3. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Cetakan 2. Jakarta : Ilmu
Kedokteran Jiwa Unika Atmaja Jaya ; 2013
4. Neal M. Medical Pharmacology at a Glance. Seventh Edition. London:
Willey-Blackwell; 2012.
5. Marchdante, Karen J. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke-6.
Singapur; Elsevier; 2018.

Anda mungkin juga menyukai