Anda di halaman 1dari 34

PERATURAN DIREKTUR KLINIK WIJAYA HUSADA

NOMOR ……………………………………………….
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN

Menimbang : a. bahwa pasien berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama


dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu
dan mengutamakan keselamatan pasien;
b. bahwa dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud perlu adanya evaluasi dan penetapan Kebijakan Pelayanan
Kesehatan di Klinik Wijaya Husada;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b perlu menetapkan Keputusan Direktur ;

Mengingat : 1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang


Praktik Kedokteran;
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan;
4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang
Keperawatan;
5. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang
Kebidanan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014
tentang Klinik;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2014 Tentang Keperawatan;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada
Penyelenggaraaan Perijinan Berusaha Berbasis Risiko sektor Kesehatan;
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 24 Tahun
10. 2022 tentang Rekam Medis;
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
11. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 tahun
2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2021
tentang standar pelayanan kefarmasian di klinik.
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017 tentang

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 1


keselamatan pasien
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47 tahun
2018 tentang pelayanan kegawatdaruratan
16. Keputusan Direktur Utama PT. Wijaya Husada Nomor
01/SK/DU/K.WH/II/2021 tentang pengangkatan Direktur Klinik Wijaya
Husada;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR KLINIK WIJAYA HUSADA TENTANG KEBIJAKAN


PELAYANAN PASIEN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :


1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah seorang dokter, sesuai dengan
kewenang klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap
kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal sampai dengan akhir
perawatan di Klinik, baik pada pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Asuhan medis
lengkap artinya rencana serta tindakan lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
2. DPJP Utama adalah DPJP yang ditunjuk sebagai koordinator/ ketua tim proses pen-
gelolaan asuhan medis bagi pasien dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan
medis komprehensif – terpadu – efektif, demi keselamatan pasien melalui komu-
nikasi efektif dengan membangun sinergisme dan mencegah duplikasi serta men-
dorong penyesuaian pendapat (adjustmen) antar anggota / DPJP.
3. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) adalah tenaga kesehatan yang secara langsung
memberikan asuhan kepada pasien, antara lain. Dokter, perawat, bidan, ahli gizi, dan
apoteker

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 2


4. Patient centered care (PCC) adalah asuhan yang menghormati dan responsive ter-
hadap pilihan, kebutuhan dan nilai – nilai pribadi pasien serta memastikan bahwa ni-
lai – nilai pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis.
5. Pasien melarikan diri adalah pasien yang menolak rencana asuhan medis dengan
meninggalkan Klinik tanpa sepengetahuan perawat unit perawatan dan belum
menyelesaikan administrasi.
6. Panduan Praktis Klinis (PPK) adalah prosedur yang dilaksanakan oleh sekelompok
profesi yang mengacu pada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang
dibuat oleh oraganisasi profesi dan disahkan oleh pimpinan Klinik.
7. Clinical Pathway (CP) adalah sebuah pedoman yang digunakan untuk melakukan tin-
dakan klinis berbasis bukti pada fasilitas layanan kesehatan.
8. Asessmen awal pasien adalah penilaian kondisi pasien meliputi keaaan fisik,
psikologis, sosial dan factor ekonomi.
9. Panduan Asuhan Keperawatan (PAK) adalah rangkaian kegiatan pada praktek
keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan
kesehatan, dalam upaya pemenuhan KDM, dengan menggunakan metodologi  proses
keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika
keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan.
10. Pelayanan seragam adalah pelayanan yang sama diberikan kepada semua pasien
11. Pasien Risiko tinggi adalah pasien yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk
pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, risiko bahaya pengobatan, potensi yang
membahayakan pasien atau efek toksik dari obat beresiko tinggi.
12. Pelayanan Risiko tinggi adalah pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks
untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, risiko bahaya pengobatan,
potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat beresiko tinggi.
13. Terapi nutrisi adalah terapi yang diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi

BAB II
STANDAR ASUHAN

Pasal 2

1. Asuhan pasien diberikan secara seragam meliputi:


a. Akses untuk mendapatkan asuhan dan pengobatan tidak bergantung pada
kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembayaran.
b. Akses untuk mendapatkan asuhan dan pengobatan yang diberikan oleh PPA yang
kompeten tidak bergantung pada hari atau jam
c. Kondisi pasien menentukan sumber daya yang akan dialokasikan untuk
memenuhi kebutuhannya.

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 3


d. Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien, sama di semua unit pelayanan
di Klinik misalnya pelayanan anestesi.
e. Pasien yang membutuhkan asuhan keperawatan yang sama akan menerima
tingkat asuhan keperawatan yang sama di semua unit pelayanan di Klinik.
2. Rencana dan pemberian asuhan pasien dibuat, diintegrasikan, dan
didokumentasikan.
3. Klinik menetapkan pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi sesuai dengan
kemampuan, sumber daya dan sarana prasarana yang dimiliki.
4. Setiap dokter dalam memberikan asuhan kepada pasien harus berpedoman pada
Panduan Praktik Klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) yang telah disahkan oleh
Direktur .
5. Setiap perawat dalam memberikan asuhan kepada pasien harus berpedoman pada
Panduan Asuhan Keperawatan (PAK) yang telah disahkan oleh Direktur .
6. Setiap PPA lain dalam memberikan asuhan kepada pasien harus berpedoman pada
panduan asuhan masing – masing profesi.
7. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan
implementasi rencana serta tindak lanjutnya sesuai dengan kebutuhan pasien.

BAB III
SKRINING DAN TRIASE

Pasal 3

1. Pasien sebelum di terima di Klinik harus dilakukan skrining baik di dalam ataupun di
luar Klinik
2. Sebelum diberikan asuhan pelayanan ,setiap pasien harus dilakukan skrining untuk
menentukan kebutuhan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kondisi
sakitnya ,dan sesuai dengan kemampuan pemberian pelayanan Klinik.
3. Klinik menentukan tes atau bentuk penyaringan tertentu untuk populasi pasien
tertentu sebelum di tetapkan pasien dapat dilayani sesuai dengan standar prosedur
yang ada
4. Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien dapat
dilayani oleh Klinik
5. Keputusan untuk mengobati, mentransfer atau merujuk dilakukan setelah hasil
skrining selesai dievaluasi
6. Pasien dengan kebutuhan gawat dan atau darurat , atau pasien yang membutuhkan
pertolongan segera diidentifikasi menggunakan proses triase berbasis bukti untuk

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 4


memprioritaskan pasien , dengan mendahulukan dari pasien yang lain sehingga
dapat segera dilakukan pengkajian dan tindakan
7. Kebutuhan pasien di skrining saat proses admisi rawat inap untuk menetapkan
kebutuhan pelayanan preventif, paliatif, kuratif, rehabilitatif dan pelayanan khusus /
spesialistik atau pelayanan intensif

BAB IV
ADMISI DAN PENERIMAAN PASIEN

Pasal 4

1. Proses pasien masuk Klinik untuk rawat inap dan proses pendaftaran rawat jalan
diatur untuk mengurangi kendala antara lain pada pasien disabilitas, bahasa dan
budaya serta hambatan lainnya dalam memberikan pelayanan
2. Proses admisi atau penerimaan pasien rawat inap dan pendaftaran pasien rawat jalan
dan gawat darurat sesuai peraturan perundang – undangan meliputi pendaftaran
pasien gawat darurat, penerimaan langsung pasien dari UGD ke rawat inap , admisi
pasien rawat inap , pendaftaran pasien rawat jalan , observasi pasien dan mengelola
pasien bila tidak teklinikedia tempat tidur
3. Saat pasien di putuskan untuk rawat inap , maka staf medis yang memutuskan
tersebut memberi informasi tentang rencana asuhan yang di berikan dan hasil
asuhan yang diharapkan
4. Petugas admisi atau pendaftaran memberikan informasi tentang perkiraan biaya
selama perawatan
5. Saat di terima sebagai pasien rawat inap , pasien dan keluarga akan mendapat
edukasi dan orientasi tentang ruang rawat inap yang merupakan komponen penting
dalam keselamatan pasien

BAB V
ASESMEN AWAL PASIEN

Pasal 5

1. Asesmen awal pasien rawat jalan adalah pengkajian yang dilakukan oleh DPJP dan
PPA lainnya kepada seorang pasien untuk tujuan pengamatan, diagnosis,
pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan Kesehatan lainnya, tanpa mengharuskan
pasien tersebut dirawat inap.
2. Asesmen awal rawat jalan harus diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 1 jam
setelah dilakukan asesmen dan diperbarui setiap 30 hari dengan diagnose yang sama
3. Asesmen awal medis pasien rawat jalan sekurang-kurangnya meliputi :

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 5


a. Riwayat Kesehatan pasien, sekurang-kurangnya meliputi keluhan utama dan
Riwayat penyakit
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan Penunjang jika dibutuhkan
d. Diagnosis
e. Rencana asuhan
4. Asesmen awal keperawatan pasien rawat jalan sekurang-kurangnya meliputi :
a. Bio- psiko- spiritual
b. Ekonomi
c. Skrining dan asesmen nyeri
d. Riwayat alergi
e. Status fungsional
f. Risiko jatuh
g. Diagnosis keperwatan
h. Rencana asuhan
5. Asesmen awal pasien rawat inap adalah serangkaian penilaian pasien untuk
mendapatkan perawatan dan pengobatan yang dilakukan oleh medis dan perawat
6. Asesmen awal rawat inap harus diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 24
jam setelah pasien masuk rawat inap;
7. Asesmen ulang perawat minimal satu kali per shift atau sesuai dengan perubahan
kondisi pasien;
8. Asesmen ulang oleh profesional pemberi asuhan lainnya dilaksanakan sesuai kondisi
pasien;
9. Asesmen ulang didokumentasikan di formulir catatan perkembangan pasien
terintegrasi (CPPT) dalam format SOAP dan ADIME untuk ahli gizi;
10. Asesmen ulang diintegrasikan oleh DPJP dengan melakukan review dan verifikasi
paraf atau tanda tangan DPJP pada kolom verifikasi di CPPT per 24 jam.
11. Asesmen awal medis pasien rawat inap sekurang-kurangnya meliputi :
a. Riwayat Kesehatan pasien, sekurang-kurangnya meliputi keluhan utama dan
Riwayat penyakit
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan penunjang
d. Diagnosis
e. Masalah medis
f. Rencana asuhan
g. Rekonsiliasi obat
12. Asesmen awal keperawatan pasien rawat inap sekurang-kurangnya meliputi :
a. Bio-psikologis, sosial, ekonomi, spiritual
b. Skrining dan asesmen nyeri
c. Riwayat alergi
d. Status fungsional
e. Risiko jatuh
f. Risiko nutrisional

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 6


g. Pengkajian kebutuhan informasi dan edukasi pasien dan keluarga
h. Rencana asuhan
13. Asesmen awal pasien gawat darurat adalah pengkajian pasien di ruang UGD meliputi
pengkajian awal, kasus medis, trauma, kegawatan yang dilakukan secara cepat dan
tepat
14. Asesmen gawat darurat harus diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 2 jam
setelah dilakukan asuhan sesuai kebutuhan pasien;
15. Asesmen awal medis pasien gawat darurat meliputi :
a. Riwayat Kesehatan pasien, sekurang-kurangnya meliputi keluhan utama dan
Riwayat penyakit
b. Riwayat alergi
c. Pemeriksaan fisik
d. Diagnosis
e. Rencana asuhan
16. Asesmen awal keperawatan pasien gawat darurat meliputi :
a. Bio-psiko- spiritual
b. Skrining dan asesmen nyeri
c. Status fungsional
d. Risiko jatuh
e. Risiko nutrisional
f. Masalah keperawatan
g. Rencana asuhan

BAB VI

ALUR DAN TRANSFER PASIEN

Pasal 6

1. Alur pasien di UGD diatur secara efektif dibawah koordinasi Kepala Jaga UGD dapat
mengurangi penundaan asuhan kepada pasien
2. Koordinasi Kepala Jaga UGD dengan jajaran struktural unit kerja pelayanan
dilakukan pada saat tempat tidur penuh untuk memenuhi kebutuhan tempat tidur
pasien
3. Pengelolaan alur pasien untuk menghindari penumpukan meliputi keteklinikediaan
tempat tidur sementara , perencanaan fasilitas, perencanaan tenaga , alur pelayanan
pasien di tempat sementara, efisiensi pelayanan , memberikan asuhan pasien yang
sama kepada pasien di tempat sementara , dan akses pelayanan yang beklinikifat
mendukung

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 7


4. Evaluasi terhadap pengelolaan alur pasien dilakukan secara berkala dan dilaksanakan
upaya perbaikannya
5. Transfer dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan
6. Pasien yang ditransfer atau dirujuk harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu
sebelum dipindahkan
7. Rujukan ditujukan kepada individu /instansi secara spesifik
8. Sebelum melakukan rujukan harus dipastikan bahwa fasilitas kesehatan yang
menerima dapat memenuhi kebutuhan pasien yang dirujuk
9. Proses rujukan harus memastikan proses pemindahan pasien yang aman serta
dilakukan koordinasi oleh staff yang bertanggung jawab dalam proses pengelolaan
atau penyiapan rujukan
10. Transportasi untuk rujukan, memindahkan serta memulangkan pasien
menggunakan ambulance yang disiapkan sesuai dengan kebutuhan standar peralatan
ambulance
11. Proses rujukan didokumentasikan dalam formulir rujukan dan monitoring selama
rujukan di dalam rekam medis pasien

BAB VII
OBSERVASI PASIEN DI UGD

Pasal 7

1. Apabila berdasarkan pemeriksaan dokter dan pasien diputuskan untuk dilakukan


observasi di UGD , maka harus diinformasikan kepada keluarga dan
didokumentasikan di Form Catatan Edukasi Terintegrasi (CET)
2. Observasi pasien di UGD dilakukan maksimal 8 jam , selanjutnya pasien di alihkan ke
rumah sakit yang lebih mampu sesuai kebutuhan
3. Jika terdapat kondisi tertentu dimana mengharuskan pasien di observasi lebih dari 8
jam , maka wajib dilakukan edukasi ulang kepada pasien dan keluarga
4. Observasi di UGD dilakukan sampai pasien stabil untuk dilakukan transfer baik pasien
di transfer ke rawat inap atau dialihkan ke rumah sakit lain yang lebih mampu sesuai
kebutuhan pasien

BAB VIII
DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN (DPJP)

Pasal 8

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 8


1. Setiap pasien harus memiliki Dokter Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP) untuk
memberikan asuhan kepada pasien
2. Asuhan tersebut dilakukan secara terintegasi dan terdokumentasi dalam rekam
medis pasien
3. Proses perpindahan tanggung jawab asuhan pasien , dari DPJP satu dan DPJP lainnya
serta jika terjadi perubahan DPJP utama ,dilakukan koordinasi ,di atur dengan
seksama serta terdokumentasi di rekam medis untuk menjaga mutu dan
keselamatan pasien serta integrasi asuhan
4. Untuk mengatur kesinambungan asuhan selama pasien berada di Klinik, maka DPJP
yang bertanggung jawab mengelola pasien sesuai dengan kewenangan klinisnya dan
melakukan koordinasi untuk kesinambungan pelayanan
5. DPJP utama ditentukan melalui :
a. DPJP yang pertama kali mengelola pasien pada awal perawatan
b. Pilihan dari pasien

Pasal 9

Pada instalasi gawat darurat (UGD), dokter jaga UGD/dokter emergency menjadi DPJP pada
pemberian asuhan medis awal / penanganan kegawat daruratan. Kemudian selanjutnya saat
pasien akan dipindahkan ke rawat inap maupun untuk kebutuhan konsultasi penanganan
awal sampai stabil baik dan dipindahkan ke rawat inap. Setelah dirawat inap, maka DPJP
pasien tersebut adalah dokter rawat inap

BAB IX
PENUNDAAN DAN KELAMBATAN PELAYANAN

Pasal 10

1. Kebutuhan klinis pasien harus dipertimbangkan dan pasien diberi tahu jika terjadi
penundaan dan kelambatan pelaksanaan tindakan /pengobatan dan atau
pemeriksaan penunjang diagnostik di rawat jalan maupun di rawat inap
2. Pasien dan atau keluarga di beri informasi tentang alternatif yang teklinikedia sesuai
kebutuhan klinis pasien
3. Informasi terkait penundaan dan kelambatan serta alternatif tersebut harus tercatat
di rekam medis

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 9


BAB X
PEMULANGAN DAN RENCANA PEMULANGAN PASIEN

Pasal 11

1. Pasien yang memerlukan perencanaan pemulangan sesuai kriterianya ( Discharge


Planning) direncanakan sedini mungkin untuk menjaga kesinambungan asuhan ,
dimana dilakukan secara terintegrasi melibatkan semua PPA.
2. DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien yang dikelola, harus
menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan sesuai dengan Panduan Praktik
Klinik
3. Pemulangan pasien didasarkan pada kondisi kesehatan pasien dan dikoordinasikan
dengan baik untuk memastikan bahwa kesinambungan asuhan dikelola oleh praktisi
kesehatan
4. Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik
sesuai kebutuhan pasien
5. Apabila pasien menginginkan untuk meninggalkan Klinik dalam periode waktu
tertentu (pulang sementara), maka perawat menyampaikan ke DPJP
6. Keputusan untuk mengijinkan pasien pulang sementara sepenuhnya kewenangan
dari DPJP, beserta hal – hal yang menyertainya ( termasuk kebutuhan terapi infus dan
obat – obatan)
7. Pada pasien rawat jalan dan rawat inap yang menolak rencana asuhan medis
termasuk keluar Klinik atas permintaan sendiri dan pasien menghendaki penghentian
pengobatan harus mendapat edukasi terkait risiko yang terjadi
8. Discharge planning dibuat beklinikamaan pada saat melakukan asesmen
keperawatan rawat inap dan harus dikomunikasikan kepada pasien dan atau keluarga
pasien dan jika PPA menemukan perubahan rencana pemulangan ,maka PPA mengisi
dan menuliskannya di Form Discharge Planning Lanjutan
9. Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan
kelanjutan pelayanan medis
10. Ringkasan pulang ( Discharge summary) dibuat oleh DPJP dan diberikan kepada
pasien sebelum pasien pulang
11. Salinan ringkasan pasien pulang pasien dilampirkan di rekam medis
12. Salinan ringkasan pulang pasien diberikan kepada praktisi kesehatan rujukan jika
pasien dirujuk dan pihak penjamin sesuai kebutuhan

BAB XI
PASIEN MELARIKAN DIRI

Pasal 12

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 10


1. Jika seorang pasien telah selesai menjalani proses asemen kemudian pasien ini
memutuskan meninggalkan Klinik , maka pasien ini dianggap sebagai pasien keluar
menolak rencana asuhan medis dan dilakukan penyelesaian sesuai ketentuan yang
telah ada
2. Segera informasikan kepada petugas security jika mengetahui bahwa ada pasien yang
melarikan diri kemudian mengajak kembali pasien dan keluarga pasien tersebut
kembali ke ruang perawatan dengan cara yang baik dan sopan
3. Bila pasien dan keluarga pasien yang melarikan diri tersebut sudah tidak ada, maka
laporkan kepada kepala unit/ kepala tim/ kepala jaga dan DPJP yang beklinikangkutan
4. Pelaporan kepada DPJP terkait pasien melarikan diri harus tercatat di dalam rekam
medis pada form CPPT
5. Melalui petugas , pasien dan atau keluarga dihubungi untuk dijelaskan potensi risiko
atau bahaya yang ada akibat tidak selesai atau tidak lengkapnya pelayanan dan
tindakan yang diterima pasien
6. Unit perawatan terkait membuat laporan tertulis untuk ditujukan kepada Kepala
seksi keperawatan dan Kepala Bidang Pelayanan Medis

BAB XIII
PASIEN RISIKO BUNUH DIRI

Pasal 13

Semua pasien wajib dilakukan asesment risiko bunuh diri dan dilakukan pencegahan
risiko bunuh diri dengan menilai dan mengevaluasi ulang serta mengambil tindakan
pada pasien yang berisiko melakukan tindakan bunuh diri

BAB XIV
RUJUKAN

Pasal 14

1. Rujukan ditujukan kepada individu /instansi secara spesifik


2. Sebelum melakukan rujukan harus dipastikan bahwa fasilitas kesehatan yang
menerima dapat memenuhi kebutuhan pasien yang dirujuk
3. Proses rujukan harus memastikan proses pemindahan pasien yang aman serta
dilakukan koordinasi oleh staff yang bertanggung jawab dalam proses pengelolaan
atau penyiapan rujukan

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 11


4. Transportasi untuk rujukan, memindahkan serta memulangkan pasien
menggunakan ambulance yang disiapkan sesuai dengan kebutuhan standar peralatan
ambulance
5. Proses rujukan didokumentasikan dalam formulir rujukan dan monitoring selama
rujukan di dalam rekam medis pasien

BAB XV
PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN

Pasal 15

1. DPJP dan PPA lain dalam memberikan asuhan pasien dilakukan secara seragam
berdasarkan regulasi asuhan
2. Asuhan pasien diberikan oleh PPA yang kompeten tidak bergantung pada hari setiap
minggu atau waktunya setiap hari.
3. Semua PPA dalam memberikan asuhan pasien dan pemeriksaan diagnostik dilakukan
sesuai dengan standar pada populasi yang sama di semua unit pelayanan.
4. Pelayanan asuhan pasien dilaksanakan secara setara tanpa membedakan suku,
bangsa, agama, ras dan kepentingan pribadi atau kelompok.
5. Penerapan asuhan pasien disesuaikan dengan formulir rekam medis sesuai prinsip
IAR (informasi Analisis Rencana) dan penerapanya sesuai dengan standar asuhan.

Pasal 16

1. Pengintegrasian pelayanan dilakukan antar PPA


2. Pelaksanaan asuhan pasien terintegrasi pusatnya adalah pasien dengan ketentuan:
a. Melibatkan pasien dan keluarga.
b. DPJP sebagai ketua tim PPA (Clinical Team Leader) menjadi penggerak proses in-
tegrasi antar PPA, melakukan integrasi asuhan pasien melalui review dan veri-
fikasi asuhan per 24 jam.
c. PPA bekerja sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofessional
memakai Panduan Praktik Klinis(PPK), Panduan AsuhanPPA lainnya, Alur Klinis
terintegrasi/Clinical Pathway, dan CatatanPerkembanganPasienTerintegrasi
(CPPT).
d. Perencanaan pemulangan pasien/Discharge Planning dilakukan secara terinte-
grasi.
e. Pada kasus sulit, kasus penyakit yang jarang dan pertimbangan lainya, para PPA
dapat melakukan rapat tentang pasien/ronde klinis kemudian hasil atau simpu-
lan dari rapat tim atau diskusi tentang pasien dicatat di CPPT.

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 12


3. Asuhan untuk setiap pasien direncanakandengan metode IAR oleh dokter penang-
gungjawab pelayanan (DPJP), perawat dan PPA lainnya segera maksimal 24 jam sete-
lah pasien masuk rawat inap.
4. Instruksi antar PPA dilakukan dari dan kepada orang yang berkompeten dan didoku-
mentasikan pada formulir rekam medis (CPPT).
5. Instruksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 termasuk pada instruksi tindakan klinis
dan pemeriksaan diagnostik.

Pasal 17

1. Pemberian diet pasien sesuai dengan status gizi, kebutuhan pasien dan diagnosa
pasien serta dicatat pada rekam medis.
2. Makanan disiapkan dan disimpan dengan mengurangi resiko kontaminasi dan pem-
busukan.
3. Distribusi makanan pasien dilaksanakan secara tepat waktu.

Pasal 18

1. Pada pasien berisiko gizi dilakukan terapi gizi terintegrasi oleh ahli gizi dan dicatat
pada rekam medis.
2. Asuhan gizi terintegrasi mencakup rencana, pemberian dan monitoring evaluasi ter-
api gizi.

Pasal 19

1. Pasien dengan nyeri diberikan pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan kebu-
tuhan.
2. Pasien berhak mendapatkan pengkajian dan pengelolaan nyeri yang tepat.
3. Klinik memiliki proses untuk melakukan skrining, pengkajian, dan tata laksana untuk
mengatasi rasa nyeri
4. Informasi mengenai kemungkinan adanya nyeri dan pilihan tata laksananya diberikan
kepada pasien yang menerima terapi/ prosedur/ pemeriksaan terencana yang sudah
dapat diprediksi menimbulkan rasa nyeri.
5. Pemberian edukasi tentang pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan latar be-
lakang agama, budaya, nilai-nilai pasien dan keluarga.
6. PPA diberikan pelatihan untuk mengatasi nyeri.

BAB XVI
PELAYANAN FARMASI DAN PENGGUNAAN OBAT

Pasal 20

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 13


1. Pengorganisasian pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat secara menyeluruh
yang mengarahakan semua tahapan dalam pelayanan obat yang aman sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
2. Penetapan penyusunan formularium Klinik dilakukan oleh tim dan disahkan oleh
Direktur
3. Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, serta berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
4. Penentuan pengadaan obat bila sewaktu-waktu obat tidak teklinikedia
5. Pengaturan penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai yang baik, benar dan aman
6. Tata kelola bahan berbahaya serta obat narkotika dan psikotropika yang baik , benar
dan aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7. Penetapan pengaturan larangan penyimpanan elektrolit konsentrat dan elektrolit
dengan konsentrasi tertentu diluar instalasi farmasi
8. Penetapan penyimpanan dan pengawasan penggunaan obat tertentu
9. Pengelolaan obat emergency yang teklinikedia di unit layanan agar dapat segera
dipakai untuk memenuhi kebutuhan darurat serta upaya pemeliharaan dan
pengamanan dari kemungkinan pencurian dan kehilangan.
10. Penetapan penarikan kembali (recall) dan pemusnahan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai yang tidak layak pakai karena rusak, mutu
sub standar atau kadaluaklinika
11. Peresepan, permintaan obat dan instruksi pengobatan dilakukan secara benar,
lengkap dan terbaca serta menetapkan staf medis yang kompeten dan berwenang
untuk melakukan peresepan obat dan instruksi pengobatan.
12. Penetapan syarat kelengkapan resep atau pemesanan obat
13. Penetapan pembatasan jumlah resep atau jumlah pemesanan obat oleh staf medis
yang mempunyai kewenangan
14. Penetapan penyiapan dan penyerahan obat yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan praktik profesi.
15. Penetapan sistem yang seragam untuk penyiapan dan penyerahan obat
16. Penetapan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk memberikan obat
termasuk pembatasannya
17. Penetapan verifikasi kesesuaian obat dengan instruksi pengobatan yang meliputi :
a. identitas pasien
b. nama obat
c. dosis
d. rute pemberian
e. waktu pemberian
18. Penetapan pengobatan oleh pasien sendiri (self administration)
19. Penetapan seleksi pasien, pemantauan, pencatatan dan pelaporan efek obat dan
efek samping obat

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 14


20. Penetapan medication safety yang bertujuan mengarahkan penggunaan obat yang
aman dan meminimalisasi kemungkinan terjadi kesalahan penggunaan obat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XVII
PELAYANAN RESIKO TINGGI

Pasal 21

1. Klinik Wijaya Husada memberikan asuhan pada pasien risiko tinggi dan pelayanan
berisiko tinggi
2. Pelayanan risiko tinggi dilaksanakan secara khusus berdasarkan ketentuan yang telah
ditetapkan sebagai berikut :
a. Pelayanan Risiko Tinggi
1) Pelayanan transfusi darah;
2) Pelayanan penyakit menular;
3) Pelayanan pada populasi pasien lansia (geriatri), pasien anak;
b. Pasien Risiko TinggI
1) Pasien emergensi;
2) Pasien dengan alat restrain
3) pasien resiko tinggi lainnya yaitu pasien dengan penyakit hipertensi,
diabetes, dan stroke.
c. Resiko Tambahan
1) Pasien jatuh
3. Pasien dengan kebutuhan isolasi dapat dirujuk di rumah sakit yang mempunyai fasili-
tas perawatan isolasi.
4. Pemberian darah dan produk darah harus memperhatikan kaidah mutu, keselamatan
pasien dan informed concent.
5. Pasien dengan kondisi koma diberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan unik pada
pasien koma.
6. Setiap PPA dalam memberikan pelayanan pada pasien resiko tinggi dan pelayanan
resiko tinggi telah dibekali pelatihan khusus.
7. Setiap instalasi/unit pelayanan resiko tinggi turut serta dalam program
pengembangan mutu Klinik.
8. Pasien dengan immuno-compromised and suppressed dilakukan pelayanan khusus
dan ditempatkan di ruang perawatan isolasi.
9. Penggunaan alat restraint dilakukan edukasi, informed consent dan evaluasi kondisi
pasien secara berkala.
10. Pasien diberikan pelayanan yang khusus terhadap pasien yang lemah, lanjut usia,
anak, dan yang dengan ketergantungan bantuan, serta populasi yang berisiko disiksa
dan risiko bunuh diri.

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 15


Pasal 22

1. Kegawatan pasien harus dideteksi sejak dini melalui early warning system (EWS)
sehingga pasien mendapatkan penanganan secepatnya.
2. Pelayanan bantuan hidup dasar (BHD) diberikan 24 jam oleh setiap petugas di Klinik
dengan rujukan bantuan hidup lanjut oleh tim code blue.

BAB XVIII
PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

Pasal 23

1. Pelayanan di Klinik Wijaya Husada harus selalu berorientasi pada mutu dan
keselamatan pasien
2. Indikator mutu :
a. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk menilai suatu perubahan.
Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan Klinik Wijaya Husada sehingga dapat menerapkan Langkah-langkah
upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Klinik Klinik Wijaya Husada mempunyai indikator yang terdiri dari :
1) Indikator Nasional Mutu
2) Indikator Mutu Prioritas Klinik
3) Indikator Mutu Prioritas Unit
c. Pelaporan Indikator Mutu dari masing-masing unit dilaporkan secara rutin setiap
bulan kepada Direktur melalui Tim Mutu
3. Setiap unit pelayanan menyusun daftar risiko setiap tahun dan melakukan upaya
pengendalian risiko di unitnya.

BAB XIX
SASARAN KESELAMATAN PASIEN

Pasal 24

1. Standar identifikasi adalah nama lengkap pasien, tanggal lahir pasien, nomor rekam
medis dan Nomor NIK.
2. Pelaksanaan identifikasi pasien minimal 2 dari 4 standar yang ditetapkan.
3. Pasien dilakukan identifikasi secara verbal dengan menanyakan nama lengkap pasien
dan tanggal lahirnya kemudian dicocokkan secara visual dengan gelang identitas
pasien dan berkas rekam medis/form pemeriksaan.

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 16


4. Pada pasien rawat jalan proses identifikasi secara verbal dengan menanyakan nama
lengkap pasien dan tanggal lahirnya kemudian dicocokkan secara visual dengan
karcis/kartu berobat/ form pemeriksaan.
5. Warna gelang pasien sesuai dengan jenis kelamin yaitu merah muda untuk pasien
perempuan dan biru muda untuk pasien laki-laki.
6. Gelang penanda yaitu sesuai dengan risiko pasien
a. Gelang kuning untuk pasien yang memiliki risiko jatuh.
b. Gelang merah untuk pasien yang memiliki alergi makanan, obat-obatan, plester,
dan alat kesehatan lainnya.
c. Gelang ungu untuk pasien do not resuscitation (DNR).
7. Pasien diidentifikasi sebelum dilakukan tindakan, prosedur diagnostic dan terapeutik,
sebelum pemberian obat, darah, produk darah, pengambilan spesimen, pemberian
diet pasien, sebelum menerima cairan intravena, pengambilan darah atau pengambi-
lan specimen lain, prosedur radiologi diagnostic dan identifikasi pada pasien koma/
tidak sadar.
8. Pemasangan gelang identitas pasien dilakukan oleh perawat klinik rawat jalan apabila
pasien masuk perawatan melalui klinik rawat jalan.
9. Bagi pasien rawat jalan yang harus dipasang gelang identitas adalah yang akan
dilakukan tindakan medis lebih lanjut termasuk pasien observasi di UGD lebih dari 6
jam, , IVP dan semua pemeriksaan yang menggunakan bahan kontras.
10. Pemasangan gelang identitas pasien dilakukan oleh perawat UGD apabila pasien
masuk perawatan melalui UGD.
11. Pada pasien bayi baru lahir/neonatus pemasangan gelang identitas dilakukan di
ruang tindakan setelah bayi lahir, gelang identitas dipasang 2 gelang yaitu di
pergelangan tangan dan di pergelangan kaki.
12. Pada pasien tanpa identitas/tidak dikenal dan tidak bisa diajak komunikasi diten-
tukan dengan menggunakan inisial disertai nomor urut pasien, bila pasien laki-laki
maka dituliskan “X, Tn.” Dan apabila perempuan “Y, Ny.”.
13. Pada Pasien gangguan jiwa, pasien luka bakar yang tidak memungkinkan diidentifikasi
dengan gelang dan pasien alergi terhadap bahan baku gelang diidentifikasi dengan
menyematkan identitas di baju pasien dan kalau tidak memungkinkan bisa dilakukan
foto kepada pasien dan dilampirkan pada Berkas Rekam Medis pasien tetapi terlebih
dahulu harus ada persetujuan terhadap tindakan ini.

Pasal 25

1. Tehnik komunikasi yang digunakan untuk berkomunkasi antar PPA (professional pem-
beri asuhan) dengan menggunakan SBAR (S : Situasi, B : Background, A : Asesmen, R :
Rekomendasi)
2. Prinsip komunikasi dilakukan dengan tulis perintah, baca ulang/eja ulang dan konfir-
masi
3. Pendokumentasian komunikasi dengan tehnik SBAR dicatat di CPPT/ catatan perkem-
bangan pasien terintegrasi

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 17


4. Hasil diagnostic kritis meliputi nilai kritis laboratorium, hasil kritis radiologi, diagnostic
jantung (ECG), pemeriksaan diagnostic kritis sesuai dengan panduan EWS segera dila-
porkan ke DPJP dan didokumentasikan di CPPT
5. Handover ditindaklanjuti pada pergantian shift pemberi asuhan, perpindahan pasien
antar unit, dari unit rawat inap ke unit radiologi atau antar staf medis - staf medis,
antar staf medis dengan staf keperawatan, staf keperawatan dengan staf klinis.
6. Pendokumentasian hasil handover dicatat di form handover dan form transfer antar
unit.
7. Pengirim laporan hasil kritis adalah perawat, analis, radiografer dan penerima hasil
kritis adalah dokter/ DPJP.

Pasal 26

1. Obat High Risk diberikan label warna merah, elektrolit konsentrat diberikan label
warna merah, sedangkan obat LASA diberikan label kuning.
2. Pemberian obat dengan golongan high alert medication dengan menggunakan prin-
sip double check.
3. Khusus elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di Unit Pelayanan pasien kecuali
Kamar beklinikalin khusus obat MgSO4 20% dan 40%.

Pasal 27

1. Penilaian awal risiko jatuh dilakukan pada saat pasien masuk Klinik baik UGD atau
rawat jalan, pasien dilakukan skrining secara visual oleh petugas Klinik dengan
memperhatikan:
a. Gangguan berjalan (sempoyongan/ limbung)
b. Gangguan keseimbangan
c. Memakai alat bantu jalan seperti: Tongkat, walker, cruth, kukliniki roda
d. Pasien yang berjalan dengan bantuan orang lain
e. Pasien dengan gangguan penglihatan
f. Pasien geriatri
g. Pasien anak kurang dari 10 tahun
2. Pasien tersebut dianggap sebagai pasien berisiko tinggi jatuh, maka petugas skrining
melakukan pencegahan jatuh dengan cara memasangkan pita kuning pada lengan
tangan atas pasien disertai dengan edukasi tujuan pemasangan pita kuning.
3. Khusus pasien anak dibawah 10 tahun yang tidak mengalami gangguan berjalan,
memakai alat bantu jalan, gangguan penglihatan, dan berjalan dengan bantuan
orang lain tidak perlu dipasang pita kuning namun tetap dilakukan edukasi
pencegahan jatuh.
4. Asesmen risiko jatuh pada pasien rawat jalan menggunakan skala asesmen get up
and go test dengan kriteria sebagai berikut :

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 18


a. Cara berjalan pasien tidak seimbang/sempoyongan/limbung/menggunakan alat
bantu
b. Menompang saat akan duduk (memegang pinggiran kukliniki/tempat tidur/
benda lain saat akan duduk)
5. Jika dari asesmen diatas ditemukan salah satu kriteria atau keduanya, maka pasien
dikategorikan berisiko jatuh dan di beri pita warna kuning pada lengan tangan
pasien.
6. Jika pasien masuk rawat inap, pasien dilakukan asesmen risiko jatuh rawat inap
berdasarkan usia harus ditetapkan dalam waktu selambat-lambatnya 24 jam sejak
pasien dirawat di Klinik. Asesmen dilakukan oleh perawat yang sudah memiliki SPKK
dari Direktur dengan menentukan skor risiko jatuh berdasarkan usia. Untuk pasien
dewasa (usia>18 th) menggunakan moklinike fall scale,untuk pasien anak (usia < 18
th) menggunakan humpty dumpty, dan untuk pasien geriatri (usia 60 th dengan 2
diagnosa medis,usia > 70th )menggunakan ontario fall scale
7. Apabila didapatkan risiko sedang atau tinggi, maka diangkat sebagai masalah
keperawatan untuk menentukan rencana pencegahan terjadinya pasien jatuh, serta
pelaporan terhadap DPJP.
8. Asesmen ulang risiko jatuh dilakukan untuk pasien rawat inap dengan ketentuan :
a) Untuk skor rendah asesmen ulang dilakukan setiap 3 hari sekali, serta diberikan
edukasi dan tatalaksana pencegahan risiko jatuh
b) Untuk skor sedang asesmen ulang dilakukan setiap 1 hari sekali, serta diberikan
edukasi dan tatalaksana pencegahan risiko jatuh
c) Untuk skor tinggi asesmen ulang dilakukan setiap shift, serta diberikan edukasi
dan tatalaksana pencegahan risiko jatuh
d) Asesmen ulang juga dilakukan pada pasien setelah dilakukan tindakan medis
yang mengalami perubahan fisik dan mental secara signifikan, serta setiap per-
pindahan antar unit perawatan, penambahan obat yang bisa menimbulkan
pasien berisiko jatuh, pasien mengalami insiden jatuh saat dirawat.
9. Untuk mengubah kategori dari risiko tinggi ke risiko rendah, diperlukan skor < 25
(skala moklinike), skor 7-12( ska;a humty dumpty) dan skor <6 (skala Ontario) dalam
2 kali pemeriksaan berturut-turut.

BAB XX
INSIDEN KESELAMATAN PASIEN

Pasal 28

1. KPCS/Kondisi Potensial Cedera Signifikan (Report able circumstance) adalah kondisi


yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera yang signifikan, tetapi belum
terjadi insiden.

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 19


Beberapa kondisi potensial cedera meliputi : atap berjamur, obat tidak ada nama
obat, dll.
2. KNC/Kondisi Nyaris Cedera (Nearmiss, Closecall) adalah terjadinya insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien.
3. KTC/Kejadian Tidak Cedera (Noharmincident) adalah insiden yang terpapar ke
pasien, tetapi tidak menimbulkan cedera.
4. KTD/Kejadian Tidak Diharapkan (Adveklinikeevent) adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
5. Sentinel Event adalah kejadian tidak diharapkan (KTD) yang mengakibatkan
kematian atau cedera yang serius.
6. Jika terjadi inisiden keselamatan pasien segera tangani, laporkan kepada atasan
terkait, dan Instalasi melaporkan kepada Tim Keselamatan Pasien dalam waktu
maksimal 2x24 jam setelah terjadi insiden dengan melengkapi formulir laporan
insiden dan dilakukan grading matrix.
7. Untuk kejadian sentinel maka harus segera dilaporkan maksimal 1x24 jam ke
Direktur
8. Insiden dengan hasil grading matrik/ grading risiko dengan band biru dan hijau
dilakukan investigasi sederhana dan untuk hasil grading kuning dan merah
dilakukan RCA (Root Cause Analysis).
9. Laporan insiden keselamatan pasien dari tim keselamatan pasien di laporkan
kepada Direktur tiap 6 bulan sekali

BAB XXI
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

Pasal 29

1. Tim PPI melakukan koordinasi semua kegiatan PPI yang melibatkan pemimpin Klinik,
staf klinis dan non klinis sesuai, dengan ukuran, serta kompleksitas Klinik dan perat-
uran perundang-undangan.
2. Teklinikedia anggaran yang cukup untuk menunjang pelaksanaan program PPI
3. Program PPI dan kesehatan kerja yang komprehensif di seluruh Klinik untuk menu-
runkan risiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan pada pasien dan penu-
runan risiko infeksi pada staf yang mengacu dan sesuai dengan ilmu pengetahuan
terkini, pedoman praktik terkini, standar kesehatan lingkungan terkini, dan peratu-
ran perundang-undangan
4. Penetapan pelaksanaan surveilans berdasarkan risiko infeksi yang relevan akibat
tindakan dan infeksi yang penting secara epidemiologis
5. Penetapan risiko infeksi pada prosedur dan proses asuhan invasif yang berisiko in-
feksi serta strategi untuk menurunkan risiko infeksi.
6. Penetapan manajemen risiko infeksi pada proses kegiatan penunjang pelayanan
(medik dan nonmedik) yang berisiko terjadi infeksi serta strategi pencegahannya

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 20


7. Penetapan pelayanan sterilisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
meliputi
a. Alat yang kritikal yaitu sterilisasi
b. Semi kritikal yaitu dengan disinfeksi tingkat tinggi
c. Non kritikal yaitu dengan disinfeksi tingkat rendah.
8. Penetapan batas kadaluaklinika bahan medis habis pakai dan alat single use yang
akan digunakan kembali (reuse)
9. Unit Laundry bertanggung jawab dalam pengelolan linen sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
10. pengelolaan linen/laundry sesuai dengan peraturan perundang-undangan
11. Pengelolaan limbah infeksius dan limbah cair Klinik untuk meminimalkan risiko in-
feksi
12. Pengelolaan benda tajam dan jarum untuk menurunkan cedera serta mengurangl
risiko infeksi
13. Pelayanan makanan di Klinik bekerja sama dengan pihak ketiga yang sudah sesuai
standar Dinas Kesehatan
14. Penetapan pengendalian mekanis dan teknis (mechanical dan engineering control)
15. Penetapan penilaian risiko pengendalian infeksi (ifection control risk assess-
ment/ICRA)
16. Penetapan penempatan pasien dengan penyakit menular dan pasien yang men-
galami imunitas rendah (immuno compromised)
17. Penetapan penempatan pasien infeksi "air borne" dalam waktu singkat jika tidak
teklinikedia kamar dengan tekanan negatif (ventilasi alamiah atau mekanik) di Klinik
18. Skenario penetapan pasien apabila terjadi ledakan pasien (outbreak) penyakit in-
feksi air borne
19. Penetapan hand hygiene yang mencakup kapan, di mana, dan bagaimana
melakukan cuci tangan mempergunakan sabun (hand wash) dan atau dengan disin-
fektan (hand rubs) serta keteklinikediaan fasilitas hand hygiene.
20. Penetapan penggunaan alat pelindung diri, tempat yang harus menyediakan alat
pelindung diri, dan pelatihan cara memakainya
21. Penetapan sistem manajemen data terintegrasi antara data surveilans dan data in-
dikator mutu
22. Penetapan program pelatihan dan edukasi tentang PPl yang meliputi :
a. Orientasi pegawai baru baik staf klinis maupun nonklinis di tingkat Klinik
maupun di unit pelayanan
b. Staf klinis (profesional pemberi asuhan) secara berkala
c. Staf nonklinis
d. pasien dan keluarga
e. Pengunjung
23. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di selu-
ruh lingkungan Klinik Klinik Wijaya Husada melalui 5 momen yaitu :
a. Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien
b. Momen 2 : sebelum tindakan asepsis

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 21


c. Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien
d. Momen 4 : setelah kontak dengan pasien
e. Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
24. Pelaksanaan Kebersihan Tangan menggunakan 6 langkah cuci tangan.
25. Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi), semua perhi-
asan yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus dilepaskan selama bertu-
gas dan pada saat melakukan cuci tangan
26. Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan kuku palsu dan
cat kuku
27. Setiap petugas di Klinik Klinik Wijaya Husada wajib mengikuti pelatihan kebekliniki-
han tangan yang diadakan oleh Klinik secara berkesinambungan mengenai prosedur
kebeklinikihan tangan melalui orientasi dan KIE berkelanjutan.

Pasal 30

1. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan selalu
mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakan medik se-
hingga tepat, efektif dan efisien.

Pasal 31

1. Pelaksanaan sterilisasi alat dilaksanakan secara terpusat melalui Unit CSSD


2. Unit CSSD bertanggung jawab menyusun panduan dan prosedur tetap, mengkoordi-
nasikan serta melakukan monitoring dan evaluasi proses serta kualitas/mutu hasil
sterilisasi dengan persetujuan Tim PPI
3. Klinik melakukan Kerjasama CSSD dengan rumah sakit lain untuk sterilisasi
instrument/linen/alat yang membutuhkan sterilisator low term dan high term.

Pasal 32

1. Alat Medis Sekali Pakai (AMSP) dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomen-
dasi manufactur-nya.
2. Alat Medis Sekali Pakai (AMSP) dapat digunakan ulang (reuse of single use devices)
sesuai kebijakan KLINIK, dengan dasar pertimbangan sesuai panduan PPI.

Pasal 33

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 22


1. Semua lingkungan perawatan pasien diupayakan seminimal mungkin kandungan
partikel debu, kuman dan spora dengan menjaga kelembapan dan pertukaran
udara.
2. Tidak diperbolehkan menggunakan karpet di ruang perawatan (kecuali dicuci secara
rutin).

Pasal 34

1. Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam dan
yang berisiko melukai atau memotong jaringan permukaan kulit atau tubuh
sehingga menyebabkan luka.
2. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan
tusukan (safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
3. Petugas tidak diperbolehkan melakukan penutupan ulang jarum yang telah digu-
nakan untuk mencegah kemungkinan tertusuk jarum.
4. Pembersihan ruang perawatan menggunakan bahan disinfektan, yang telah disedi-
akan oleh Farmasi.

Pasal 35

1. Kesehatan karyawan dilakukan pemeriksaan secara pada saat rekrutmen awal


2. Pemberian vaksinasi bagi karyawan yang bekerja ditempat dengan resiko tinggi
merujuk pada kebijakan Klinik.

Pasal 36

1. Klinik menyediakan ruang tersendiri terpisah untuk mencegah dan prosedur isolasi
yang melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit menular dan pasien
yang rentan terhadap infeksi HAIS (imunosuppressed).
2. Pasien dengan penularan melalui airborne harus dirawat di ruang isolasi dengan
natural airflow
3. Jika diagnosa penyakit pasien sama, pasien diruang isolasi boleh dilakukan
kohorting.
4. Pasien TB yang sudah menjalani pengobatan > 2 minggu dan tidak ada penyakit
menular lainnya maka jika ruang isolasi tidak tersedia boleh menempati ruang
perawatan biasa.
5. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu
mematuhi etika batuk dan pernapasan.

Pasal 37

1. Tempatkan pasien dengan penularan terpisah dengan pasien non penularan.

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 23


2. Bila tidak tersedia ruang tersendiri dibolehkan dirawat bersama pasien lain yang je-
nis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting.
3. Pasien – pasien yang menempati ruang tersendiri adalah pasien dengan penularan
(kontak, droplet, dan airborne), pasien dengan daya tahan tubuh rendah, pasien re-
siko mudah terinfeksi, pasien yang mengganggu pasien lain, dan pasien dengan re-
siko lebih berat bila terganggu.
4. Untuk pasien dengan penularan harus diberi tanda kewaspadaan berdasarkan jenis
transmisinya (kontak, droplet, airborne).
5. Penempatan pasien TB yang belum pernah mendapatkan terapi OAT, harus
dipisahkan dari pasien lain, sedangkan pasien TB yang telah mendapat terapi OAT
secara efektif berdasarkan analisis resiko tidak berpotensi menularkan TB baru dapat
dikumpulkan dengan pasien lain.
6. Pasien menular dipisahkan dari pasien lain yang beresiko immunocopromised.
7. Untuk pasien UGD yang penularan melalui airborne ditempat di ruang tersendiri di
UGD.
8. Untuk pasien Kamar Bersalin yang penularan melalui airborne di rujuk ke KLINIK
yang menyediakan ruang isolasi kamar bersalin.

Pasal 38

1. Anak-anak di bawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien.


2. Jam Kunjung pasien yaitu pada pukul 09.00-11.00 dan 16.00 – 19.00 wib
3. Setiap ruangan / unit harus menyediakan fasilitas wastafel, tempat sampah non infeksius
(kantong hitam), sabun biasa (handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung.

BAB XXII
PEMBERIAN INSTRUKSI

Pasal 39

1. Perintah tertulis wajib disertai dengan identitas pasien, sedikitnya mengandung 2


variabel identitas.
2. Instruksi secara verbal/lisan/tidak langsung dilakukan oleh DPJP.
3. Instruksi harus diberikan dalam bentuk tertulis pada asesmen awal dan asesmen
ulang (CPPT) pada kolom instruksi dan bukan secara lisan kecuali dalam kondisi
darurat dimana jika tidak dilakukan dalam waktu cepat akan mengakibatkan
keterlambatan pelayanan pasien.
4. Instruksi terkait rencana asuhan pasien ditulis dalam rekam medis dalam waktu
maksimal 24 jam setelah pasien masuk ruang rawat inap.
5. Instruksi verbal order dilakukan sesuai prosedur komunikasi efektif.
6. Permintaan khusus diagnostik imajing dan atau laboratorium klinis wajib disertai in-
dikasi klinis atau diagnosis dan hanya bisa dituliskan oleh dokter spesialis, dokter
umum dan dokter gigi.

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 24


7. Penulisan resep wajib dilakukan sesuai dengan standar baku penulisan resep dan
tulisan yang mudah dibaca, serta mencantumkan sediaan obat, kekuatan obat, do-
sis obat, jumlah obat , aturan pakai dan hanya bisa dituliskan oleh dokter spesialis,
dokter umum dan dokter gigi.

BAB XXIII
INTEGRASI ASUHAN

Pasal 40

1. Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan oleh staf medis,
keperawatan dan staf lain yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien kemudian
dikomunikasikan antar staff klinis sesuai dengan tata cara yang sudah diatur dalam
pedoman komunikasi.
2. DPJP melakukan review integrasi asuhan pada lembar catatan perkembangan
pasien terintegrasi (CPPT) dan tanda tangan pada kolom verifikasi DPJP setiap hari.
3. DPJP menentukan penatalaksanaan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan
pasien, dan melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang diperlukan.
4. Sedikitnya sekali dalam sehari, DPJP akan melakukan asesmen ulang pada pasien se-
lama fase akut (< 48 jam sejak pasien masuk Klinik) dari perawatan dan pengob-
atannya dengan melakukan kunjungan langsung kepada pasien (visite), termasuk
hari libur, atau menunjuk pengganti dengan tetap melaporkan kondisi terkini
pasien.
5. Pada Pasien fase non akut (>48 jam sejak pasien masuk Klinik) asesmen ulang medis
dilakukan oleh DPJP sekali sehari dan didokumentasikan pada Catatan Perkemban-
gan Pasien Terintegrasi. DPJP dapat mendelegasikan kepada tenaga medis lain yang
memiliki kompetensi untuk kasus pasien tersebut serta Surat Izin Praktik (SIP) di
Klinik Klinik Wijaya Husada.
6. Selama memberikan asuhan pelayanan pasien, semua tenaga kesehatan wajib
melakukan pencatatan asuhan pasien pada berkas rekam medis sesuai formulir
yang telah ditentukan.

BAB XXIV
HAK PASIEN DAN KELUARGA

Pasal 41

1. Pelayanan asuhan pasien dilaksanakan dengan menghormati dan responsif terhadap


pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien.
2. DPJP wajib melibatkan pasien dan keluarganya dengan memberikan informasi dan
edukasi terkait rencana pelayanan yang akan diberikan kepada pasien, sedemikian

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 25


sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi yang cukup untuk mengambil
keputusan.

Pasal 42

1. Sebelum melakukan tindakan khusus yang invasif dan berisiko, DPJP wajib meminta
informed consent kepada pasien dan atau keluarganya kecuali tindakan emergency.
2. Sebelum mendapatkan pelayanan medis, pasien berhak mendapatkan informasi yang
meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tin-
dakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan. Setelah mendapatkan penjelasan/
informasi tersebut pasien memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya secara ter-
tulis (Informed Consent).

Pasal 43

1. Pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan, rawat inap, dan gawat
darurat serta pemeriksaan penunjang diberikan informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di Klinik Wijaya Husada pada saat mendaftar baik berupa bro-
sur, leaflet, poster, papan pengumuman maupun penjelasan langsung yang diberikan
oleh petugas pendaftaran dan informasi.
2. Pasien dan/atau keluarga diberikan informasi tentang hak dan kewajiban pasien dan
disampaikan pada saat pasien masuk rawat inap dan informasi secara tertulis yang
terdapat di ruangan atau tempat-tempat yang dapat diakses oleh pasien dan kelu-
arga.
3. Dokter, perawat, apoteker dan pemberi pelayanan kesehatan lain di Klinik Wijaya Hu-
sada wajib memberikan pelayanan kesehatan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi.
4. Dokter, perawat, apoteker dan pemberi pelayanan kesehatan lain di Klinik Wijaya Hu-
sada wajib memberikan pelayanan Kesehatan bermutu sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional.
5. Dokter, perawat, apoteker dan pemberi pelayanan kesehatan lain di Klinik Wijaya Hu-
sada wajib memberikan pelayanan kesehatan efektif dan efisien sehingga pasien ter-
hindar dari kerugian fisik dan materi.
6. Perawat dan atau petugas pemberi pelayanan kesehatan lainnya menerima
keluhan/pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan oleh pasien. Apabila
keluhan tersebut tidak terselesaikan oleh perawat atau melibatkan unit kerja lain, se-
lanjutkan dilaporkan ke marketing Klinik Wijaya Husada agar dapat ditindak lanjuti
dengan tetap memberikan laporan kepada atasan langsung dan apabila pasien dan/
atau keluarganya belum mendapatkan penyelesaian atas permasalahan yang di-

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 26


alaminya maka Klinik Wijaya Husada akan mengakomodasi gugatan dan/atau tuntu-
tan
7. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
disesuaikan dengan peraturan yang berlaku di Klinik Klinik Wijaya Husada.
8. Perawat mengakomodasi permintaan pasien dan/atau keluarga untuk konsultasi ten-
tang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain (second opinion) yang mempunyai
Surat Izin Praktik (SIP) dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter DPJP.
9. Seluruh tenaga medis/keperawatan/tenaga kesehatan lainnya wajib menjaga privasi
dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medis, setiap wawancara
klinis, pemeriksaan, prosedur/pengobatan dan transportasi, kecuali atas permintaan
tertulis pasien untuk memberitahukan hal ikhwal kondisi medisnya kepada pihak lain
dan pasien diinformasikan tentang kerahasiaan informasi dan pembukaan informasi
rahasia mengenai pasien sesuai dengan Undang-undang dan peraturan.
10. Pasien dan/atau keluarga mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata
cara, tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternative tindakan, resiko, dan komp-
likasi yang mungkin terjadi, dan prognosis tindakan medis yang dilakukan serta perki-
raan biaya pengobatan.
11. Pasien dan/atau keluarga berhak memberikan persetujuan atau menolak atas tin-
dakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideri-
tanya.
12. Dokter/perawat wajib menginformasikan kepada keluarganya apabila seorang pasien
berada dalam keadaan kritis dan memberi kesempatan keluarganya untuk men-
dampingi pasien tersebut.
13. Klinik Wijaya Husada mengakomodir kebutuhan pasien akan kerohanian bagi pasien
yang menginginkan bimbingan rohani selama masa perawatan di Klinik sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing dan pasien diperkenankan menjalankan
ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak ada kon-
tra-indikasi atas penyakitnya dan diperkenankan oleh DPJP serta pelaksanaan ibadah
tersebut tidak mengganggu pasien lainnya.
14. Pasien memperoleh perlindungan terhadap kekerasan fisik selama menjalani dan
berada dalam proses pelayanan kesehatan di Klinik Wijaya Husada dari seseorang
maupun sekelompok orang yang merugikan diri dan keselamatan pasien dan
kelompok pasien berisiko dalam hal ini bayi, anak-anak, manula, individu cacat dan
pasien yang tidak mampu melindungi dirinya sendiri menjadi perhatian khusus bagi
seluruh petugas kesehatan untuk memberikan perlindungan.
15. Petugas Klinik Wijaya Husada wajib memberitahukan pasien dan/atau keluarganya
untuk tidak membawa barang berharga selama pasien mendapatkan pelayanan di
Klinik Wijaya Husada, dan apabila pasien karena kondisi kesehatannya dan/atau tidak
ada keluarga yang mendampinginya maka barang-barang berharga miliknya dititip-
kan kepada petugas keamanan Klinik Wijaya Husada.
16. Bagian keamanan Klinik Wijaya Husada melakukan pengawasan terhadap pengunjung
atau keluarga pasien atau seseorang yang tidak beridentitas dan pengawasan lokasi

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 27


terpencil atau terisolasi dari Klinik Wijaya Husada dan secara cepat bereaksi terhadap
pasien yang berada dalam bahaya kekerasan.
17. Pasien diberikan kesempatan mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan staf
maupun manajemen Klinik Wijaya Husada terhadap dirinya selama menjalani proses
pelayanan kesehatan di Klinik.
18. Pasien dan/atau keluarga berhak menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak
sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya
19. Pasien dan/atau keluarga berhak menggunggat dan/atau menuntut Klinik apabila
Klinik diduga memberikan pelayanan yang sesuai dengan standart baik secara per-
data maupun pidana
20. Pasien dan/atau keluarga berhak mengeluhkan pelayanan Klinik yang tidak sesuai
dengan standart pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan peratu-
ran perundang-undangan
Pasal 44

1. Informasi maupun penjelasan yang diberikan kepada pasien dan/ atau keluarganya
oleh dokter/ perawat/tenaga pemberi pelayanan kesehatan lain dilaksanakan dalam
rangka KIE kepada pasien dan/ atau keluarganya berkaitan dengan pelayanan
kesehatan di Klinik Wijaya Husada wajib dicatat dan disertakan dalam berkas Rekam
Medis pasien.
2. KIE kesehatan terhadap pasien dan/atau keluarganya dilaksanakan secara umum
maupun khusus sesuai dengan kebutuhan pasien dan/ atau keluarganya dengan
tujuan agar pasien dan/ atau keluarganya dapat dilibatkan dalam proses
penyembuhan pasien.
3. Penyampaian informasi maupun penjelasan dalam rangka KIE kepada pasien dan/
atau keluarganya dilaksanakan oleh petugas yang diberi kewenangan untuk
melakukan hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Klinik Klinik Wijaya
Husada dengan memperhatikan kemampuan intelektual pasien, hambatan fisik dan
psikologis, maupun hambatan bahasa ; sedemikian sehingga Klinik Wijaya Husada
wajib menyediakan tenaga, fasilitas dan perlengkapan lain yang diperlukan pasien
agar maksud dan tujuan KIE tersebut diterima dengan baik oleh pasien dan/atau
keluarganya.
4. Pasien dan/atau keluarga memiliki kewajiban mematuhi peraturan yang berlaku di
Klinik.
5. Pasien dan/atau keluarga memiliki kewajiban bertanggung jawab terhadap fasilitas
yang dipergunakan selama perawatan atau pelayanan kesehatan.
6. Pasien dan/atau keluarga memiliki kewajiban menghormati hak-hak pasien lain, pen-
gunjung dan hak tenaga kesehatan serta petugas lainnya yang berkerja di Klinik.
7. Pasien dan/atau keluarga memiliki kewajiban memberikan informasi yang jujur,
lengkap, dan akurat sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kese-
hatannya.
8. Pasien dan/atau keluarga memiliki kewajiban memberikan informasi mengenai ke-
mampuan finansial dan jaminan kesehatan yang dimilikinya.

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 28


9. Pasien dan/atau keluarga memiliki kewajiban menerima segala konsekuensi atas
keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh
tenaga kesehatan dan/atau tidak memtuhi petunjuk yang diberikan oleh tenaga kese-
hatan dalam rangka penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya.
10. Pasien dan/atau keluarga memiliki kewajiban memberikan imbalan jasa pelayanan
yang diterimanya.

BAB XXV
PROGRAM NASIONAL

Pasal 45

1. Klinik Klinik Wijaya Husada menetapkan program nasional meliputi:


a. Meningkatan angka kesehatan ibu dan bayi
b. Menurunkan angka kesakitan Tuberkulosis/ TBC
c. Menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS
d. Menurunkan prevalensi stunting dan wasting
e. Pelayanan klinik ibu dan anak

BAB XXVI
KOMUNIKASI DAN INFORMASI KEPADA PASIEN (KIE)

Pasal 46

1. DPJP wajib melibatkan pasien dan keluarganya dengan memberikan informasi dan
edukasi terkait rencana pelayanan yang akan diberikan kepada pasien, sedemikian
sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi yang cukup untuk mengambil
keputusan.
2. Semua pasien yang masuk ke Klinik dilakukan assesmen tentang kebutuhan KIE sesuai
kebutuhannya bahkan ketika kondisi pasien berubah. Proses assesmen pasien di-
lakukan secara terus menerus dan digunakan pada unit kerja rawat inap dan rawat
jalan.
3. Dalam merencanakan kie kepada pasien dan keluarganya, Klinik harus melakukan as-
esmen keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarganya, asesmen kemampuan mem-
baca, tingkat KIE dan bahasa yang digunakan, asesmen hambatan emosional dan mo-
tivasi, asesmen keterbatasan fisik dan kognitif dan asesmen kesediaan pasien untuk
menerima informasi.

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 29


4. Hasil pengkajian KIE pasien dicatat dalam rekam medik berupa pencatatan yang ser-
agam.
5. Pelaksanaan pengkajian KIE, perencanaan pedidikan dan materi KIE pasien dan kelu-
arga dicatat dalam Catatan Edukasi Terintegrasi dan dimasukkan ke berkas rekam
medis.

Pasal 47

1. Pasien dengan penurunan kesadaran, anak-anak atau pasien dengan gangguan ko-
munikasi, assesmen dan edukasi diberikan kepada orang tua, keluarga dekat atau
yang bertanggung jawab terhadap pasien.
2. KIE pasien dan keluarga pasien berfokus pada pengetahuan dan keterampilan khusus
yang akan dibutuhkan pasien dan keluarganya untuk membuat keputusan per-
awatan, berpartisipasi dalam perawatan dan melanjutkan perawatan dirumah.
3. KIE kesehatan dapat diberikan secara perorangan, kelompok, atau di kamar
pasien.
4. Pasien dan keluarga mendapatkan KIE tentang kondisi kesehatan dan diagnosa
penyakit.
5. Pasien dan keluarga mendapatkan KIE tentang penggunaan obat-obatan yang dida-
pat dari pasien secara efektif dan aman (bukan hanya obat yang dibawa pulang), ter-
masuk potensi efek samping obat, potensi interaksi obat yang diresepkan dengan
obat lainnya (termask OTC/over the counter) serta makanan.
6. Pasien dan keluarga mendapatkan KIE tentang keamanan dan efektifitas penggunaan
peralatan medis.
7. Pasien dan keluarga mendapatkan KIE tentang manajemen nyeri.
8. Pasien dan keluarga mendapatkan KIE tentang diet dan nutrisi yang memadai.
9. Setelah mendapatkan KIE, pasien dilakukan verifikasi bahwa pasien telah menerima
dan memahami materi KIE yang diberikan dengan cara menanyakan ulang materi
yang telah disampaikan atau memperagakan ulang perilaku materi edukasi yang
telah disampaikan.

BAB XXVII
PELAYANAN JENAZAH

Pasal 48

1. Dokter membuat surat keterangan kematian setelah melakukan pemeriksaan fisik


tanda – tanda kematian dan telah dilakukan observasi selama 2 jam.
2. Setelah dinyatakan meninggal oleh dokter, setiap jenazah dipulangkan melalui ruang
transit jenazah untuk dibawa keluarganya.

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 30


BAB XXVIII
PEMELIHARAAN ALAT

Pasal 49

Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan secara teratur dan kalibrasi
sesuai ketentuan yang berlaku

BAB XXIX
RAPAT KOORDINASI

Pasal 50

1. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin 1 bulan
sekali
2. Semua unit wajib membuat laporan bulanan, triwulan dan tahunan kegiatan
pelayanan yang telah dilakukan.

BAB XXX
REKAM MEDIK

Pasal 51

1. Rekam Medik melakukan pengelolaan data dan informasi klinis serta manjerial yang
bertujuan untuk menunjang tertib administrasi dalam upaya peningkatan pelayanan
kesehatan Klinik yang didukung oleh suatu sistem pengelolaan rekam medik yang
cepat, tepat, bernilai, dapat dipertanggung jawabkan serta berfokus kepada pasien
dan keselamatan pasien secara terintegrasi.
2. Penetapan tenaga kesehatan yang memiliki hak akses ke rekam medik telah diatur
dalam regulasi lain yang tidak terpisahkan dengan peraturan Direktur ini.
3. Penentuan jangka waktu retensi berkas rekam medik ditentukan atas dasar nilai
kegunaan tiap-tiap berkas rekam medik dan konsisten dengan kerahasiaan dan
keabsahan informasi.
4. Rekam medik pasien dan data serta informasi lain terkait pasien harus dijaga dan
dilindungi sepanjang waktu.
5. Penggunaan secara seragam kode diagnosis dan prosedur memudahkan
pengumpulan data serta analisis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Penetapan setiap pasien memiliki satu nomor rekam medik.
7. Penetapan isi spesisfik dari berkas rekam medik diatur dalam regulasi lain yang tidak
terpisahkan dari peraturan Direktur ini.
8. Penetapan rekam medik pasien gawat darurat memuat waktu kedatangan dan keluar
pasien, ringkasan kondisi pasien saat keluar dari gawat darurat dan instruksi tindak
lanjut asuhan dalam pedoman rekam medik.

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 31


9. Penetapan individu yang berwenang mengisi rekam medik dan memahami cara
melakukan koreksi sesuai peraturan perundang-undangan.
10. Penetapan individu yang melakukan review rekam medik secara berkala.
11. Mengatur privacy dan kerahasiaan data serta informasi dan secara khusus dalam
menjaga data dan informasi yang beklinikifat sensitif.

BAB XXXI
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KLINIK

Pasal 52

1. Unit Admin memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan Klinik
dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk
memperoleh informasi secara tepat dan akurat dan merupakan bagian dari sistem
informasi kesehatan.
2. Seluruh karyawan Klinik harus bisa menguasai pengoperasian komputer sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab di unit masing – masing.
3. Setiap pengguna komputer tidak diijinkan untuk mengubah, menambah,
mengurangi konfigurasi, aplikasi dan data apaun yang tidak berkaitan dengan job
deskripsinya tanpa ijin tertulis dari Direktur.
4. Direktur dapat memberikan kewenangan secara tertulis kepada unit kerja atau
perorangan untuk berhak sepenuhnya memonitor segala aktifitas dan melakukan
tindakan sebagaimana seharusnya terhadap semua perangkat komputer beserta
yang bekaitan dengan hal tersebut.

Pasal 53

1. Setiap staf di Unit Pelayanan wajib melakukan penginputan data di program SIM
KLINIK pada modul yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
2. Menetapkan media sosial whatsapp sebagai media resmi informasi dengan
mencantumkan nomor naskah sebagaimana terformat dalam Panduan Tata Naskah

BAB XXXII
PASIEN RISIKO TINGGI DAN PELAYANAN BERISIKO TINGGI

Pasal 54

1. Pasien risiko tinggi yang dapat dilayani oleh klinik antara lain:
a. Pasien emergensi
b. Populasi rentan yaitu anak-anak dan orang tua

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 32


2. Pelayanan risiko tinggi yang dapat dilayani oleh klinik adalah pelayanan pasien
menular dengan terbatas pada pelayanan skrining saja

Pasal 55

1. Pasien emergensi mendapatkan pelayanan terlebih dahulu dengan tetap


berdasarkan penilaian Triage nya
2. Pasien orang tua mendapatkan prioritas antrian di rawat jalan dan mendapat
tempat duduk tersendiri
3. Pasien orang tua maupun anak-anak diperbolehkan ditunggui penunggu 2 orang
untuk memudahkan pengawasan dan aktifitas mereka selama dirawat

Pasal 56

Pelayanan risiko tinggi yaitu penyakit menular dilakukan skrining , jika memang pasien
memiliki penyakit menular, maka akan dirujuk kef askes lain dg tetap memperhatikan
transmisi pasien agar tidak menularkan ke pasien atau pengunjung klinik lainnya.

BAB XXXIII
PASIEN BERKEBUTUHAN KHUSUS

Pasal 57

1. Klinik Wijaya Husada mendahulukan pasien disabilitas dan lansi dengan


memasangkan penanda tempat-tempat khusus yang mengutamakan disabilitas dan
lansia
2. Menyediakan fasilitas kursi roda di pintu masuk klinik untuk pasien disabilitas dan
lansia

BAB XXXIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 58

Peraturan ini berlaku terhitung mulai tanggal 3 April 2023 sampai dengan waktu yang
belum ditentukan.

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 33


Ditetapkan di : Singosari
Pada tanggal : 3 April 2023
Direktur ,

dr. Mirna Savitri


NIK. 19930313 202010 2 001

Pemeriksa Pemeriksa Pemeriksa Otorisasi


1 2 3 Naskah

Kebijakan Pelayanan Pasien Klinik | 34

Anda mungkin juga menyukai