NOMOR ……………………………………………….
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
STANDAR ASUHAN
Pasal 2
BAB III
SKRINING DAN TRIASE
Pasal 3
1. Pasien sebelum di terima di Klinik harus dilakukan skrining baik di dalam ataupun di
luar Klinik
2. Sebelum diberikan asuhan pelayanan ,setiap pasien harus dilakukan skrining untuk
menentukan kebutuhan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kondisi
sakitnya ,dan sesuai dengan kemampuan pemberian pelayanan Klinik.
3. Klinik menentukan tes atau bentuk penyaringan tertentu untuk populasi pasien
tertentu sebelum di tetapkan pasien dapat dilayani sesuai dengan standar prosedur
yang ada
4. Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien dapat
dilayani oleh Klinik
5. Keputusan untuk mengobati, mentransfer atau merujuk dilakukan setelah hasil
skrining selesai dievaluasi
6. Pasien dengan kebutuhan gawat dan atau darurat , atau pasien yang membutuhkan
pertolongan segera diidentifikasi menggunakan proses triase berbasis bukti untuk
BAB IV
ADMISI DAN PENERIMAAN PASIEN
Pasal 4
1. Proses pasien masuk Klinik untuk rawat inap dan proses pendaftaran rawat jalan
diatur untuk mengurangi kendala antara lain pada pasien disabilitas, bahasa dan
budaya serta hambatan lainnya dalam memberikan pelayanan
2. Proses admisi atau penerimaan pasien rawat inap dan pendaftaran pasien rawat jalan
dan gawat darurat sesuai peraturan perundang – undangan meliputi pendaftaran
pasien gawat darurat, penerimaan langsung pasien dari UGD ke rawat inap , admisi
pasien rawat inap , pendaftaran pasien rawat jalan , observasi pasien dan mengelola
pasien bila tidak teklinikedia tempat tidur
3. Saat pasien di putuskan untuk rawat inap , maka staf medis yang memutuskan
tersebut memberi informasi tentang rencana asuhan yang di berikan dan hasil
asuhan yang diharapkan
4. Petugas admisi atau pendaftaran memberikan informasi tentang perkiraan biaya
selama perawatan
5. Saat di terima sebagai pasien rawat inap , pasien dan keluarga akan mendapat
edukasi dan orientasi tentang ruang rawat inap yang merupakan komponen penting
dalam keselamatan pasien
BAB V
ASESMEN AWAL PASIEN
Pasal 5
1. Asesmen awal pasien rawat jalan adalah pengkajian yang dilakukan oleh DPJP dan
PPA lainnya kepada seorang pasien untuk tujuan pengamatan, diagnosis,
pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan Kesehatan lainnya, tanpa mengharuskan
pasien tersebut dirawat inap.
2. Asesmen awal rawat jalan harus diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 1 jam
setelah dilakukan asesmen dan diperbarui setiap 30 hari dengan diagnose yang sama
3. Asesmen awal medis pasien rawat jalan sekurang-kurangnya meliputi :
BAB VI
Pasal 6
1. Alur pasien di UGD diatur secara efektif dibawah koordinasi Kepala Jaga UGD dapat
mengurangi penundaan asuhan kepada pasien
2. Koordinasi Kepala Jaga UGD dengan jajaran struktural unit kerja pelayanan
dilakukan pada saat tempat tidur penuh untuk memenuhi kebutuhan tempat tidur
pasien
3. Pengelolaan alur pasien untuk menghindari penumpukan meliputi keteklinikediaan
tempat tidur sementara , perencanaan fasilitas, perencanaan tenaga , alur pelayanan
pasien di tempat sementara, efisiensi pelayanan , memberikan asuhan pasien yang
sama kepada pasien di tempat sementara , dan akses pelayanan yang beklinikifat
mendukung
BAB VII
OBSERVASI PASIEN DI UGD
Pasal 7
BAB VIII
DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN (DPJP)
Pasal 8
Pasal 9
Pada instalasi gawat darurat (UGD), dokter jaga UGD/dokter emergency menjadi DPJP pada
pemberian asuhan medis awal / penanganan kegawat daruratan. Kemudian selanjutnya saat
pasien akan dipindahkan ke rawat inap maupun untuk kebutuhan konsultasi penanganan
awal sampai stabil baik dan dipindahkan ke rawat inap. Setelah dirawat inap, maka DPJP
pasien tersebut adalah dokter rawat inap
BAB IX
PENUNDAAN DAN KELAMBATAN PELAYANAN
Pasal 10
1. Kebutuhan klinis pasien harus dipertimbangkan dan pasien diberi tahu jika terjadi
penundaan dan kelambatan pelaksanaan tindakan /pengobatan dan atau
pemeriksaan penunjang diagnostik di rawat jalan maupun di rawat inap
2. Pasien dan atau keluarga di beri informasi tentang alternatif yang teklinikedia sesuai
kebutuhan klinis pasien
3. Informasi terkait penundaan dan kelambatan serta alternatif tersebut harus tercatat
di rekam medis
Pasal 11
BAB XI
PASIEN MELARIKAN DIRI
Pasal 12
BAB XIII
PASIEN RISIKO BUNUH DIRI
Pasal 13
Semua pasien wajib dilakukan asesment risiko bunuh diri dan dilakukan pencegahan
risiko bunuh diri dengan menilai dan mengevaluasi ulang serta mengambil tindakan
pada pasien yang berisiko melakukan tindakan bunuh diri
BAB XIV
RUJUKAN
Pasal 14
BAB XV
PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN
Pasal 15
1. DPJP dan PPA lain dalam memberikan asuhan pasien dilakukan secara seragam
berdasarkan regulasi asuhan
2. Asuhan pasien diberikan oleh PPA yang kompeten tidak bergantung pada hari setiap
minggu atau waktunya setiap hari.
3. Semua PPA dalam memberikan asuhan pasien dan pemeriksaan diagnostik dilakukan
sesuai dengan standar pada populasi yang sama di semua unit pelayanan.
4. Pelayanan asuhan pasien dilaksanakan secara setara tanpa membedakan suku,
bangsa, agama, ras dan kepentingan pribadi atau kelompok.
5. Penerapan asuhan pasien disesuaikan dengan formulir rekam medis sesuai prinsip
IAR (informasi Analisis Rencana) dan penerapanya sesuai dengan standar asuhan.
Pasal 16
Pasal 17
1. Pemberian diet pasien sesuai dengan status gizi, kebutuhan pasien dan diagnosa
pasien serta dicatat pada rekam medis.
2. Makanan disiapkan dan disimpan dengan mengurangi resiko kontaminasi dan pem-
busukan.
3. Distribusi makanan pasien dilaksanakan secara tepat waktu.
Pasal 18
1. Pada pasien berisiko gizi dilakukan terapi gizi terintegrasi oleh ahli gizi dan dicatat
pada rekam medis.
2. Asuhan gizi terintegrasi mencakup rencana, pemberian dan monitoring evaluasi ter-
api gizi.
Pasal 19
1. Pasien dengan nyeri diberikan pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan kebu-
tuhan.
2. Pasien berhak mendapatkan pengkajian dan pengelolaan nyeri yang tepat.
3. Klinik memiliki proses untuk melakukan skrining, pengkajian, dan tata laksana untuk
mengatasi rasa nyeri
4. Informasi mengenai kemungkinan adanya nyeri dan pilihan tata laksananya diberikan
kepada pasien yang menerima terapi/ prosedur/ pemeriksaan terencana yang sudah
dapat diprediksi menimbulkan rasa nyeri.
5. Pemberian edukasi tentang pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan latar be-
lakang agama, budaya, nilai-nilai pasien dan keluarga.
6. PPA diberikan pelatihan untuk mengatasi nyeri.
BAB XVI
PELAYANAN FARMASI DAN PENGGUNAAN OBAT
Pasal 20
BAB XVII
PELAYANAN RESIKO TINGGI
Pasal 21
1. Klinik Wijaya Husada memberikan asuhan pada pasien risiko tinggi dan pelayanan
berisiko tinggi
2. Pelayanan risiko tinggi dilaksanakan secara khusus berdasarkan ketentuan yang telah
ditetapkan sebagai berikut :
a. Pelayanan Risiko Tinggi
1) Pelayanan transfusi darah;
2) Pelayanan penyakit menular;
3) Pelayanan pada populasi pasien lansia (geriatri), pasien anak;
b. Pasien Risiko TinggI
1) Pasien emergensi;
2) Pasien dengan alat restrain
3) pasien resiko tinggi lainnya yaitu pasien dengan penyakit hipertensi,
diabetes, dan stroke.
c. Resiko Tambahan
1) Pasien jatuh
3. Pasien dengan kebutuhan isolasi dapat dirujuk di rumah sakit yang mempunyai fasili-
tas perawatan isolasi.
4. Pemberian darah dan produk darah harus memperhatikan kaidah mutu, keselamatan
pasien dan informed concent.
5. Pasien dengan kondisi koma diberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan unik pada
pasien koma.
6. Setiap PPA dalam memberikan pelayanan pada pasien resiko tinggi dan pelayanan
resiko tinggi telah dibekali pelatihan khusus.
7. Setiap instalasi/unit pelayanan resiko tinggi turut serta dalam program
pengembangan mutu Klinik.
8. Pasien dengan immuno-compromised and suppressed dilakukan pelayanan khusus
dan ditempatkan di ruang perawatan isolasi.
9. Penggunaan alat restraint dilakukan edukasi, informed consent dan evaluasi kondisi
pasien secara berkala.
10. Pasien diberikan pelayanan yang khusus terhadap pasien yang lemah, lanjut usia,
anak, dan yang dengan ketergantungan bantuan, serta populasi yang berisiko disiksa
dan risiko bunuh diri.
1. Kegawatan pasien harus dideteksi sejak dini melalui early warning system (EWS)
sehingga pasien mendapatkan penanganan secepatnya.
2. Pelayanan bantuan hidup dasar (BHD) diberikan 24 jam oleh setiap petugas di Klinik
dengan rujukan bantuan hidup lanjut oleh tim code blue.
BAB XVIII
PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
Pasal 23
1. Pelayanan di Klinik Wijaya Husada harus selalu berorientasi pada mutu dan
keselamatan pasien
2. Indikator mutu :
a. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk menilai suatu perubahan.
Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan Klinik Wijaya Husada sehingga dapat menerapkan Langkah-langkah
upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Klinik Klinik Wijaya Husada mempunyai indikator yang terdiri dari :
1) Indikator Nasional Mutu
2) Indikator Mutu Prioritas Klinik
3) Indikator Mutu Prioritas Unit
c. Pelaporan Indikator Mutu dari masing-masing unit dilaporkan secara rutin setiap
bulan kepada Direktur melalui Tim Mutu
3. Setiap unit pelayanan menyusun daftar risiko setiap tahun dan melakukan upaya
pengendalian risiko di unitnya.
BAB XIX
SASARAN KESELAMATAN PASIEN
Pasal 24
1. Standar identifikasi adalah nama lengkap pasien, tanggal lahir pasien, nomor rekam
medis dan Nomor NIK.
2. Pelaksanaan identifikasi pasien minimal 2 dari 4 standar yang ditetapkan.
3. Pasien dilakukan identifikasi secara verbal dengan menanyakan nama lengkap pasien
dan tanggal lahirnya kemudian dicocokkan secara visual dengan gelang identitas
pasien dan berkas rekam medis/form pemeriksaan.
Pasal 25
1. Tehnik komunikasi yang digunakan untuk berkomunkasi antar PPA (professional pem-
beri asuhan) dengan menggunakan SBAR (S : Situasi, B : Background, A : Asesmen, R :
Rekomendasi)
2. Prinsip komunikasi dilakukan dengan tulis perintah, baca ulang/eja ulang dan konfir-
masi
3. Pendokumentasian komunikasi dengan tehnik SBAR dicatat di CPPT/ catatan perkem-
bangan pasien terintegrasi
Pasal 26
1. Obat High Risk diberikan label warna merah, elektrolit konsentrat diberikan label
warna merah, sedangkan obat LASA diberikan label kuning.
2. Pemberian obat dengan golongan high alert medication dengan menggunakan prin-
sip double check.
3. Khusus elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di Unit Pelayanan pasien kecuali
Kamar beklinikalin khusus obat MgSO4 20% dan 40%.
Pasal 27
1. Penilaian awal risiko jatuh dilakukan pada saat pasien masuk Klinik baik UGD atau
rawat jalan, pasien dilakukan skrining secara visual oleh petugas Klinik dengan
memperhatikan:
a. Gangguan berjalan (sempoyongan/ limbung)
b. Gangguan keseimbangan
c. Memakai alat bantu jalan seperti: Tongkat, walker, cruth, kukliniki roda
d. Pasien yang berjalan dengan bantuan orang lain
e. Pasien dengan gangguan penglihatan
f. Pasien geriatri
g. Pasien anak kurang dari 10 tahun
2. Pasien tersebut dianggap sebagai pasien berisiko tinggi jatuh, maka petugas skrining
melakukan pencegahan jatuh dengan cara memasangkan pita kuning pada lengan
tangan atas pasien disertai dengan edukasi tujuan pemasangan pita kuning.
3. Khusus pasien anak dibawah 10 tahun yang tidak mengalami gangguan berjalan,
memakai alat bantu jalan, gangguan penglihatan, dan berjalan dengan bantuan
orang lain tidak perlu dipasang pita kuning namun tetap dilakukan edukasi
pencegahan jatuh.
4. Asesmen risiko jatuh pada pasien rawat jalan menggunakan skala asesmen get up
and go test dengan kriteria sebagai berikut :
BAB XX
INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
Pasal 28
BAB XXI
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
Pasal 29
1. Tim PPI melakukan koordinasi semua kegiatan PPI yang melibatkan pemimpin Klinik,
staf klinis dan non klinis sesuai, dengan ukuran, serta kompleksitas Klinik dan perat-
uran perundang-undangan.
2. Teklinikedia anggaran yang cukup untuk menunjang pelaksanaan program PPI
3. Program PPI dan kesehatan kerja yang komprehensif di seluruh Klinik untuk menu-
runkan risiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan pada pasien dan penu-
runan risiko infeksi pada staf yang mengacu dan sesuai dengan ilmu pengetahuan
terkini, pedoman praktik terkini, standar kesehatan lingkungan terkini, dan peratu-
ran perundang-undangan
4. Penetapan pelaksanaan surveilans berdasarkan risiko infeksi yang relevan akibat
tindakan dan infeksi yang penting secara epidemiologis
5. Penetapan risiko infeksi pada prosedur dan proses asuhan invasif yang berisiko in-
feksi serta strategi untuk menurunkan risiko infeksi.
6. Penetapan manajemen risiko infeksi pada proses kegiatan penunjang pelayanan
(medik dan nonmedik) yang berisiko terjadi infeksi serta strategi pencegahannya
Pasal 30
1. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan selalu
mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakan medik se-
hingga tepat, efektif dan efisien.
Pasal 31
Pasal 32
1. Alat Medis Sekali Pakai (AMSP) dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomen-
dasi manufactur-nya.
2. Alat Medis Sekali Pakai (AMSP) dapat digunakan ulang (reuse of single use devices)
sesuai kebijakan KLINIK, dengan dasar pertimbangan sesuai panduan PPI.
Pasal 33
Pasal 34
1. Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam dan
yang berisiko melukai atau memotong jaringan permukaan kulit atau tubuh
sehingga menyebabkan luka.
2. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan
tusukan (safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
3. Petugas tidak diperbolehkan melakukan penutupan ulang jarum yang telah digu-
nakan untuk mencegah kemungkinan tertusuk jarum.
4. Pembersihan ruang perawatan menggunakan bahan disinfektan, yang telah disedi-
akan oleh Farmasi.
Pasal 35
Pasal 36
1. Klinik menyediakan ruang tersendiri terpisah untuk mencegah dan prosedur isolasi
yang melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit menular dan pasien
yang rentan terhadap infeksi HAIS (imunosuppressed).
2. Pasien dengan penularan melalui airborne harus dirawat di ruang isolasi dengan
natural airflow
3. Jika diagnosa penyakit pasien sama, pasien diruang isolasi boleh dilakukan
kohorting.
4. Pasien TB yang sudah menjalani pengobatan > 2 minggu dan tidak ada penyakit
menular lainnya maka jika ruang isolasi tidak tersedia boleh menempati ruang
perawatan biasa.
5. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu
mematuhi etika batuk dan pernapasan.
Pasal 37
Pasal 38
BAB XXII
PEMBERIAN INSTRUKSI
Pasal 39
BAB XXIII
INTEGRASI ASUHAN
Pasal 40
1. Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan oleh staf medis,
keperawatan dan staf lain yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien kemudian
dikomunikasikan antar staff klinis sesuai dengan tata cara yang sudah diatur dalam
pedoman komunikasi.
2. DPJP melakukan review integrasi asuhan pada lembar catatan perkembangan
pasien terintegrasi (CPPT) dan tanda tangan pada kolom verifikasi DPJP setiap hari.
3. DPJP menentukan penatalaksanaan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan
pasien, dan melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang diperlukan.
4. Sedikitnya sekali dalam sehari, DPJP akan melakukan asesmen ulang pada pasien se-
lama fase akut (< 48 jam sejak pasien masuk Klinik) dari perawatan dan pengob-
atannya dengan melakukan kunjungan langsung kepada pasien (visite), termasuk
hari libur, atau menunjuk pengganti dengan tetap melaporkan kondisi terkini
pasien.
5. Pada Pasien fase non akut (>48 jam sejak pasien masuk Klinik) asesmen ulang medis
dilakukan oleh DPJP sekali sehari dan didokumentasikan pada Catatan Perkemban-
gan Pasien Terintegrasi. DPJP dapat mendelegasikan kepada tenaga medis lain yang
memiliki kompetensi untuk kasus pasien tersebut serta Surat Izin Praktik (SIP) di
Klinik Klinik Wijaya Husada.
6. Selama memberikan asuhan pelayanan pasien, semua tenaga kesehatan wajib
melakukan pencatatan asuhan pasien pada berkas rekam medis sesuai formulir
yang telah ditentukan.
BAB XXIV
HAK PASIEN DAN KELUARGA
Pasal 41
Pasal 42
1. Sebelum melakukan tindakan khusus yang invasif dan berisiko, DPJP wajib meminta
informed consent kepada pasien dan atau keluarganya kecuali tindakan emergency.
2. Sebelum mendapatkan pelayanan medis, pasien berhak mendapatkan informasi yang
meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tin-
dakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan. Setelah mendapatkan penjelasan/
informasi tersebut pasien memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya secara ter-
tulis (Informed Consent).
Pasal 43
1. Pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan, rawat inap, dan gawat
darurat serta pemeriksaan penunjang diberikan informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di Klinik Wijaya Husada pada saat mendaftar baik berupa bro-
sur, leaflet, poster, papan pengumuman maupun penjelasan langsung yang diberikan
oleh petugas pendaftaran dan informasi.
2. Pasien dan/atau keluarga diberikan informasi tentang hak dan kewajiban pasien dan
disampaikan pada saat pasien masuk rawat inap dan informasi secara tertulis yang
terdapat di ruangan atau tempat-tempat yang dapat diakses oleh pasien dan kelu-
arga.
3. Dokter, perawat, apoteker dan pemberi pelayanan kesehatan lain di Klinik Wijaya Hu-
sada wajib memberikan pelayanan kesehatan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi.
4. Dokter, perawat, apoteker dan pemberi pelayanan kesehatan lain di Klinik Wijaya Hu-
sada wajib memberikan pelayanan Kesehatan bermutu sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional.
5. Dokter, perawat, apoteker dan pemberi pelayanan kesehatan lain di Klinik Wijaya Hu-
sada wajib memberikan pelayanan kesehatan efektif dan efisien sehingga pasien ter-
hindar dari kerugian fisik dan materi.
6. Perawat dan atau petugas pemberi pelayanan kesehatan lainnya menerima
keluhan/pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan oleh pasien. Apabila
keluhan tersebut tidak terselesaikan oleh perawat atau melibatkan unit kerja lain, se-
lanjutkan dilaporkan ke marketing Klinik Wijaya Husada agar dapat ditindak lanjuti
dengan tetap memberikan laporan kepada atasan langsung dan apabila pasien dan/
atau keluarganya belum mendapatkan penyelesaian atas permasalahan yang di-
1. Informasi maupun penjelasan yang diberikan kepada pasien dan/ atau keluarganya
oleh dokter/ perawat/tenaga pemberi pelayanan kesehatan lain dilaksanakan dalam
rangka KIE kepada pasien dan/ atau keluarganya berkaitan dengan pelayanan
kesehatan di Klinik Wijaya Husada wajib dicatat dan disertakan dalam berkas Rekam
Medis pasien.
2. KIE kesehatan terhadap pasien dan/atau keluarganya dilaksanakan secara umum
maupun khusus sesuai dengan kebutuhan pasien dan/ atau keluarganya dengan
tujuan agar pasien dan/ atau keluarganya dapat dilibatkan dalam proses
penyembuhan pasien.
3. Penyampaian informasi maupun penjelasan dalam rangka KIE kepada pasien dan/
atau keluarganya dilaksanakan oleh petugas yang diberi kewenangan untuk
melakukan hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Klinik Klinik Wijaya
Husada dengan memperhatikan kemampuan intelektual pasien, hambatan fisik dan
psikologis, maupun hambatan bahasa ; sedemikian sehingga Klinik Wijaya Husada
wajib menyediakan tenaga, fasilitas dan perlengkapan lain yang diperlukan pasien
agar maksud dan tujuan KIE tersebut diterima dengan baik oleh pasien dan/atau
keluarganya.
4. Pasien dan/atau keluarga memiliki kewajiban mematuhi peraturan yang berlaku di
Klinik.
5. Pasien dan/atau keluarga memiliki kewajiban bertanggung jawab terhadap fasilitas
yang dipergunakan selama perawatan atau pelayanan kesehatan.
6. Pasien dan/atau keluarga memiliki kewajiban menghormati hak-hak pasien lain, pen-
gunjung dan hak tenaga kesehatan serta petugas lainnya yang berkerja di Klinik.
7. Pasien dan/atau keluarga memiliki kewajiban memberikan informasi yang jujur,
lengkap, dan akurat sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kese-
hatannya.
8. Pasien dan/atau keluarga memiliki kewajiban memberikan informasi mengenai ke-
mampuan finansial dan jaminan kesehatan yang dimilikinya.
BAB XXV
PROGRAM NASIONAL
Pasal 45
BAB XXVI
KOMUNIKASI DAN INFORMASI KEPADA PASIEN (KIE)
Pasal 46
1. DPJP wajib melibatkan pasien dan keluarganya dengan memberikan informasi dan
edukasi terkait rencana pelayanan yang akan diberikan kepada pasien, sedemikian
sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi yang cukup untuk mengambil
keputusan.
2. Semua pasien yang masuk ke Klinik dilakukan assesmen tentang kebutuhan KIE sesuai
kebutuhannya bahkan ketika kondisi pasien berubah. Proses assesmen pasien di-
lakukan secara terus menerus dan digunakan pada unit kerja rawat inap dan rawat
jalan.
3. Dalam merencanakan kie kepada pasien dan keluarganya, Klinik harus melakukan as-
esmen keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarganya, asesmen kemampuan mem-
baca, tingkat KIE dan bahasa yang digunakan, asesmen hambatan emosional dan mo-
tivasi, asesmen keterbatasan fisik dan kognitif dan asesmen kesediaan pasien untuk
menerima informasi.
Pasal 47
1. Pasien dengan penurunan kesadaran, anak-anak atau pasien dengan gangguan ko-
munikasi, assesmen dan edukasi diberikan kepada orang tua, keluarga dekat atau
yang bertanggung jawab terhadap pasien.
2. KIE pasien dan keluarga pasien berfokus pada pengetahuan dan keterampilan khusus
yang akan dibutuhkan pasien dan keluarganya untuk membuat keputusan per-
awatan, berpartisipasi dalam perawatan dan melanjutkan perawatan dirumah.
3. KIE kesehatan dapat diberikan secara perorangan, kelompok, atau di kamar
pasien.
4. Pasien dan keluarga mendapatkan KIE tentang kondisi kesehatan dan diagnosa
penyakit.
5. Pasien dan keluarga mendapatkan KIE tentang penggunaan obat-obatan yang dida-
pat dari pasien secara efektif dan aman (bukan hanya obat yang dibawa pulang), ter-
masuk potensi efek samping obat, potensi interaksi obat yang diresepkan dengan
obat lainnya (termask OTC/over the counter) serta makanan.
6. Pasien dan keluarga mendapatkan KIE tentang keamanan dan efektifitas penggunaan
peralatan medis.
7. Pasien dan keluarga mendapatkan KIE tentang manajemen nyeri.
8. Pasien dan keluarga mendapatkan KIE tentang diet dan nutrisi yang memadai.
9. Setelah mendapatkan KIE, pasien dilakukan verifikasi bahwa pasien telah menerima
dan memahami materi KIE yang diberikan dengan cara menanyakan ulang materi
yang telah disampaikan atau memperagakan ulang perilaku materi edukasi yang
telah disampaikan.
BAB XXVII
PELAYANAN JENAZAH
Pasal 48
Pasal 49
Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan secara teratur dan kalibrasi
sesuai ketentuan yang berlaku
BAB XXIX
RAPAT KOORDINASI
Pasal 50
1. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin 1 bulan
sekali
2. Semua unit wajib membuat laporan bulanan, triwulan dan tahunan kegiatan
pelayanan yang telah dilakukan.
BAB XXX
REKAM MEDIK
Pasal 51
1. Rekam Medik melakukan pengelolaan data dan informasi klinis serta manjerial yang
bertujuan untuk menunjang tertib administrasi dalam upaya peningkatan pelayanan
kesehatan Klinik yang didukung oleh suatu sistem pengelolaan rekam medik yang
cepat, tepat, bernilai, dapat dipertanggung jawabkan serta berfokus kepada pasien
dan keselamatan pasien secara terintegrasi.
2. Penetapan tenaga kesehatan yang memiliki hak akses ke rekam medik telah diatur
dalam regulasi lain yang tidak terpisahkan dengan peraturan Direktur ini.
3. Penentuan jangka waktu retensi berkas rekam medik ditentukan atas dasar nilai
kegunaan tiap-tiap berkas rekam medik dan konsisten dengan kerahasiaan dan
keabsahan informasi.
4. Rekam medik pasien dan data serta informasi lain terkait pasien harus dijaga dan
dilindungi sepanjang waktu.
5. Penggunaan secara seragam kode diagnosis dan prosedur memudahkan
pengumpulan data serta analisis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Penetapan setiap pasien memiliki satu nomor rekam medik.
7. Penetapan isi spesisfik dari berkas rekam medik diatur dalam regulasi lain yang tidak
terpisahkan dari peraturan Direktur ini.
8. Penetapan rekam medik pasien gawat darurat memuat waktu kedatangan dan keluar
pasien, ringkasan kondisi pasien saat keluar dari gawat darurat dan instruksi tindak
lanjut asuhan dalam pedoman rekam medik.
BAB XXXI
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KLINIK
Pasal 52
1. Unit Admin memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan Klinik
dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk
memperoleh informasi secara tepat dan akurat dan merupakan bagian dari sistem
informasi kesehatan.
2. Seluruh karyawan Klinik harus bisa menguasai pengoperasian komputer sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab di unit masing – masing.
3. Setiap pengguna komputer tidak diijinkan untuk mengubah, menambah,
mengurangi konfigurasi, aplikasi dan data apaun yang tidak berkaitan dengan job
deskripsinya tanpa ijin tertulis dari Direktur.
4. Direktur dapat memberikan kewenangan secara tertulis kepada unit kerja atau
perorangan untuk berhak sepenuhnya memonitor segala aktifitas dan melakukan
tindakan sebagaimana seharusnya terhadap semua perangkat komputer beserta
yang bekaitan dengan hal tersebut.
Pasal 53
1. Setiap staf di Unit Pelayanan wajib melakukan penginputan data di program SIM
KLINIK pada modul yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
2. Menetapkan media sosial whatsapp sebagai media resmi informasi dengan
mencantumkan nomor naskah sebagaimana terformat dalam Panduan Tata Naskah
BAB XXXII
PASIEN RISIKO TINGGI DAN PELAYANAN BERISIKO TINGGI
Pasal 54
1. Pasien risiko tinggi yang dapat dilayani oleh klinik antara lain:
a. Pasien emergensi
b. Populasi rentan yaitu anak-anak dan orang tua
Pasal 55
Pasal 56
Pelayanan risiko tinggi yaitu penyakit menular dilakukan skrining , jika memang pasien
memiliki penyakit menular, maka akan dirujuk kef askes lain dg tetap memperhatikan
transmisi pasien agar tidak menularkan ke pasien atau pengunjung klinik lainnya.
BAB XXXIII
PASIEN BERKEBUTUHAN KHUSUS
Pasal 57
BAB XXXIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 58
Peraturan ini berlaku terhitung mulai tanggal 3 April 2023 sampai dengan waktu yang
belum ditentukan.