KHOLISA NADROTUNNAIM
117170037
KELOMPOK 1
BLOK 6.2
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
KEKERASAN PADA ANAK
Anak anak yang mengalami berbagai bentuk kekerasan tidak dapat dianggap
ringan, perlu perhatian serius, karena akan mengakibatkan efek negative yang
jangka panjang. Dapat terjadi gangguan fisik, psikologi bahkan kematian.
Anak rentan depresi, mengalami gejala traumatis, gangguan kecerdasan,
beresiko mengalai kenakalan remaja. Gangguan emosional.
Obat psikotropik merupakan obat yang bekerja secara selektif pada sistm saraf pusat
(SSP) dengan menghamba dopamine tipe 2 serta memiliki efek utama terhadap
aktivitas mental dan prilaku.
Terdapat 2 golongan obat anti psikotik, yaitu:
a. Obat antipsikotik tipikal, inhibitor kompetitif pada berbagai reseptor, efek anti
psikotik berupa penghambatan kompetitif dari reseptor dopamine.
b. Obat antipsikotik atipikal, berefek pada dopamine D2 reseptor dan serotonin 5
HT2 reseptor.
Efek samping:
Farmakodinamik
obat antidepresan
jenis obat: thimoleptika (psikik energizer) contoh, imipramine, amitriptilin,
dothiepin atau lofepramin
indikasi: penderita depresi, ansietas, fobia, onsesif – konvulsif, dan mencegah
kekambuhan depresi
efek samping; antikolinergik (mulut kering, retensi urine, gangguan penglihatan,
konstipasi), antiadrenergic (perubahan EKG, hipotensi) SSRI: nausea, sakit kepala)
kontraindikasi: penyakit jantung koronerm glaucoma, retensi urine, epilepsy,
ganguan fungsi hati.
Golongan obat
Golongan SSRI
Golongan MAO
Moclobemide 150 mg dengan dosis anjuran 300 – 600 mg
Golongan atypical
Maprotilin tablet 10, 25, 20, 75 mg dosis 75 – 150 mg
Penggunaan obat
Untuk sindroma depresi ringan dan sedang, pemilihan obat sebaiknya mengikuti
urutan:
Langkah 1: golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Langkah 2: golongan tetrasiklik (TCA)
Langkah 3: golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor)
reversibel.
Masa remaja merupakan masa storm & stress, usia remaja 12 – 24 jam. Dimana
ada beberapa karakter remaja yaitu: periode penting, masa peralihan, periode
perubahan, usia bermasalah, pencarian identitas, usia yang ditakutkan, masa tidak
realistic, ambang dari masa dewasa.
Tugas perkembangan remaja: mencari relasi yang lebih matang dengan teman
seusia (laki – perempuan), mencapai peran social feminine dan maskulin, Menerima
fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif, Meminta, menerima dan mencapai
perilaku bertanggungjawab secara social, Mencapai kemandirian secara emosional,
Mempersiapkan untuk karir ekonomi, Mempersiapkan untuk menikah dan
berkeluarga, Memperoleh set nilai dan sistem etis untuk mengarahkan perilaku.
Permasalahan remaja: kenakalan remaja, penggunaan obat terlarang,
penyimpangan seksual, aborsi, seks bebas, onani
Faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi:
- Faktor sosio – ekonomi dan demografi
- Faktor budaya dan lingkungan
- Faktor psikologi
- Faktor biologis
Tujuan kesehatan reproduksi
Utama: meningkatkan kesadaran remaja dalam mengatur fungsi dan proses
reproduksinya termasuk kehidupan seksualitasnya hingga hak hak reproduksinya
terpenuhi serta peningkatan kualitas hidup.
Khusus:
- Meningkatnya kemandirian
- Meningkatkan hak dan tanggung jawab social remaja (remaja)
- Dukungan yang menunjang remaja untuk membuat keputusan yang berkaitan
dengan proses reproduksinya.
Sehat jiwa menurut WHO terdiri dari empat ciri-ciri yaitu yang pertama
mampu mengatasi masalah dasar pada dirinya di kehidupan sehari-harinya,
(contohnya pasien mengamuk karena tidak diberi uang untuk membeli rokok),
ciri kedua yaitu kesadaran untuk mengendalikan dan menyadari kemampuan
dirinya sendiri, ciri ketiga melakukan hal yang produktif misalnya sekolah dan
bekerja, mampu berkonstribusi positif pada dirinya dan lingkungannya serta
memberikan pengaruh positif, masalah gangguan mental sudah muncul sejak usia
14 tahun,
Faktor-faktor penyebab gangguan mental terdapat tiga faktor yaitu:
- faktor biologikal adalah komponen yang selalu ada disetiap terjadinya
penyakit baik secara fisik maupun mental, faktor yang terpengaruh secara
anatomi maupun struktural.
- Faktor psikological, faktor psikodinamika, misalnya motivasi selama proses
penyakit
- faktor sosial, faktor ini sangat menekankan pada budaya, lingkungan dan
pengaruh keluarga dalam mengalami penyakit.
Terdapat biopshycososial model yang saling berinteraksi misalnya seorang anak
dengan komponen genetik yang bermasalah sehingga terjadi ketidakseimbangan
neurotransmitter ditambah kondisi lingkungan yang buruk, kondisi
biopshycososial tidak menguntungkan menyebabkan anak depresi, agresif dll,
sehingga dapat bermanifestasi menjadi gangguan mental.
faktor protektif, contoh faktor risikonya virus maka faktor protektif nya
meningkatkan hidup sehat seperti berolahraga, makan-makanan bergizi dan
meningkatkan imunitas sehingga penyakit dapat dihindari. Pada prinsipnya
semua penyakit yang dibiarkan dapat menyebabkan dampak buruk sebagaimana
gangguan mental pada kanak-remaja dapat meningkatkan gejala fisik yang pada
akhirnya dapat meningkatkan penggunaan fasilitas kesehatan.
Masalah gangguan mental ditandai dengan gejala dan keluhan pada aspek
pikiran, emosi dan perilaku seseorang. Tingkat gangguan mental tertinggi
cenderung pada anak usia 13-16 tahun. Terdapat pedoman diagnostik gangguan
mental yaitu Zero to Three, DSM V, ICD 10, PPDGJ. Distribusi gangguan
mental pada rentang anak remaja yang ditandai dengan gejala psikotik
skizofrenia banyak terjadi pada anak remaja.
Penatalakasanaan tergantung dari kondisi sosial, pendidikan, psikiatrik dan
lingkungan masing-masing, harus komperehensif biopsikososialnya. Pada
perilaku agresif bisa diberikan obat lithium, carbamazepine, asam valproat,
sedangkan untuk gangguan depresi bisa diberikan fluoxetine atau sertraline.
Pencegahan dibagi menjadi tiga ada pencegahan primer yaitu untuk mencegah
timbulnya penyakit, diberikan konseling genetik, edukasi kesehatan ibu dan
anak. Kemudian pencegahan sekunder yang dapat memperpendek perjalanan
penyakit dengan cara pemberian obat-obatan. Dan yang terakhir adalah
pencegahan tersier yang dapat mencegah kecacatan, merupakan pencegahan
lebih lanjut atau konsekuensinya baik secara psikososial.
KLASIFIKASI GANGGUAN MENTAL PERILAKU ONSET MASA
KANAK-REMAJA
dr. Eri Ahmad, Sp.KJ
Jumat, 29 Mei 2020 08.00 -10.00 WIB
Terdapat tiga bagian besar klasifikasi gangguan mental perilaku yaitu retadarsi
mental (F70-F79), yang kedua disorder of psychological development (F80-F89) dan
yang ketiga behavioral and emotional disorders with onset usually occurring in
childhood and adolescence (F90-F98).
Gangguan mental kanak - remaja dilihat dari jenisnya dibagi menjadi gangguan
interaksi sosial yaitu autisme, aspergers syndrome. Gangguan internalisasi yaitu
gangguan ansietas, depresi, respon terhadap trauma. Gangguan eksternalisasi yaitu
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas dan gangguan tingkah laku.
Gangguan pola makan dan penyalahgunaan zat terjadi pada masa remaja yaitu
perilaku menyakiti diri sendiri, retardasi mental jenis gangguan disabilitas
pembelajaran, onset dini. Gangguan mental berat yaitu skizofrenia dan bipolar.
A. Retardasi Mental (F70-F79) atau intelectual disabilities, ditandai dengan
penurunan kecerdasan merupakan perkembangan jiwa yang tidak lengkap
baik dari fungsi kognitif maupun bahasa, motorik dan sosial. Anak retardasi
mental tidak mampu hidup mandiri dan pasti membutuhkan bantuan orang
lain untuk menjalankan kehidupannya, diikuti dengan gangguan autisme atau
dengan penyakit fisik misalnya gangguan epilepsy. Penyebabnya sangat
multipel nencakup genetik, toksin dan infeksi prenatal, prematuritas. Pada
kondisi lain juga bisa sindroma down, sindroma fragile x, penilketonuria yang
merupakan penyebab retadasi mental dari sedang sampai berat.
B. Austisme Masa Kanak (F84.0) ditandai dengan adanya perkembangan
sebelum usia 3 tahun yang meliputi hendaya interakhsi sosial yang selalu ada
secara kualitatif, hendaya kualitatif komunikasi yang berupa ketidakmampuan
dalam hal komunikasi timbal balik, keluwesan bahasa ekspresif dan respon
emosional serta modulasi dan isyarat tubuh, hendaya perilaku seperti minat
dan kegiatan yang terbatas perilaku yang berulang dan stereotipik, kelekatan
yang khas terhadap benda tertentu yang tidak wajar. Tidak semua anak yang
terkena autisme ada gangguan pada IQ nya, bahkan ada beberapa anak yang
IQ nya melebihi normal.
C. Gangguan campuran antara gangguan emosional dan perilaku yang terjadi
pada masa kanak-remaja (F90 - F98). Memiliki masing-masing koding
terdapat jenis-jenisnya tersendiri, kodingnya dimulai dari F90 hyperkinetic
disorder (F90.1 hiperkinetic conduct disorder), F91 conduct disorder (F91.2
socialized conduct disorder), F92 mixed diorders of conduct and emotions
(F92.0 depressive conduct disorder), F93 emotional disorders with onset
spesific to chilhood (F93.3 sibling rivalry disorder), F94 disorders of social
functioning with onset spesific to chilhood and adolescence, F95 tic disorders,
F98 other behavioural and emotional disorders with onset usually occuring in
chilhood and adolescence (F98.0 nonorganic enuresis).
D. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) Onsetnnya terjadi
sebelum usia 7 tahun, ditandai dengan gangguan konsentrasi, aktifitas dan
organisasi, timbul masalah pada lingkungan rumah, sekolah dan kelompok
bermain.
E. Conduct Disorder F91 atau gangguan tingkah laku, paling banyak pada laki-
laki ditandai dengan agresif dan pelanggaran norma-norma sosial dan
peraturan utama setempat. Perilaku yang merupakan gangguan adalah
perkelahian, tindakan menggertak yang berlebihan, melakukan kekejaman
terhadap hewan atau sesama manusia, melakukan tindakan perusakan yang
hebat atas barang orang lain, tindakan membakar sesuatu, criminal seperti
pencurian, tindakan pendustaan yang berulang-ulang, membolos dari sekolah
dan lari dari rumah, sering melupakan kemarahan yang hebat, provokatifyang
menyimpang.
F. Gangguan campuran tingkah laku dan emosi F92 ciri khasnya yaitu adanya
gabungan dari perilaku agresif, dissosial atau menentang yang menetap disetai
gejala emosi yang nyata seperti depresi, ansietas atau gangguan emosi
lainnya. Gangguan emosi tersebut cukup berat.
G. Gangguan tingkah laku depresid F92.0 merupakan kombinasi dari gangguan
tingkah laku masa kanak F91 dengan keadaan depresif yang berkelanjutan dan
menetap. Gejalanya berupa rasa duka yang berlebihan, hilangnya minat dan
kesukaan terhadap kegiatan sehari-hari, sikap menyesali diri sendiri dan
keputus asaan, sering juga susah tidur atau kurang nafsu makan. Khusus pada
remaja muda menampilkan gejala depresi tanpa menyadari bahwa sebenarnya
mengalami gangguan depresi. Adolescent Depression remaja yang mengalami
depresi menunujukan sensitif emosi yang berlebihan, menampilkan perilaku
rendah diri dan perasaan bersalah, keluhan fisik seperti sakit kepala, gangguan
pola tidur, bolos, sulit konsentrasi, mudah tersinggung, perasaan bosan.
Kondisi berat yaitu prestasi sekolah merosot dan memutuskan untuk bunuh
diri.
H. Suicidal Ideation, Faktor risiko remaja melakukan bunuh diri karena adanya
gangguan mental, gangguan alam perasaan dan gangguan pola makan riwayat
keluarga yang bunuh diri, riwayat penggunaan zat, tidak adanya harapan,
agresif dan keadaan mempersulit keburukan rumah tangga. Tanda-tanda
peringatan perilaku bunuh diri yaitu mengungkapkan, membaca dan
menuliskan perilaku bunuh diri, remaja mengunjungi orang-orang
mengucapkan perpisahan, perilaku ceroboh melukai diri sensiri, perilaku
kabur, mengembalikan barang - barang yang dipinjamnya atau membagikan
barangnya.
Daftar pustaka
1. Widiastuti, Daisy & Sekartini, Rini. Deteksi Dini, Faktor Risiko, dan Dampak
Perlakuan Salah pada Anak. Sari Pediatri. 2016
2. Ningtyas AR. Dkk. Review Artikel: Farmakoterapi Depresi Dan Pengaruh
Jenis Kelamin Terhadap Efikasi Antidepresan. Farmaka. Suplemen Volum 16
Nomor 2. Unpad. Bandung; 2018.
3. Putro KZ. Memahami Ciri dan TUgas Perkembangan Remaja. Vol.17(1);
Jurnal Aplikasi Ilmu – ilmu Agama. 2017.
4. Nuari NA. Analisis Perilaku Pencegahan Child Sexual Abuse Oleh Orang Tua
Pada Anak Usia Sekolah. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2016.
5. Holland AJ. Classification, Diagnosis, Psychiatris Assessment, And Needs
Assessment Oxford Textbook Of Psychiatry. Oxford University Press. 2010
6. Marchdante, Karen J. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke-6.
Singapur; Elsevier; 2018.
7. Khalid Z. Pes Planus And Genu Valgum Factor Associated. The Professional
Medical Journal. 2015:22(10):1237-1244.
8. Walker JL, Hosseinzadeh P, White H, et al. Idiopathic Genu Valgum and Its
Association With Obesity in Children and Adolescents. J Pediatr Orthop.
2019 ; 39(7) :347‐352.
9. Hafifah A., Puspitasari IM. Farmakoterapi dan Rehabilitasi Psikososial pada
Skizofrenia. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. 2018 : 16(2) ; 210-
119.