ABSTRAK
Penyalahgunaan narkoba di lingkungan perguruan tinggi belakangan ini telah
menjadi masalah serius yang berpotensi merugikan kesejahteraan psikologis
mahasiswa. Dampak penggunaan narkoba terhadap kesejahteraan psikologis
mahasiswa menjadi fokus penelitian ini. Mahasiswa dari berbagai universitas
berpartisipasi dalam survei dengan mengisi kuesioner yang telah disiapkan.
Analisis data menggunakan pendekatan statistik deskriptif dan inferensial. Menurut
hasil penelitian, konsumsi narkoba di kalangan mahasiswa meningkatkan
kemungkinan mereka mengalami gangguan kecemasan, depresi, dan masalah
tidur. Selain itu, terdapat hubungan kuat antara tingkat keparahan kondisi
kesehatan mental dan jumlah narkoba yang dikonsumsi. Penelitian ini menyoroti
pentingnya regulasi anti-narkoba, peningkatan edukasi kesehatan mental di
kampus, dan program intervensi untuk membantu mahasiswa yang mengalami
dampak negatif akibat penggunaan narkoba. Penelitian ini membentuk dasar
untuk tindakan preventif dan rehabilitatif lebih lanjut di lingkungan kampus dan
memberikan kontribusi signifikan pada pemahaman kita tentang bagaimana
narkoba memengaruhi kesehatan mental mahasiswa.
ABSTRACT
College drug abuse has recently come to light as a major problem that can have a
negative impact on students' psychological well-being. The effects of drug usage
on students' psychological well-being are the focus of this research. Students from
different universities participated in the survey by filling out a prepared
questionnaire. Descriptive and inferential statistics were both employed in the data
analysis. According to the study's results, drug consumption among students
increases the likelihood that they will suffer from anxiety, depression, and sleep
problems. In addition, there was a strong association between the severity of
mental health conditions and the amount of drugs consumed. This study highlights
the importance of anti-drug regulations, improved mental health education on
college campuses, and intervention programs to help students who have suffered
as a result of drug use. This study lays the groundwork for more preventative and
rehabilitative actions on college campuses and contributes significantly to our
knowledge of how drugs affect students' mental health.
Mencegah Generasi Milenial Menyalahgunakan Narkoba,” Warta Pengabdian Andalas 28, No.
4 (2021): 456–65.
narkoba tidak mengenal batas ketika berbicara tentang kelas sosial; narkoba
memengaruhi orang dari segala usia, dari remaja hingga pensiunan, dan dapat
berpindah dari lingkungan dengan pendapatan rendah ke lingkungan kelas
menengah. Dorongan yang tak tertahankan untuk menggunakan narkoba, baik
secara sah maupun tidak sah; kecenderungan untuk meningkatkan dosis sesuai
dengan toleransi tubuh; ketergantungan psikologis dan fisik yang membuat sulit
untuk melepaskan kebiasaan tersebut; itulah karakteristik yang Kartono sebutkan
dalam jurnal Psikologi Islam sebagai ciri-ciri yang hadir pada individu yang
mengalami ketergantungan narkoba.3
3 Dodi Jaya Wardana, Hardian Iskandar, And Ifahda Pratama Hapsari, “Penyuluhan Hukum
Terhadap Penguatan Peran Mahasiswa Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Di
Lingkungan Sma Muhammadiyah 8 Cerme Kabupaten Gresik,” Dedikasimu: Journal Of
Community Service 3, No. 4 (2021): 1128–38.
disalahgunakan. Nilai budaya suatu masyarakat memiliki dampak besar terhadap
perilaku pengguna narkoba, yang dianggap melanggar norma-norma sosial.
Sensitivitas sosial terhadap perilaku pengguna narkoba bukan hanya terbatas pada
individu.
Selain itu, narkotika umumnya disebut "drugs," yang berarti suatu zat yang
mungkin memiliki efek tertentu ketika dikonsumsi oleh orang. Efek seperti bius,
penghilangan rasa sakit, semangat yang meningkat, dan halusinasi atau khayalan
dapat dicapai dengan menyuntikkan zat kimia tersebut ke dalam tubuh
menggunakan jarum suntik. Meskipun demikian, narkotika digunakan untuk alasan
medis dalam dunia kedokteran, misalnya selama operasi untuk mengurangi rasa
tidak nyaman. Penyalahgunaan narkotika juga memiliki dampak yang merusak
pada kesejahteraan psikologis seseorang. Orang yang memiliki kesehatan mental
yang baik mampu berinteraksi dengan orang lain, menjalankan kewajiban mereka,
dan menikmati semua manfaat yang ditawarkan oleh masyarakat. 5
4 Gilza Azzahra Lukman Et Al., “Kasus Narkoba Di Indonesia Dan Upaya Pencegahannya Di
Kalangan Remaja,” Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (Jppm) 2, No. 3
(2021): 405–17.
5 Tri Elpandi, “Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Kesehatan Mental Masyarakat
(Studi Di Desa Biaro Baru Kecamatan Karang Dapo Kabupaten Musi Rawas Utara)” (Iain
Bengkulu, 2019).
kebutuhan dasar mereka.6 Ketika kemampuan mental dan emosional seseorang
berada dalam harmoni yang sejati, mereka lebih mampu menghadapi kesulitan
hidup yang tak terhindarkan, menemukan kebahagiaan dalam prosesnya, dan
percaya pada kemampuan diri mereka sendiri. Menurut Zakiah Daradjat, yang
dikutip oleh Duski Samad, kesehatan mental adalah perwujudan iman dan
ketakwaan seseorang serta mencakup seluruh kapasitasnya; hal ini hanya dapat
dipertahankan melalui praktik keagamaan yang teratur. Semua standar yang telah
ditetapkan untuk kesehatan mental harus sejalan dengan prinsip-prinsip agama
dan ketakwaan, menurut Zakiah Daradjat. Kesehatan mental seseorang
melibatkan kapasitas untuk penyesuaian diri, sikap, integrasi jiwa, penguasaan
terhadap lingkungan, dan kemampuan untuk mengembangkan hubungan vertikal
dengan Tuhan (Allah).7
6 Yuli Asmi Rozali Et Al., “Meningkatkan Kesehatan Mental Di Masa Pandemic,” Jurnal
Pengabdian Masyarakat Abdimas 7, No. 2 (2021): 109–13.
Septiani Selly Susanti, “Kesehatan Mental Remaja Dalam Perspektif Pendidikan Islam,” As-
Salam: Jurnal Studi Hukum Islam & Pendidikan 7, No. 1 (2018): 1–20.
narkoba. Oleh karena itu, pemilihan judul penelitian ini tidak dilakukan secara
sembarangan karena diharapkan akan memberikan pemahaman tentang dampak-
dampak unik dari penggunaan narkoba, terutama pada kesehatan mental dan
psikologis para pengguna.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti
merumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana dampak penyalahgunaan
narkoba terhadap kesehatan mental mahasiswa?
METODE PENELITIAN
Berbeda dengan mengandalkan angka-angka numerik, penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan mengumpulkan data melalui deskripsi dan
representasi visual. Untuk lebih memahami kejadian yang diamati atau terjadi
dalam subjek penelitian, penelitian kualitatif menggunakan berbagai metode.
Selain itu, beberapa teori, pendekatan, dan paradigma menjadi dasar dari
penyelidikan ini. Bodgan dan Taylor menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
suatu pendekatan prosedural yang mengamati perilaku orang yang diteliti untuk
menghasilkan data deskriptif, baik yang bersifat tertulis maupun lisan. Pendekatan
kualitatif diharapkan mampu memberikan deskripsi yang komprehensif dan
mendalam mengenai ucapan, tulisan, dan perilaku yang diamati pada individu,
kelompok, komunitas, atau organisasi tertentu dalam suatu konteks tertentu.8
PEMBAHASAN
Tinjauan Tentang Kesehatan Mental
Hampir setiap aliran psikologi, termasuk Humanisme, Eksistensialisme,
Behaviorisme, dan Psikoanalisis, membahas kesehatan mental. Menurut Sigmund
Freud, yang dikutip oleh Achmad Mubarak, kesehatan mental seseorang
ditentukan oleh sejauh mana Super Ego mereka dapat menggabungkan berbagai
aspek kepribadian dengan harapan masyarakat, atau sejauh mana dapat
8Cut Medika Zellatifanny And Bambang Mudjiyanto, “Tipe Penelitian Deskripsi Dalam Ilmu
Komunikasi,” Diakom: Jurnal Media Dan Komunikasi 1, No. 2 (2018): 83–90.
menyelesaikan konflik yang muncul ketika tiga aspek kepribadian—Id, Ego, dan
Super Ego—berhadapan dengan realitas. Karena manusia tidak mungkin menjadi
bahagia dan berkembang secara bersamaan, teori ini menyatakan bahwa
seseorang hanya dapat mencapai kesempurnaan kesehatan mental sebagian.
Kapasitas (fleksibilitas) untuk mengembangkan kebiasaan dan strategi yang
meningkatkan interaksi sosial dan kemampuan menghadapi tantangan
pengambilan keputusan merupakan inti dari definisi kesehatan mental menurut
behaviorisme. Menurut eksistensialis, kesejahteraan emosional dan psikologis
seseorang berkaitan langsung dengan tingkat kebahagiaan mereka dalam hidup.
Di sisi lain, humanisme cenderung lebih sejalan dengan filosofi eksistensialis.9
Seberapa baik seseorang menyesuaikan diri dengan kebutuhan pribadi,
terlibat dalam interaksi sosial, dan berintegrasi dengan masyarakat dan
lingkungannya merupakan indikator kesehatan mental mereka. Menurut Salmaini
Yeli, gagasan yang dikemukakan oleh Zakiah Daradjat mendukung pandangan ini.
Menurut Zakiah Daradjat, mencapai kesehatan mental sejati berarti membawa
fungsi-fungsi jiwa ke dalam harmoni yang sejati, mampu menghadapi tantangan
sehari-hari, dan memiliki pengalaman positif tentang kebahagiaan dan
kemampuan diri. Ketika kesehatan mental seseorang baik, perkembangan fisik,
intelektual, dan emosional mereka berjalan seiring dengan lingkungan mereka,
dan mereka kokoh dalam agama dan ketakwaan, sehingga dapat menikmati hidup
baik di dunia ini maupun di akhirat. Mulyadi mengutip Sururin, yang berpendapat
bahwa kesehatan mental seseorang bergantung pada kemampuan mereka untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan fisik sekitarnya. Menurut
Musthafa Fahmi, yang mengembangkan ide ini, seseorang dianggap memiliki
kesehatan mental yang baik jika mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
dan diri sendiri tanpa mengalami efek samping negatif.10
11 Maemunah Sa’diyah, Naskiyah Naskiyah, And Abdu Rahmat Rosyadi, “Hubungan Intensitas
Penggunaan Media Sosial Dengan Kesehatan Mental Mahasiswa Dalam Pendidikan Agama
Islam,” Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 11, No. 03 (2022): 713–30.
f. Memiliki kendali atas lingkungan dan masyarakat tidak hanya mencakup
memenuhi tuntutan masyarakat dan melakukan perbaikan di dalamnya,
tetapi juga kemampuan untuk membangun dan mengembangkan diri
secara harmonis dalam konteks masyarakat. Ini hanya dapat tercapai jika
setiap anggota masyarakat bekerja sama untuk terus-menerus
meningkatkan diri mereka sesuai dengan standar yang diakui oleh Allah.
g. Ketika orang dengan kondisi mental yang baik memeriksa diri mereka
sendiri, itu menunjukkan bahwa mereka mampu seimbang secara rasional
antara keinginan, kebutuhan, hasrat, dan kebutuhan.
h. Seorang individu yang sehat mental selalu berharap untuk bebas dari dosa,
depresi, dan kekecewaan; sebagai hasilnya, mereka memiliki rasa
tanggung jawab yang kuat dan keinginan yang kuat untuk melakukan yang
benar.
Jenis-Jenis Narkoba
a. Ganja
Marijuana, menurut Hari Sasangka, berasal dari keluarga tumbuhan
Urticaceae atau Moraceae, khususnya varietas cannabis sativa, indica, dan
Americana. Tanaman ini cocok untuk iklim tropis maupun iklim sedang, dan tidak
memerlukan perhatian khusus saat tumbuh dewasa. Menurut Suharno, tanaman
penghasil serat yang dikenal sebagai ganja (cannabis sativa) terkenal karena
bijinya yang mengandung senyawa psikoaktif tetrahidrokannabinol (THC), yang
menyebabkan pengguna merasakan euforia untuk jangka waktu yang lama. Daun
berduri dan bunga jantan dan betina yang khas dari tanaman tahunan ini
memungkinkannya tumbuh hingga ketinggian dua meter. Daerah dataran tinggi
tropis di atas 1.000 meter di atas permukaan laut adalah satu-satunya tempat di
mana ganja dapat tumbuh. Menurut Mardani, pengolahan semua bagian tanaman
cannabis, termasuk biji dan buahnya, adalah yang membuat ganja menjadi seperti
itu.15
16Leonardo Manalu, “Tinjauan Hukum Terhadap Anak Disabilitas Sebagai Kurir Narkoba
Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak” (Universitas Dharmawangsa, 2019).
Dexamil, dan Benzedrine hanya beberapa dari merek amfetamin lain yang
kemudian merajai pasar. Amfetamin bekerja sebagai stimulan, yang berarti
membuat seseorang lebih aktif dan antusias, kurang lelah, lebih bahagia, lebih
fokus, kurang lapar, dan kurang ingin tidur. Namun, efek-efek ini menjadi terlalu
berlebihan ketika Anda overdosis. Perasaan nyeri, demam, kesulitan berpikir dan
berkonsentrasi, perkembangan kegelisahan yang berlebihan secara progresif, dan
memberatkan tubuh hingga batasnya adalah beberapa efek samping lain yang
mungkin terjadi.17
Amfetamin dan kokain memiliki efek yang sangat mirip di klinik; namun,
efek euforia amfetamin berlangsung empat hingga delapan kali lebih lama dan
waktu paruhnya lima belas hingga dua puluh jam lebih lama dibandingkan kokain.
Alasan di balik ini adalah ketika efek amfetamin mulai hilang, tubuh mengirim
"sinyal" ke stimulator, mengaktifkan "kekuatan cadangan" yang memungkinkan
tubuh menggunakan zat-zat ini lagi. Subkategori F15 mencakup amfetamin yang
menyebabkan ketergantungan psikologis serta masalah mental dan perilaku
lainnya. Inhalasi menggunakan tabung hidung adalah metode standar pemberian
amfetamin. Ice, Shabu, Glass, Quartz, Hirropon, dan sejumlah nama lain
digunakan untuk zat ini. Tingkat energi seseorang dapat ditingkatkan dengan
menggunakan amfetamin. Amfetamin dapat meningkatkan rasa percaya diri dan
membuat Anda merasa baik tentang diri Anda sendiri. Anda mungkin merasakan
hal ini selama dua belas jam.
17H Achmad Kabain, Jenis Jenis Napza Dan Bahayanya (Alprin, 2020).
18M Arief Hakim, Bahaya Narkoba Alkohol: Cara Islam Mencegah, Mengatasi, Dan Melawan
(Nuansa Cendekia, 2023).
rendahnya harga diri, rasa ingin tahu yang tidak pernah terpuaskan,
keengganan untuk mempertimbangkan hasil yang mungkin terjadi, dan
kurangnya pengetahuan tentang risiko yang terkait dengan penggunaan
narkoba. Hal ini mungkin menyebabkan kurangnya rasa percaya diri dan
mungkin penyalahgunaan narkoba. Dalam kehidupan sehari-hari dan
situasi sosial, seseorang dengan konsep diri yang buruk akan merasa tidak
aman pada dirinya sendiri.
c) Pengaruh lingkungan
d) Lingkungan sekolah,
20 K H Bisri Mustofa D A N Zakiah Daradjat And Miftahul Huda, “Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Jurusan Pendidikan Islam Program Studi
Pendidikan Agama Islam Mei 2019,” N.D.
merupakan hambatan bagi pembangunan berkelanjutan, yang pada gilirannya
menyebabkan kerugian ekonomi bagi negara secara keseluruhan karena
rendahnya produktivitas dan tingginya tingkat kejahatan. Reaksi masyarakat
terhadap pengguna narkoba dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, karena
dampak terhadap pengguna narkoba sangat erat kaitannya dengan lingkungan
masyarakat.
Siapa pun yang berusia antara 18 hingga 30 tahun yang telah mendaftar
secara resmi untuk mengikuti perkuliahan di suatu universitas dianggap
mahasiswa oleh Sarwono. Kelompok sosial ini memperoleh statusnya melalui
ikatannya dengan universitas. Selanjutnya, Knopfemacher mendefinisikan
mahasiswa sebagai lulusan masa depan yang melalui partisipasinya dalam
pendidikan tinggi diharapkan menjadi calon intelektual, lebih terintegrasi ke dalam
masyarakat, dan mengenyam pendidikan. Penulis menarik kesimpulan tentang
mahasiswa berdasarkan berbagai definisi yang dikemukakan di atas: mahasiswa
adalah anggota civitas akademika yang secara formal mengikuti mata kuliah di
tingkat universitas dan menunjukkan minat aktif dalam menemukan dan
menerapkan kebenaran ilmiah, serta menjadi ahli yang berpengetahuan luas di
bidang pilihan mereka.
21Ahmad Taufiq, “Paradigma Baru Pendidikan Tinggi Dan Makna Kuliah Bagi Mahasiswa,”
Madani Jurnal Politik Dan Sosial Kemasyarakatan 10, No. 1 (2018): 34–52.
Beberapa siswa, menurut para biksu, berada pada kelompok remaja akhir
(yang berusia antara 18 dan 21 tahun), sementara yang lain berada pada
kelompok dewasa awal (yang berusia antara 22 dan 25). Menurut Santrock, masa
remaja merupakan masa transisi karena menandai peralihan dari masa kanak-
kanak menuju kedewasaan. Orang-orang memasuki dunia kerja, melanjutkan
pendidikan, dan menjalin hubungan dengan lawan jenis ketika mereka mencapai
usia dewasa. Notoatmodjo menyatakan bahwa masa pubertas biasanya terjadi
antara usia 10 dan 13 tahun, dan biasanya berakhir antara usia 18 dan 21 tahun.
Masa remaja adalah masa perubahan dan transisi besar, seperti yang telah
disebutkan sebelumnya.22
Pada masa perubahan fisik, emosional, dan mental yang dikenal dengan
masa pubertas, remaja perempuan dan laki-laki mengalami pematangan sistem
reproduksinya. memasuki dunia orang dewasa untuk pertama kalinya, antara usia
18 dan 25 tahun. Dorongan individu untuk mencoba hal-hal baru dan melihat ke
mana kehidupan membawanya, dengan harapan bahwa upaya ini akan
membuahkan hasil dalam jangka panjang, merupakan ciri khas masa dewasa. .
Terakhir, terdapat pergeseran penting dalam komponen sosial yang terjadi ketika
seseorang mendekati usia dewasa awal. Orang-orang mulai menjalin hubungan
sebagai akibat dari perubahan komponen sosial. Penjelasan sebelumnya
menetapkan bahwa ada dua kelompok siswa yang berbeda: mereka yang berusia
akhir belasan tahun dan mereka yang berusia awal dua puluhan.
Jadi, wajar saja jika menugaskan siswa bekerja berdasarkan tahap
perkembangannya menjadi lebih umum. Ditinjau dari aktivitas perkembangan
yang berkaitan dengan masa pubertas, terdapat beberapa penanda bahwa
seseorang telah memasuki masa pubertas, seperti:23
24Adi Suprayitno And Wahid Wahyudi, Pendidikan Karakter Di Era Milenial (Deepublish,
2020).
b) Ketidakpastian. Beberapa orang mengalami ketidakstabilan setelah memasuki
masa dewasa, dan salah satu penyebabnya adalah ketika mereka pindah ke
tempat tinggal baru. Ketidakpastian ini terwujud dalam bidang cinta,
pendidikan, dan pekerjaan. Kemudian, ketiga faktor tersebut perlu ditangani
secara bersamaan atau memadai agar seseorang dapat memasuki masa
dewasa awal, dan hal tersebut juga dapat menyebabkan ketidakstabilan.
c) Pada saat ini, masyarakat cenderung mengasingkan diri karena tidak yakin
bagaimana memenuhi kewajiban sosial, akademik, pekerjaan, atau
kewajibannya terhadap orang lain. Oleh karena itu, otonomi berdampak pada
kehidupan masyarakat; akibatnya, masyarakat tidak selalu tahu di mana
kewajibannya berakhir dan akhirnya menjalani kehidupan yang tidak selalu
sejalan dengan tanggung jawab tersebut.
Peraturan anti narkoba di kampus juga perlu diperkuat agar tercipta iklim
yang tidak mendorong penggunaan narkoba. Strategi pencegahan yang efektif
terhadap penggunaan narkoba mencakup pendidikan tentang dampak kesehatan
dan hukum dari penggunaan narkoba, serta hukuman yang tegas. Terakhir, tidak
ada jawaban sederhana terhadap pertanyaan bagaimana penyalahgunaan
narkoba berdampak pada kesehatan mental Mahasiswa. Unsur-unsur yang
mempengaruhi pola dampak tersebut meliputi aspek individu, masyarakat, dan
lingkungan. Agar berhasil mengatasi hambatan ini, diperlukan pendekatan
komprehensif yang mencakup pendidikan, pencegahan, intervensi, dan
rehabilitasi. Langkah-langkah ekstensif ini diperlukan jika kita ingin membangun
iklim kampus yang meningkatkan kesehatan emosional dan psikologis
mahasiswanya.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Ariadi, Purmansyah. “Kesehatan Mental Dalam Perspektif Islam.” Syifa’medika:
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan 3, No. 2 (2019): 118–27.
Aulia, Zahra. Jangan Pernah Tergoda Narkoba. Alprin, 2020.
Daradjat, K H Bisri Mustofa D A N Zakiah, And Miftahul Huda. “Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Jurusan
Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam Mei 2019,” N.D.
Elpandi, Tri. “Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Kesehatan Mental
Masyarakat (Studi Di Desa Biaro Baru Kecamatan Karang Dapo Kabupaten
Musi Rawas Utara).” Iain Bengkulu, 2019.
Fakhriyani, Diana Vidya. “Kesehatan Mental.” Pamekasan: Duta Media Publishing,
2019.
Hakim, M Arief. Bahaya Narkoba Alkohol: Cara Islam Mencegah, Mengatasi, Dan
Melawan. Nuansa Cendekia, 2023.
Hanandini, Dwiyanti, Indraddin Indraddin, Wahyu Pramono, And Nini Anggraini.
“Pemberdayaan Tokoh Masyarakat Dan Institusi Lokal Untuk Mencegah
Generasi Milenial Menyalahgunakan Narkoba.” Warta Pengabdian Andalas 28,
No. 4 (2021): 456–65.
Kabain, H Achmad. Jenis Jenis Napza Dan Bahayanya. Alprin, 2020.
Lukman, Gilza Azzahra, Anisa Putri Alifah, Almira Divarianti, And Sahadi Humaedi.
“Kasus Narkoba Di Indonesia Dan Upaya Pencegahannya Di Kalangan
Remaja.” Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (Jppm) 2, No.
3 (2021): 405–17.
Majid, Abdul. Bahaya Penyalahgunaan Narkoba. Alprin, 2020.
Manalu, Leonardo. “Tinjauan Hukum Terhadap Anak Disabilitas Sebagai Kurir
Narkoba Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak.” Universitas
Dharmawangsa, 2019.
Rahmat, Pupu Saeful. Perkembangan Peserta Didik. Bumi Aksara, 2021.
Rosmalina, Asriyanti. “Peran Komunikasi Interpersonal Dalam Mewujudkan
Kesehatan Mental Seseorang.” Prophetic: Professional, Empathy, Islamic
Counseling Journal 1, No. 01 (2018).
Rozali, Yuli Asmi, Novendawati Wahyu Sitasari, Amanda Lenggogeni, F Psikologi,
U Esa, J Arjuna, U Tol, And T Kebon. “Meningkatkan Kesehatan Mental Di
Masa Pandemic.” Jurnal Pengabdian Masyarakat Abdimas 7, No. 2 (2021):
109–13.
Sa’diyah, Maemunah, Naskiyah Naskiyah, And Abdu Rahmat Rosyadi. “Hubungan
Intensitas Penggunaan Media Sosial Dengan Kesehatan Mental Mahasiswa
Dalam Pendidikan Agama Islam.” Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 11,
No. 03 (2022): 713–30.
Silalahi, Lundu Amazia Josua. “Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Permenkes
Nomor 44 Tahun 2019 Perihal Ganja Sebagai Narkotika Golongan I.”
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2021.
Soetjiningsih, Christiana Hari. Seri Psikologi Perkembangan: Perkembangan Anak
Sejak Pembuahan Sampai Dengan Kanak-Kanak Akhir. Kencana, 2018.
Subandri, Ardhi, And Toto Widyarsono. Menumpas Bandar Menyongsong Fajar:
Sejarah Penanganan Narkotika Di Indonesia. Prenada Media, 2021.
Suprayitno, Adi, And Wahid Wahyudi. Pendidikan Karakter Di Era Milenial.
Deepublish, 2020.
Susanti, Septiani Selly. “Kesehatan Mental Remaja Dalam Perspektif Pendidikan
Islam.” As-Salam: Jurnal Studi Hukum Islam & Pendidikan 7, No. 1 (2018):
1–20.
Suyatna, Uyat. “Evaluasi Kebijakan Narkotika Pada 34 Provinsi Di Indonesia.”
Sosiohumaniora 20, No. 2 (2018): 168–76.
Taufiq, Ahmad. “Paradigma Baru Pendidikan Tinggi Dan Makna Kuliah Bagi
Mahasiswa.” Madani Jurnal Politik Dan Sosial Kemasyarakatan 10, No. 1
(2018): 34–52.
Wardana, Dodi Jaya, Hardian Iskandar, And Ifahda Pratama Hapsari. “Penyuluhan
Hukum Terhadap Penguatan Peran Mahasiswa Dalam Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba Di Lingkungan Sma Muhammadiyah 8 Cerme
Kabupaten Gresik.” Dedikasimu: Journal Of Community Service 3, No. 4
(2021): 1128–38.
Yustinus Semiun, O F M. Teori-Teori Kepribadian Humanistis. Pt Kanisius, 2021.
Zellatifanny, Cut Medika, And Bambang Mudjiyanto. “Tipe Penelitian Deskripsi
Dalam Ilmu Komunikasi.” Diakom: Jurnal Media Dan Komunikasi 1, No. 2
(2018): 83–90.