Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Peraturan Perundang-undangan Kefarmasian
Disusun :
31119109
4C Farmasi
FAKULTAS FARMASI
2022
A.
Kasus
B. Pembahasan kasus
Telah marak terjadi kasus pemberian obat kadaluarsa oleh tenaga kesehatan di Indonesia.
Diantaranya, Kejadian pemberian obat kadaluarsa kepada pasien balita oleh perawat di
Puskesmas Bandar kedungmulyo, Kabupaten Jombang. Kemudian, temuan seorang Korban
bernama Nur Istiqomah (50) warga Villa Pertiwi, Kecamatan Cilodong, Kota Depok
mendapat obat kadaluarsa dari Puskesmas Cilodong. Korban di diagnosa mengalami
penyakit paru-paru basah dan harus mengonsumsi obat suntik secara rutin.
Sejak awal Isti mengonsumsi obat yang rutin diterimanya dari puskesmas itu tidak pernah
merasa gejala apapun. Tetapi setelah menyuntikkan obat dari kunjungan terakhir Isti
merasakan gejala mual dan pusing.
Isti diketahui telah menkonsumsi obat kadaluarsa setelah kembali berobat di klinik dekat
rumahnya. Kemudian kasus obat kadaluarsa lainnnya, terjadi di Puskesmas Kecamatan Beji,
Kota Depok pada 07 September 2019. Puskesmas Beji memberikan obat dan salep dewasa
kadaluarsa kepada pasien bayi berinisial MI, anak dari Ibu Nining, warga Kelurahan Beji,
RT08/RW13. pemberian obat kedaluwarsa yang terjadi pada momen BIAN di Posyandu
Bunga Kenanga, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten. Kepala Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Dini Anggraeni mengatakan, kelalaian pemberian obat kadaluarsa
terjadi pada balita bernama Arkaa usai mengikuti BIAN, Senin
(8/8/2022). Kemudian ,seorang ibu hamil Novi Sri Wahyuni (21) memperoleh obat yang
telah kadaluarsa dari Puskesmas Kelurahan Kamal Muara, Penjaringan,Jakarta Utara. Novi
mulanya diberikan empat jenis obat. Salah satu obatnya ternyata telah habis masa berlakunya
alias kadaluarsa. Akibatnya, dia merasa sait perut dan sakit kepala. Novi dan keluarga telah
melaporkan pihak puskesmas ke Polsek Metro Penjaringan dengan tuntutan perlindungan
konsumen Pasal 8 UU RI Nomor 8 Tahun 1999. Sementara itu,Dinas Kesehatan (Dinkes)
DKI Jakarta telah membebastugaskan apoteker di Puskesmas Kelurahan Kamal Muara yang
memberikan obat kadaluarsa kepada ibu hamil. Apoteker yang bersangkutan dibebastugaskan
untuk sementara.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sesuai
dengan Undang-undang tenaga kesehatan bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat.
(Ananta, 2021)
Dalam praktek kefarmasian, apoteker memiliki tugas untuk pengendalian sediaan farmasi,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian obat hingga obat sampai kepada pasien yaitu saat
pelayanan obat atas resep dokter serta pelayanan informasi obat.(BPOM RI, 2015)
Upaya yang dapat dilakukan agar pemberian obat kepada pasien tidak salah yaitu,
memberikan obat sesuai program terapi kepada pasien dengan menerapkan prinsip enam
benar (benar pasien, benar obat, benar dosis, benar rute, benar waktu dan benar
dokumentasi); mengatur penyimpanan, peletakan, dan sistem maintanance obat di dalam
ruang rawat agar siap tersedia, siap digunakan, kondisi utuh, mudah dicari dan tidak expired;
memberikan edukasi tentang obat yang dikonsumsi yaitu manfaat obat, makanan yang boleh
dikonsumsi selama pengobatan, kepatuhan minum obat, bahaya ketidakpatuhan minum obat
dan penghentian pengobatan; Mengevaluasi efek samping obat, efek pengobatan, dan efek
toksin dari pengalaman klien selama mengkonsumsi obat untuk monitoring dan evaluasi.
Penerapan prinsip 6 tepat sangat dibutuhkan perawat sebagai bentuk tanggung jawab etik dan
legal atas intervensi yang diberikan sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang telah
ditetapkan. Pemberian obat sesuai dengan standar operasional prosedur akan meminimalkan
efek samping dan kesalahan dalam pemberian obat. (Setianingsih & Septiyana, 2020)
Untuk obat yang sudah kadaluarsa harus dilakukan pemusnahan dan penarikan obat.
Sediaan farmasi kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk
sediaan. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan BMHP yang tidak dapat digunakan
harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Sediaan Farmasi dan BMHP yang kadaluarsa, rusak atau ditarik dari peredaran
dikembalikan ke lnstalasi Farmasi Pemerintah dengan disertai Berita Acara Pengembalian.
(Kemenkes RI, 2019)
1) Pengembalian obat yang rusak atau kadaluarsa ke Dinas Kesehatan Kab/Kota untuk
dilakukan pemusnahan.
Kasus pemberian obat yang kadaluarsa berkaitan dengan Undang Undang Nomor 36
tahun 2009, diantaranya :
Pasal 20
Pasal 24
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan
kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional.
Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya,
kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
Pasal 49
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas
penyelenggaraan upaya kesehatan.
(2) Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial, nilai, dan
norma agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi.
Pasal 55
Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
D. Sanksi
Berdasarkan hal tersebut sanksi yang diberikan kepada apoteker ,tenaga kesehatan lain,
dan instansi yang terlibat dalam kasus pemberian obat kadaluarsa yaitu:
Dan sebagaimana yang tertuang pada UU No.36 tahun 2009 tindakan tersebut dapat
dijatuhi sanksi/pidana yaitu:
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dan sebagaimana yang tertuang pada PP RI No.72 tahun 1998 tindakan tersebut dapat
dijatuhi sanksi/pidana yaitu:
Pasal 73
(1) Jika pelanggaran hukum dilakukan oleh tenaga kesehatan, tindakan administratif
dikenakan oleh Menteri berupa :
a. Teguran
Arifin, S., Rahman, F., Wulandari, A., & Anhar, V. Y. (2013). Buku Dasar-dasar Manajemen
Kesehatan. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
BPOM RI. (2015). Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik. In Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
https://www.pom.go.id/new/admin/dat/20171218/Juklak_CDOB_2015.pdf
Setianingsih, S., & Septiyana, R. (2020). Studi deskriptif penerapan prinsip “Enam Tepat”
dalam pemberian obat. NURSCOPE: Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Ilmiah
Keperawatan, 6(2), 88. https://doi.org/10.30659/nurscope.6.2.88-95