Anda di halaman 1dari 9

STUDI KASUS PEREDARAN PSIKOTROPIKA ILEGAL DI INDONESIA

Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah

Peraturan Perundang-undangan Kefarmasian

Dosen Pengampu : Dr. apt. Saeful Amin, M.Si

Disusun :

Nadira Dwi Putri

31119109

4C Farmasi

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA

2022
A. KASUS
B. PEMBAHASAN KASUS

Kepolisian Resor Pekalongan Kola,Jawa Tengah ,melalui operasi rutin yang digelar
selama sepekan terakhir ini mengungkapkan kasus peredaran psikotropika sekaligus
mengamankan tersangka MB (27) warga kecamatan Tirto. Kepala Polres Pekalongan
Kota mengatakan bahwa operasi tersebut polisi mengamankan sebanyak 8 butir
alprazolam dan 14 butir riklona yang disimpan didalam tas milik tersangka.

Kasus selanjutnya, Artis Roy Kiyoshi ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan


obat-obatan yang masuk dalam golongan psikotropika. Roy ditangkap di kediamannya di
kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu (6/5/2020). Berdasarkan pemeriksaan awal,
Roy mengaku membeli obat-obatan psikotropika secara online tanpa resep dokter.
Kompas.com mencoba melakukan pencarian obat-obatan psikotropika di beberapa e-
commerce besar di Indonesia, Minggu (10/5/2020). Faktanya, obat-obatan yang
seharusnya tidak dijualbelikan secara bebas, justru bisa ditemukan dengan mudah di e-
commerce. Obat-obatan tersebut di antaranya jenis trhexiphenydyl, hexymer, tramadol
dan obat-obat keras daftar G. Padahal, obat-obatan itu seharusnya diedarkan dan
dikonsumsi dengan resep dokter. Berdasarkan penelusuran Kompas.com, para penjual
atau seller mengelabui polisi dengan merubah nama obat-obatan tersebut misalnya
trhexiphenydyl menjadi mersi dan tramadol menjadi tm dexa. Obat jenis Trhexiphenydyl
dijual seharga Rp 30.000 - Rp 200.000 dan tramadol dijual seharga Rp 150.000 - Rp
250.000.

Kasus selanjutnya, Kamis 27 Juni 2019 berdasarkan info masyarakat tim gabungan
yang terdiri dari Deputi Penindakan Badan POM RI, Bidang Penindakan BPOM di
Padang, dan POLDA Sumatera Barat, menindak sarana ilegal penyimpanan obat
psikotropika dan obat keras di kawasan kota padang. Penindakan tersebut dilakukan
karena adanya dugaan distribusi Obat Psikotropika secara illegal kepada sarana yang
tidak memiliki izin. Sarana yang dimaksud adalah sebuah Rumah yang berada di
kawasan Kecamatan Padang Selatan. Dalam proses penindakan, pemilik tertangkap
tangan menerima paket yang setelah dibuka merupakan diduga Obat Psikotropika Tanpa
Izin Edar / Palsu. Selain itu, tim gabungan juga menemukan Obat Psikotropika dan Obat
keras lainnya yang disimpan di sarana illegal tersebut.
Berdasarkan pengakuan pemilik Obat Psikotropika dan Obat Keras tersebut akan
diedarkan kepada konsumen / pembeli. Adapun Barang Bukti yang disita oleh PPNS
BBPOM di Padang :

o Obat Psikotropika diduga palsu dan tanpa izin edar sebanyak 170.700 butir
tablet
o Obat - obat tertentu sebanyak 8.800 butir tablet
o Obat keras sebanyak 4.905 dus

Dari temuan diatas nilai ekonomi mencapai Rp. 510.000.000,- .Modus yang
dilakukan pemilik adalah menjual/mendistribusikan obat ilegal dengan menggunakan
jasa pengiriman maupun secara COD (Cash On Delivery).

Kasus yang terakhir yaitu,pemodal dua pabrik obat keras ilegal dan psikotropika di
Bantul dan Sleman, DI Yogyakarta , dibekuk. Polisi meringkus 13 orang di berbagai
daerah terkait dua pabrik psikotropika di jogja itu. Dua investor itu kemudian masuk
dalam daftar pencarian orang (DPO). Menurut polri, para penanam modal ini adalah
pihak yang paling banyak diuntungkan dari operasional pabrik tersebut.

Psikotropika adalah suatu zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktvitas mental dan
perilaku menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

Psikotropika terdiri dari 4 golongan

1. Golongan I: Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu


pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: Ekstasi).

2. Golongan II: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan
terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: Amphetamine).

3. Golongan III: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan


dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: Phenobarbital).
4. Golongan IV: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan
dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: Diazepam, Nitrazepam).

Pemakaian narkoba di luar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter, dan
pemakaiannya bersifat patologik (menimbulkan kelainan) dan menimbulkan hambatan
dalam aktivitas di rumah, sekolah atau kampus, tempat kerja dan lingkungan social.
Ketergantungan narkoba diakibatkan oleh penyalahgunaan zat yang disertai dengan
adanya toleransi zat (dosis semakin tinggi) dan gejala putus asa, yang memiliki sifat-sifat
keinginan yang tak terhankan, kecenderungan untuk menambah takaran (dosis),
ketergantungan fisik dan psikologis.

Penyalahgunaan psikotropika sangat memberikan efek yang tidak baik dimana bias
mengakibatkan adiksi (ketagihan) yang berakibat pada ketergantungan. Menurut Hawari,
hal tersebut terjadi karena sifat-sifat narkoba yang menyebabkan :

1) Keinginan yang tidak tertahankan (an over powering desire) terhadap zat yang
dimaksud dan kalau perlu dengan jalan apapun untuk memperolehnya.

2) Kecendrungan untuk menambahkan takaran atau dosis dengan toleransi tubuh.

3) Ketergantungan psikologis, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan


menimbulkan gejala-gejala kejiwaan, seperti kegelisahan, kecemasan, depresi, dan
sejenisnya.

4) Ketergantungan fisik yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan menimbulkan


gejala fisik yang dinamakan gejala putus obat (withdrawal symptoms)

Kejahatan narkoba merupakan kejahatan international (International Crime),


kejahatan yang terkoorganisir (Organize Crime), mempunyai jaringan yang luas,
mempunyai dukungan dana yang besar dan sudah menggunakan teknologi yang canggih.

Peredaran narkoba yang dilakukan dengan teknik canggih telah merambah seluruh
Indonesia. Dapat dikatakan terjadi perubahan modus dari para sindikat, dimana khusus
jenis psikotropika tidak lagi diimpor namun pengedarnya lebih memilih membuat pabrik
untuk memproduksi sendiri. Pengadaan bahan baku, peracikan, hingga perekrutan orang
terkait pembagian tugas dalam memproduksi narkoba benar-benar direncanakan dengan
baik. Hal ini dapat dikatakan ketika melihat tren kasus pabrik-pabrik narkoba yang terus
bermunculan

Peran penting pihak kepolisian dalam tugasnya memberantas kasus kejahatan terkait
narkoba harus didukung dengan baik,walaupun angka-angka kasus tersebut tetap
meningkat. Terungkapnya kasus-kasus di satu sisi memang dapat menjadi indikator
meningkatnya kerja polisi dalam memburu sindikat peredaran narkoba, namun di sisi lain
dapat memberi petunjuk betapa kebijakan pemerintah saat ini lemah dalam menghadapi
peredaran tersebut

Pencegahan penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika memerlukan peran bersama


antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

a. Peran Anggota Keluarga

Setiap anggota keluarga harus saling menjaga agar jangan sampai ada anggota
keluarga yang terlibat dalam penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika. Kalangan
remaja ternyata merupakan kelompok terbesar yang menyalahgunakan zat-zat
tersebut. Oleh karena itu, setiap orang tua memiliki tanggung jawab membimbing
anakanaknya agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan. Karena ketaqwaan
inilah yang akan menjadi perisai ampuh untuk membentengi anak dari
menyalahgunakan obat-obat terlarang dan pengaruh buruk yang mungkin datang dari
lingkungan di luar rumah.

b. Peran Anggota Masyarakat

Kita sebagai anggota masyarakat perlu mendorong peningkatan pengetahuan setiap


anggota masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan obat-obat terlarang. Selain itu,
kita sebagai anggota masyarakat perlu memberi informasi kepada pihak yang
berwajib jika ada pemakai dan pengedar narkoba di lingkungan tempat tinggal.

c. Peran Sekolah

Sekolah perlu memberikan wawasan yang cukup kepada para siswa tentang bahaya
penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika bagi diri pribadi, keluarga, dan orang
lain. Selain itu, sekolah perlu mendorong setiap siswa untuk melaporkan pada pihak
sekolah jika ada pemakai atau pengedar zat adiktif dan psikotropika di lingkungan
sekolah. Sekolah perlu memberikan sanksi yang mendidik untuk setiap siswa yang
terbukti menjadi pemakai atau pengedar narkoba.

d. Peran Pemerintah

Pemerintah berperan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan


psikotropika dengan cara mengeluarkan aturan hukum yang jelas dan tegas. Di
samping itu, setiap penyalahguna, pengedar, pemasok, pengimpor, pembuat, dan
penyimpan narkoba perlu diberikan sanksi atau hukuman yang membuat efek jera
bagi si pelaku dan mencegah yang lain dari kesalahan yang sama.

Kasus-kasus tersebut berkaitan dengan UU No. 5 tahun 1997 sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan


dan/atau ilmu pengetahuan.
(2) Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan.

Pasal 5

Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 9

(1) Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada
departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

(2) Menteri menetapkan persyaratan dan tata cara pendaftaran psikotropika yang
berupa obat

Pasal 10

Setiap pengangkutan dalam rangka peredaran psikotropika, wajib dilengkapi dengan


dokumen pengankutan psikotropika.

Pasal 12
(1) Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah.

(2) Penyaluran psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan oleh

a. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan
farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan.

b. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan.

c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah kepada rumah sakit Pemerintah,


puskesmas dan balai pengobatan Pemerintah.

Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi kententuan pidana yang berkaitan sebagai


berikut:

Pasal 60

(1) Barangsiapa :

a. memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5; atau

b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak


memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; atau

c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak


terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 61

(1) Barangsiapa :
a. mengekspor atau mengimpor psikotropika selain yang ditentukan dalam Pasal 16;
atau

b. mengekspor atau mengimpor psikotropika tanpa surat persetujuan ekspor atau


surat persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; atau

c. melaksanakan pengangkutan ekspor atau impor psikotropika tanpa dilengkapi


dengan surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (2) atau Pasal 22 ayat (4); dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah)

Pasal 62

Barang siapa secara tanpa hak, memiliki dan/atau membawa psikotropika dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 65

Barangsiapa tidak melaporkan adanya penyalahgunaan dan/atau pemilikan


psikotropika secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp. 20.000.000.00 (dua puluh juta rupiah).

Anda mungkin juga menyukai