Anda di halaman 1dari 11

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

DINAS KESEHATAN
DINAS UPTD PUSKESMAS WERGU WETAN
KESEHATAN PUSKESMAS
KABUPATEN KOMPLEK GOR WERGU WETAN KUDUS 59318 WERGU WETAN
KUDUS
Telp.(0291-433453)

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS WERGU WETAN


Nomor : 800/60.1.2/UKP/11.05.1/I/2023

TENTANG
PELAYANAN KLINIS DI UPTD PUSKESMAS WERGU WETAN

KEPALA UPTD PUSKESMAS WERGU WETAN

Menimbang : a. bahwa pelayanan klinis Puskesmas dilaksanakan sesuai


kebutuhan pasien;

b. bahwa pelayanan klinis Puskesmas perlu


memperhatikan mutu dan keselamatan pasien;

c. bahwa untuk menjamin pelayanan klinis dilaksanakan


sesuai kebutuhan pasien, bermutu, dan
memperhatikan keselamatan pasien, maka perlu
disusun kebijakan pelayanan klinis di UPTD Puskesmas
Wergu Wetan;

Mengingat : 1. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun


2004 tentang Praktik Kedokteran;

2. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun


2009 tentang Kesehatan;

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan;

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


43 Tahun 2019 Tentang Puskesmas;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021


tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Kesehatan;

6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 34 Tahun 2022


tentang Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik,
Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat
Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri
Dokter Gigi;

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


HK.01.07/MENKES/1186/2022 tentang Panduan Klinis
bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS WERGU WETAN


TENTANG PELAYANAN KLINIS UPTD PUSKESMAS WERGU
WETAN.

KESATU : Kebijakan pelayanan klinis di UPTD Puskesmas Wergu


Wetan sebagaimana tercantum dalam lampiran merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari surat keputusan ini.

KEDUA : Pada saat keputusan ini berlaku, Keputusan Kepala UPTD


Puskesmas Wergu Wetan Nomor
900/60.1.1.7/ADM/11.05.01/VI/2019 Tentang Kebijakan
Pelayanan Klinis UPTD Puskesmas Wergu Wetan.

Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan


KETIGA : dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan akan diadakan perbaikan/perubahan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Kudus
Pada tanggal : 2 Januari 2023
KEPALA UPTD PUSKESMAS WERGU WETAN,

TRIAS FARIDA SUKOWATI


Lampiran : SK Kepala UPTD Puskesmas Wergu Wetan
Nomor 800/60.1.2/UKP/11.05.1/I/2023
Tanggal : 2 Januari 2023
Tentang : Pelayanan Klinis di UPTD Puskesmas
Wergu Wetan

PELAYANAN KLINIS DI UPTD PUSKESMAS WERGU WETAN

A. PENDAFTARAN PASIEN
1. Pendaftaran pasien harus dipandu dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP) yang jelas.
2. Pendaftaran dilakukan oleh petugas yang kompeten yang memenuhi
kriteria sebagai berikut memiliki pelatihan dan/ atau pendidikan
tentang rekam medis.
3. Pendaftaran pasien memperhatikan keselamatan pasien.
4. Identitas pasien harus dipastikan minimal dengan dua cara dari cara
identifikasi sebagai berikut: nama pasien dan alamat pasien.
5. Informasi tentang jenis pelayanan klinis yang tersedia, dan informasi
lain yang dibutuhkan masyarakat yang meliputi: tarif, jenis
pelayanan, jadwal pelayanan, dan informasi tentang kerjasama
dengan fasilitas kesehatan yang lain beserta nomor telepon yang bisa
di hubungi harus dapat disediakan di tempat pendaftaran.
6. Hak dan kewajiban pasien harus diperhatikan pada keseluruhan
proses pelayanan yang dimulai dari pendaftaran, yang tercantum
dalam General Concent (formulir persetujuan umum yang diajukan
kepada pasien atau keluarga pada saat menerima pelayanan pertama
kali di Puskesmas).
7. Hak-hak pasien meliputi:
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di Puskesmas.
b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
c. Memperoleh pelayanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi.
d. Memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP).
e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi.
f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
g. Memilih tenaga kesehatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Puskesmas.
h. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data- data medisnya.
i. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Ijin Praktik (SIP) baik di dalam
maupun luar Puskesmas.
j. Memberikan persetujuan atau menolak atas timdakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang
dideritanya.
k. Mendapatkan informasi yang meliputi:
1) Penyakit yang diderita
2) Tindakan medis yang dilakukan
3) Kemungkinan penyakit sebagai akibat tindakan tersebut
4) Alternatif terapi yang lainnya.
5) Prognosis (perjalanan penyakit)
6) Perkiraan biaya pengobatan
l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
m. Menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Puskesmas.
o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Puskesmas
terhadap dirinya.
p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan
agama dan kepercayaan yang dianutnya.
q. Menggugat dan/ atau menuntut Puskesmas apabila Puskesmas
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
baik secara perdata ataupun pidana, dan
r. Mengeluhkan pelayanan Puskesmas yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
(Undang- Undang No. 4 Tahun 2009 Pasal 32)
8. Kewajiban pasien meliputi:
a. Mematuhi peraturan yang berlaku di Puskesmas.
b. Menggunakan fasilitas Puskesmas secara bertanggung jawab,
c. Menghormati hak pasien lain, pengunjung, dan hak tenaga
kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di Puskesmas.
d. Memberikan informasi yang jujur, lengkap, dan akurat sesuai
dengan kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah
kesehatannya.
e. Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan
jaminan kesehatan yang dimilikinya,
f. Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga
kesehatan di Puskesmas dan disetujui oleh pasien yang
bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
g. Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk
menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga
kesehatan dan/ atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan
oleh tenaga kesehatan untuk penyembuhan penyakit atau
masalah kesehatannya.
h. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterimanya.
(Peraturan Menteri Kesehatan No 4 tahun 2008 Pasal 26)
9. Kendala fisik, bahasa, dan budaya serta penghalang lain wajib
diidentifikasi dan ditindak lanjuti
10. Terdapat mekanisme koordinasi petugas di ruang pendaftaran
dengan unit lain/unit terkait
11. Petugas mensosialisasikan alur pelayanan pasien
12. Adanya tahapan dan prosedur pelayanan klinis

B. PENGKAJIAN, KEPUTUSAN, DAN RENCANA LAYANAN


1. Skrining dilakukan sejak awal dari penerimaan pasien untuk
memilah pasien sesuai dengan kemungkinan penularan infeksi
kebutuhan pasien dan kondisi kegawatan yang dipandu dengan
prosedur skrining yang dibakukan.
2. Proses kajian pasien merupakan proses yang berkesinambungan dan
dinamis, baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.
Proses kajian pasien menentukan efektivitas asuhan yang akan
dilakukan.
3. Kajian pasien meliputi:
a. mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisik,
psikologis, status sosial, dan riwayat penyakit. Untuk
mendapatkan data dan informasi tersebut, dilakukan anamnesis
(data subjektif = S) serta pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (data objektif = O);
b. analisis data dan informasi yang diperoleh yang menghasilkan
masalah, kondisi, dan diagnosis untuk mengidentifikasi
kebutuhan pasien (asesmen atau analisis = A); dan
c. membuat rencana asuhan (perencanaan asuhan = P), yaitu
menyusun solusi untuk mengatasi masalah atau memenuhi
kebutuhan pasien.
4. Pada saat pasien pertama kali diterima, dilakukan kajian awal,
kemudian dilakukan kajian ulang secara berkesinambungan baik
pada pasien rawat jalan sesuai dengan perkembangan kondisi
kesehatannya.
5. Kajian awal dilakukan oleh tenaga medis, keperawatan/kebidanan,
dan tenaga dari disiplin yang lain meliputi status
fisis/neurologis/mental, psikososiospiritual, ekonomi, riwayat
kesehatan, riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen risiko jatuh,
asesmen fungsional (gangguan fungsi tubuh), asesmen risiko gizi,
kebutuhan edukasi, dan rencana pemulangan.
6. Pada saat kajian awal perlu diperhatikan juga apakah pasien
mengalami kesakitan atau nyeri. Nyeri adalah bentuk pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung
akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang
menunjukkan kerusakan jaringan.
7. Kajian pasien dan penetapan diagnosis hanya boleh dilakukan oleh
tenaga profesional yang kompeten. Tenaga profesional yang
kompeten adalah tenaga yang dalam melaksanakan tugas profesinya
dipandu oleh standar dan kode etik profesi serta mempunyai
kompetensi sesuai dengan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki
yang dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat kompetensi.
8. Proses kajian tersebut dapat dilakukan secara individual
atau jika diperlukan dilakukan oleh tim kesehatan
antarprofesi yang terdiri atas dokter, dokter gigi, perawat,
bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain
sesuai dengan kebutuhan pasien. Jika dalam
pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, harus
dilakukan koordinasi dalam penyusunan rencana
asuhan terpadu.
9. Pasien mempunyai hak untuk mengambil keputusan
terhadap asuhan yang akan diperoleh.
10. Salah satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan
keputusan tentang pelayanan yang diterimanya adalah
dengan cara memberikan informasi yang mengacu pada
peraturan perundang-undangan (informed consent).
Dalam hal pasien adalah anak di bawah umur atau
individu yang tidak memiliki kapasitas untuk membuat
keputusan yang tepat, pihak yang memberi persetujuan
mengacu pada peraturan perundang-undangan.
Pemberian informasi yang mengacu pada peraturan
perundang-undangan itu dapat diperoleh pada berbagai
titik waktu dalam pelayanan, misalnya ketika pasien
masuk rawat inap dan sebelum suatu tindakan atau
pengobatan tertentu yang berisiko. Informasi dan
penjelasan tersebut diberikan oleh dokter yang
bertanggung jawab yang akan melakukan tindakan atau
dokter lain apabila dokter yang bersangkutan
berhalangan, tetapi tetap dengan sepengetahuan dokter
yang bertanggung jawab tersebut.
11. Pasien atau keluarga terdekat pasien diberi peluang
untuk bekerja sama dalam menyusun rencana asuhan
klinis yang akan dilakukan.
12. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil kajian yang
dinyatakan dalam bentuk diagnosis dan asuhan yang
akan diberikan, dengan memperhatikan kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, spiritual, serta memperhatikan
nilai budaya yang dimiliki oleh pasien, juga mencakup
komunikasi, informasi, dan edukasi pada pasien dan
keluarganya.
13. Perubahan rencana asuhan ditentukan berdasarkan
hasil kajian lanjut sesuai dengan perubahan kebutuhan
pasien.
14. Pada kondisi tertentu (misalnya pada kasus penyakit
tuberculosis/TBC dengan malnutrisi, perlu penanganan
secara terpadu dari dokter, nutrisionis, dan penanggung
jawab program TBC, pasien memerlukan asuhan terpadu
yang meliputi asuhan medis, asuhan keperawatan,
asuhan gizi, dan asuhan kesehatan yang lain sesuai
dengan kebutuhan pasien.
15. Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu
ada kerja sama antara petugas kesehatan dan
pasien/keluarga pasien. Pasien/keluarga pasien perlu
mendapatkan penyuluhan kesehatan dan edukasi yang
terkait dengan penyakit dan kebutuhan klinis pasien
menggunakan pendekatan komunikasi interpersonal
antara pasien dan petugas kesehatan serta menggunakan
bahasa yang mudah dipahami agar mereka dapat
berperan aktif dalam proses asuhan dan memahami
konsekuensi asuhan yang diberikan.
16. Proses kajian tersebut dapat dilakukan secara individual atau jika
diperlukan dilakukan oleh tim kesehatan antarprofesi yang terdiri
atas dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan
pemberi asuhan yang lain sesuai dengan kebutuhan pasien. Jika
dalam pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, harus
dilakukan koordinasi dalam penyusunan rencana asuhan terpadu.
17. Pasien gawat darurat dilakukan kajian dan proses triase mengacu
pada pedoman tata laksana triase.
18. Prinsip triase dalam memberlakukan sistem prioritas dengan
penentuan atau penyeleksian pasien yang harus didahulukan untuk
mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman
jiwa yang timbul berdasarkan:
a. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b. Dapat meninggal dalam hitungan jam
c. Trauma ringan
d. Sudah meninggal
Pasien-pasien tersebut didahulukan diperiksa dokter sebelum pasien
yang lain, mendapat pelayanan diagnostik sesegera mungkin dan
diberikan perawatan sesuai dengan kebutuhan.

C. PELAKSANAAN LAYANAN
1. Pelaksanaan layanan dipandu dengan pedoman dan prosedur
pelayanan klinis.
2. Pedoman dan prosedur layanan klinis meliputi: pelayanan medis,
keperawatan, kebidanan, dan pelayanan profesi kesehatan yang lain.
3. Pelaksanaan layanan dilakukan sesuai rencana layanan.
4. Pelaksanaan layanan dan perkembangan pasien harus dicatat dalam
rekam medis.
5. Jika dilakukan perubahan rencana layanan harus dicatat dalam
rekam medis.
6. Tindakan medis/pengobatan yang berisiko wajib diinformasikan pada
pasien sebelum mendapatkan persetujuan.
7. Triase dilakukan oleh seorang dokter, bila kondisi tidak
memungkinkan triage dilakukan oleh perawat/ bidan yang telah
dilatih untuk menyeleksi pasien sesuai dengan prioritas kegawat
daruratannya.
Pembagian pasien:
a. Prioritas I (label merah): Emergency.
Pasien gawat darurat; mengancam nyawa/ fungsi vital;
penanganan dan pemindahan bersifat segera, antara lain: syok
oleh berbagai kausa; gangguan pernapasan; perdarahan
eksternal massif; gangguan jantung yang mengancam; problem
kejiwaan yang serius;
b. Prioritas II (label kuning): Urgent
Pasien dalam kondisi darurat yang perlu evaluasi secara
menyeluruh dan ditangani oleh dokter untuk stabilisasi, diagnosa
dan terapi definitif, potensial mengancam jiwa/fungsi vital bila
tidak segera ditangani dalam waktu singkat penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat, antara lain: pasien
dengan resiko syok; fraktur multiple; fraktur femur/ pelvis; luka
bakar luas; gangguan kesadaran/trauma kepala; pasien dengan
status yang tidak jelas;
c. Priotas III (label hijau): Non Emergency
Pasien gawat darurat semu (False emergency) yang tidak
memerlukan pemeriksaan dan perawatan segera.
d. Prioritas IV (label hitam): Death
Pasien datang dalam keadaan sudah meninggal
8. Pemberian informasi dan persetujuan pasien (informed consent) wajib
didokumentasikan.
9. Pelaksanaan layanan klinis harus dimonitor, dievaluasi, dan ditindak
lanjut.
10. Evaluasi harus dilakukan terhadap evaluasi dan tindak lanjut.
11. Kasus-kasus gawat darurat harus diprioritaskan dan dilaksanakan
sesuai prosedur pelayanan pasien gawat darurat.
12. Kasus-kasus berisiko tinggi harus ditangani sesuai dengan prosedur
pelayanan kasus berisiko tinggi.
13. Kasus-kasus yang perlu kewaspadaan universal terhadap terjadinya
infeksi harus ditangani dengan memperhatikan prosedur pencegahan
(kewaspadaan universal).
14. Pemberian obat/cairan intravena harus dilaksanakan dengan
prosedur pemberian obat/cairan intravena yang baku dan mengikuti
prosedur aseptik.
15. Kinerja pelayanan klinis harus dimonitor dan dievaluasi dengan
indikator yang jelas.
16. Hak dan kebutuhan pasien harus diperhatikan pada saat pemberian
layanan.
17. Keluhan pasien/keluarga wajib diidentifikasi, didokumentasikan dan
ditindak lanjuti
18. Pelaksanaan layanan dilaksanakan secara tepat dan terencana untuk
menghindari pengulangan yang tidak perlu.
19. Pelayanan mulai dari pendaftaran, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, perencanaan layanan, pelaksanaan layanan, pemberian
obat/tindakan, sampai dengan pasien pulang atau dirujuk harus
dijamin kesinambungannya
20. Pasien berhak untuk menolak pengobatan.
21. Pasien berhak untuk menolak jika dirujuk ke sarana kesehatan lain
22. Penolakan untuk melanjutkan pengobatan maupun untuk rujukan
dipandu oleh prosedur yang baku.
23. Jika pasien menolak untuk pengobatan atau rujukan, wajib
diberikan informasi tentang hak pasien untuk membuat keputusan,
akibat dari keputusan, dan tanggung jawab mereka berkenaan
dengan keputusan tersebut
24. Pelayanan anestesi dan pembedahan harus dipandu dengan prosedur
baku.
a. Anestesi lokal
Anestesi lokal dilakukan dalam tindakan bedah minor yang dapat
dilakukan di UPTD Puskesmas Wergu Wetan. Preparat yang
digunakan adalah Lidocaine 2 ml.
b. Sedasi Per Rectal:
Sedasi per rectal digunakan untuk pasien anak dengan kejang
demam sederhana maupun kompleks. Preparat yang digunakan
adalah Diazepam 5 mg.
c. Sedasi Per Oral:
1) Sedasi per oral untuk pasien anak diberikan dengan riwayat
kejang demam, preparat yang digunakan adalah
Phenobarbital sesuai dengan dosis.
2) Sedasi per oral untuk pasien dewasa dengan riwayat kejang,
preparat yang digunakan adalah Phenobarbital /Diazepam
d. Anestesi topikal
Anestesi topikal dilakukan pada pencabutan gigi goyang, insisi
abses. Preparat yang digunakan adalah ethylcloride.
25. Pelayanan anestesi dan pembedahan harus dilaksanakan oleh
petugas yang kompeten
Kualifikasi tenaga yang berkompeten melakukan anestesi
a. Dokter : profesi dokter/ dokter gigi
b. Perawat / perawat gigi
c. Bidan
26. Sebelum melakukan anestesi dan pembedahan harus mendapatkan
informed consent
27. Status pasien wajib dimonitor setelah pemberian anestesi dan
pembedahan
e. Pendidikan/penyuluhan kesehatan pada pasien dilaksanakan sesuai
dengan rencana layanan

D. RENCANA RUJUKAN DAN PEMULANGAN


1. Dokter yang menangani bertanggung jawab untuk melaksanakan
proses pemulangan/rujukan
2. Umpan balik dari fasilitas rujukan wajib ditindaklanjuti oleh dokter
yang menangani
3. Jika pasien tidak mungkin dirujuk, Puskesmas wajib memberikan
alternatif pelayanan
4. Rujukan pasien harus disertai dengan resume medis.
5. Resume klinis meliputi: nama pasien, kondisi klinis,
prosedur/tindakan yang telah dilakukan, dan kebutuhan akan
tindak lanjut
6. Pasien diberi informasi tentang hak untuk memilih tempat rujukan.
7. Pasien dengan kebutuhan khusus perlu didampingi oleh petugas
yang kompeten.
8. Kriteria merujuk pasien meliputi :
a. Kriteria Umum
1) Pasien yang masih dapat disembuhkan (reversible)
2) Pasien yang layak angkut (transportable)
b. Kriteria Khusus
1) Pasien yang belum diketahui diagnosanya
2) Pasien yang penyakitnya sudah terdiagnosa tetapi fasilitas
pengobatan belum memadai di Puskesmas
3) Penyakit yang bisa dirujuk dan bisa menghasilkan
peningkatan kualitas hidup yang lebih baik
9. Kriteria pemulangan pasien :
a. Pasien dalam kondisi stabil (keadaan umum dan tanda vital baik)
b. Tidak ada tanda-tanda kegawatdaruratan (perdarahan dan nyeri
akut)
c. Prognosis baik

KEPALA UPTD PUSKESMAS WERGU WETAN,

TRIAS FARIDA SUKOWATI

Anda mungkin juga menyukai