KEPUTUSAN
KEPALA UPT PUSKESMAS TAMBLONG
NOMOR : 445.4/ -UPT PKM TMBLG
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA UPT PUSKESMAS TAMBLONG,
Menetapkan :
Ketiga : Jenis obat yang harus tersedia sesuai jenis pelayanan dan
dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi pasien, yaitu
sebagaimana tertuang dalam lampiran keputusan ini.
Kedua belas : Jika terjadi efek samping obat, KTD, termasuk kesalahan
pemberian obat, harus dicatat dalam rekam medis,
dipantau, dilaporkan dan ditindaklanjuti.
Ketiga belas : Kesalahan pemberian obat dan KNC dilaporkan tepat waktu
dengan menggunakan prosedur baku dan ditindaklanjuti
dengan melakukan upaya perbaikan.
Keenam belas : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan
ditinjau kembali apabila terjadi kekeliruan.
Ditetapkan di : Bandung
Pada Tanggal : 4 April 2017
Kepala
UPT Puskesmas Tamblong,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 5
ayat 2 dinyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau. Pelayanan kesehatan meliputi promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif, baik perorangan maupun kelompok masyarakat.
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif,
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
di wilayah kerjanya.
Dalam melaksanakan upaya kesehatan Puskesmas harus
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.
Pelayanan kesehatan perorangan meliputi pelayanan inti maupun
penunjang, salah satu pelayanan penunjang adalah pelayanan
kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian Puskesmas merupakan kegiatan yang
terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan
kesehatan.
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan,
yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi
klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia
dan sarana dan prasarana.
B. Tujuan Panduan
Umum :
Tercapainya pelayanan kefarmasian puskesmas yang berkualitas
dan memuaskan pelanggan.
Khusus :
1. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
2. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
3. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang
tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
D. Batasan Operasional
Pelayanan Kefarmasian Puskesmas merupakan kegiatan yang
terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan
kesehatan.
Landasan Hukum
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan;
2. Keputusan Menteri Kesehatan 1121/ Menkes/ SK/ XII/ 2008
tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar;
3. Peraturan Menteri Kesehatan No.75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat;
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi;
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK. 02. 02/ MENKES/
523/ 2015 tentang Formularium Nasional;
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK
02.02/MENKES/137/2016 tentang perubahan Formularium
Nasional;
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas;
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien;
9. Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas, Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI,
bekerja sma dengan JICA (Japan International Coorperation
Agency), 2010.
2. Meubelair
No Nama Alat Jumlah Keterangan
1. Kursi Kerja 2
2. Lemari arsip 1 buah
3. Meja Tulis ½ biro 1 buah
Peralatan :
Peralatan Kefarmasian di UPT Puskesmas Tamblong terdiri dari
peralatan utama dan peralatan penunjang.
1. Peralatan Utama
No Nama Alat Jumlah Keterangan
Analitical Balance (Timbangan
1. 1 buah
Mikro)
2. Batang Pengaduk 1 buah
3. Corong 1 buah
Cawan Penguap Porselen (d.5-
4. 1 buah
15cm)
Gelas Pengukur 10mL, 100mL
5. 1 buah
dan 250mL
Gelas Piala 100mL, 500mL dan
6. 1 buah
1L
7. Higrometer 1 buah
Mortir (d. 5-10cm dan d.10-
8. 1 buah
15cm) + stamper
9. Pipet Berskala 1 buah
10. Spatel logam 1 buah
11. Shaker 1 buah
12. Termometer skala 100 1 buah
2. Peralatan Penunjang
Q = SK + SP + (WT x D) – SS
Keterangan:
Q : Jumlah obat yang diminta
SK : Stock kerja
SP : Stock pengaman
WT : Waktu tunggu
SS : Sisa stok
D : Pemakaian rata-rata per minggu/bulan
2) Perencanaan Bulanan
Pada perencanaan bulanan, digunakan instrumen
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
yang berisi laporan kunjungan pasien bayi/anak/dewasa
dengan status pasien umum/BPJS, jumlah % resep generik
dan laporan permintaan obat. Masing-masing puskesmas
jejaring akan mengirimkan LPLPO pada UPT Puskesmas
yang akan direkap dan dikirim ke Dinas Kesehatan Kota
Bandung, selanjutnya Dinas Kesehatan Kota Bandung akan
mengirimkan obat dan BMHP sesuai LPLPO pada UPT
Puskesmas dan pihak UPT Puskesmas akan
mendistribusikan obat serta BMHP tersebut kepada
puskesmas jejaring.
b. Permintaan
Tujuan permintaan obat dan BMHP adalah memenuhi
kebutuhan obat dan BMHP di Puskesmas, sesuai dengan
perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan
diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan pemerintah daerah setempat. Permintaan dan
pengadaan obat serta BMHP Puskesmas Tamblong diajukan
berdasarkan LPLPO yang telah digabungkan dengan
puskesmas jejaring dan dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kota
Bandung.
Puskesmas dapat melakukan pengadaan obat-obat di luar
fornas berdasarkan SK Kepala Dinas Kota Bandung kepada
Pedagang Besar Farmasi (PBF) dengan dana yang bersumber
dari BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Permintaan
kepada PBF berbentuk Surat Pesanan yang berisi nomor,
nama obat, dosis obat, jumlah obat, harga obat, yang
kemudian diajukan oleh apoteker penanggung jawab ruang
obat puskesmas yang telah disetujui oleh Kepala UPT
Puskesmas. Pemilihan PBF untuk pengadaan sediaan
farmasi maupun bahan medis habis pakai
mempertimbangkan berdasarkan; legalitas, pelayanan, harga
obat, serta waktu jatuh tempo.
c. Penerimaan
Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai
adalah suatu kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara
mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.
Tujuannya adalah agar Sediaan Farmasi yang diterima sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh
Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan
mutu. Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan
bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan,
pemeliharaan dan penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.
Tenaga Kefarmasian wajib melakukan pengecekan
terhadap Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah
Sediaan Farmasi, bentuk Sediaan Farmasi sesuai dengan isi
dokumen LPLPO, ditandatangani oleh Tenaga Kefarmasian, dan
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat,
maka Tenaga Kefarmasian dapat mengajukan keberatan.
Masa kedaluwarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang diterima
disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah
satu bulan.
d. Penyimpanan
Penyimpanan obat dan BMHP merupakan suatu kegiatan
pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak hilang),
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap
terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya
adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Penyimpanan obat dan BMHP dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
Bentuk dan jenis sediaan;
Stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);
Mudah atau tidaknya meledak/terbakar;
Obat narkotika dan psikotropika (disimpan dalam lemari
khusus);
Tempat penyimpanan sediaan farmasi tidak dipergunakan
untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan
kontaminasi.
Obat dan BMHP yang telah diterima oleh petugas,
selanjutnya disimpan di gudang berdasarkan tata letak berikut :
Kelas terapi alfabetis
Bentuk sediaan
Suhu khusus, seperti suppositoria, diazepam rektal dan
tablet vaginal
Penyusunan obat menggunakan sistem First Expired First
Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan obat dan BMHP adalah :
Obat-obat high alert
Terdiri atas obat-obat yang sering menyebabkan kesalahan
atau kekeliruan serius (sentinel event), obat beresiko tinggi,
dan obat yang merupakan kategori Look Alike Sound Alike
(LASA). Obat-obat LASA dapat diatasi dengan memberikan
label warna obat yang bervariasi dan menggunakan huruf
kapital pada huruf yang berbeda (Tall-Mann Latering). Contoh:
glyPIZIde dan glyMEPIRIde
Suhu ruangan
Setiap obat memiliki suhu penyimpanan berbeda, terdapat 5
kategori suhu ruang penyimpanan, yaitu :
(-20 - -10
Suhu sejuk :8 - 15
Suhu kamar : 15 - 30
Suhu hangat : 30 - 40
e. Pendistribusian
Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi
Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi sub unit pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis,
mutu, jumlah dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di Puskesmas
dan jaringannya antara lain:
Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan
Puskesmas;
Puskesmas Jejaring (Puskesmas Balai Kota);
Puskesmas Keliling (Ambulance);
Pendistribusian ke sub unit (unit pelayanan fungsuinal
umum, gigi, kegawatdaruratan, dan lain-lain) dilakukan dengan
cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima (floor stock),
pemberian Obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau
kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas
dilakukan dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan
kebutuhan (floor stock).
f. Pemusnahan dan penarikan
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penarikan sediaan farmasi
yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-
undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan
inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan
tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan
dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
bila:
produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
telah kadaluwarsa;
tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan;
dan/atau
dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai terdiri dari:
membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akan dimusnahkan
menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait
menyiapkan tempat pemusnahan
Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan
bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku.
Pemusnahan dapat juga dikoordinasikan dengan Dinas
Kesehatan Kota, di mana semua sediaan yang akan
dimusnahkan diserahkan serta dibuat berita acara penyerahan
obat dan bahan habis pakai yang telah kadaluwarsa kepada
Dinas Kesehatan Kota Bandung kurang lebih tiap 6 bulan sekali.
g. Pengendalian
Pengendalian obat dan BMHP adalah suatu kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan
strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit
pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi
kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan
dasar.
Pengendalian obat terdiri dari:
Pengendalian persediaan
Pengendalian penggunaan
Penanganan obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa
Ketinga poin tersebut dilakukan dengan diadakannya kartu
stok dan buku defekta di tiap bulan. Selain itu, dilakukan pula
stock opname minimal tiap 6 bulan sekali. Kartu stok mencatat
segala pemasukan dan pengeluaran dari dan dari gudang obat.
Kartu stok terdiri dari nama obat, satuan, sumber, tanggal,
tujuan pengeluaran/asal pemasukan, jumlah penerimaan dan
pengeluaran, sisa, nomor batch, tanggal kadaluwarsa dan
keterangan berupa paraf petugas farmasi. Buku defekta berisi
obat-obatan yang persediaannya telah habis. Pencatatan buku
defekta dilakukan tiap hari apabila terdapat obat yang habis.
Obat maupun bahan medis habis pakai dicatat serta
ditandai dengan label khusus:
- Merah : tahun kadaluarsa sama dengan tahun dilakukannya
stock opname.
- Bagi obat maupun bahan medis habis pakai yang tanggal
kadaluarsanya pada bulan yang sama atau 1 bulan lebih
lama dari tanggal dilakukannya stock opname, dipisahkan
dari box penyimpanan obat dan didahulukan
penggunaannya.
h. Pencatatan, pelaporan, pengarsipan
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap
seluruh rangkaian kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai, baik Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan
digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Tujuan
pencatatan dan pelaporan adalah:
- Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai telah dilakukan;
- Sumber data untuk melakukan pengaturan dan
pengendalian; dan
- Sumber data untuk pembuatan laporan.
Proses pencatatan obat dan BMHP meliputi kegiatan
menghitung dan mencatat jumlah pemakain obat harian melalui
resep yang direkap setiap hari.
Proses pelaporan meliputi :
- Laporan Penggunaan dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
- Laporan indikasi ketersediaan obat dan vaksin
- Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika
- Laporan Efek Samping Obat
- Laporan Penggunaanm Obat Rasional (POR)
Indikator POR terdiri dari tiga penyakit yaitu, ISPA non
Pneumoni (kode R05), Diare non Spesifik (kode A09), dan
Myalgia (M79).
Tolak ukur yang digunakan dalam POR adalah :
ISPA non Pneumoni dan Diare non Spesifik
Dilakukan sampling resep per hari selama satu bulan,
apabila penggunaan antibiotik <20% maka pengobatan
dinyatakan rasional.
Myalgia
Sampling diambil pada resep pertama kasus Myalgia,
dengan syarat tidak diperbolehkan penggunaan injeksi
untuk Myalgia. Penggunaan injeksi untuk Myalgia
sebesar 0% termasuk pada pengobatan rasional.
- Laporan Obat Kadaluarsa
Obat yang telah kadaluarsa dikirim ke Dinas Kesehatan
Kota beserta laporannya yang terdiri dari nama obat, no
batch, jumlah obat, dan kekuatan/dosis obat.
- Laporan Pemusnahan Resep
Resep dimusnahkan dengan cara dibakar setiap lima tahun
sekali dan dibuat laporan pemusnahan resep yang dikirim
ke dinas kesehatan.
- Laporan Pelayanan Kefarmasian
Merupakan laporan Pelayanan Informasi Obat (PIO) dengan
format nama pasien, usia, asal unit pelayanan, diagnosa,
penunjang, informasi yang diberikan, serta paraf petugas.
Informasi yang diberikan diantaranya; nama obat, sediaan,
dosis, cara pakai, penyimpanan, indikasi, kontra indikasi,
stabilitas, efek samping, interaksi, dan lain-lain. Informasi
obat yang disampaikan ditilik sesuai dengan kenyataan
pemberian informasi.
- Dokumentasi Konseling
- Laporan kegiatan kefarmasian dengan masyarakat maupun
tenaga kesehatan lain.
Kegiatan:
Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen
secara pro aktif dan pasif.
Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan
melalui telepon, surat atau tatap muka.
Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan
lain-lain.
Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan serta
masyarakat.
Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan Obat
dan Bahan Medis Habis Pakai.
Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan
Pelayanan Kefarmasian.
c. Konseling;
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian
masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat
jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman
yang benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain
tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan
Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan
penggunaan Obat.
Kegiatan:
Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-
ended question), misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai
Obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang diharapkan dari
Obat tersebut, dan lain-lain.
Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat
Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan cara penggunaan Obat untuk mengoptimalkan tujuan
terapi.
Kriteria pasien:
o Pasien rujukan dokter.
o Pasien dengan penyakit kronis.
o Pasien dengan Obat yang berindeks terapetik sempit dan poli
farmasi.
o Pasien geriatrik.
o Pasien pediatrik.
o Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
Sarana dan prasarana:
o Ruangan khusus.
o Kartu pasien/catatan konseling.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan
mendapat risiko masalah terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut
usia, lingkungan sosial, karateristik Obat, kompleksitas pengobatan,
kompleksitas penggunaan Obat, kebingungan atau kurangnya
pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan
Obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan
kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan
tercapainya keberhasilan terapi Obat.
d. Monitoring efek samping obat;
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi
atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:
Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang sudah
sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.
Kegiatan:
Menganalisis laporan efek samping Obat.
Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping Obat.
Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Melaporkan
ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
C. Langkah Kegiatan
Dalam melakukan upaya pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Tamblong mengacu pada kebijakan dan standard operating procedure
(SOP) yang ditetapkan, yaitu :
a. Kebijakan
1. Kebijakan tentang metoda untuk menilai, mengendalikan
penyediaan obat dan penggunaan obat.
2. Kebijakan tentang penjaminan ketersediaan obat.
3. Kebijakan tentang jam buka pelayanan farmasi.
4. Kebijakan tentang petugas yang berhak memberi resep.
5. Kebijakan tentang petugas yang berhak menyediakan obat.
6. Kebijakan tentang petugas yang diberi kewenangan dalam
penyediaan obat jika petugas yang memenuhi persyaratan tidak
ada, dan kewajiban untuk mengikuti pelatihan.
7. Kebijakan tentang peresepan, pemesanan, danpengelolaan obat.
8. Kebijakan tentang larangan memberikan obat kadaluwarsa, dan
upaya untuk meminimalkan adanya obat kadaluwarsa dengan
sistem FIFO dan FEFO.
9. Kebijakan tentang ketentuan yang berhak meresepkan obat-obat
psikotropika dan narkotika.
10. Kebijakan tentang syarat penyimpanan obat.
11. Kebijakan tentang penanganan obat kadaluwarsa.
12. Kebijakan tentang pencatatan, pemantauan, pelaporan efek
samping obat dan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
13. Kebijakan tentang penyediaan obat emergensi.
b. Standard Operating Procedure (SOP)
1. SOP penilaian pengendalian, penyediaan, dan penggunaan obat
2. SOP penyediaan dan penggunaan obat
3. SOP penyediaan obat yang menjamin ketersediaan obat
4. SOP evaluasi ketersediaan obat terhadap Fornas
5. SOP evaluasi kesesuaian peresepan dengan Fornas
6. SOP peresepan pemesanan dan pengelolaan obat
7. SOP menjaga tidak terjadinya pemberian obat kadaluwarsa
8. SOP peresepan narkotika dan psikotropika
9. SOP pengawasan dan pengendalian penggunaan narkotika dan
psikotropika
10. SOP penyimpanan obat
11. SOP pelabelan obat
12. SOP pemberian informasi penggunaan obat
13. SOP pemberian informasi tentang efek samping obat
14. SOP pemberian informasi obat tentang cara penyimpanan obat di
rumah
15. SOP penanganan obat kadaluwarsa dan rusak
16. SOP pelaporan efek samping obat
17. SOP pencatatan, pemantauan, pelaporan efek samping obat dan
KTD
18. SOP tindak lanjut efek samping obat dan KTD
19. SOP identifikasi dan pelaporan kesalahan pemberian obat dan
KNC (Kejadian Nyaris Cedera)
20. SOP penyediaan obat-obat emergensi
21. SOP penyimpanan obat emergensi
22. SOP monitoring penyediaan obat dengan Fornas
V. KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan
pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Pelaksanaan program
keselamatan pasien dilakukan mengacu kepada Kebijakan dan SOP yang
ditetapkan Puskesmas ini.