Anda di halaman 1dari 31

PEMERINTAH KOTA BANDUNG

DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG


UPT PUSKESMAS TAMBLONG
Jl. Tamblong No. 66 Bandung 40112
Telp.(022) 20522822 Email: upt.pkmtamblong@gmail.com

KEPUTUSAN
KEPALA UPT PUSKESMAS TAMBLONG
NOMOR : 445.4/ -UPT PKM TMBLG

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA UPT PUSKESMAS TAMBLONG,

Menimbang : a. Bahwa pelayanan kefarmasian merupakan bagian


dalam layanan klinis di UPT Puskesmas Tamblong;
b. Bahwa diperlukan pelayanan kefarmasian untuk
menjamin ketersediaan obat dan kualitas obat;
c. Bahwa jenis obat yang harus tersedia ditetapkan sesuai
dengan jenis pelayanan;
d. Bahwa kebersihan dan keamanan terhadap obat yang
tersedia harus dilakukan termasuk terhadap obat
e. kadaluarsa;
Bahwa diperlukan pemantauan terhadap efek samping
obat, kejadian yang tidak diharapkan (KTD), dan
kejadian nyaris cedera (KNC);

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang


Kesehatan;
2. Keputusan Menteri Kesehatan 1121/ Menkes/ SK/ XII/
2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan
Dasar;
3. Peraturan Menteri Kesehatan No.75 Tahun 2014
Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi;
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK. 02. 02/
MENKES/ 523/ 2015 tentang Formularium Nasional;
6. Peraturan Menteri Kesehatan No.74 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas;
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien;
8. Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di
Puskesmas;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

Kesatu : Obat yang tersedia dikelola secara efisien untuk memenuhi


kebutuhan pasien.

Kedua : Penyediaan obat yang menjamin ketersediaan obat dan


kualitas obat, bahwa pengelolaan obat harus dilakukan
mulai dari proses analisa kebutuhan, pemesanan,
pengadaan/penyediaan, pendistribusian, pelayanan,
peresepan, serta pencatatan dan pelaporan.

Ketiga : Jenis obat yang harus tersedia sesuai jenis pelayanan dan
dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi pasien, yaitu
sebagaimana tertuang dalam lampiran keputusan ini.

Keempat : Peresepan obat dilakukan petugas yang berhak memberikan


resep sesuai dengan persyaratan sebagaimana terlampir
dalam surat keputusan ini.

Kelima : Petugas yang berhak menyediakan obat maupun petugas


yang sudah dilatih, diberi kewenangan menyediakan obat
meskipun belum sesuai dengan persyaratan sebagaimana
terlampir dalam lampiran surat keputusan ini.

Keenam : Penggunaan dan penyediaan obat harus dilakukan sesuai


prosedur dan harus dinilai/dievaluasi serta dikendalikan.

Ketujuh : Petugas harus menjaga tidak terjadinya pemberian obat


kadaluarsa kepada pasien dengan pelaksanaan FIFO, FEFO,
dan kartu kendali.

Kedelapan : Peresepan obat psikotropika dan narkotika dilakukan oleh


dokter dan dokter gigi.

Kesembilan : Penyimpanan obat dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.

Kesepuluh : Petugas harus menjamin pasien mendapat terapi obat yang


sesuai dengan kebutuhan dan tidak terjadi penggunaan obat
ganda atau interaksi obat yang tidak diinginkan.

Kesebelas : Obat-obat yang rusak atau kadaluarsa dikelola sesuai


prosedur yang berlaku.

Kedua belas : Jika terjadi efek samping obat, KTD, termasuk kesalahan
pemberian obat, harus dicatat dalam rekam medis,
dipantau, dilaporkan dan ditindaklanjuti.
Ketiga belas : Kesalahan pemberian obat dan KNC dilaporkan tepat waktu
dengan menggunakan prosedur baku dan ditindaklanjuti
dengan melakukan upaya perbaikan.

Keempat belas : Petugas kesehatan yang bertanggung jawab terhadap tindak


lanjut pelaporan terlampir dalam surat keputusan ini.

Kelima belas : Petugas kesehatan yang bertanggung jawab dalam dalam


penyediaan obat-obat emergensi terlampir dalam surat
keputusan ini.

Keenam belas : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan
ditinjau kembali apabila terjadi kekeliruan.

Ditetapkan di : Bandung
Pada Tanggal : 4 April 2017

Kepala
UPT Puskesmas Tamblong,

Dr. Budhi BM Sonjaya


Penata TK I
NIP. 197311052005011006
Lampiran : Keputusan Kepala UPT Puskesmas Tamblong,

Nomor : 445.4/ -UPT PKM TMBLG


Tanggal: 4 April 2017

PANDUAN PELAYANAN KEFARMASIAN

UPT PUSKESMAS TAMBLONG

DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 5
ayat 2 dinyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau. Pelayanan kesehatan meliputi promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif, baik perorangan maupun kelompok masyarakat.
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif,
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
di wilayah kerjanya.
Dalam melaksanakan upaya kesehatan Puskesmas harus
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.
Pelayanan kesehatan perorangan meliputi pelayanan inti maupun
penunjang, salah satu pelayanan penunjang adalah pelayanan
kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian Puskesmas merupakan kegiatan yang
terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan
kesehatan.
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan,
yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi
klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia
dan sarana dan prasarana.
B. Tujuan Panduan
Umum :
Tercapainya pelayanan kefarmasian puskesmas yang berkualitas
dan memuaskan pelanggan.
Khusus :
1. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
2. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
3. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang
tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan kefarmasian di UPT Puskesmas
Tamblong meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat
manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.

D. Batasan Operasional
Pelayanan Kefarmasian Puskesmas merupakan kegiatan yang
terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan
kesehatan.
Landasan Hukum
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan;
2. Keputusan Menteri Kesehatan 1121/ Menkes/ SK/ XII/ 2008
tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar;
3. Peraturan Menteri Kesehatan No.75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat;
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi;
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK. 02. 02/ MENKES/
523/ 2015 tentang Formularium Nasional;
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK
02.02/MENKES/137/2016 tentang perubahan Formularium
Nasional;
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas;
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien;
9. Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas, Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI,
bekerja sma dengan JICA (Japan International Coorperation
Agency), 2010.

II. STANDAR KETENAGAAN


A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Kualifikasi tenaga yang dipersyaratkan dalam pelayanan
kefarmasian di UPT Puskesmas Tamblong adalah :
- Penanggung jawab unit : Apoteker
- Pelaksana layanan (tenaga teknis ) : DIII Farmasi
B. Distribusi Ketenagaan
Tenaga Kefarmasian di UPT Puskesmas Tamblong terdiri dari 1
(satu) orang Apoteker dan 2 (dua) orang Tenaga Teknis Kefarmasian.
C. Jadwal Kegiatan
Jadwal layanan kefarmasian di UPT Puskesmas Tamblong adalah
setiap hari kerja dengan rincian jam buka sebagai berikut :
- Hari Senin s/d Sabtu : Pukul 07.30 – 14.30 WIB

III. STANDAR FASILITAS


Standar fasilitas pelayanan kefarmasian di UPT Puskesmas
Tamblong mengacu pada standar yang ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan RI melalui Permenkes Nomor 74 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dan Permenkes Nomor 75 tahun
2014 tentang Puskesmas.
Ruangan :
1. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1(satu) set
meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang
penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah
terlihat oleh pasien
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan
Ruang pelayanan resep dan peracikan meliputi rak obat sesuai
kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan
peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk
pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin,
termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat, buku
catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar sesuai
kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar
mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika
memungkinkan disediakan pendingin ruangan (air conditioner) sesuai
kebutuhan.
3. Ruang penyerahan
Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat, buku
pencatatan penyerahan dan pengeluaran obat. Ruang penyerahan obat
dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
4. Ruang konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari
buku, buku-buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu
konseling, buku catatan konseling, formulir jadwal konsumsi Obat, dan
lemari arsip (filling cabinet), serta 1 (satu) set komputer, jika
memungkinkan.
5. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu
produk dan keamanan petugas. Selain itu juga memungkinkan
masuknya cahaya yang cukup. Ruang
penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari Obat,
pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan
khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus,
pengukur suhu, dan kartu suhu.
6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan
Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan
ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan
menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin penyimpanan
sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang baik.

Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’


secara fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila
memungkinkan, setiap fungsi tersebut disediakan ruangan secara
tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan lebih dari 1 (satu) fungsi,
namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi
Perlengkapan :
1. Perlengkapan Utama
No Nama Alat Jumlah Keterangan
1. Alat Pemanas yang Sesuai 1 buah
2. Botol Obat dan Labelnya 1 buah
3. Lemari pendingin 1 buah
4. Lemari dan Rak untuk 1 buah
Menyimpan Obat
5. Lemari untuk Penyimpanan 1 buah
Narkotika, Psikotropika dan
Bahan Obat
Berbahaya Lainnya
6. Rak tempat pengeringan alat 1 buah

2. Meubelair
No Nama Alat Jumlah Keterangan
1. Kursi Kerja 2
2. Lemari arsip 1 buah
3. Meja Tulis ½ biro 1 buah

3. Pencatatan dan Pelaporan


No Nama Alat Jumlah Keterangan
1. Blanko Kartu Stok Obat 1
2. Blanko Copy resep 1
3. Buku Penerimaan 1
4. Buku Pemakaian 1
5. Buku Serah Terima Obat 1
6. Buku Pencatatan Narkotika 1
dan Psikotropika
7. Buku Pencatatan Kunjungan 1
Resep
8. Buku Bantu PIO 1
9. Buku Defecta 1
10 Buku Register Catatan Efek 1
. Samping Obat

Peralatan :
Peralatan Kefarmasian di UPT Puskesmas Tamblong terdiri dari
peralatan utama dan peralatan penunjang.

1. Peralatan Utama
No Nama Alat Jumlah Keterangan
Analitical Balance (Timbangan
1. 1 buah
Mikro)
2. Batang Pengaduk 1 buah
3. Corong 1 buah
Cawan Penguap Porselen (d.5-
4. 1 buah
15cm)
Gelas Pengukur 10mL, 100mL
5. 1 buah
dan 250mL
Gelas Piala 100mL, 500mL dan
6. 1 buah
1L
7. Higrometer 1 buah
Mortir (d. 5-10cm dan d.10-
8. 1 buah
15cm) + stamper
9. Pipet Berskala 1 buah
10. Spatel logam 1 buah
11. Shaker 1 buah
12. Termometer skala 100 1 buah

2. Peralatan Penunjang

No Nama Alat Jumlah Keterangan


1. Etiket 1 buah
2. Kertas Perkamen 1 buah
Wadah Pengemas dan
3. Pembungkus untuk 1 buah
Penyerahan Obat

IV. TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI


A. Lingkup Kegiatan
1. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai, meliputi:
a. Perencanaan kebutuhan;
b. Permintaan;
c. Penerimaan;
d. Penyimpanan;
e. Pendistribusian;
f. Pengendalian;
g. Pencatatan, pelaporan, pengarsipan, dan
h. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan.
2. Pelayanan farmasi klinik, meliputi:
a. Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi
obat;
b. Pelayanan informasi obat (PIO);
c. Konseling;
d. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat;
B. Metode
1. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai, meliputi:
a. Perencanaan kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan proses kegiatan seleksi
obat dan BMHP untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Tujuan perencanaan
adalah :
 Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan BMHP
yang mendekati kebutuhan
 Meningkatkan penggunaan obat secara rasional
 Meningkatkan efisiensi penggunaan
Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai di Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh
Ruang Farmasi di Puskesmas. Proses seleksi Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Sediaan
Farmasi periode sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi, dan
rencana pengembangan berdasar pada LPLPO (Laporan
Penggunaa dan Lembar Permintaan Obat). Proses seleksi
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus
mengacu pada Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus
melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas yakni
dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program
yang berkaitan dengan perngobatan.
1) Perencanaan tahunan
Perencanaan tahunan mempertimbangkan juga
kebutuhan puskesmas jejaring dan Puskesmas itu sendiri.
Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun
dilakukan secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian Obat dengan menggunakan
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan
melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan
Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah kerjan,
menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan
memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer stock,
serta menghindari stok berlebih.
Perencanaan tahunan dibuat dengan metode konsumtif
dan menggunakan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) sebagai
instrumennya. RKO didasarkan pada Formularium Nasional
(Fornas) yang terdapat di dalam peraturan Kepala Mentri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/523/2015 dan Nomor HK
02.02/MENKES/137/2016 tentang perubahan Formularium
Nasional. Selain itu, puskesmas dapat menyediakan obat
yang tidak terdaftar di Fornas yakni bedasarkan Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung tentang pedoman
penerapan obat-obat di luar formularium nasional nomor
445/6402.A-Dinkes tahun 2017.
Penghitung jumlah persediaan yang dibutuhkan untuk
seluruh unit pelayanan meliputi:
- Memperkirakan/menghitung stok kerja yang merupakan
pemakaian rata-rata periode tertentu di Puskesmas dan
seluruh unit pelayanan.
- Menentukan stok optimum yang merupakan jumlah stok
obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak
mengalami kekurangan/kekosongan
- Menentukan stok pengaman yang merupakan jumlah
stok yang disediakan untuk mencegah terjadinya
sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya karena
keterlambatan pengiriman dari seksi Farmalkes.
- Menentukan waktu tunggu (lead time), yaitu waktu yang
diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima
(maksimal 7 hari)
- Menghitung kebutuhan obat dengan rumus :

Q = SK + SP + (WT x D) – SS
Keterangan:
Q : Jumlah obat yang diminta
SK : Stock kerja
SP : Stock pengaman
WT : Waktu tunggu
SS : Sisa stok
D : Pemakaian rata-rata per minggu/bulan

2) Perencanaan Bulanan
Pada perencanaan bulanan, digunakan instrumen
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
yang berisi laporan kunjungan pasien bayi/anak/dewasa
dengan status pasien umum/BPJS, jumlah % resep generik
dan laporan permintaan obat. Masing-masing puskesmas
jejaring akan mengirimkan LPLPO pada UPT Puskesmas
yang akan direkap dan dikirim ke Dinas Kesehatan Kota
Bandung, selanjutnya Dinas Kesehatan Kota Bandung akan
mengirimkan obat dan BMHP sesuai LPLPO pada UPT
Puskesmas dan pihak UPT Puskesmas akan
mendistribusikan obat serta BMHP tersebut kepada
puskesmas jejaring.
b. Permintaan
Tujuan permintaan obat dan BMHP adalah memenuhi
kebutuhan obat dan BMHP di Puskesmas, sesuai dengan
perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan
diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan pemerintah daerah setempat. Permintaan dan
pengadaan obat serta BMHP Puskesmas Tamblong diajukan
berdasarkan LPLPO yang telah digabungkan dengan
puskesmas jejaring dan dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kota
Bandung.
Puskesmas dapat melakukan pengadaan obat-obat di luar
fornas berdasarkan SK Kepala Dinas Kota Bandung kepada
Pedagang Besar Farmasi (PBF) dengan dana yang bersumber
dari BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Permintaan
kepada PBF berbentuk Surat Pesanan yang berisi nomor,
nama obat, dosis obat, jumlah obat, harga obat, yang
kemudian diajukan oleh apoteker penanggung jawab ruang
obat puskesmas yang telah disetujui oleh Kepala UPT
Puskesmas. Pemilihan PBF untuk pengadaan sediaan
farmasi maupun bahan medis habis pakai
mempertimbangkan berdasarkan; legalitas, pelayanan, harga
obat, serta waktu jatuh tempo.
c. Penerimaan
Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai
adalah suatu kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara
mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.
Tujuannya adalah agar Sediaan Farmasi yang diterima sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh
Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan
mutu. Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan
bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan,
pemeliharaan dan penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.
Tenaga Kefarmasian wajib melakukan pengecekan
terhadap Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah
Sediaan Farmasi, bentuk Sediaan Farmasi sesuai dengan isi
dokumen LPLPO, ditandatangani oleh Tenaga Kefarmasian, dan
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat,
maka Tenaga Kefarmasian dapat mengajukan keberatan.
Masa kedaluwarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang diterima
disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah
satu bulan.
d. Penyimpanan
Penyimpanan obat dan BMHP merupakan suatu kegiatan
pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak hilang),
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap
terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya
adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Penyimpanan obat dan BMHP dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
 Bentuk dan jenis sediaan;
 Stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);
 Mudah atau tidaknya meledak/terbakar;
 Obat narkotika dan psikotropika (disimpan dalam lemari
khusus);
 Tempat penyimpanan sediaan farmasi tidak dipergunakan
untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan
kontaminasi.
Obat dan BMHP yang telah diterima oleh petugas,
selanjutnya disimpan di gudang berdasarkan tata letak berikut :
 Kelas terapi alfabetis
 Bentuk sediaan
 Suhu khusus, seperti suppositoria, diazepam rektal dan
tablet vaginal
Penyusunan obat menggunakan sistem First Expired First
Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan obat dan BMHP adalah :
 Obat-obat high alert
Terdiri atas obat-obat yang sering menyebabkan kesalahan
atau kekeliruan serius (sentinel event), obat beresiko tinggi,
dan obat yang merupakan kategori Look Alike Sound Alike
(LASA). Obat-obat LASA dapat diatasi dengan memberikan
label warna obat yang bervariasi dan menggunakan huruf
kapital pada huruf yang berbeda (Tall-Mann Latering). Contoh:
glyPIZIde dan glyMEPIRIde
 Suhu ruangan
Setiap obat memiliki suhu penyimpanan berbeda, terdapat 5
kategori suhu ruang penyimpanan, yaitu :

Suhu dingin : suhu tidak lebih dari 8 (lemari

pendingin : 2 - 8 , lemari pembeku

(-20 - -10

Suhu sejuk :8 - 15

Suhu kamar : 15 - 30

Suhu hangat : 30 - 40

Suhu panas : >40

Alat yang digunakan untuk mengukur suhu ruangan adalah


termometer, sedangkan alat yang digunakan untuk
mengontrol suhu ruangan adalah Air Conditioner (AC). Selain
itu, perlu dipertimbangkan pula kelembapan ruangan yang
diukur dengan higrometer, kelembapan udara perlu dijaga
pada Relative Humidity (RH) ±40-60%.
Instrumen yang digunakan untuk mengontrol jumlah barang
yang keluar masuk adalah kartu stok, dan untuk obat-obat
maupun vaksin yang memerlukan suhu khusus disimpan pada
refrigerator di ruang obat.

e. Pendistribusian
Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi
Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi sub unit pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis,
mutu, jumlah dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di Puskesmas
dan jaringannya antara lain:
 Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan
Puskesmas;
 Puskesmas Jejaring (Puskesmas Balai Kota);
 Puskesmas Keliling (Ambulance);
Pendistribusian ke sub unit (unit pelayanan fungsuinal
umum, gigi, kegawatdaruratan, dan lain-lain) dilakukan dengan
cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima (floor stock),
pemberian Obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau
kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas
dilakukan dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan
kebutuhan (floor stock).
f. Pemusnahan dan penarikan
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penarikan sediaan farmasi
yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-
undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan
inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan
tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan
dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
bila:
 produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
 telah kadaluwarsa;
 tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan;
dan/atau
 dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai terdiri dari:
 membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akan dimusnahkan
 menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
 mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait
 menyiapkan tempat pemusnahan
 Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan
bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku.
Pemusnahan dapat juga dikoordinasikan dengan Dinas
Kesehatan Kota, di mana semua sediaan yang akan
dimusnahkan diserahkan serta dibuat berita acara penyerahan
obat dan bahan habis pakai yang telah kadaluwarsa kepada
Dinas Kesehatan Kota Bandung kurang lebih tiap 6 bulan sekali.
g. Pengendalian
Pengendalian obat dan BMHP adalah suatu kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan
strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit
pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi
kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan
dasar.
Pengendalian obat terdiri dari:
 Pengendalian persediaan
 Pengendalian penggunaan
 Penanganan obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa
Ketinga poin tersebut dilakukan dengan diadakannya kartu
stok dan buku defekta di tiap bulan. Selain itu, dilakukan pula
stock opname minimal tiap 6 bulan sekali. Kartu stok mencatat
segala pemasukan dan pengeluaran dari dan dari gudang obat.
Kartu stok terdiri dari nama obat, satuan, sumber, tanggal,
tujuan pengeluaran/asal pemasukan, jumlah penerimaan dan
pengeluaran, sisa, nomor batch, tanggal kadaluwarsa dan
keterangan berupa paraf petugas farmasi. Buku defekta berisi
obat-obatan yang persediaannya telah habis. Pencatatan buku
defekta dilakukan tiap hari apabila terdapat obat yang habis.
Obat maupun bahan medis habis pakai dicatat serta
ditandai dengan label khusus:
- Merah : tahun kadaluarsa sama dengan tahun dilakukannya
stock opname.
- Bagi obat maupun bahan medis habis pakai yang tanggal
kadaluarsanya pada bulan yang sama atau 1 bulan lebih
lama dari tanggal dilakukannya stock opname, dipisahkan
dari box penyimpanan obat dan didahulukan
penggunaannya.
h. Pencatatan, pelaporan, pengarsipan
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap
seluruh rangkaian kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai, baik Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan
digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Tujuan
pencatatan dan pelaporan adalah:
- Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai telah dilakukan;
- Sumber data untuk melakukan pengaturan dan
pengendalian; dan
- Sumber data untuk pembuatan laporan.
Proses pencatatan obat dan BMHP meliputi kegiatan
menghitung dan mencatat jumlah pemakain obat harian melalui
resep yang direkap setiap hari.
Proses pelaporan meliputi :
- Laporan Penggunaan dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
- Laporan indikasi ketersediaan obat dan vaksin
- Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika
- Laporan Efek Samping Obat
- Laporan Penggunaanm Obat Rasional (POR)
Indikator POR terdiri dari tiga penyakit yaitu, ISPA non
Pneumoni (kode R05), Diare non Spesifik (kode A09), dan
Myalgia (M79).
Tolak ukur yang digunakan dalam POR adalah :
 ISPA non Pneumoni dan Diare non Spesifik
Dilakukan sampling resep per hari selama satu bulan,
apabila penggunaan antibiotik <20% maka pengobatan
dinyatakan rasional.
 Myalgia
Sampling diambil pada resep pertama kasus Myalgia,
dengan syarat tidak diperbolehkan penggunaan injeksi
untuk Myalgia. Penggunaan injeksi untuk Myalgia
sebesar 0% termasuk pada pengobatan rasional.
- Laporan Obat Kadaluarsa
Obat yang telah kadaluarsa dikirim ke Dinas Kesehatan
Kota beserta laporannya yang terdiri dari nama obat, no
batch, jumlah obat, dan kekuatan/dosis obat.
- Laporan Pemusnahan Resep
Resep dimusnahkan dengan cara dibakar setiap lima tahun
sekali dan dibuat laporan pemusnahan resep yang dikirim
ke dinas kesehatan.
- Laporan Pelayanan Kefarmasian
Merupakan laporan Pelayanan Informasi Obat (PIO) dengan
format nama pasien, usia, asal unit pelayanan, diagnosa,
penunjang, informasi yang diberikan, serta paraf petugas.
Informasi yang diberikan diantaranya; nama obat, sediaan,
dosis, cara pakai, penyimpanan, indikasi, kontra indikasi,
stabilitas, efek samping, interaksi, dan lain-lain. Informasi
obat yang disampaikan ditilik sesuai dengan kenyataan
pemberian informasi.
- Dokumentasi Konseling
- Laporan kegiatan kefarmasian dengan masyarakat maupun
tenaga kesehatan lain.

i. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan.


Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan
tujuan untuk:
- mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan
pelayanan,
- memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai,
- memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai, harus dilaksanakan sesuai standar
prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional (SPO)
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO tersebut diletakkan
di tempat yang mudah dilihat.
2. Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan
Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
 Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
 Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin
efektivitas, keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai.
 Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan
kepatuhan pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
 Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka
meningkatkan penggunaan Obat secara rasional.
Pelayanan kefarmasian yang dimaksud, meliputi:
a. Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi
obat
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
- Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
- Nama, dan paraf dokter
- Tanggal resep.
- Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
- Bentuk dan kekuatan sediaan
- Dosis dan jumlah Obat
- Stabilitas dan ketersediaan
- Aturan dan cara penggunaan
- Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat)
Persyaratan klinis meliputi:
- Ketepatan indikasi, dosisi, dan waktu penggunaan obat
- Duplikasi pengobatan
- Alergi, interaksi, dan efek samping obat
- Kontra indikasi
- Efek adiktif.
Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat
merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
menyiapkan/meracik Obat, memberikan label/etiket, menyerahan
sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai
pendokumentasian.
Tujuan:
 Pasien memperoleh Obat sesuai dengan kebutuhan
klinis/pengobatan.
 Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi
pengobatan.
Resep-resep yang memuat obat-obat narkotika dan psikotropika memiliki
penanganan khusus:
a) Merupakan resep asli dan lengkap secara administratif yang
memuat:
- Nama dan SIP dokter
- Alamat dokter (alamat puskesmas dimana dokter
melakukan praktik)
- Nomor telepon dokter
- Tanda tangan/cap dokter
b) Penulisan nama obat narkotika dan psikotropika ditandai
dengan menggarisbawahi nama obat dengan pulpen merah.
c) Salinan resep narkotika tidak dapat dilayani kecuali salinan
resep yang berasal dari UPT Puskesmas Tamblong.
d) Salinan resep psikotropika dapat dilayani seperti salinan resep
pada umumnya.
e) Resep narkotika tidak boleh diulang, walaupun dokter memberi
perintah iter pada resep.
f) Petugas farmasi memperhatikan kerasonalan jenis dan
jumlah obat narkotika atau psikotropika yang diresepkan.
g) Petugas farmasi meminta data identitas pasien seperti nama,
alamat, dan nomor telepon.

Penyerahan obat narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker.

b. Pelayanan informasi obat (PIO);


Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
 Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan
lain di lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.
 Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat (contoh: kebijakan permintaan Obat
oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus
memiliki alat penyimpanan yang memadai).
 Menunjang penggunaan Obat yang rasional.

Kegiatan:
 Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen
secara pro aktif dan pasif.
 Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan
melalui telepon, surat atau tatap muka.
 Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan
lain-lain.
 Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan serta
masyarakat.
 Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan Obat
dan Bahan Medis Habis Pakai.
 Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan
Pelayanan Kefarmasian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:

 Sumber informasi Obat.


 Tempat.
 Tenaga.
 Perlengkapan.

c. Konseling;
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian
masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat
jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman
yang benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain
tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan
Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan
penggunaan Obat.
Kegiatan:
 Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
 Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-
ended question), misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai
Obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang diharapkan dari
Obat tersebut, dan lain-lain.
 Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat
 Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan cara penggunaan Obat untuk mengoptimalkan tujuan
terapi.

Faktor yang perlu diperhatikan:

 Kriteria pasien:
o Pasien rujukan dokter.
o Pasien dengan penyakit kronis.
o Pasien dengan Obat yang berindeks terapetik sempit dan poli
farmasi.
o Pasien geriatrik.
o Pasien pediatrik.
o Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
 Sarana dan prasarana:
o Ruangan khusus.
o Kartu pasien/catatan konseling.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan
mendapat risiko masalah terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut
usia, lingkungan sosial, karateristik Obat, kompleksitas pengobatan,
kompleksitas penggunaan Obat, kebingungan atau kurangnya
pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan
Obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan
kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan
tercapainya keberhasilan terapi Obat.
d. Monitoring efek samping obat;
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi
atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:
 Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
 Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang sudah
sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.

Kegiatan:
 Menganalisis laporan efek samping Obat.
 Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping Obat.
 Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Melaporkan
ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

Faktor yang perlu diperhatikan:

 Kerja sama dengan tim kesehatan lain.


 Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

e. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan menimalkan efek samping.
Tujuan:
 Medeteksi masalah yang terkait dengan obat
 Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan
obat.
Kriteria pasien:
 Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil, dan menyusui
 Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis
 Adanya multdiagnosis
 Pasien dengan gangguan ginjal atau hati
 Menerima obat dengan indeks terapi sempit
 Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan
Kegiatan:
 Memilih pasien yang memenuhi kriteria
 Membuat catatan awal
 Memperkenalkan diri pada pasien
 Mengambil data yang dibutuhkan
 Melakukan evaluasi
 Memberikan rekomendasi
Kegiatan tersebut didukung pula oleh tenaga kesehatan lain terkait
dengan peresepan kepada pasien.
f. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara
terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau (rasional).
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mendapatkan gambaran pola
penggunaan obat pada kasus tertentu serta untuk melakukan evauasi
secara berkala untuk penggunaan obat tertentu.
Perhitungan persetase penggunaan obat rasional di puskesmas
menggunakan formulir pelaporan indikator peresepan dengan mengacu
pada 4 (empat) parameter, yaitu:
- Persentase penggunaan antibiotik pada penatalaksanaan kasus
ISPA non-pneumonia (kode ICD X: J00, J01, J04, J05, J06, J10,
J11),
- Persentase penggunaan antibiotik pada penatalaksanaan kasus
diare non-spesifik (kode ICD X: A09, K52),
- Penggunaan injeksi pada penatalaksanaan kasus myalgia (kode
ICD X: M79.1), dan
- Rerata item obat perlembar resep di puskesmas, terhadap seluruh
kasus ISPA non-pneumonia, diare non-spesifik, dan myalgia di
saranan yang sama.
Cara pengumpulan data:
- Dilakukan setiap hari oleh petugas puskesmas terutama petugas
kefarmasian.
- Sampel pasien diambil dari resep/register harian, 1 pasien/hari
untuk setiap diagnosis. Minimal 25 pasien dari tiap diagnosis per
bulan.
- Apabila pada suatu hari tidak terdapat diagnosis tersebut, diisi
dengan pasien di hari berikutnya.
- Apabila terdapat pasien dengan doagnosis tersebut lebih dari satu,
diambil pasien dengan urutan pertama
- Obat racikan dituliskan rincian obatnya
- Jenis obat termasuk obat luar, obat minum, dan injeksi
- Injeksi tidak termasuk imunisasi

C. Langkah Kegiatan
Dalam melakukan upaya pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Tamblong mengacu pada kebijakan dan standard operating procedure
(SOP) yang ditetapkan, yaitu :
a. Kebijakan
1. Kebijakan tentang metoda untuk menilai, mengendalikan
penyediaan obat dan penggunaan obat.
2. Kebijakan tentang penjaminan ketersediaan obat.
3. Kebijakan tentang jam buka pelayanan farmasi.
4. Kebijakan tentang petugas yang berhak memberi resep.
5. Kebijakan tentang petugas yang berhak menyediakan obat.
6. Kebijakan tentang petugas yang diberi kewenangan dalam
penyediaan obat jika petugas yang memenuhi persyaratan tidak
ada, dan kewajiban untuk mengikuti pelatihan.
7. Kebijakan tentang peresepan, pemesanan, danpengelolaan obat.
8. Kebijakan tentang larangan memberikan obat kadaluwarsa, dan
upaya untuk meminimalkan adanya obat kadaluwarsa dengan
sistem FIFO dan FEFO.
9. Kebijakan tentang ketentuan yang berhak meresepkan obat-obat
psikotropika dan narkotika.
10. Kebijakan tentang syarat penyimpanan obat.
11. Kebijakan tentang penanganan obat kadaluwarsa.
12. Kebijakan tentang pencatatan, pemantauan, pelaporan efek
samping obat dan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
13. Kebijakan tentang penyediaan obat emergensi.
b. Standard Operating Procedure (SOP)
1. SOP penilaian pengendalian, penyediaan, dan penggunaan obat
2. SOP penyediaan dan penggunaan obat
3. SOP penyediaan obat yang menjamin ketersediaan obat
4. SOP evaluasi ketersediaan obat terhadap Fornas
5. SOP evaluasi kesesuaian peresepan dengan Fornas
6. SOP peresepan pemesanan dan pengelolaan obat
7. SOP menjaga tidak terjadinya pemberian obat kadaluwarsa
8. SOP peresepan narkotika dan psikotropika
9. SOP pengawasan dan pengendalian penggunaan narkotika dan
psikotropika
10. SOP penyimpanan obat
11. SOP pelabelan obat
12. SOP pemberian informasi penggunaan obat
13. SOP pemberian informasi tentang efek samping obat
14. SOP pemberian informasi obat tentang cara penyimpanan obat di
rumah
15. SOP penanganan obat kadaluwarsa dan rusak
16. SOP pelaporan efek samping obat
17. SOP pencatatan, pemantauan, pelaporan efek samping obat dan
KTD
18. SOP tindak lanjut efek samping obat dan KTD
19. SOP identifikasi dan pelaporan kesalahan pemberian obat dan
KNC (Kejadian Nyaris Cedera)
20. SOP penyediaan obat-obat emergensi
21. SOP penyimpanan obat emergensi
22. SOP monitoring penyediaan obat dengan Fornas

V. KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan
pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Pelaksanaan program
keselamatan pasien dilakukan mengacu kepada Kebijakan dan SOP yang
ditetapkan Puskesmas ini.

VI. KESELAMATAN KERJA


Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat
kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan. Kegiatan yang dilakukan dalam
pelayanan kefarmasian Puskesmas Tamblong dapat menimbulkan
bahaya/resiko terhadap petugas yang berada di ruang farmasi maupun
lingkungan sekitarnya. Petugas farmasi harus melaksanakan tugas sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dibarengi dengan dilaksanakannya
program keselamatan kerja di Puskesmas Tamblong secara bertanggung
jawab dan berkesinambungan dengan mengikuti dan mengacu kepada
kebijakan dan SOP tentang keselamatan pasien (Patient Savety). Setiap
kejadian yang berkaitan dengan keselamatan kerja harus dilaporkan
kepada tim untuk dilakukan evaluasi dan tindak lanjut agar tidak terjadi
hal yang sama
VII. PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan
untuk mencegah terjadinya masalah terkait Obat atau mencegah
terjadinya kesalahan pengobatan atau kesalahan pengobatan/medikasi
(medication error), yang bertujuan untuk keselamatan pasien (patient
safety).
Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan:
1. Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, ketersediaan dana, dan Standar Prosedur Operasional.
2. Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerja
sama.
3. Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya,
respon dan tingkat pendidikan masyarakat.

Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian terintegrasi dengan


program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Puskesmas yang
dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
 Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan
evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai standar.
 Pelaksanaan, yaitu:
o Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja); dan
o memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
 Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
o melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar; dan
o meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah
memuaskan.
Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses
berlangsung untuk memastikan bahwa aktivitas berlangsung sesuai
dengan yang direncanakan. Monitoring dapat dilakukan oleh tenaga
kefarmasian yang melakukan proses. Aktivitas monitoring perlu
direncanakan untuk mengoptimalkan hasil pemantauan. Contoh:
monitoring pelayanan resep, monitoring penggunaan Obat, monitoring
kinerja tenaga kefarmasian.
Untuk menilai hasil atau capaian pelaksanaan Pelayanan
Kefarmasian, dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap data yang
dikumpulkanyang diperoleh melalui metode berdasarkan waktu, cara, dan
teknik pengambilan data.
Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas:
 Retrospektif: Pengambilan data dilakukan setelah pelayanan
dilaksanakan. Contoh: survei kepuasan pelanggan, laporan mutasi
barang.
 Prospektif: Pengambilan data dijalankan bersamaan dengan
pelaksanaan pelayanan. Contoh: Waktu pelayanan kefarmasian
disesuaikan dengan waktu pelayanan kesehatan di Puskesmas, sesuai
dengan kebutuhan.
Berdasarkan cara pengambilan data, terdiri atas:
 Langsung (data primer): Data diperoleh secara langsung dari sumber
informasi oleh pengambil data. Contoh: survei kepuasan pelanggan
terhadap kualitas pelayanan kefarmasian.
 Tidak Langsung (data sekunder): Data diperoleh dari sumber
informasi yang tidak langsung. Contoh: catatan penggunaan Obat,
rekapitulasi data pengeluaran Obat.
Berdasarkan teknik pengumpulan data, evaluasi dapat dibagi
menjadi:
 Survei, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.
Contoh: survei kepuasan pelanggan.
 Observasi, yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan
menggunakan cek list atau perekaman. Contoh: pengamatan
konseling pasien.
Pelaksanaan evaluasi terdiri atas:
 Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan
dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan
menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki
dan dengan menyempurnakan kinerja tersebut. Oleh karena itu, audit
merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan
pelayanan kefarmasian secara sistematis.
Terdapat 2 macam audit, yaitu:
o Audit Klinis, yaitu analisis kritis sistematis terhadap pelayanan
kefarmasian, meliputi prosedur yang digunakan untuk pelayanan,
penggunaan sumber daya, hasil yang didapat dan kualitas hidup
pasien. Audit klinis dikaitkan dengan pengobatan berbasis bukti.
o Audit Profesional, yaitu analisis kritis pelayanan kefarmasian oleh
seluruh tenaga kefarmasian terkait dengan pencapaian sasaran
yang disepakati, penggunaan sumber daya dan hasil yang
diperoleh. Contoh: audit pelaksanaan sistem manajemen mutu.
Review (pengkajian), yaitu tinjauan atau kajian terhadap pelaksanaan
pelayanan kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Contoh:
kajian penggunaan antibiotik.
IX. PENUTUP
Demikian Panduan Pelayanan Kefarmasian Puskesmas Tamblong
ini disusun dan disahkan sebagai acuan dalam melaksanakan
pelayanan di Puskesmas yang berkualitas dan berkesinambungan.
Seluruh karyawan puskesmas harus mengikuti panduan ini dengan
sebaik-baiknya. Panduan ini tentunya masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu pencermatan dan masukan akan dapat
menyempurnakan panduan ini.

Kepala UPT Puskesmas Tamblong,

Dr. Budhi BM Sonjaya


Penata TK I
NIP.197311052005011006
Lampiran 2 : Keputusan Kepala UPT Puskesmas Tamblong,

Nomor : 445.4/ -UPT PKM TMBLG


Tanggal: 4 April 2017

DAFTAR OBAT EMERGENSI DI UNIT PELAYANAN

UPT PUSKESMAS TAMBLONG

- UNIT PELAYANAN RAWAT JALAN DAN TINDAKAN

NO. NAMA OBAT SATUAN

1. Epinefrin HCl inj Ampul

2. Mg Sulfat Inj 40% Vial

3. Diazepam Lar Rektal 10 mg/mL Tube

4. Difenhidramin 10 mg/mL Ampul

5. Dexametason 5 mg/mL Ampul

6. Lidokain inj 2% Ampul

7. Fitomenadion/Vit K inj 2 mg/mL Ampul

8. Kalsium Glukonat inj 100 mg/mL Ampul


9. Atropin inj i.m./i.v./s.k. 0.25 mg/mL Ampul

10. Diazepam Injeksi 5 mg/mL Ampul

11. Terbutalin Injeksi 1 mg/mL Ampul

12. ISDN 5 mg Tablet

13. Asam Asetil Salisilat 80 mg Tablet

14. Digoksin 0,25 mg Tablet

15. Amlodipin 5/10 mg Tablet

16. Metildopa 250 mg Tablet

- UNIT PELAYANAN GIGI DAN MULUT

NO. NAMA OBAT SATUAN

1. Epinefrin HCl inj Ampul

2. Difenhidramin 10 mg/mL Ampul

3. Dexametason 5 mg/mL Ampul

4. Lidokain inj 2% Ampul

- UNIT PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK/KB

NO. NAMA OBAT SATUAN

1. Epinefrin HCl inj Ampul

2. Mg Sulfat Inj 40% Vial

3. Difenhidramin 10 mg/Ml Ampul

4. Dexametason 5 mg/mL Ampul

5. Lidokain inj 2% Ampul

6. Fitomenadion/Vit K inj 2 mg/mL Ampul

7. Kalsium Glukonat inj 100 mg/mL Ampul

8. Atropin inj i.m./i.v./s.k. 0.25 mg/mL Ampul

9. Metildopa 250 mg Tablet

- UNIT PELAYANAN KESEHATAN PARU (TB)

NO. NAMA OBAT SATUAN

1. Epinefrin HCl inj Ampul

2. Difenhidramin 10 mg/mL Ampul

3. Dexametason 5 mg/mL Ampul

4. Lidokain inj 2% Ampul


5. Atropin inj i.m./i.v./s.k. 0.25 mg/mL Ampul

Kepala UPT Puskesmas Tamblong,

Dr. Budhi BM Sonjaya


Penata TK I
NIP.197311052005011006

Anda mungkin juga menyukai