Anda di halaman 1dari 4

Nama: Ailsa Dwita Rifzikka

NIM: P17120194087

Kelas: 1B D3 ANAFARMA

 UU No. 35
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan
untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan
tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat
merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda
Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan
Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam
Undang-Undang ini diatur juga mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor
Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan
dalam pembuatan Narkotika. Dalam Undang-Undang ini dilampirkan mengenai
Prekursor Narkotika dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor
Narkotika. Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan
Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera
terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana
minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup,
maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan
pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.
Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan
kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut
merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan
koordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga
pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung
jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah
provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN
kabupaten/kota.
Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta
kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan
Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika
dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan
pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial.
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam
Undang-Undang ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan
(wiretapping), teknik pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik
penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna
melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika.
 UU No. 5
Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, psikottropika memegang
peranan penting. Di samping itu, psikotropika juga digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan meliputi penelitian, pengembangan, pendidikan dan pengajaran sehingga
ketersediaannya perlu dijamin melalui kegiatan produksi dan impor.
Penyalagunaan psikotropika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan
apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Hal ini tidak saja merugikan
bagi penyalahguna, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi, dan keamanan nasional,
sehingga hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara.
Penyalahgunaan psikotropika mendorong adanya peredaran gelap, sedangkan
peredaran gelap psikotropika menyebabkan meningkatnya penyalahgunaan yang
makin meluas dan berdimensi internasional.
Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan
penyalahgunaan psikotropika dan upaya pemberantasan peredaran gelap. Di samping
itu, upaya pemberantasan peredaran gelap psikotropika terlebih dalam era golobalisasi
komunikasi, informasi dan transportasi sekarang ini sangat diperlukan.
Sehubungan dengan itu, diperlukan suatu upaya untuk mengendalikan
seluruh kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika melalui perundang-
undangan di bidang psikotropika. Undang-undang ini mengatur kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika yang berada di bawah pengawasan
internasional, yaitu yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan dan digolongkan menjadi:
a.Psokotropika Golongan I;
b.Psokotropika Golongan II;
c.Psokotropika Golongan III;
d.Psokotropika Golongan IV;
Penggolongan ini sejalan dengan Konvensi Psikotropika 1971,
sedangkan psikotropika yang tidak termasuk golongan I, golongan II,
golongan III, dan golongan IV pengaturannya tinduk pada ketentuan
perundang-undangan di bidang obat keras. Pelaksanaan Undang-undang
tentang Psikotropika tetap harus memperhatikan berbagai ketentuan
perundang-undangan yang berkaitan, antara lain Undang-undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara, dan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Demikian dalam pelaksanaan penyelenggaraan harus tetap
berlandaskan pada asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa serta tatanan hukum dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Undang-undang Psikotropika ini mengatur: produksi, peredaran, penyerahan,
ekspor dan impor, pengangkutan, transito, pemeriksaan, label dan iklan,
kebutuhan tahunan dan pelaporan, pengguna psikotropika dan rehabilatasi,
pemantauan prekursor, pembinaan dan pengawasan, pemusnahan, peran serta
masyarakat, penyidik dan ketentuan pidana.
 Pekerja kefarmasian
Awal penggunaan istilah yuridis pekerjaan kefarmasian adalah istilah
praktik peracikan obat yang mendefinisikan istilak ‘apoteker’. Yaitu mereka
yang sesuai dengan peratran berlaku dan memiliki wewenang untuk
menjalakan pratik peracikan obat di indonesia sebagai seorang apoteker.
Lalu istilah ini berkembang dalam UU nomor 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan, yang menyatakan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan,
penyimpanan, dan distribusi obat. Profesi ini dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu.
Lalu pada pasal 108 ayat 1 menyatakan bahwa, praktik kefarmasian
yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
penganan, pengandaan, penyimpanan, dan pendistribusian obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan.

 Rangkuman narkotika
Narkotika adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah, sintetis,
maupun semi sintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran,
halusinasi, serta daya rangsang. Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan
kecanduan jika pemakaiannya berlebihan. Pemanfaatan dari zat-zat itu adalah
sebagai obat penghilang nyeri serta memberikan ketenangan. Jika
disalahgunakan maka akan dikenakan sanksi. Meski ada beberapa jenis
yang diperbolehkan dipakai untuk keperluan pengobatan, namun
tetap saja harus mendapatkan pengawasan ketat dari dokter. Ada
banyak bahaya narkoba bagi hidup dan kesehatan, di antaranya
adalah:
1. Dehidrasi
2. Halusinasi
3. Menurunnya tingkat kesadaran
4. Kematian
5. Ganguan kualitas hidup
 Psikotropika

sikotropika adalah zat atau obat yang bekerja menurunkan fungsi otak serta
merangsang susuan syaraf pusat sehingga menimbulkan reaksi berupa halusinasi,
ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan perasaan yang tiba-tiba, dan menimbulkan
rasa kecanduan pada pemakainya. Jenis obat-obatan ini bisa ditemukan dengan mudah
di apotik, hanya saja penggunaannya harus sesuai dengan resep dokter. Efek
kecanduan yang diberikan pun memiliki kadar yang berbeda-beda, mulai dari
berpotensi tinggi menimbulkan ketergantungan hingga ringan. Meski efek kecanduan
yang diberikan termasuk rendah, namun tetap saja bisa berbahaya bagi kesehatan.
Data menunjukkan sebagian besar pemakai yang sudah mengalami kecanduan,
dimulai dari kepuasan yang didapatkan usai mengkonsumsi zat tersebut yang berupa
perasaan senang dan tenang. Lama-kelamaan pemakaian mulai ditingkatkan sehingga
menyebabkan ketergantungan. Jika sudah mencapai level parah, bisa mengakibatkan
kematian. Penyalahgunaan dari obat-obatan tersebut juga bisa terancam terkena
hukuman penjara. Karena itulah, meski beberapa manfaatnya sangat baik bagi
kesehatan, namun jika berlebih dan tidak sesuai dengan anjuran dokter bisa
menyebabkan efek yang berbahaya.

Anda mungkin juga menyukai