Anda di halaman 1dari 93

PLENO MODUL 5

BLOK 4.2
KELOMPOK 25D
TUTOR:dr. Biomechy Oktomalio Putri, M.Biomed
ANGGOTA
Wahyu Zikra
Hengki Prasetia
Rezky Fajriani Anugra
Putri Fernizi Harfah
Mayang Permata Sari
Restu Evanila Putri
Araminta Nabila Zaima
Rani Ilma Imani
Mutia Oktaviani D
Skenario 5: Apakah Dokter Malpraktik?
Nyonya Nina umur 29 tahun seorang karyawan swasta dibawa ke rumah sakit karena
mengeluh keluar air-air dari kemaluan. Ny. Nina sedang hamil anak pertama, dengan usia
kehamilan sudah cukup bulan. Ini merupakan kehamilan yang sangat dinanti oleh keluarga
besar karena setelah 10 tahun menikah baru Ny.Nina hamil. Sampai di IGD RS Ny. Nina
diterima oleh petugas medis, petugas melakukan anamnesa singkat dan pergi tanpa
memberikan penjelasan apa-apa. Setelah 1 jam menunggu, keluarga bertanya kepada
petugas yang ada di IGD, petugas menyatakan Ny.Nina akan diperiksa dulu oleh dokter
spesialis baru dilakukan tindakan selanjutnya. Setelah 4 jam menunggu baru dokter datang,
Ny.Nina diperiksa dan dokter menyarankan untuk segera dioperasi karena gawat janin. Satu
jam di ruang operasi petugas medis menemui keluarga dan menyatakan anak dalam
kandungan Ny.Nina tidak bisa diselamatkan.
Keluarga kaget dan sedih karena mereka merasa itu adalah kelalaian pihak RS dan dokter
karena baru dilakukan tindakan setelah 4 jam menunggu.Salah satu anggota keluarga Ny
Nina adalah pengacara, beliau banyak tahu tentang peraturan peraturan yang mengatur
praktek dokter. Diantaranya pada pasal di dalam UU Praktek Kedokteran menyebutkan
keluarga boleh melaporkan dokter ke pihak berwenang. Keluarga menyatakan RS dan dokter
telah melakukan malpratek. Keluarga tidak mau menerima dan berniat untuk melaporkan
dokter dan rumah sakit ke aparat penegak hukum, organisasi profesi dan komite etik.
Somasi dari keluarga diterima oleh pihak rumah sakit dan dokter yang merawat Ny.Nina
dipanggil oleh komite etik rumah sakit untuk mengklarifikasi kasus tersebut. Bagaimana
anda menjelaskan kasus diatas dilihat dari aspek medikolegal?
Terminologi
Malpraktik: Kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
oleh nakes dalam melaksanakan profesinya yang tidak
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional, akibat kesalahan atau kelalaian tersebut
pasien menderita luka berat, cacat bahkan meninggal
dunia.
Komite etik RS: Badan yang dibentuk dalam rangka
pengawasan terhadap penelitian kedokteran dan
kesehatan.
Somasi: Sebuah teguran terhadap pihak calon tergugat
pada proses hukum.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana regulasi sumber daya manusia di IGD?
2. Apa prosedur yang dilakukan di IGD terhadap nyonya Nina
sudah benar? Jika terdapat kesalahan dimana?
3. Bagaimana cara menyampaikan berita duka kepada
pasien?
4. Apa undang-undang yang mengatur tentang praktik
kedokteran?
5. Bagaimana sistem pelaporan malpraktik?
6. Apa peranan penegak hukum, organisasi profesi, dan
komite etik pada kasus malpraktik?
7. Apa sanksi yang dapat diberikan kepada dokter jika
melakukan malpraktik?
Bagaimana regulasi sumber daya manusia di IGD?
RS tipe A:
- Dokter subspesialis: semua on call
- Dokter spesialis: 4 besar + anestesi on site, dr
spesialis lain on call
- Dokter PPDS: on site 24 jam
- Dokter umum: on site 24 jam
RS tipe B:
- Dokter spesialis: Bedah, anak, obgyn, penyakit
dalam on site, dr spesialis lain on call
- Dokter PPDS: on site 24 jam (RS pendidikan)
- Dokter umum: on site 24 jam
RS tipe C:
- Dokter spesialis: Anak, bedah, obgyn, penyakit
dalam on call
- Dokter umum: on site 24 jam
RS tipe D:
- Dokter umum: onsite 24 jam
Apa prosedur yang dilakukan di IGD terhadap
nyonya Nina sudah benar? Jika terdapat
kesalahan dimana?
- Membiarkan pasien menunggu lama tanpa
adanya konfirmasi
- Tidak memberikan informasi secara jelas
kepada pasien
- Tidak melakukan tatalaksana awal terhadap
pasien
- Tidak ada dokter spesialis yang on site
Bagaimana cara menyampaikan berita duka
kepada pasien?
- Persiapan
- Mencari tahu sebanyak apa informasi yang
sudah dimiliki pasien
- Mencari tahu sebanyak apa informasi yang
ingin diketahui pasien
- Berbagi informasi
- Menanggapi perasaan pasien
- Perencanaan dan tindak lanjut
Apa undang-undang yang mengatur tentang
praktik kedokteran?
- UU no. 29 tahun 2004tentang praktik kedokteran
- UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
- UU no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
- UU no. 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan
Bagaimana sistem pelaporan terhadap kasus
malpraktik?
- Membuat pengaduan secara tertulis dengan
mengisi formulir yang dapat di download di
www.inamc.or.id atau memperoleh formulir
melalui telepon di nomor 021-72800920
- Bila tidak dapat membuat pengaduan secara
tertulis, maka dapat mendatangi kantor
MKDKI
Apa peranan penegak hukum, organisasi
profesi, dan komite etik pada kasus
malpraktik?
- Penegak hukum: Memutuskan apakah dokter
bersalah atau tidak
- Komite etik RS: Menangani berbagai masalah
etik yang timbul di rumah sakit
- IDI: Melakukan pembinaan dan pengawasan
praktik kedokteran
Apa sanksi yang dapat diberikan kepada
dokter jika melakukan malpraktik?
Sanksi administratif:
- Peringatan tertulis
- Pencabutan STR dan/atau SIP
- Kewajiban mengikuti pendidikan atau
pelatihan di institusi pendidikan kesehatan
Sanksi pidana (kurungan penjaran atau denda)
Sanksi perdata
SKEMA
Anamnesis Tidak informed
Nina Keluar Air
Datang ke Singkat oleh consent
dari Kemaluan,
IGD petugas Pasien menunggu
Cukup Bulan
medis lama

Keluarga mengganggap Bayi


malpraktek Meninggal

Pengaduan
UU praktek kedokteran
kasus Somasi
dan UU kesehatan
malpraktek

Rumah Sakit

MKDKI dan MKKI

Komite Etik
Rumah Sakit
Learning Objectives
Peraturan-peraturan yang mengatur profesi
dan jabatan dokter
Peranan komite etik medik dalam praktik
kedokteran
Isu-isu legal dalam praktik kedokteran
Undang-undang kesehatan RI
Peraturan yang mengatur profesi
dan jabatan dokter
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29
TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

Prektek kedokteran adalah rangkaian kegiatan


yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi
terhadap pasien dalam melaksanakan upaya
kesehatan;
Dokter dan dokter gigi adalah dokter , dokter
spesialis dokter gigi, dan dokter spesialis lulusan
pendidikan kedokteran atau kedokteran baik di
dalam maupun luar negeri yang diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
Terdiri dari 12 BAB dan 88 Pasal
Surat Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 34
Tahun 1983, didalamnya terkandung beberapa
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh dokter di
Indonesia. Kewajiban-kewajiban tersebut
meliputi:
1) Kewajiban umum;
2) Kewajiban terhadap penderita;
3) Kewajiban terhadap teman sejawatnya;
4) Kewajiban terhadap diri sendiri.
UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Uu tentang malpraktek
Peranan Komite Etik Medik dalam
Praktik Kedokteran
Pelanggaran Etik
suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar
hanya akan membawa akibat sanksi moral bagi
pelanggarnya.
suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi
disiplin profesi bentuk peringatan hingga ke bentuk
yang lebih berat : kewajiban menjalani pendidikan /
pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten),
pencabutan haknya berpraktik profesi.
Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam
rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut
melanggar etik (profesi) kedokteran.
RUANG LINGKUP ETIKA
KEDOKTERAN
Pertimbangan dan usulan pelaksanaan
etika kepada pengurus IDI setingkat
Bimbingan dan pengawasan etika kepada
seluruh dokter
MKEK
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan
pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar
norma hukum), maka ia akan dipanggil dan
disidang oleh Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai
pertanggung-jawaban (etik dan disiplin
profesi)nya.
Persidangan MKEK bertujuan untuk
mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme
dan keluhuran profesi.
Persidangan MKEK
Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas
profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap
aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan
atau perorangan sebagai penuntut.
Persidangan MKEK secara formiel tidak
menggunakan sistem pembuktian sebagaimana
lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun
perdata, namun demikian tetap berupaya
melakukan pembuktian mendekati ketentuan-
ketentuan pembuktian yang lazim
Wewenang MKEK :
Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang
memperoleh :
Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung
dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang
terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang
dibutuhkan
Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam
bentuk berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti
keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin
Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat
kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit,
hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis,
dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.
Putusan MKEK
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan
peradilan tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di
pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam
bentuk permintaan keterangan ahli.
Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan
kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan
ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya
persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim
pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan
MKEK
Eksekusi
Eksekusi Putusan MKEK Wilayah
dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah
dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan
Profesi yang bersangkutan.
Khusus untuk SIP, eksekusinya
diserahkan kepada Dinas Kesehatan
setempat. Apabila eksekusi telah
dijalankan maka dokter teradu menerima
keterangan telah menjalankan putusan
PENANGANAN SENGKETA MEDIK

Identifikasi seluruh masalah keluhan


utama pasein
Dokter teradu diminta untuk membuat
kronologi lengkap mengenai kasus itu
Menganalisa secara ilmiah dengan
pertimbangan dari ahli terkait
Lakukan konfrontasi dengan pengadu
upayakan damai
BILA SAMPAI PENGADILAN
Tidak jarang kasus sudah disidik polisi
Dan dilimpahkan kejaksaan
Terus sampai pengadilan
IDI dalam hal ini MKEK akan diminmta
menjadi saksi ahli
Keputusan di majelis hakim
Vonis sesuai undang-2 yang berlaku
MAJELIS KEHOMATAN DISIPLIN
KEDOKTERAN INDONESIA
Disingkat MKDI
Lembaga yang yang berwenang untuk
menentukan ada dan tidaknya kesalahan
yang dilakukan oleh dokter dalam
penerapan disiplin ilmu kedokteran dan
menetapkan sanksi
Dibentuk ditingkat Pusat dan provinsi
UU PRADOK NO. 29 THN 2004

PASAL 55 AYAT (1)


MENEGAKKAN DISIPLIN DOKTER DAN
DOKTER GIGI DALAM
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
KEDOKTERAN
NORMA
DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN

ATURAN
PENERAPAN
KEILMUAN
KEDOKTERAN

DISIPLIN

ATURAN
ATURAN
HUKUM
PENERAPAN
KEDOKTERAN
ETIKA
ETIKA HUKUM
KEDOKTERAN
(KODEKI)
Tugas MKDI
Menerima pengaduan, memeriksa dan
memutuskan kasus pelanggaran disiplin
dokter yang diajukan
Menyusun pedoman dan tatacara
penanganan kasus pelanggaran disiplin
dokter
MKDP bekerja sebagai MKDI ditingkat
provinsi
MKDKI-MKEK
Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah disiplin
profesi, yaitu permasalahan yang timbul
sebagai akibat dari pelanggaran seorang
profesional atas peraturan internal profesinya,
yang menyimpangi apa yang diharapkan akan
dilakukan oleh orang (profesional) dengan
pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata.
Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan
adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan
meneruskan kasus tersebut kepada MKEK.
Kedudukan MKDI
Sebagai lembaga otonoom dari Konsil
Kedokteran Indonesia
Anggota-2 ditetapkan oleh Menteri atas
usulan organisasi profesi
Masa bakti MKDI adalah 5 tahun dan
dapat disusulkan kembali untuk 1 kali
masa jabatan lagi
Keanggotaan
Keanggotaan MKDI terdiri atas
3 orang dokter dari organisasi profesi
1 orang dokter dari asosiasi Rumah Sakit (
dalam hal ini PERSI)
3 orang sarjana hukum
Syarat-2 keanggotaan MKDI
WNI, berkelakuan baik, taqwa sehat
Usia ,inimal 40 maksimal 65 pada waktu
diangkat
Minimal pengalaman praktek 10 tahun dan
memiliki STR dan SIP
Bagi Sarjana Hukum berpengalaman minimal
10 tahun
Cakap jujur moral baik etika integritas tinggi
reputasi baik
PELANGGARAN & CARA PENANGANAN

ETIKA
MKEK
DR DISIPLIN
MKDKI
DRG
SENGKETA HUKUM PERADILAN PIDANA
PERADILAN PERDATA

SENGKETA PERADILAN TUN


NON HUKUM
LEMBAGA MEDIASI
(ADR)
DISIPLIN KEDOKTERAN
KEPATUHAN MENERAPKAN ATURAN ATURAN/
KETENTUAN PENERAPAN KEILMUAN DLM PELAKSANAAN
PELAYANAN.
LEBIH KHUSUS: KEPATUHAN MENERAPKAN KAIDAH-
KAIDAH PENATALAKSANAAN KLINIS (ASUHAN MEDIS)
YANG MENCAKUP:
~ PENEGAKAN DIAGNOSIS
~ TINDAKAN PENGOBATAN (TREATMENT)
~ MENETAPKAN PROGNOSIS
DENGAN STANDAR/ INDIKATOR:
- STANDAR KOMPETENSI, STD PERILAKU
ETIS, STD ASUHAN MEDIS DAN STD KLINIS.
DALAM MELAKSANAKAN PRAKTIK KEDOKTERAN,
HARUS DILAKUKAN SESUAI DENGAN:

1. STANDAR PELAYANAN,
2. STANDAR PROFESI DAN
3. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

SUMBER: UUPK
DISIPLIN KEDOKTERAN MERUPAKAN
KEPATUHAN MEMENUHI
- STANDARD OF CARE
- CLINICAL STANDARD
- STANDARD OF COMPETENCE
- STANDARD OF PROFESSIONAL
ATTITUDE
- DAN ATURAN/ KETENTUAN TERKAIT
DALAM ASUHAN MEDIS
(PENATALAKSANAAN KLINIS PASIEN)
PELANGGARAN DISIPLIN
(SERIOUS PROFESSIONAL MISCONDUCT)
KEPUTUSAN KKI No. 17/KKI/KEP/VIII/2006

KEGAGALAN PENATALAKSANAAN PASIEN OK :


- KETIDAKCAKAPAN (INCOMPETENCE)
- KELALAIAN (GROSS NEGLIGENCE)
PERILAKU TERCELA (MENURUT UKURAN PROFESI)
KETIDAKLAIKAN FISIK & MENTAL (UNFIT TO PRACTICE)

ATAU DENGAN KATA LAIN

TIDAK MEMENUHI:
- STANDARD OF CARE, CLINICAL STANDARD
- STANDARD OF COMPETENCE
- STANDARD OF PROFESSIONAL ATTITUDE
- DAN ATURAN/ KETENTUAN TERKAIT
FILOSOFI PENEGAKAN DISIPLIN

TUJUAN PENEGAKAN DISIPLIN


UTAMA : PROTEKSI PASIEN
LAIN-LAIN :
1. JAGA MUTU DR/ DRG
2. JAGA KEHORMATAN PROFESI
KEDOKTERAN/ KEDOKTERAN GIGI
TAHAP PENEGAKAN DISIPLIN OLEH MKDKI

TAHAP 1: INVESTIGATIONAL STAGE (TAHAP INVESTIGASI)


- PENGADUAN (ADMISSION)
~ VERIFIKASI
- PEMERIKSAAN AWAL OLEH MPA
~ INVESTIGASI (INQUIRY)
TAHAP 2: ADJUDICATORY STAGE (PEMERIKSAAN DAN
KEPUTUSAN)
- PEMERIKSAAN DISIPLIN OLEH MPD
~ PEMBUKTIAN
- PENGAMBILAN KEPUTUSAN
TAHAP PENEGAKAN DISIPLIN
OLEH MKDKI

TAHAP 3: DISPOSITIONAL STAGE (PENYAMPAIAN


KEPUTUSAN)
- PEMBACAAN KEPUTUSAN
- PENGAJUAN KEBERATAN TERADU (JIKA ADA)
- PENYAMPAIAN KEPUTUSAN KEPADA PIHAK
TERKAIT
PENANGANAN PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN (TAHAP
MPA)

Penetapan Majelis Pemeriksa Awal


Setiap orang atau Pengaduan tertulis
Pemeriksa Awal Investigasi
kepentingan yang
dirugikan Oleh Ketua MKDKI
Verifikasi
Keputusan MPA

Ditolak Diluar disiplin


Pelanggaran Etik Pelanggaran Disiplin

PE LAK SANAAN K E PU T U SAN MAJ E LI S PE ME RI K SA AWAL

Kepada Pengadu Penetapan Majelis Pemeriksa


Sekretariat MKDKI/
Disiplin oleh Ketua MKDKI
MKDKI-P

Organisasi Profesi
PENANGANAN PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN
(TAHAP MPD)
Penetapan Majelis KEPUTUSAN
Pemeriksaan Awal Pemeriksaan
Pemeriksa o/Ketua
Pelanggaran Proses
MKDKI
Disiplin Pembuktian

Bebas / tidak Peringatan tertulis Rekomendasi Mengikuti Pendidikan/


bersalah pencabutan SIP/STR pelatihan

PELAKSANAAN KEPUTUSAN

Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat


MKDKI/MKDKI MKDKI/MKDKI MKDKI/MKDKI PROV MKDKI/MKDKI PROV
PROV PROV

KKI Dinkes
Kab/Kota
KKI
STR
SIP

Dokter/ Dokter/ Dokter/ Institusi Kolegium


dokter gigi dokter gigi dokter gigi Pendidikan
PENGADUAN (PASAL 66 UU PRADOK)
SETIAP ORANG YANG MENGETAHUI ATAU
KEPENTINGANNYA DIRUGIKAN ATAS TINDAKAN
DOKTER ATAU DOKTER GIGI DALAM
MENJALANKAN PRAKTIK KEDOKTERAN DAPAT
MENGADUKAN SECARA TERTULIS KEPADA KETUA
MKDKI
PENGADUAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA
AYAT (1) DAN AYAT (2) TIDAK MENGHILANGKAN
HAK SETIAP ORANG UNTUK MELAPORKAN
ADANYA DUGAAN TINDAK PIDANA KEPADA PIHAK
YANG BERWENANG DAN/ATAU MENGUGAT
KERUGIAN PERDATA KE PENGADILAN.
ALAT BUKTI

SURAT-SURAT/DOKUMEN TERTULIS
KETERANGAN SAKSI
PENGAKUAN TERADU
KETERANGAN SAKSI AHLI
BARANG BUKTI
SIFAT SIDANG

SIDANG MAJELIS PEMERIKSA


DISIPLIN : TERTUTUP
SIDANG PEMBACAAN AMAR
KEPUTUSAN MAJELIS PEMERIKSA
DISIPLIN : TERBUKA
MACAM KEPUTUSAN
TIDAK BERSALAH
BERSALAH DENGAN SANKSI:
- PERINGATAN TERTULIS
- REKOMENDASI PENCABUTAN STR
ATAU SIP, SEMENTARA (MAX 1 TH)
ATAU SELAMANYA
- DAN ATAU KEWAJIBAN MENGIKUTI
PENDIDIKAN/ PELATIHAN
SIFAT SANKSI DISIPLIN
KEPUTUSAN SANKSI DISIPLIN OLEH
MKDKI MERUPAKAN KEPUTUSAN TUN
(BESCHIKKING)
KEPUTUSAN BERSIFAT FINAL
PENGAJUAN KEBERATAN BILA ADA
BUKTI BARU
BENTUK PELANGGARAN
DISIPLIN KEDOKTERAN
1. TIDAK KOMPETEN/ CAKAP
2. TIDAK MERUJUK
3. PENDELEGASIAN KPD NAKES YG TDK KOMPETEN
4. DR/ DRG PENGGANTI TDK BERITAHU KE PASIEN,
TDK PUNYA SIP
5. TDK LAIK PRAKTIK (KESEHATAN FISIK & MENTAL)
6. KELALAIAN DLM PENATALAKSANAAN PASIEN
7. PEMERIKSAAN DAN PENGOBATAN BERLEBIHAN
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN

8. TDK BERIKAN INFORMASI YG JUJUR


9. TDK ADA INFORMED CONSENT
10. TDK BUAT/ SIMPAN REKAM MEDIK
11. PENGHENTIAN KEHAMILAN TANPA INDIKASI MEDIS
12. EUTHANASIA
13. PENERAPAN PELAYANAN YG BLM DITERIMA KEDOKTERAN
14. PENELITIAN KLINIS TANPA PERSETUJUAN ETIS
15. TDK MEMBERI PERTOLONGAN DARURAT
16. MENOLAK/ MENGHENTIKAN PENGOBATAN TANPA ALASAN
YG SAH
17. MEMBUKA RAHASIA MEDIS TANPA IZIN
18. BUAT KETERANGAN MEDIS TDK BENAR
19. IKUT SERTA TINDAKAN PENYIKSAAN
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN

20. PERESEPAN OBAT PSIKOTROPIK/NARKOTIK TANPA


INDIKASI
21. PELECEHAN SEKSUAL, INTIMIDASI, KEKERASAN
22. PENGGUNAAN GELAR AKADEMIK/ SEBUTAN
PROFESI, PALSU
23. MENERIMA KOMISI THD RUJUKAN/ PERESEPAN
24. PENGIKLANAN DIRI YG MENYESATKAN
25. KETERGANTUNGAN NAPZA
26. STR, SIP, SERTIFIKAT KOMPETENSI TDK SAH
27. IMBAL JASA TDK SESUAI TINDAKAN
28. TDK BERIKAN DATA/ INFORMASI ATAS
PERMINTAAN MKDKI
MKDKP
Keanggotaan MKDKP terdiri atas
2 orang dokter
1 orang sarjana hukum
Semuanya atas usulan dari organisasi
profesi setingkat provinsi
Tata kerja
Ada sekretariat tetap
Rapat pleno
Rapat koordinasi pimpinan
Alur tata cara penanganan kasus
pelanggaran
Pengaduan dari masyarakat verifikasi
penetapan ketua MKDKI pemeriksaan proses
dan pembuktian KEPUTUSAN
Keputusan :
Penolakan
Peringatan tertulis
Rekomendasi : Mengikuti Pendidikan Pelatihan,
pencabutan SIP
Keputusan
Tidak bersalah
Bersalah dan pemberian sanksi disiplin
Ditemukan pelanggaran etika
Isu-Isu Legal dalam Praktik
Kedokteran
UU PRAKTIK KEDOKTERAN (NOMOR 29
TAHUN 2004 )
PASAL 1
Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien
dalam melaksanakan upaya kesehatan.
PASAL 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
a. memberikan perlindungan kepada pasien
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,
dokter dan dokter gigi.
TUGAS KKI
KKI mempunyai tugas (Pasal 7 Undang-undang
Praktik Kedokteran nomor 29 tahun 2004):
Melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;
Mengesahkan standar pendidikan profesi
dokter dan dokter gigi; dan
Melakukan pembinaan terhadap
penyelenggaraan praktik kedokteran yang
dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai
dengan fungsi masing-masing.
FUNGSI KKI
KKI mempunyai fungsi (Pasal 6 Undang-
undang Praktik Kedokteran nomor 29 tahun
2004), yaitu fungsi pengaturan, pengesahan,
penetapan, serta pembinaan dokter dan
dokter gigi yang menjalankan praktik
kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan medis.
Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia (MKDKI)
PASAL 55
1. Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam
penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
2. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan
lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia.
3. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam
menjalankan tugasnya bersifat independen.
PASAL 64
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas :
a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus
pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan
b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus
pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK)
TUGAS
a. Secara umum menyampaikan pertimbangan pelaksanaan etika
kedokteran dan usul secara lisan dan tertulis, diminta atau tidak diminta
kepada pengurus IDI setingkat (Pasal 9 angka 1 Pedoman MKEK).
b. Ikut mempertahankan hubungan dokter dan pasien sebagai hubungan
kepercayaan (Pasal 10 ayat (1) Pedoman MKEK).
c. Membantu penyelenggaraan uji kompetensi khusus bidang etika
kedokteran oleh perangkat dan jajaran IDI yang setingkat maupun oleh
institusi kedokteran lain yang memerlukannya (Pasal 10 ayat (4) Pedoman
MKEK).
d. Membantu IDI yang setingkat dalam menyelesaikan dan
menyidangkan kasus status keanggotaan organisasi profesi dokter (Pasal
10 ayat (6) Pedoman MKEK).
e. Bertanggung jawab dalam menjabarkan kebijakan dan garis-garis
besar program pembinaan etika kedokteran seluruh Indonesia dan
mengkoordinasikannya untuk tingkat provinsi (Pasal 18 ayat (2) Pedoman
MKEK)
UNDANG UNDANG KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Sejarah:
UU No 9 tahun 1960
UU No 23 tahun 1992
UU No 36 tahun 2009
UU NO 36 TAHUN 2009 TENTANG
KESEHATAN

Terdiri dari:
XII Bab
205 Pasal
(2 pasal ketentuan Peralihan)
BAB I
KETENTUAN UMUM
pasal 1

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,


mental spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yg
mengabdikan diri dlm bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yg untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan
Pasal 1

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat


dan/atau tempay yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitataif
yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat
Tehnologi kesehatan adalah segala bentuk alat
dan/atau metode yang ditujukan untuk membantu
menegakkan diagnosa, pencegahan dan penanganan
permasalahan kesehatan manusia
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
(psl 4 psl 13)

Setiap orang berhak :


- atas kesehatan
- mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan
- Pelayanan kesehatan yg aman, bermutu dan terjangkau
- Secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri
pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya
- Mendapat lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan
- Mendapat informasi dan edukasi tentang kesehatan yang
seimbang dan bertanggung jawab
- Memperoleh informasi ttg data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun akan
diterimanya dari tenaga kesehatan
BAB IV
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
Pasal 14 pasal 20
Bab V
Sumber Daya di bidang kesehatan
Bagian kesatu tenaga kesehatan
(psl 21 psl 29)
Bagian kedua fasilitas pelayanan kesehatan
(psl 30 35)
Bagian ketiga perbekalan kesehatan
(psl 36-41)
Bagian keempat Tehnologi dan produk
teknologi (psl 42-45)
BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian kesatu umum (psl 46 51)
Bagian kedua Pelayanan Kesehatan (psl 52 -125) terdiri atas delapan belas bagian
- pemberian pelayanan
- perlindungan pasien
- pelayanan kesehatan tradisional
- peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
- penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
- kesehatan reproduksi
- kesehatan sekolah
- kesehatan olah raga
- pelayanan kesehatan pada bencana
- pelayanan darah
- kesehatan gigi dan mulut
- penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
- kesehatan matra
- pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
- pengamanan makanan dan minuman
- pengamanan zat adiktif
- bedah mayat

BAB VII
KESEHATAN IBU, BAYI, ANAK, REMAJA, LANJUT
USIA DAN PENYANDANG CACAT
(psl 126 psl 140)

Bagian kesatu kesehatan ibu, bayi dan anak


Bagian kedua kesehatan remaja
Bagian ketiga kesehatan lanjut usia dan
penyandang cacat
BAB VIII
GIZI
(psl 141 -143)

BAB IX
KESEHATAN JIWA
(psl 144 151)

BAB X
PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK
MENULAR
(psl 152 161)
BAB XI
KESEHATAN LINGKUNGAN
(psl 162 psl 163)

BAB XII
KESEHATAN KERJA
(PSL 164 166)

BAB XIII
PENGELOLAAN KESEHATAN
(psl 167)
BAB XIV
INFORMASI KESEHATAN
(psl 168 169)

BAB XV
PEMBIAYAAN KESEHATAN
(psl 170 173)

BAB XVI
PERAN SERTA MASYARAKAT
(PSL 174)
BAB XVII
BADAN PERTIMBANGAN KESEHATAN
(psl 175 psl 177)

BAB XVIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
(psl 178 187)

BAB XIX
PENYIDIKAN
(psl 189)

BAB XX
KETENTUAN PIDANA
(psl 190 201)
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
(PSL 2002 2003)

BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
(psl 204 205)

Lembaran negara RI tahun 2009 nomor 144


FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

Jenis pelayanan
- pelayanan kesehatan perorangan
- pelayanan kesehatan masyarakat
Fasilitas meliputi
- pelayanan kesehatan tingkat pertama
- pelayanan kesehatan tingkat kedua
- pelayanan kesehatan tingkat ketiga
Pelaksana oleh pihak pemerintah , pemerintah
daerah dan swasta
Perizinan dan fasilitas akan ditetapkan oleh PP
Fasilitas pelayanan kesehatan wajib :

Memberikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitian


dan pengembangan di bidang kesehatan,
Mengirimkan laporan hasil penelitian dan pengembangan
kepada pemerintah daerah atau Menteri
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan
baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nywa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu
Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik
pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien
dan/atau meminta uang muka
Pimpinan penyelenggara fasilitas kesehatan

Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas


pelayanan kesehatan harus
- memiliki kompetensi manajemen
kesehatan masyarakat yg dibutuhkan
- dilarang memperkerjakan tenaga
kesehatan yang tidak memilki kualifikasi dan
izin melakukan pekerjaan profesi
UPAYA KESEHATAN
Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk
kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitataif yang dilaksanakan secara
terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan
Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
bertanggung jawab atas penyelenggaraan upaya
kesehatan
Penyelenggaraan upaya kesehatan harus
memperhatikan fungsi sosial, nilai dan norma agama,
sosial; budaya, moral dan etika profesi
PERLINDUNGAN PASIEN
Setiap orang berhak menerima atau menolak
sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang
akan diberikan kepadanya setelah menerima dan
memahami informasi mengenai tindakan tsb secara
lengkap
Hak menerima tau menolak tidak berlaku pada :
- penyakit dapat secara cepat menular ke dalam
masyarakat yang lebih luas
- keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri, atau
- gangguan mental berat
Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan
pribadinya yang telah dikemukakan kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan

Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi


kesehatan pribadi tidak berlaku dalam hal :
- perintah undang undang
- perintah pengadilan
- izin ybs
- kepentingan masyarakat, atau
- kepentingan orang tsb
Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya
Tuntutan ganti rugi tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan darurat
PENYIDIKAN
Selain penyidik polisi negara RI, kepada
pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
dilingkungan pemerintahan yang
menyelenggarakan urusan di bidang
kesehatan juga diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Undang undang Nomor 8 thun 1981
tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
kesehatan
Penyidik berwenang
Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan
serta keterangan tentang tindak pidana di bidang
kesehatan
Melakukan pemeriksaan terhadap orang yg diduga
melakukan tindak pidana di bidang kesehatan
Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau
badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di
bidang kesehatan
Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau
dokumen lain tentang tindak pidana di bidang
kesehatan
wewenang

Melakukan pemeriksaan atau penyitaan


bahan atau barang bukti dalam perkara tindak
pidana di bidang kesehatan
Meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
biang kesehatan
Menghentikan penyidikan apabila tidak
terdapat cukup bukti yang membuktikan
adanya tindak pidana di bidang kesehatan
Kewenangan dilaksanakan oleh penyidik
sesuai dengan ketentuan Undang Undang
Hukum Acara Pidana
KETENTUAN PIDANA (12 pasal)
Psl 190
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan yg melakukan
praktik atau pekerjaan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yg dgn sengaja tidak
memberikan pertolongan pertama terhdp
pasien yg dlm keadaan gawat darurat dipidana
penjara paling lama 2 thn dan denda paling
banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta
rupiah)
Psl. 192

Setiap orang yg dgn sengaja memperjual


belikan organ atau jaringan tubuh dgn dalih
apapun dipidana penjara paling lama 10
(sepuluh) thn dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)

Anda mungkin juga menyukai