Anda di halaman 1dari 23

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK

DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

Ferdinand Chandra A. (81921967)

Fakultas Hukum Universitas Pendidikan Nasional

ABSTRAK
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan
penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar
pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perorangan atau masyarakat
khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan
nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yang bersifat
preskriptif analitis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data
yang diperoleh melalui bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Simpulan dari analisis ini adalah
bahwa di dalam Undang-Undang Narkotika maupun Undang-Undang Psikotropika tidak mengatur
secara jelas tentang sanksi bagi anak yang terlibat penyalahgunaan narkotika melainkan hanya
mengatur sanksi bagi anak sebagai korban. Dan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 69 menyebutkan bahwa anak yang melakukan tindak
pidana hanya dapat dijatuhi pidana 1/2 dari masa hukuman orang dewasa, atau dikenai tindakan,
dan bagi anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan. Adapun
faktor internal dan faktor eksternal sangat berpengaruh dalam penyalahgnaan narkotika oleh anak.
Kata kunci : Narkotika, Anak, faktor penyebab

ABSTRACT
Narcotics are substances or drugs that are very useful and necessary for the treatment of certain diseases.
However, if it is misused or used not in accordance with treatment standards, it can have very detrimental
consequences for individuals or society, especially the younger generation. This will be more detrimental if
accompanied by abuse and illicit trafficking of Narcotics which can result in greater danger to the life and
cultural values of the nation which in turn will weaken national resilience. This study uses a normative juridical
method with a prescriptive analytical research specification. The type of data used in this study is secondary
data, namely data obtained through primary, secondary and tertiary legal materials. The conclusion of this
analysis is that the Narcotics Law and the Psychotropic Law do not clearly regulate sanctions for children
involved in drug abuse but only regulate sanctions for children as victims. And in Law Number 11 of 2012
concerning the Juvenile Criminal Justice System Article 69 states that children who commit crimes can only
be sentenced to 1/2 of the adult sentence, or subject to action, and for children who are not yet 14 (fourteen )
years can only be subject to action. The internal factors and external factors are very influential in the abuse of
narcotics by children.

Keywords: Narcotics, children, factors

Fenomena pengedaran narkoba saat ini dilakukan secara terorganisir dan


profesional. Jaringan peredarannya sudah merasuk ke sekitar sekolah, bahkan ke dalam
ruang-ruang kelas . Di dalam sekolah disebarkan kaki tangan pengedar dan bandar di
kalangan siswa sekolah itu sendiri. Ciri-cirinya kurang berminat sekolah (malas, kesulitan
mengikuti pelajaran di sekolah), dan sering mengeluh bermasalah dengan guru, orang tua
maupun teman sebaya. Ciri lainnya siswa yang kurang percaya diri, atau terlalu percaya
diri dan berani tampil berbeda dari yang lain, mudah bosan dan suka melakukan kegiatan
beresiko tinggi , dan diketahui mudah mendapatkan uang.
Selain siswa, situasi sekolah juga mendorong maraknya penggunaan narkoba.
Misalnya, kurangnya kontrol guru/petugas keamanan sekolah pada tempat-tempat
tersembunyi di lingkungan sekolah, saat istirahat, jam belajar dan setelah sekolah. Juga
banyaknya warung di sekitar sekolah yang dapat dijadikan tempat transaksi Narkotika
merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan
penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan
standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perorangan
atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai
dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan
bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya
akan dapat melemahkan ketahanan nasional.
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi narkotika
menjadi tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1: Huruf a Ketentuan ini yang dimaksud
dengan ”Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Huruf b Ketentuan ini
yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan II” adalah Narkotika berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Huruf c Ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan IIIi
I. Pendahuluan
Fenomena penggunaan narkotika di kalangan generasi muda semakin
mencemaskan. Teknik pemasaran narkotika sekarang ini bahkan telah sampai pada tingkat
anak-anak SD, yakni dengan memasukkan narkoba ke dalam permen, tisu dan minuman
yang diberikan secara gratis kepada anak-anak. Bila anak-anak sudah kecanduan, barulah
mereka dibujuk untuk membeli barang tersebut. Penggunaan narkoba ini memberi efek
rasa percaya diri yang berlebihan, sehingga pemakainya dapat nekat dalam melakukan hal-
hal yang berbahaya. Beberapa tindakan tawuran pelajar dan tindak pidana lainnya juga
dirangsang dengan narkoba ini.1
Fenomena pengedaran narkoba saat ini dilakukan secara terorganisir dan
profesional. Jaringan peredarannya sudah merasuk ke sekitar sekolah, bahkan ke dalam
ruang-ruang kelas . Di dalam sekolah disebarkan kaki tangan pengedar dan bandar di
kalangan siswa sekolah itu sendiri. Ciri-cirinya kurang berminat sekolah (malas, kesulitan
mengikuti pelajaran di sekolah), dan sering mengeluh bermasalah dengan guru, orang tua
maupun teman sebaya. Ciri lainnya siswa yang kurang percaya diri, atau terlalu percaya
diri dan berani tampil berbeda dari yang lain, mudah bosan dan suka melakukan kegiatan
beresiko tinggi , dan diketahui mudah mendapatkan uang.
Selain siswa, situasi sekolah juga mendorong maraknya penggunaan narkoba.
Misalnya, kurangnya kontrol guru/petugas keamanan sekolah pada tempat-tempat
tersembunyi di lingkungan sekolah, saat istirahat, jam belajar dan setelah sekolah. Juga
banyaknya warung di sekitar sekolah yang dapat dijadikan tempat transaksi.2
Selanjutnya dari potret kontrol sosial yang lemah di masyarakat adalah masih
kurangnya sisi profesionalisme dan moralitas alat penegak hukum yang melindungi
masyarakat. Hal ini diperparah lagi dengan kondisi komponen-komponen lain. Pakar
kriminologi, Reiss, mengemukakan bahwa ada tiga komponen dari kontrol sosial dalam
menjelaskan kenakalan anak/remaja. Ketiga komponen tersebut adalah : 3
1. Kurangnya kontrol internal yang wajar selama masa anak-anak;

1
Topo Santoso dan Anita Silalahi, “Penyalahgunaan Narkoba Di Kalangan Remaja : Suatu Perspektif”, Jurnal
Kriminologi, Vol. 1 No. 1, September 2000, hal.37.
2
Ibid, hal. 41.
3
Ibid.
2. Hilangnya kontrol tersebut;
3. Tidak adanya norma-norma sosial atau konflik antar norma-norma
dimaksud (dengan sekolah, orangtua, atau lingkungan dekat).
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana
terlampir dalam undang-undang.4
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk
pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai
dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi
perorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika
disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat
mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang
pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi
narkotika menjadi tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1: Huruf a Ketentuan ini yang
dimaksud dengan ”Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Huruf b Ketentuan ini
yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan II” adalah Narkotika berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Huruf c Ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan III”
adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. 5

4
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 1 ayat (1).
5
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika
Narkotika pada awalnya hanya digunakan sebagai alat bagi upacara-upacara ritual
keagamaan dan disamping itu juga dipergunakan untuk pengobatan. Dalam upaya
peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, narkotika cukup diperlukan
ketersediaannya, namun apabila disalahgunakan akan menimbulkan dampak yang
berbahaya bagi penggunaannya karena pengguna akan mengalami ketergantungan yang
sangat merugikan, sehingga harus dilakukan pengendalian dan pengawasan yang ketat
dan seksama.
Kasus-kasus narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan-bahan adiktif) yang terjadi
narkoba berasal dari perdagangan gelap. Sebagaimana diketahui, bahwa narkoba
merupakan barang terlarang yang beredar dalam masyarakat dan dilarang oleh undang-
undang. Peredaraan narkoba dilakukan secara sembunyi-sembunyi, yang biasanya si
penjual berusaha menjual narkoba kepada mereka yang sudah dikenal betul atau pembeli
yang dianggap aman. Modus lain dalam peredaran narkoba adalah dengan mencampur
narkoba dalam makanan yang banyak digemari.
Anak-anak yang akan memasuki masa kedewasaan akan sangat mudah untuk
terpengaruh oleh lingkungan sekitar, sehingga narkotika atau obat-obat terlarang lainnya
akan sangat mudah masuk dan mempengaruhi mereka. Rasa keingintahuan terhadap hal
baru yang tinggi kadangkala bisa membawa mereka kepada hal-hal yang negatif. Pada
masa inilah seharusnya peran lingkungan sekitar harus lebih baik lagi, sehingga anak
remaja yang masih labil ini tidak terpengaruh dengan narkotika dan obat-obatan terlarang.
Para remaja pada usia ini cenderung kurang mampu untuk menolak ajakan negatif
dari lingkungannya. Mereka kurang mampu menghindari ajakan, dan memiliki keinginan
mencoba hal baru yang tinggi. Remaja ini berada dalam tahap pencarian identitas sehingga
keingintahuan mereka sangat tinggi, apalagi iming-iming dari teman mereka bahwa
narkoba itu nikmat dan menjadi lambang sebagai anak gaul ditambah lagi dengan
lingkungan pergaulan di kalangan anak remaja yang cenderung tidak baik maka
memudahkan para pengedar narkoba untuk memasarkan narkoba, bahkan juga ada
diantara anak remaja tersebut yang tidak hanya menjadi pemakai narkoba, bahkan terlibat
dalam jaringan perdagangan narkoba seperti yang diberitakan dalam berbagai media
massa.
Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh
anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari
perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan
informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup
sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan
masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Selain itu, anak
yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan pembinaan
dalam pengembangan sikap, perilaku penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua,
wali, atau orang tua asuh dan pergaulan lingkungan masyarakat yang kurang sehat juga
menyebabkan seorang anak dapat terjerumus dalam kejahatan.6 Penyalahgunaan obat
terlarang dapat mengakibatkan sindrom ketergantungan apabila penggunaannya tidak di
bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Hal ini tidak saja merugikan bagi penyalahguna, tetapi juga
berdampak sosial, ekonomi, dan keamanan nasional, sehingga hal ini merupakan ancaman
bagi kehidupan bangsa dan negara. Penyalahgunaan obat terlarang mendorong adanya
peredaran gelap, sedangkan peredaran gelap psikotropika menyebabkan meningkatnya
penyalahgunaan yang makin meluas dan berdimensi internasional. Oleh karena itu,
diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan psikotropika dan
upaya pemberantasan peredaran gelap. Disamping itu, upaya pemberantasan peredaran
gelap obat-obatan terlarang terlebih dalam era globalisasi komunikasi, informasi, dan
transportasi sekarang ini sangat diperlukan.
Penyalahgunaan obat terlarang mendorong adanya peredaran gelap, sedangkan
peredaran gelap psikotropika menyebabkan meningkatnya penyalahgunaan yang makin
meluas dan berdimensi internasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan psikotropika dan upaya pemberantasan peredaran
gelap. Disamping itu, upaya pemberantasan peredaran gelap obat-obatan terlarang terlebih
dalam era globalisasi komunikasi, informasi, dan transportasi sekarang ini sangat

6
Undang-Undang No. 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
II. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat


preskriptif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder. Dalam penelitian ini, sifat penelitian yang digunakan
adalah preskriptif. Penelitian bersifat preskriptif, yaitu suatu ilmu yang mempelajari
tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan
norma-norma hukum. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, penelitian hukum yang
dalam hal ini bukan hanya sekedar menetapkan aturan yang ada, melainkan juga
menciptakan hukum untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Pendekatan yang
penulis gunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan ilmu
Kriminologi. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-
undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang dibahas.
Dan pendekatan dengan ilmu Kriminologi dilakukan dengan menelaah faktor-faktor
penyebab isu yang sedang dibahas. Penelitian ini menggunakan sumber bahan hukum
primer dan sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-
undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan undang-undang, dan
putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi
tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang
hukum meliputi buku-buku, teks, kamus-kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-
komentar atas putusan pengadilan. Teknik analisis data yang dipergunakan peneliti
dalam penelitian ini adalah teknik analisis data yang bersifat content analysis yaitu teknik
analisis data dengan cara mengkaji suatu data sekunder yang sudah dikumpulkan agar
disusun, kemudian dijelaskan dari materi perundang-undangan.

III. Hasil dan Pembahasan


1. Perlindungan Anak Atas Kejahatan Narkotika

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan
keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab dalam
keberlangsungan bangsa dan negara, setiap Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-
luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial.
Untuk itu, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan Anak
dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan
diskriminatif.
Definisi Anak menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 35 tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pasal 1 angka (2) Undang-Undang
Perlindungan Anak menyebutkan, Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 7
Perlindungan Anak tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan memerlukan
penanganan yang tepat agar dampak terhadap diri anak itu tepat, sehingga usaha
perlindungan yang dilakukan tidak berakibat negatif. Perlindungan Anak haruslah
dilakukan secara bertanggung jawab, bermanfaat dan bersifat efektif dan efisien. Usaha
perlindungan anak tidak boleh mengakibatkan matinya inisiatif, kreatifitas, dan hal-hal lain
yang mengakibatkan ketergantungan kepada orang lain dan berperilaku tak terkendali,
sehingga anak tidak memiliki kemampuan dan kemauan menggunakan hak-haknya dan
melaksanakan kewajibannya.
Adapun Alasan pemerintah dalam membentuk Undang-Undang Perlindungan Anak
ini tidak lain hanya untuk menjamin agar semua warga negara mendapatkan haknya
masing-masing sebagai warga negara. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang
No 35 Tahun 2014 dalam Bab Menimbang, yang menyatakan :
A. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap warga
negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi
manusia;
B. Bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana

7
Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
C. Bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan
bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi
dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya
pelanggaran hak asasi manusia;
D. Bahwa dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap anak perlu dilakukan
penyesuaian terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
E. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perlindungan Khusus terhadap anak yang menjadi korban dari pelaku kejahatan
narkotika juga diatur dalam Undang-Undang ini, yaitu pasal 59 ayat (2) huruf e yang
menyatakan : “Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan kepada : e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya.”8
Perlindungan Khusus bagi Anak sebagaimana yang dimaksud di atas ada dalam
pasal 59A dimana Perlindungan Khusus bagi Anak dilakukan melalui :
a. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik,
psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;
b. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;
c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan
d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.

Perlindungan Khusus bagi Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,


alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya dan Anak yang terlibat dalam produksi dan
distribusinya dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan

8
Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
rehabilitasi sebagaimana tertuang dalam pasal 67 Undang-Undang No. 35 tahun 2014
tentang Perlindungan Anak.
Pasal 76J ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak juga menyatakan “Setiap
Orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh
melibatkan Anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi narkotika dan/atau
psikotropika.”9
Adapun menurut pasal 89 ayat (1) Sanksi Pidana yang akan diterima apabila
melanggar ketentuan pasal 76J tersebut adalah sebagai berikut “Setiap Orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76J ayat (1), dipidana dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).”

2. Sanksi Terkait Anak Yang Menggunakan Narkotika


Kejahatan Narkotika biasanya dilakukan oleh orang dewasa, namun tak dapat
dipungkiri, banyak juga anak-anak yang dilibatkan dalam kegiatan yang terlarang ini.
Anak-anak yang seharusnya menggunakan waktunya untuk bermain bersama teman-
temannya, namun malah ikut terjerumus ke dalam kegiatan negatif ini sungguh membuat
prihatin. Anak-anak ini belum dewasa dan cenderung mudah untuk dipengaruhi oleh
orang lain untuk melakukan perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika. Ini
disebabkan karena jiwa anak yang sangat tidak stabil dan belum matang sempurna. Oleh
karena itu perbuatan memanfaatkan anak-anak dibawah umur untuk melakukan kegiatan
narkotika ini sangat ditentang oleh negara dan juga telah diatur dalam Undang-Undang No
35 tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 133 yang berbunyi :10
1) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan
kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman,
memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang

9
Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
10
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 133
belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118,
Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126,
dan Pasal 129 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
2) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan
kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman,
memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang
belum cukup umur untuk menggunakan Narkotika, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Dalam Pasal Undang-Undang tersebut orang yang dikatakan dipidana adalah orang
yang memanfaatkan anak-anak untuk mempengaruhi atau menggunakan Narkotika,
mengapa demikian ? Hal ini dikarenakan anak-anak pada umumnya tidak bersalah
dikarenakan pikiran mereka yang masih suci dan belum mengetahui apa-apa. Tidaklah
mungkin Anak-anak tersebut menjerumuskan diri mereka sendiri ke dalam suatu kegiatan
yang bukan sepatutnya dilakukan oleh anak-anak seumuran mereka dalam hal ini
Narkotika tanpa ada orang yang mempengaruhi mereka. Hal ini tak lepas dari lingkungan
yang ada di sekitar Anak-anak tersebut. Apabila kita sebagai orang tua tidak membentengi
anak-anak kita untuk bergaul dengan siapa saja, maka bisa saja kemungkinan anak-anak
tersebut akan terpengaruh oleh orang-orang yang lebih dewasa dari mereka dan
menjerumuskan mereka atau memanfaatkan mereka dalam kegiatan terlarang ini.
Namun bagi anak-anak yang tertangkap tangan atau diketahui menggunakan
Narkotika akan tetap mendapatkan sanksi pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Narkotika sesuai dengan perbuatannya. Namun karena masih dibawah umur maka
diberlakukan ketentuan undang-undang pengadilan anak. Dalam Undang-Undang
Narkotika tidak ada pasal yang secara khusus mengatur sanksi bagi anak-anak yang
dibawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika. Dalam Undang-Undang
Narkotika semua pengguna Narkotika dianggap telah melakukan suatu tindak pidana
tanpa memandang umur mereka. Namun dalam Undang-Undang Narkotika diatur secara
khusus sanksi pidana bagi orang yang memanfaatkan atau menggunakan anak-anak dalam
kegiatan Narkotika ini.
Sama halnya dalam Undang-Undang No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Sanksi
Pidana untuk anak dibawah umur yang menggunakan obat-obatan terlarang tidak diatur.
Namun orang yang dalam penggunaannya melibatkan anak-anak dalam penggunaan
Psikotropika atau obat-obatan terlarang diatur dalam Pasal 72, yang berbunyi : “Jika tindak
pidana psikotropika dilakukan dengan menggunakan anak yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun dan belum menikah atau orang yang di bawah pengampuan atau
ketika melakukan tindak pidana belum lewat dua tahun sejak selesai menjalani seluruhnya
atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, ancaman pidana ditambah
sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut.” 11
Tidak ada undang-undang khusus yang mengatur tentang tindak pidana narkotika
yang dilakukan oleh anak, ataupun pasal yang secara khusus mengatur tentang tindak
pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak di bawah umur, khususnya
terkait undang-undang Narkotika ini. Ketentuan di dalam undang-undang Narkotika
Nomor 35 Tahun 2009 ini, lebih menekankan anak sebagai korban tindak pidana narkotika
bukan sebagai pelaku tindak pidana narkotika.
Apabila dicermati terdapat beberapa pasal di dalam Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika yang berhubungan dengan anak baik sebagai pelaku
maupun dianggap sebagai korban. Pasal-pasal tersebut bila dikaji lebih dalam lagi melalui
perspektif politik kriminal maka dapat ditemui bahwa pasal-pasal tersebut mengandung
upaya penanggulangan kejahatan baik secara penal maupun non penal. Upaya
penanggulangan kejahatan melalui jalur penal adalah penanganan melalui jalur hukum

11
Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
pidana. Secara kasar dapatlah dikatakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat
jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat “repressive”
(penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah terjadi kejahatan.12
Anak yang melakukan suatu tindak pidana Narkotika dikatakan berhadapan
dengan hukum yang harus diproses secara hukum pula yaitu melalui peradilan. Menurut
UU No 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 angka (2) disebutkan
“Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak
yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana anak”.
Namun penerapan sanksi bagi anak sebagai pelaku tindak pidana narkotika sebagaimana
telah diatur dalam Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Psikotropika perlu
diperhatikan secara khusus agar anak tidak diperlakukan sama selayaknya orang dewasa.
Ini mengacu pada Undang-Undang Peradilan Anak pasal 3 huruf a yang berbunyi :” Setiap
Anak dalam proses peradilan pidana berhak diperlakukan secara manusiawi dengan
memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya”.
Pasal 69 Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
menyebutkan bahwa Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan
ketentuan dalam Undang-Undang ini. Dan anak yang belum berusia 14 tahun hanya
dikenai tindakan. Berat ringannya suatu tindakan yang diperbuat oleh Anak, atau keadaan
pribadi Anak dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau
mengenakan tindakan dengan pertimbangan segi keadilan dan kemanusiaan.
Pidana pokok bagi Anak terdiri atas :13
1) pidana peringatan;
2) pidana dengan syarat;
a. pembinaan di luar lembaga;
b. pelayanan masyarakat; atau
c. pengawasan.
3) pelatihan kerja;

12
Robby Irsan Damanik, Skripsi:“Analisis Hukum Mengenai Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak Dalam
Perspektif Kriminologi (Studi Putusan No.311 K/PID.SUS/2014) (Meda : Universitas Sumatera Utara, 2016)
Hal. 83.
13
Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
4) pembinaan dalam lembaga; dan
5) penjara.
Pidana tambahan terdiri atas :14
1) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
2) pemenuhan kewajiban adat.
Adapun Sanksi Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak meliputi: 15
1) pengembalian kepada orang tua/Wali;
2) penyerahan kepada seseorang;
3) perawatan di rumah sakit jiwa;
4) perawatan di LPKS
5) kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh
pemerintah atau badan swasta;
6) pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
7) perbaikan akibat tindak pidana.

Sanksi pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan
martabat Anak. Teori penerapan sanksi pidana bagi anak akhir-akhir ini dianggap
berdampak negatif bagi diri anak tersebut. Oleh karena itu sebelum dijatuhi sanksi pidana
ada baiknya diselesaikan melalui jalur alternatif. Penyalahgunaan narkotika pada dasarnya
dapat dikualifikasikan sebagai crime without victim (kejahatan tanpa korban) maka dari itu
korban kejahatan penyalahgunaan narkotika adalah pelaku itu sendiri bukan orang lain,
begitupun anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika tidak dapat dilihat semata-
mata sebagai pelaku tindak pidana tetapi juga harus dilihat sebagai korban.16
Sanksi alternatif (alternative sanction) yang diberikan bagi anak selaku pelaku
tindak pidana narkotika adalah diversi. Diversi merupakan peralihan proses pemidanaan
anak dari formal menuju non-formal. Diversi pada hakikatnya juga mempunyai tujuan agar
anak terhindar dari dampak negatif penerapan pidana, seperti menyelesaikan perkara

14
Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
15
Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
16
Robby Irsan Damanik, Op.cit., hal. 54
Anak di luar proses peradilan, menghindari Anak dari perampasan kemerdekaan, dan
menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. Diversi juga mempunyai esensi untuk
tetap menjamin anak tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun mental melalui
diversi hak-hak anak menjadi lebih diperhatikan dan perlakuan terhadap anak pelaku
tindak pidana tidak lagi sama dengan orang yang sudah dewasa. Kegiatan diversi dapat
berupa rehabilitasi medis dan psikososial, penyerahan kembali kepada orang tua/Wali,
pelayanan masyarakat, dan keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga
pendidikan atau LPKS paling lama 3 bulan.
Anak pelaku tindak pidana narkotika selain dapat dikenakan sanksi alternatif
(alternative sanction) yaitu diversi juga dapat dipertimbangkan untuk dijatuhi sanksi
tindakan yang mana tujuannya adalah untuk membuat anak sebagai pelaku tindak pidana
tidak berakhir di penjara melainkan memberikan tindakan perawatan (treatment) dan
perbaikan (rehabilitation) kepada anak pelaku tindak pidana narkotika sebagai pengganti
dari penghukuman, hal ini sesuai dengan tujuan daripada teori treatment (Teori
pembinaan/perawatan).
Sanksi pidana penjara menurut pasal 81 Undang-Undang No 12 tahun 2012 adalah
sebagai berikut :
1. Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan
membahayakan masyarakat.
2. Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua)
dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
3. Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18 (delapan belas) tahun.
4. Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan
berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
5. Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.
6. Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan
adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

3.Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak Dalam Perspektif Kriminologi


Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.
Kriminologi secara etimologi berasal dari kata “Crime” yang bearti kejahatan dan “logos”
yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah ilmu
tentang kejahatan atau penjahat.17
Dalam kriminologi ada beberapa aliran-aliran pemikiran, dan yang dimaksud
dengan aliran pemikiran di sini adalah cara pandang (kerangka acuan, perspektif,
paradigma) yang digunakan oleh para kriminologi dalam melihat, menafsirkan,
menanggapi dan menjelaskan fenomena kejahatan. Oleh karena pemahaman kita terhadap
dunia sosial terutama dipengaruhi oleh cara kita menafsirkan peristiwa-peristiwa yang kita
alami/lihat, sehingga juga bagi para ilmuwan cara pandang yang dianutnya akan
mempengaruhi wujud penjelasan maupun teori yang dihasilkannya.18
Dalam Kriminologi, hubungan sebab-akibat setelah hubungan sebab-akibat dalam
hukum pidana terbukti, artinya apabila hubungan sebab-akibat dalam hukum pidana
terbukti, maka hubungan sebab-akibat dalam kriminologi dapat dicari, yakni dengan
mencari jawaban atas pertanyaan, mengapa seseorang melakukan kejahatan ? Usaha untuk
mengetahui kejahatan dengan menggunakan pendekatan sebab akibat ini dapat juga
disebut dengan Etiologi Kriminal.
Dalam perspektif kriminologi ada beberapa aliran etiologi criminal mengenai
faktor-faktor penyebab timbulnya kejahatan, antara lain : 19
A. Aliran Antropologi
Aliran ini mula-mula berkembang di negara Italia, tokoh aliran ini C.Lamroso, beliau
menyatakan bahwa ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan fisiknya yang
berbeda dengan manusia lainnya (genus hemodelinguens) seperti kelainan-kelainan pada
tengkorak, roman muka yang lebar, mukanya menceng, hidungnya pesek tidak simetris
tulang dahinya melengkung ke belakang, rambutnya tebal dan kalau sudah tua lekas botak
di bagian tengah kepalanya.
B. Aliran Lingkungan

17
Saleh Muliadi, “Aspek Kriminologis Dalam Penanggulangan Kejahatan”, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum,
Vol. 6 No. 1, Januari-April 2012, Hal. 3
18
Ibid, hal 4
19
Roby Irsan Damanik, Op.cit., hal. 56.
Aliran ini semula berkembang di negara Perancis dengan tokohnya Lanmark, Tarde dan
Monourier serta A. Lacassagne. Menurut aliran ini seseorang melakukan kejahatan karena
dipengaruhi oleh faktor lingkungan di sekitarnya/lingkungan ekonomi, sosial, budaya dan
pertahanan serta kebudayaan termasuk perkembangan dengan dunia luar serta penemuan-
penemuan teknologi baru.
C. Aliran Bio Sosiologi
Tokoh aliran ini adalah A.D. Prins, Van Hummel, D.Simons dan Fern. Aliran Bio sosiologi
ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aliran antropologi dan aliran sosiologi, oleh
karena ajarannya didasarkan bahwa tiap-tiap kejahatan itu timbul karena:
a. faktor individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena
faktor lingkungan. Faktor individu yang diperoleh sebagai warisan dari
orangtuanya, keadaan badannya, kelamin, umur, intelek, temperamen
kesehatan dan minuman keras.
b. faktor keadaan lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan itu
meliputi keadaan alam (geografis dan klimatologis) keadaan ekonomi, tingkat
peradaban dan keadaan politik suatu Negara, misalnya meningkatnya kejahatan
menjelang pemilihan umum atau menghadapi sidang MPR dan lain-lain.
D. Aliran Spiritualisme
Tokoh dari aliran ini adalah F.A.K. Krauss dan M. De Baets. Menurut para tokoh
aliran tersebut bahwa tidak beragamanya seseorang (tidak masuk sebuah agama)
mengakibatkan salah satu faktor penyebab terjadinya kejahatan, dalam arti
seseorang menjadi jahat karena tidak beragama, atau kurang Beragama, jadi
terdapat hukum sebab akibat dalam aliran ini.

Secara keseluruhan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan


penyalahgunaan narkotika ini dapat dibedakan menjadi 2 faktor, yaitu Faktor Internal yaitu
faktor yang berasal dari dalam diri sendiri, dan yang kedua ada Faktor Eksternal yaitu
faktor yang berasal dari luar diri sendiri.

A. Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor-faktor yang berasal atau timbul dari dalam diri kita
sendiri. Faktor individu inilah yang disebut faktor internal. Faktor Individu ini terdiri dari
aspek kepribadian seseorang. Adapun sifat-sifat seperti rasa ingin tahu, ingin mencoba hal
baru, emosi yang labil, ikut-ikutan teman, dan juga depresi yang dapat menyebabkan anak
terjerumus ke hal negatif dan akhirnya menggunakan Narkotika.
Susi Adisti dalam Roby Irsan mengatakan Faktor Individu yang berpengaruh besar
terhadap penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak, diantaranya :
1. Pribadi yang tertutup;
2. Kepribadian yang rapuh;
3. Pergolakan jiwa remaja;
4. Sifat egoisme yang tinggi;
5. Ketidaksadaran akan bahaya.

Selain faktor-faktor diatas, ada faktor lain yang dapat menjadi faktor pendukung
individual seorang anak melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, antara lain :
1. Adanya anggapan bahwa coba-coba/ iseng-iseng penggunaan sekali tidak akan
menimbulkan ketagihan;
2. Mudah mengikuti gaya hidup atau tren yang up to date;
3. Besarnya rasa ingin tahu tanpa menyadari resiko yang akan diakibatkan;
4. Rasa penasaran yang mengarah pada keinginan untuk mencoba;
5. Tidak mempunyai rasa percaya diri dalam menghadapi cobaan hidup;
6. Mudahnya akses untuk mendapatkan Narkotika;
7. Agar dapat diterima di Lingkungannya;
8. Tidak mampu untuk mengatakan tidak dalam menolak ajakan;
9. Minimnya pengetahuan tentang bahaya Narkotika.

Dapat kita lihat sendiri bahwa banyaknya faktor dari dalam diri sendiri yang dapat
menyebabkan kita terjerumus ke dalam hal-hal negatif. Oleh karena itu sebaiknya faktor-
faktor diatas dapat kita minimalisir dengan cara mengalihkan kegiatan kita ke hal-hal yang
positif dan jauhi hal-hal yang bersifat negatif.
B. Faktor Eksternal

Selain Faktor Internal adapun faktor dari luar yang mempengaruhi perilaku remaja
dalam penyalahgunaan narkotika yaitu disebut sebagai faktor eksternal. Faktor eksternal
ini biasanya berasal dari luar diri pribadi kita. Contoh faktor eksternal ada faktor
lingkungan, faktor keluarga, faktor sosial masyarakat.

A. Faktor Lingkungan
Faktor Lingkungan biasanya faktor yang memiliki porsi besar dalam
mempengaruhi perilaku remaja dalam hal penyalahgunaan narkotika. Faktor lingkungan
ini biasanya yang menjadi tempat berkembangnya mental remaja dari kanak-kanak ke
dewasa. Faktor inilah yang mempengaruhi kepribadian seseorang, karakter, emosi, dan
tindakan-tindakan yang diambil oleh remaja. Contoh nya ada seseorang yang tumbuh di
lingkungan yang kurang baik, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang baik
pula. Sebaliknya apabila anak tumbuh di lingkungan yang baik, maka akan menjadikan
anak pribadi yang baik pula. Namun hal ini tidak bisa dijadikan patokan sebagai jaminan
pertumbuhan anak. Karena ada beberapa kasus anak yang tumbuh di lingkungan yang
baik, namun menjadi pribadi yang kurang baik, ada yang tumbuh di lingkungan yang
kurang baik, namun dapat tumbuh sebagai pribadi yang baik.
Menurut psikiater Dr. Graham Blamie dalam Robby Irshan telah melakukan
penelitian mengenai penyebab seorang anak remaja melakukan penyalahgunaan narkoba,
antara lain adalah :20
a. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang
berbahaya seperti berkelahi, bergaul dengan wanita dan lain-lain;
b. Untuk menunjukan tindakan menentang otoritas terhadap orang tua, guru atau
terhadap norma-norma sosial;
c. Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seks;

20
Ibid, Hal. 63
d. Untuk melepaskan diri dari rasa kesepian dan ingin memperoleh pengalaman
sensasional dan emosional;
e. Untuk mencari dan menemukan arti dari hidup;
f. Untuk mengisi kekosongan dan kesepian/kebosanan;
g. Untuk menghilangkan kegelisahan, frustasi, dan kepenatan hidup;
h. Untuk mengikuti kemauan teman-teman dalam rangka solidaritas;
i. Untuk iseng-iseng dan didorong rasa ingin tahu.

B. Faktor Keluarga
Keluarga merupakan wadah utama dalam pendidikan. Kebiasaan orang tua sehari-hari
sangat berpengaruh terhadap pembentukan mental anak. Anak yang hidup pada keluarga
yang damai maka mereka akan berperilaku yang positif, sedangkan anak yang hidup pada
keluarga yang kurang baik maka hal itu dapat menyebabkan kenakalan. Menurut dr. Dwijo
Saputro (dalam Topo Santoso), psikiater anak dan remaja dari RS Graha Medika Jakarta,
kondisi kesalahan pola asuh pada anak sangat berpengaruh besar pada penggunaan
narkoba.21 Kondisi tersebut adalah sikap orangtua yang terlalu memanjakan, selalu
mengikuti kemauannya dan tidak memperkenalkan cara mematuhi aturan, tidak
memupuk ketekunan, tidak memupuk kepercayaan diri, dan tidak mengenalkan cara
untuk berempati pada orang lain. Ini merupakan kelemahan ketika memasuki masa rawan
di usia remaja. Selain itu, anak-anak yang orangtuanya otoriter, dingin dan mengabaikan
perkembangan emosi, akan cenderung menjadi pribadi yang kejam, besar ketergantungan
pada zat adiktif, pemurung dan pemarah.22

C. Faktor Sosial Budaya


Lingkungan tempat anak berpijak adalah masyarakat. Tidak jauh juga dengan
lingkungan keluarga, apabila anak hidup dalam masyarakat yang baik maka perilaku anak
akan menjadi baik begitu juga sebaliknya, anak yang hidup di lingkungan masyarakat yang
kurang baik juga akan berpengaruh buruk pada pribadi anak. Oleh sebab itu sangat

21
Topo Santoso, Op.cit., hal. 42
22
Ibid
diperlukannya pengawasan dari orang tua kepada anak-anaknya yang mulai mengalami
perubahan beranjak kearah remaja. Mengingat faktor eksternal juga tidak kalah
berpengaruh terhadap psikologi maupun tingkah laku anak.23
Dari uraian-uraian di atas, maka terlihat bahwa yang harus diperkokoh adalah kontrol
pribadi dan kontrol sosial sebagai benteng yang harus dimiliki dalam upaya pemberantasan
narkoba. Di sisi lain aparat penegak hukum juga harus tanggap dengan keresahan yang
muncul di masyarakat dan mulai mewujudkan supremasi hukum, agar menumbuhkan
kepercayaan masyarakat perihal keseriusan mereka menangani permasalahan ini.
Penelitian yang lebih mendalam untuk menjawab masalah penggunaan narkoba dan
solusinya juga sangat diperlukan. Akhirnya semua sistem di masyarakat saling bahu
membahu untuk melindungi generasi muda tumpuan bangsa, menolongnya dari jurang
kehancuran akibat narkoba.

23
Robby Irsan Damanik, Op.cit., hal. 65
IV. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat saya sampaikan adalah bahwa di dalam Undang-Undang
Narkotika maupun Undang-Undang Psikotropika tidak mengatur secara jelas tentang
sanksi bagi anak yang terlibat penyalahgunaan narkotika melainkan hanya mengatur
sanksi bagi anak sebagai korban dalam suatu tindak pidana narkotika yaitu tindak pidana
narkotika yang berkaitan dengan pemanfaatan anak (Pasal 133 Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009), dalam merumuskan berlakunya sanksi dalam Undang-Undang Narkotika
penegak hukum juga harus memberlakukan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana
Anak sebagai ketentuan khusus yang diterapkan terhadap anak, maka disinilah berlakunya
asas lex specialis derogate legi generalis.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal
69 menyebutkan bahwa anak yang melakukan tindak pidana hanya dapat dijatuhi pidana
1/2 dari masa hukuman orang dewasa, atau dikenai tindakan, dan bagi anak yang belum
berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan.
Ada beberapa faktor yang dominan yang menjadi penyebab penyalahgunaan
narkotika di kalangan remaja yaitu : Faktor Internal yaitu faktor yang berasal dari diri
remaja itu sendiri, karena remaja ingin mengetahui apa yang belum pernah ia lakukan,
perasaan ingin tahu, ingin tampil beda, melarikan diri dari kenyataan dan rasa
kesetiakawanan. Dengan didasari proses coba-coba karena ingin tahu dan iseng kemudian
menjadi pemakai tetap dan lalu menjadi pemakai yang ketergantungan. Dan Faktor
Eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi anak dalam
penyalahgunaan narkotika. Faktor eksternal bisa berasal dari lingkungan, kelurga, dan
social.
V. DAFTAR PUSTAKA

- Santoso, Topo, Anita Silalahi. 1 September 2000. Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan


Remaja Suatu Perspektif. Vol. 1. No. 1.
- Damanik, Robby Irsan. 2016. Analisis Hukum Mengenai Penyalahgunaan Narkotika
Oleh Anak Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan No.311 K/PID.SUS/2014).
Fakultas Hukum. Universitas Sumatera Utara: Medan.
- Muliadi, Saleh. 2012. Aspek Kriminologis Dalam Penanggulangan Kejahatan. Vol. 6
No.1.
- Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika
- Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
- Undang-Undang No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
- Undang-Undang no 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
- Undang-Undang No 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Anda mungkin juga menyukai