Anda di halaman 1dari 22

ESSAY MINGGU KE 3

KHOLISA NADROTUNNAIM
117170037
KELOMPOK 1
BLOK 6.2

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
KEKERASAN PADA ANAK

Duddy Facruddin., M.Psi

Selasa, 27 mei 2020 10.00 – 12.00 WIB

A. Kekerasan pada anak


Menurut UU RI no. 35 tahun 2014, kekerasan pada anak merupakan segala
perbuatanyang mengakibatkan kesengsaraan, atau penderitaan secara fisik,
psikis, seksual, atau penelantaran atau [erampasan kemerdekaan.
B. Bentuk bentuk kekerasan pada anak
a. Kekerasan fisik: memukul, penyiksaan, penganiayaan, menggunakan
benda benda tertentu yang menyebabkan luka – luka atau kematian pada
anak. Memar akibat gigitan, cubitan, ikat pinggang atau rotan. Atau luka
bakar akibat sundutan rokok atau setrika.
b. Kekerasan psikis, perasaan tidak aman dan nyaman,
mempermalukan diri di depan umum, menurunkan harga diri,
dipaksa mengemis. Akibatnya sering menyendiri, menangis, pemalu,
takut keluar rumah, trauma, bullying.
c. Kekerasan seksual, penyiksaan secara seksual, terlibat dalam hal
pornografi dan bertujuan untuk memuaskan nafsu seks seseorang.
Tindakan: sodomi, diraba alat kelaminnya, oral sex, pelecehan
seksual, paksa melacur.
C. Tanda dan gejala
Meronta – ronta, memukul mukul sesuatu, tidak mau kontak fisik, menangis
ketika akan sekolah, selalu menyendiri, menggoreskan ranting ke tanah,
terdiam, menggigiti jari, mengetuk ngetuk meja,
Gejala gejala diatas merupakan beberapa gejala yang jika tidak diperhatikan
akan semakin memberat.
D. Faktor resiko
- individual level: karakter sendiri, pemabuk, pengguna narkotika, pola
asuh yang didapatkan
- Masyarakat / social: tingkat kriminalitas, layanan social yang rendah,
kemiskinan, pengangguran, budaya pemberian hukuman pada anak.
- Orang tua: situasi keluarga, riwayat orang tua yang mendapat kekerasan
pada saat kecil sehingga menurunkannya pada anaknya, orang tua yang
mengkonsumsi napza, tingkat stress yang tinggi, pernikahan dini, pola
mendidik anak, nilai nilai hidup yang dianut, dan pengetahuan mengenai
pertumbuhan dan perkembangan anak.
- Faktor anak: prematuritas, anak dengan masalah emosi.
E. penegakan diagnosis
- anamnesis: riwayat kecelakaan tidak cocok dengan trauma, riwayat
kecelakaan tidak jelas, berubah ubah, keterangan yang berbeda jika orang
tua memberikan keterangan.
- Pemeriksaan fisik: seringakali tidak sama antara anamnesis dan
pemeriksaan,
- Pemeriksaan penunjang: uji toksikologi, labolatorium lengkap, rontgen,
F. Acuan dasar normal dan abnormal pada psikologi anak
a. Definisi kesehatan mental, komponen mendasar yang memungkinkan
orang untuk menyadari potensi mereka, mengatasi kehidupan yang
normal, bekerja secara produktif.
b. Klasifikasi gangguan kesehatan mental, orang dengan masalah kejiwaan
(OMDK) orang dengan masalah fisik, mental dan social sehingga rawan
untuk mengalai gangguan kejiwaaan. Orang dengan gangguan jiwa
(ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dala pikiran, perilaku,
dan perasaan yang digambarkan dalam manifestasi dan perubahan prilaku
yang bermakna.
G. Tipologi kekerasaan dan dampaknya
a. Kekerasan fisik: memukul, menjambak, melukai
b. Kekerasan seksual, anak dilibatkan dalam aktivitas yang dimaksudkan
untuk memuaskan kebutuhan seksual orang lain, kegiatan berupa: meraba
alat vital, mempertontonkan alat vital, pemerkosaan.
c. Kekerasan psikologi, dapat berupa verbal dan non – verbal atau non – fisik
dapat berupa permusuhan, penolakan perawatan, memutuskan
komunikasi, meremehkan, merendahkan diskriminasi dll.
d. Penelantaran (neglected), kegagalan orang tua dala menyediakan
kebutuhan terkait perkembangan anak.

Anak anak yang mengalami berbagai bentuk kekerasan tidak dapat dianggap
ringan, perlu perhatian serius, karena akan mengakibatkan efek negative yang
jangka panjang. Dapat terjadi gangguan fisik, psikologi bahkan kematian.
Anak rentan depresi, mengalami gejala traumatis, gangguan kecerdasan,
beresiko mengalai kenakalan remaja. Gangguan emosional.

Semakin dini seorang anak yang mendapat kekerasan dapat menyebabkna


anak menglami gangguan emosional, gangguan kepercayaan diri, bersikap
permissive, agresive, destruktif.
PSIKOFARMAKOTERAPI
Rama S. Brajawikalpa, S. Farm., M.Sc., Apt.
Rabu, 27 mei 2020 10.00 – 12.00 WIB

Obat psikotropik merupakan obat yang bekerja secara selektif pada sistm saraf pusat
(SSP) dengan menghamba dopamine tipe 2 serta memiliki efek utama terhadap
aktivitas mental dan prilaku.
Terdapat 2 golongan obat anti psikotik, yaitu:
a. Obat antipsikotik tipikal, inhibitor kompetitif pada berbagai reseptor, efek anti
psikotik berupa penghambatan kompetitif dari reseptor dopamine.
b. Obat antipsikotik atipikal, berefek pada dopamine D2 reseptor dan serotonin 5
HT2 reseptor.

Ciri obat anti psikosis

a. Berguna mengatasi agresitivitas, hiperaktivitas dan labilitas emosional pada


pasien psikosis
b. Dosis besar tidak menyebabkan koma ataupun anestesi
c. Tidak ada kecenderungan adiktif

Obat anti psikosis

Indikasi: skizofrenia, mengurasi delusi, halusinasi, gangguan proses berfikir da nisi


fikiran, mania, tourretes syndrome, perilaku kekerasan dan agitasi yang dapat
dikombinasikan dengan obat antidepresan

Efek samping:

- Ekstrapiramidal: dystonia, parkinsonism, akatisia, dikinesia.


- Endokrin: galactorrhea, amenorrhea
- Antikolinergik: hiperprolaktinemia
Kontraindikasi: pada penderita penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung, gangguna kesadaran.

Mekanisme Kerja Obat Antopsikosis

Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam memblokade reseptor


dopamin dan juga dapat memblokade reseptor kolinergik adrenergik dan histamin.

Anti Psikotik generasi I ± Tipikal (Konvensional)-tradisional

- Memblok reseptor D2- khusus di mesolimbik dopamine pathway post sinaptik


- Antagonis reseptor dopamin-menurunkan hiperaktifitas dopamine
- Kerugian: blokade reseptor kolinergik muskarinik sedasi, perburukan simptom
negatif & kognitif
- Memblok reseptor histamin (H1) & alpha 1 adrenergik

Anti Psikotik Generasi II- atipikal: Serotonin dopamin antagonis-efek samping


minimal.

Farmakodinamik

- Jalur dopamine mesolimbic: menyebabkan sensasi senang, motivasi, symptom


positif psikosis, naun memberi efek berukurangnya symptom positif
- Mesokortikal: kognisi, komunikasi, efek: perburukan kognitif
- Jalur nigrostriatal: berfungsi untuk fungsi motoric sehingga terkadang dapat
menyebabkan gangguan gerak
- Tuberoinfundibular: mengontrol sekresi prolactin, sehingga terkadang dapat
menyebabkan peningkatan prolactin.
Dosis penggunaan obat antipsikotik
Golongan fenotiazin

Golongan difenilbutil piperidin


Pimozide sediaan: tab 1 mg, 4 mg, dosis: 1 – 4 mg/hari
Golongan atypical
Risperidone, sediaan: tab 1 mg, 2 mg, 3 mg. dengan dosis anjuran: 2 – 6 mg/hari.

pertimbangan pemberian dosis


onset efek primer (efek klinis): 2 – 4 minggu
onset efek sekunder: 2 – 6 jam
waktu paruh 12 – 24 jam

obat antidepresan
jenis obat: thimoleptika (psikik energizer) contoh, imipramine, amitriptilin,
dothiepin atau lofepramin
indikasi: penderita depresi, ansietas, fobia, onsesif – konvulsif, dan mencegah
kekambuhan depresi
efek samping; antikolinergik (mulut kering, retensi urine, gangguan penglihatan,
konstipasi), antiadrenergic (perubahan EKG, hipotensi) SSRI: nausea, sakit kepala)
kontraindikasi: penyakit jantung koronerm glaucoma, retensi urine, epilepsy,
ganguan fungsi hati.
Golongan obat

Golongan obat trisiklik (TCA)

- Amitriptilin: sediaan tablet 25 mg, dosis: 75 – 150 mg/hari


- Imipramine: tablet 25 mg, dosis: 75 – 150 mg/hari

Golongan SSRI

- Sentralin: sediaan 50 mg, dosis: 50 – 150 mg/hari


- Fluvocxamin: sediaan tab 50 mg, 50 – 100 mg
- Fluoxetine: kapsul/ kaplet 20 mg dosis 20 – 40 mg
- Paroxetine tablet 20 mg dosis 20 – 40 mg

Golongan MAO
Moclobemide 150 mg dengan dosis anjuran 300 – 600 mg
Golongan atypical
Maprotilin tablet 10, 25, 20, 75 mg dosis 75 – 150 mg
Penggunaan obat
Untuk sindroma depresi ringan dan sedang, pemilihan obat sebaiknya mengikuti
urutan:
Langkah 1: golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Langkah 2: golongan tetrasiklik (TCA)
Langkah 3: golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor)
reversibel.

Mekanisme kerja obat

- Trisiklik (TCA) memblokade reuptake darn noradrenalin dan serotonin yang


menuju neuron presinaps.
- SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin.
- MAOI menghambat pengrusakan serotonin pada sinaps.
- Mianserin dan mirtazapin memblokade reseptor alfa 2 presinaps.
Obat antimania/ mood modulators
Obat: litium karbonat (250 – 500 mg), halopredol (4,5 – 15 mg), karbamazepin (400
– 600 mg)
Indikasi: mania
Efek samping: haus, mulut kering, gastrointestinal distress, kelemahan otot, polyuria,
peningkatan BB, gangguan konstrentasi pikiran.
Gejala intoksikasi penggunaan litium karbonat:
Muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, kesadaran menurun, oliguria, kejang kejang.
Mekanisme kerja obat:
Efek antimania lithium yaitu kemampuan untuk mengurangi “dopaminereseptor
supersensitive”, meningkatkann “cholinergic muscarinic activity” dan menghambat
“cyclic AMP” adenosine monopospat.

Antiansietas / psikoleptik, transquilizer minor, anksiolotik


Obat: benzodiazepine (diazepam, klordiazepoksid)
Efek samping: sedasi, relaksasi otot, pemberhentian mendadak dapat menimbulkan
gejala putus obat sepeerti gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin,
konvulsi.
Kontraindikasi: pasien yang hipersensitif thd benzodiapin, gloukoma, miastenia
grafism orang dengan konsumsi alcohol berat karena dapat menyebabkan
ketergantungan.
Mekanisme kerja obat: penyebab ansietas adalah hiperaktivitas system limbic yang
terdiri dari dopaminergic, nonadrenergic, seretonegic, yang dilakukan oleh
GABAenergic.
Golongan obat benzodiazepine
Antiinsomnia
Fenobarbital
Mekanisme kerja: bekerja pada reseptor BZI disusunan saraf pusat yang berperan
dalam mempengarantai proses tidur
Golongan obat antiinsomnia

Obat anti obsesif – kompulsif


- Obat anti obsesi kompulsi trisiklik: klomipramin
- Obat anti obsesi kompulsi SSRI: sentralin, paroksin, flovokamin, fluoksetin
Mekanisme kerja obat: menghambat re–uptake neurotransmitter serotonin
sehingga gejala mereda.
Obat antipanik
Obat: imipramine
Mekanisme kerja: menghambat reuptake serotonin pada celah sinaptik antar neuron
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
dr. Junny setyawati, MKM
kamis, 28 mei 2020 10.00 – 12.00 WIB

Masa remaja merupakan masa storm & stress, usia remaja 12 – 24 jam. Dimana
ada beberapa karakter remaja yaitu: periode penting, masa peralihan, periode
perubahan, usia bermasalah, pencarian identitas, usia yang ditakutkan, masa tidak
realistic, ambang dari masa dewasa.
Tugas perkembangan remaja: mencari relasi yang lebih matang dengan teman
seusia (laki – perempuan), mencapai peran social feminine dan maskulin, Menerima
fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif, Meminta, menerima dan mencapai
perilaku bertanggungjawab secara social, Mencapai kemandirian secara emosional,
Mempersiapkan untuk karir ekonomi, Mempersiapkan untuk menikah dan
berkeluarga, Memperoleh set nilai dan sistem etis untuk mengarahkan perilaku.
Permasalahan remaja: kenakalan remaja, penggunaan obat terlarang,
penyimpangan seksual, aborsi, seks bebas, onani
Faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi:
- Faktor sosio – ekonomi dan demografi
- Faktor budaya dan lingkungan
- Faktor psikologi
- Faktor biologis
Tujuan kesehatan reproduksi
Utama: meningkatkan kesadaran remaja dalam mengatur fungsi dan proses
reproduksinya termasuk kehidupan seksualitasnya hingga hak hak reproduksinya
terpenuhi serta peningkatan kualitas hidup.
Khusus:
- Meningkatnya kemandirian
- Meningkatkan hak dan tanggung jawab social remaja (remaja)
- Dukungan yang menunjang remaja untuk membuat keputusan yang berkaitan
dengan proses reproduksinya.

Pengetahuan yang harus diketahui oleh remaja


- Pengenalan masalah sistem reproduksi, proses dan fungsi alat reproduksi
- Mengapa remaja perlu mendewasakan usia perkawinan dan merencanakan
kehamilan agar sesuai dengan keinginan
- Penyakit menular seksual dan HIV / AIDS dan dampak terhadap kespro
- Bahaya narkoba dan miras pada kespro
- Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
- Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
- Mengembangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat
kepercayaan diri agar mampu menangkal hal2 negatif
- Hak2 reproduksi.
KELAINAN MUSCULOSKELETAL PADA ANAK DAN REMAJA
Dr. Widiatmiko., Sp. OT
Kamis, 28 Mei 2020 13.00 – 15.00 WIB
A. Scoliosis
Kelengkungan dan rotasi spinal lateral lebih dari 10 derajat. Terdapat 2
klasifikasi yaitu:
- Struktular: idiopatik, kongenital, neuromuscular, neurofibromatosis
- Non – struktular: postur, siatik, histerikal, radang dan kompensator
Etiologic: genetic, kekurangan jaringan dan melatonin, enzim matriks
metalloproteinase.
Manifestasi klinis: gangguan kosmetik, sakit punggung, psikogenik,
kardiopulmonal parah, thoraks hipokiposis.
Pemeriksaan fisik: perbedaan panjang kaki, perubahan fungsi kardiopulmonal,
kondisi neurologis.
Pemeriksaan penunjang: radiologi
Terapi: pembedahan, berace
B. Osteogenesis imperfect
Kelainan pembentukan jaringan kolagen yang disebabkan oleh mutase gen,
osteogenesis. Osteogenesis imperfecta biasanya diturunkan secara genetik dan
ditandai dengan adanya fragilitas tulang dan rendahnya massa tulang. OI ini
dapat terjadi fraktur multiple akibat trauma ringan sampai sedang sehingga
disebut “Brittle Bone Disease”. Riwayat yang dikeluhkan seperti kerapuhan
tulang, gigi rapuh atau dentinogenesis imperfecta, sklera biru, mudah memar,
gangguan pendengaran dini, patah tulang berulang setelah trauma ringan,
Klasifikasi OI terbagi menjadi 4 yaitu tipe 1A dan 1B, tipe 2, tipe 3, tipe 4A dan
4B. Gejala tipe 1 seperti sklera biru, fraktur in utero 10%, kerapuhan tulang
ringan sampai sedang, kiposkoliosis, adanya gangguan pendengaran, perawakan
pendek ringan, prematur senilis arcus. Tipe 1A tidak ada dentinogenesis
imperfecta sedangkan tipe 1B ada. Gejala tipe 2 ada dentinogenesis imperfecta,
sklera biru, kematian perinatal, mikrognatia, rapuh jaringan ikat, fraktur in utero
100%, short trunk. Gejala tipe 3 ada dentinogenesis imperfecta, pemendekan
tungkai, deformitas progresif, segitiga fasii dengan frontal bossing, hipertensi
paru, fraktur in utero 50%. Gejala tipe 4A tidak ada dentinogenesis imperfecta
sedangkan tipe 4B ada. Terapi yang diberikan seperti pembedahan, koreksi
skoliosis, konseling genetik, dan terapi fisik.
C. Genu valgum (Knock Knee)
merupakan lutut menyimpang ke arah garis tengah tubuh dan menyentuh satu
sama lain ketika diluruskan. Terjadi pada anak usia 2-5 tahun dengan sudut genu
valgum 20 derajat dan setelah usia 7 tahun tidak boleh lebih buruk dari 12 derajat
serta jarak internalleolar kurang dari 8 cm. Bilateral genu valgum disebabkan
oleh keadaan fisiologis, rakitis ginjal, sindrom marquio, displasia
chondroctodermal. Unilateral genu valgum disebabkan oleh cidera physeal,
fraktur tibia metafisis proksimal dan benign tumor. Diagnosis menggunakan
sudut Q. Terapi yang diberikan brace, osteotomi, dan hemiepihysiodesis.
D. Congenital Talipes Equinovarus (Club Foot)
merupakan suatu kelainan bawaan pada kaki. Tempat kelainan kaki ini
diantaranya yaitu pada equinus tumit, seluruh hindfoot varus, midfoot dan
forefoot aduksi serta supinasi. Secara etiologi bahwa penyebab club foot yaitu
adanya kekuatan mekanik dari luar sehingga mengakibatkan terganggunya
kecepatan proses tumbuh tulang, ligamen serta otot. Selain itu pada teori lain
menyebutkan bahwa penyebabnya yaitu akibat kerusakan nervus peroneus akibat
tekanan di dalam uterus.
Manifestasi klinis pada club foot biasanya kaki dan tungkai bawah membentuk
seperti tongkat (clublike). Terdapatnya lekukan yang dalam pada bagian
posterior sendi ankle, kaki bagian tengah, kaki bagian depan yang terjadi aduksi,
inversi serta aquinus. Adanya gerakan inversi dan aduksi dari kaki bagian depan
maka menyebabkan terabanya benjolan tulang pada subkutis dorsum pedis
bagian sisi lateral. Kulit pada sisi cembung (dorsum pedis), tipis, teregang, tidak
ada lekukan kulit, sedangkan kulit sisi cekung (daerah medial dan plantar)
terdapatnya cekungan yang dalam. Terdapat atrofi dari otot betis dan
pemendekan dari kaki.
Dalam menangani kelainan ini secara dini sangatlah penting. “Golden Period”
untuk terapinya yaitu tiga minggu setelah lahir, karena pada keadaan umur
kurang dari tiga minggu, ligamen yang teradapat pada kaki masih lentur sehingga
masih bisa dimanipulasi. Jika keadaan kelainan ini terlambat untuk dikoreksi,
maka keadaannya akan lebih parah dan menjadi lebih kaku, keadaan anak akan
berjalan pada sisi kaki lateral serta pada malleolus lateralis, disertai rasa sakit.
Terapi: talipes equinovarus yang terdiri dari suatu tindakan mereduksi dislokasi
atau pun sublokasi, mempertahankan adanya reduksi, memperbaiki ligamentum
articular, membuat keseimbangan antara otot, dan membuat kaki mobile dengan
fungsi normal.
E. Pes planus merupakan keadaan hilangnya lengkung medial longitudinal pada
telapak kaki sehingga seluruh bagian dari telapak kaki menyebtuh tanah.
Penyebab terjadinya pes planus yaitu terjadi karena faktor bawaan, adanya
trauma, fraktur pada ankle dan malunion yang menyebabkan gangguan
penyambungan,
Derajat pes planus terbagi menjadi 3 diantaranya: derajat 1 yaitu kaki
mempunyai arkus tetapi sedikit, sisi medial aksis kaki membentuk konkaf.
Derajat 2 yaitu kaki tidak mempunyai arkus, tidak melewati aksis, serta
membentuk lentikuler. Derajat 3 yaitu kaki tidak punya arkus, terbentuk sudut
ke arah luar dan sidik tapak kaki membetuk konveks serta tidak melewati aksis.
F. Development Displasia of the Hip merupakan perkembangan abnormal atau
dislokasi panggul sekunder akibat kelemahan kapsular dan faktor mekanik. Pada
DDH terdapat clicks ditandai dengan suara adventitial jinak, sekunder dari
beberapa penyebab, dan tidak memprediksikan DDH. Lalu terdapat clunks
ditandai dengan perasaan dislokasi atau reduksi sejati dan pemeriksaan positif.
Dapat dilakukan USG pada 4 minggu pertama kehidupan dan tampak visualisasi
tulang rawan. Kemudian radiologi pada usia 4- 6 bulan dan terjangkau. Terapi
yang diberikan pada neonatus dengan mempertahankan pinggul dalam posisi
fleksi dan abduksi, mempertahankan reduksi kepala femur dan megencangkan
struktur ligamen.
IDENTIFIKASI GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL ONSET MASA
KANAK-REMAJA
dr. Eri Ahmad, Sp.KJ
Jumat, 29 Mei 2020 08.00 -10.00 WIB

Sehat jiwa menurut WHO terdiri dari empat ciri-ciri yaitu yang pertama
mampu mengatasi masalah dasar pada dirinya di kehidupan sehari-harinya,
(contohnya pasien mengamuk karena tidak diberi uang untuk membeli rokok),
ciri kedua yaitu kesadaran untuk mengendalikan dan menyadari kemampuan
dirinya sendiri, ciri ketiga melakukan hal yang produktif misalnya sekolah dan
bekerja, mampu berkonstribusi positif pada dirinya dan lingkungannya serta
memberikan pengaruh positif, masalah gangguan mental sudah muncul sejak usia
14 tahun,
Faktor-faktor penyebab gangguan mental terdapat tiga faktor yaitu:
- faktor biologikal adalah komponen yang selalu ada disetiap terjadinya
penyakit baik secara fisik maupun mental, faktor yang terpengaruh secara
anatomi maupun struktural.
- Faktor psikological, faktor psikodinamika, misalnya motivasi selama proses
penyakit
- faktor sosial, faktor ini sangat menekankan pada budaya, lingkungan dan
pengaruh keluarga dalam mengalami penyakit.
Terdapat biopshycososial model yang saling berinteraksi misalnya seorang anak
dengan komponen genetik yang bermasalah sehingga terjadi ketidakseimbangan
neurotransmitter ditambah kondisi lingkungan yang buruk, kondisi
biopshycososial tidak menguntungkan menyebabkan anak depresi, agresif dll,
sehingga dapat bermanifestasi menjadi gangguan mental.
faktor protektif, contoh faktor risikonya virus maka faktor protektif nya
meningkatkan hidup sehat seperti berolahraga, makan-makanan bergizi dan
meningkatkan imunitas sehingga penyakit dapat dihindari. Pada prinsipnya
semua penyakit yang dibiarkan dapat menyebabkan dampak buruk sebagaimana
gangguan mental pada kanak-remaja dapat meningkatkan gejala fisik yang pada
akhirnya dapat meningkatkan penggunaan fasilitas kesehatan.
Masalah gangguan mental ditandai dengan gejala dan keluhan pada aspek
pikiran, emosi dan perilaku seseorang. Tingkat gangguan mental tertinggi
cenderung pada anak usia 13-16 tahun. Terdapat pedoman diagnostik gangguan
mental yaitu Zero to Three, DSM V, ICD 10, PPDGJ. Distribusi gangguan
mental pada rentang anak remaja yang ditandai dengan gejala psikotik
skizofrenia banyak terjadi pada anak remaja.
Penatalakasanaan tergantung dari kondisi sosial, pendidikan, psikiatrik dan
lingkungan masing-masing, harus komperehensif biopsikososialnya. Pada
perilaku agresif bisa diberikan obat lithium, carbamazepine, asam valproat,
sedangkan untuk gangguan depresi bisa diberikan fluoxetine atau sertraline.
Pencegahan dibagi menjadi tiga ada pencegahan primer yaitu untuk mencegah
timbulnya penyakit, diberikan konseling genetik, edukasi kesehatan ibu dan
anak. Kemudian pencegahan sekunder yang dapat memperpendek perjalanan
penyakit dengan cara pemberian obat-obatan. Dan yang terakhir adalah
pencegahan tersier yang dapat mencegah kecacatan, merupakan pencegahan
lebih lanjut atau konsekuensinya baik secara psikososial.
KLASIFIKASI GANGGUAN MENTAL PERILAKU ONSET MASA
KANAK-REMAJA
dr. Eri Ahmad, Sp.KJ
Jumat, 29 Mei 2020 08.00 -10.00 WIB

Terdapat tiga bagian besar klasifikasi gangguan mental perilaku yaitu retadarsi
mental (F70-F79), yang kedua disorder of psychological development (F80-F89) dan
yang ketiga behavioral and emotional disorders with onset usually occurring in
childhood and adolescence (F90-F98).
Gangguan mental kanak - remaja dilihat dari jenisnya dibagi menjadi gangguan
interaksi sosial yaitu autisme, aspergers syndrome. Gangguan internalisasi yaitu
gangguan ansietas, depresi, respon terhadap trauma. Gangguan eksternalisasi yaitu
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas dan gangguan tingkah laku.
Gangguan pola makan dan penyalahgunaan zat terjadi pada masa remaja yaitu
perilaku menyakiti diri sendiri, retardasi mental jenis gangguan disabilitas
pembelajaran, onset dini. Gangguan mental berat yaitu skizofrenia dan bipolar.
A. Retardasi Mental (F70-F79) atau intelectual disabilities, ditandai dengan
penurunan kecerdasan merupakan perkembangan jiwa yang tidak lengkap
baik dari fungsi kognitif maupun bahasa, motorik dan sosial. Anak retardasi
mental tidak mampu hidup mandiri dan pasti membutuhkan bantuan orang
lain untuk menjalankan kehidupannya, diikuti dengan gangguan autisme atau
dengan penyakit fisik misalnya gangguan epilepsy. Penyebabnya sangat
multipel nencakup genetik, toksin dan infeksi prenatal, prematuritas. Pada
kondisi lain juga bisa sindroma down, sindroma fragile x, penilketonuria yang
merupakan penyebab retadasi mental dari sedang sampai berat.
B. Austisme Masa Kanak (F84.0) ditandai dengan adanya perkembangan
sebelum usia 3 tahun yang meliputi hendaya interakhsi sosial yang selalu ada
secara kualitatif, hendaya kualitatif komunikasi yang berupa ketidakmampuan
dalam hal komunikasi timbal balik, keluwesan bahasa ekspresif dan respon
emosional serta modulasi dan isyarat tubuh, hendaya perilaku seperti minat
dan kegiatan yang terbatas perilaku yang berulang dan stereotipik, kelekatan
yang khas terhadap benda tertentu yang tidak wajar. Tidak semua anak yang
terkena autisme ada gangguan pada IQ nya, bahkan ada beberapa anak yang
IQ nya melebihi normal.
C. Gangguan campuran antara gangguan emosional dan perilaku yang terjadi
pada masa kanak-remaja (F90 - F98). Memiliki masing-masing koding
terdapat jenis-jenisnya tersendiri, kodingnya dimulai dari F90 hyperkinetic
disorder (F90.1 hiperkinetic conduct disorder), F91 conduct disorder (F91.2
socialized conduct disorder), F92 mixed diorders of conduct and emotions
(F92.0 depressive conduct disorder), F93 emotional disorders with onset
spesific to chilhood (F93.3 sibling rivalry disorder), F94 disorders of social
functioning with onset spesific to chilhood and adolescence, F95 tic disorders,
F98 other behavioural and emotional disorders with onset usually occuring in
chilhood and adolescence (F98.0 nonorganic enuresis).
D. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) Onsetnnya terjadi
sebelum usia 7 tahun, ditandai dengan gangguan konsentrasi, aktifitas dan
organisasi, timbul masalah pada lingkungan rumah, sekolah dan kelompok
bermain.
E. Conduct Disorder F91 atau gangguan tingkah laku, paling banyak pada laki-
laki ditandai dengan agresif dan pelanggaran norma-norma sosial dan
peraturan utama setempat. Perilaku yang merupakan gangguan adalah
perkelahian, tindakan menggertak yang berlebihan, melakukan kekejaman
terhadap hewan atau sesama manusia, melakukan tindakan perusakan yang
hebat atas barang orang lain, tindakan membakar sesuatu, criminal seperti
pencurian, tindakan pendustaan yang berulang-ulang, membolos dari sekolah
dan lari dari rumah, sering melupakan kemarahan yang hebat, provokatifyang
menyimpang.
F. Gangguan campuran tingkah laku dan emosi F92 ciri khasnya yaitu adanya
gabungan dari perilaku agresif, dissosial atau menentang yang menetap disetai
gejala emosi yang nyata seperti depresi, ansietas atau gangguan emosi
lainnya. Gangguan emosi tersebut cukup berat.
G. Gangguan tingkah laku depresid F92.0 merupakan kombinasi dari gangguan
tingkah laku masa kanak F91 dengan keadaan depresif yang berkelanjutan dan
menetap. Gejalanya berupa rasa duka yang berlebihan, hilangnya minat dan
kesukaan terhadap kegiatan sehari-hari, sikap menyesali diri sendiri dan
keputus asaan, sering juga susah tidur atau kurang nafsu makan. Khusus pada
remaja muda menampilkan gejala depresi tanpa menyadari bahwa sebenarnya
mengalami gangguan depresi. Adolescent Depression remaja yang mengalami
depresi menunujukan sensitif emosi yang berlebihan, menampilkan perilaku
rendah diri dan perasaan bersalah, keluhan fisik seperti sakit kepala, gangguan
pola tidur, bolos, sulit konsentrasi, mudah tersinggung, perasaan bosan.
Kondisi berat yaitu prestasi sekolah merosot dan memutuskan untuk bunuh
diri.
H. Suicidal Ideation, Faktor risiko remaja melakukan bunuh diri karena adanya
gangguan mental, gangguan alam perasaan dan gangguan pola makan riwayat
keluarga yang bunuh diri, riwayat penggunaan zat, tidak adanya harapan,
agresif dan keadaan mempersulit keburukan rumah tangga. Tanda-tanda
peringatan perilaku bunuh diri yaitu mengungkapkan, membaca dan
menuliskan perilaku bunuh diri, remaja mengunjungi orang-orang
mengucapkan perpisahan, perilaku ceroboh melukai diri sensiri, perilaku
kabur, mengembalikan barang - barang yang dipinjamnya atau membagikan
barangnya.
Daftar pustaka
1. Widiastuti, Daisy & Sekartini, Rini. Deteksi Dini, Faktor Risiko, dan Dampak
Perlakuan Salah pada Anak. Sari Pediatri. 2016
2. Ningtyas AR. Dkk. Review Artikel: Farmakoterapi Depresi Dan Pengaruh
Jenis Kelamin Terhadap Efikasi Antidepresan. Farmaka. Suplemen Volum 16
Nomor 2. Unpad. Bandung; 2018.
3. Putro KZ. Memahami Ciri dan TUgas Perkembangan Remaja. Vol.17(1);
Jurnal Aplikasi Ilmu – ilmu Agama. 2017.
4. Nuari NA. Analisis Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse Oleh Orang Tua
Pada Anak Usia Sekolah. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2016.
5. Holland AJ. Classification, Diagnosis, Psychiatris Assessment, And Needs
Assessment Oxford Textbook Of Psychiatry. Oxford University Press. 2010
6. Marchdante, Karen J. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke-6.
Singapur; Elsevier; 2018.
7. Khalid Z. Pes Planus And Genu Valgum Factor Associated. The Professional
Medical Journal. 2015:22(10):1237-1244.
8. Walker JL, Hosseinzadeh P, White H, et al. Idiopathic Genu Valgum and Its
Association With Obesity in Children and Adolescents. J Pediatr Orthop.
2019 ; 39(7) :347‐352.
9. Hafifah A., Puspitasari IM. Farmakoterapi dan Rehabilitasi Psikososial pada
Skizofrenia. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. 2018 : 16(2) ; 210-
119.

Anda mungkin juga menyukai