Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH HUKUM PIDANA DI LUAR KUHP

PENGGOLONGAN NARKOTIKA & BENTUK-BENTUK


TINDAK PIDANA NARKOTIKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Awalnya narkotika hanya digunakan sebagai alat bagi ritual dan disamping itu juga
dipergunakan untuk pengobatan, adapun jenis narkotika pertama yang digunakan pada
mulanya adalah candu atau lazim disebut sebagai madat atau opium. Namun, Dengan
semakin berkembangnya zaman, narkotika digunakan untuk hal-hal negatif, di dunia
kedokteran Narkotika banyak digunakan khususnya dalam proses pembiusan sebelum pasien
dioperasi.
Narkotika dan obat-obatan terlarang yang kita ketahui saat ini, memiliki dampak fisik,
psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang
luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan
dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (sugesti). Gejala
fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk
membohongi orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif dll, sehingga dapat mengancam masa
depan seorang individu. Sementara itu, Sekitar tahun 1333-1324 SM, di bawah pemerintahan
Raja Tutankhamen, bangsa Mesir Kuno menggunakan narkoba untuk keperluan medis seperti
membantu gangguan tidur, menghilangkan rasa sakit, bahkan menenangkan anak-anak yang
menangis.
Dahulu pada banyak negara, narkotika dan obat-obatan terlarang ini digunakan untuk
tujuan pengobatan, namun seiring berjalannya waktu, mulai adanya penyalahgunaan
narkotika dan obat-obatan terlarang yang dimulai oleh para dokter. Awalnya mereka
meresepkan bahan-bahan narkotika baru untuk berbagai pengobatan padahal tahu mengenai
efek-efek yang akan ditimbulkan. Kemudian ketergantungan menjadi parah setelah
ditemukannya morphine (1804) – diresepkan sebagai anastesi, saat itu anastesi digunakan
luas pada waktu perang di abad ke-19 hingga sekarang dan penyalahgunaan narkotika dan
obat-obatan terlarang diberbagai negara yang sulit untuk dikendalikan hingga saat ini.
Apabila ditinjau dari aspek yuridis adalah sah keberadaannya. Undang-Undang
narkotika hanya melarang penggunaan narkotika tanpa izin oleh undang-undang yang
dimaksud. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah memberi
perlakuan yang berbeda bagi pelaku penyalah gunaan narkotika, sebelum undang-undang ini
berlaku tidak ada perbedaan perlakuan antara pengguna, pengedar, bandar, Maupun produsen
narkotika. Pengguna Atau pecandu narkotika disatu sisi merupakan pelaku tindak pidana,
namun disisi lain merupakan korban.
Salah satu persoalan dalam penegakan hukum terhadap kejahatan narkotika di
Indonesia adalah perkembangan kategorisasi zat-zat narkotika yang semakin luas bentuk dan
cara pengelolaannya. Sebelumnya, kategorisasi zat-zat narkotika terdapat dalam lampiran
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Dalam bidang kemanusiaan, pemakaian zat narkotika ini cenderung bersifat
destruktif. Bersifat destruktif karena zat-zat narkotika tersebut memiliki daya kecanduan yang
dapat menimbukan pemakainya untuk menggunakan secara terus menerus. Penggunaan
dengan dosis yang melebihi ukuran normal tersebut, apalagi kasus “penyalahgunaan” akan
menimbulkan efek negatif, baik dalam kondisi ketagihan (addiction), maupun ketergantungan
(dependence).
Di satu sisi, penyalahgunaan narkotika merupakan pelanggaran hukum yang tidak
dapat ditoleransi, dan disisi lain penyalahgunaan narkotika jenis baru merupakan sebuah
bentuk tindakan pidana yang tidak dapat dikenakan hukuman mengingat adanya asas legalitas
dalam hukum pidana.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penggolongan narkotika?
2. Apa saja bentuk-bentuk tindak pidana narkotika?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Menjelaskan penggolongan narkotika
2. Memaparkan bentuk-bentuk tindak pidana narkotika
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Narkoba
Narkotika sering disingkat dengan sebutan NAZA (Narkotika dan Zat Adiktif) atau
NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif). Psikotropika dan narkotika
digolongkan ke dalam obat-obatan atau zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan bila
pemakaiannya disalahgunakan. Oleh karena itu, ketentuan mengenai produksi, pengadaan,
peredaran, serta penyaluran ekspor dan impor obat-obat tersebut diatur dalam undang-undang
(Hari Sasangka: 2003).
Menurut Undang-Undang RI No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, bahwa Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi
sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika atau obat bius yang dalam bahasa Inggrisnya sering distilahkan dengan
Narcotic adalah semua bahan obat yang mempunyai efek kerja pada umumnya bersifat:
- Membius (menurunkan tingkat kesadaran seseorang).
- Merangsang (meningkatkan semangat kegiatan/aktivitas) atau sering disebut dengan
dopping.
- Ketagihan (ketergantungan, mengikat) untuk terus menggunakannya.
- Menimbulkan daya berkhayal (halusinasi).
Zat ini bisa digolongkan menjadi 2 macam, yakni narkotika dalam arti sempit dan
narkotika dalam arti luas.
Dalam arti sempit narkotika adalah semua zat atau bahan yang bersifat alami, yaitu
semua bahan obat seperti opiaten, cocaine (dibaca kokain) dan ganja.
Dalam arti luas adalah bersifat alami dan sintetis (buatan), yaitu semua bahan obat-
obatan yang berasal dari:
- Papaver somniferum (opium, candu, morpin, heroin, dsb);
- Eryth Roxylon Coca (cocain);
- Cannabis sativa (ganja);
- Golongan obat-obat penenang;
- Golongan obat-obat perangsang;
- Golongan obat-obat pemicu khayalan.
Menurut definisi WHO (organisasi Kesehatan internasional), yang dimaksud dengan
drug adalah setiap zat yang apabila masuk ke dalam organisme hidup akan mengadakan
perubahan pada satu atau lebih fungsi-fungsi organ tubuh. Narkoba (Narkotika dan Obat-obat
Berbahaya) ialah zat kimiawi yang mampu mengubah pikiran, perasaan, fungsi mental dan
perilaku seseorang.
Apabila berbagai jenis obat narkotika, alkohol serta zat-zat lainnya yang memabukkan
ini disalahgunakan untuk tujuan di luar pengobatan, akan mengubah kerja syaraf otak,
sehingga si pemakai berpikir, berperasaan dan berperilaku tidak normal.
Sebagai zat aditif atau zat yang bisa menimbulkan efek kecanduan, pemakaiannya
sulit dikontrol, setelah ketagihan pemakai narkoba akan sampai pada tingkat yang paling
parah yaitu ketergantungan.
Narkotika adalah zat atau obat, baik yang berasal dari tanaman maupun bukan, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan
kecanduan. Yang digolongkan Narkotika menurut Undang-undang RI No. 22 tahun 1976
adalah:
1. opiad (opium, morfin, heroin, codein, phetidin);
2. cannabis (ganja);
3. kokain serta keturunannya yang lain yang dikenal sebagai putau.

2.2 Penggolongan Narkotika


Narkotika merupakan zat atau obat yang pemakaiannya banyak digunakan oleh tenaga
medis untuk digunakan dalam pengobatan dan penelitian memiliki beberapa penggolongan.
Narkotika digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

a. Narkotika Golongan I
Narkotika golongan I adalah narkotika yang digunakan untuk tujuan Ilmu Pengetahuan,
dan bukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi, sehingga dapat menimbulkan
ketergantungan. Contoh Narkotika golongan 1 yang sering disalahgunakan adalah:
- opiat, heroin, putau, candu, dan lain-lain;
- ganja, atau kanabis, mariyuana, hashis;
- kokain, yaitu serbuk/pasta kokain dan daun koka.

b. Narkotika Golongan II

TingKat kadar ketergantungan Narkotika golongan 2 lebih rendah dibanding golongan 1,


namun tetap memiliki potensi tinggi menimbulkan ketergantungan. Narkotika golongan 2
dapat digunakan untuk pengobatan medis dan bahan penelitian, namun terbatas melalui resep
dokter dan dipantau dalam pemanfaatannya serta dilaporkan kepada Kemenkes. Jenis
golongan ini kurang lebih sebanyak 85 jenis, antara lain morfin, alfaprodina dan lain-lain.

c. Narkotika Golongan III

Terakhir, Narkotika golongan 3 memiliki resiko ketergantungan yang cukup ringan,


namun tetap berpotensi berbahaya jika disalahgunakan. Golongan ini dimanfaatkan untuk
pengobatan serta terapi. Seperti halnya golongan 1 dan 2, golongan 3 juga dapat digunakan
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Berikut beberapa jenis narkotika golongan 3,
antara lain etilmorfina, kodeina, polkodina, propiram dan lain-lain.

2.3 Pelaku Pidana Narkotika


Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika membedakan pelaku pidana
narkotika menjadi 2 yaitu :

- Pengedar narkotika. meliputi : orang yang secara melawan hukum memproduksi


narkotika; menjual narkotika; mengimpor atau mengekspor narkotika, melakukan
pengangkutan (kurir) dan melakukan peredaran gelap narkotika.
- Pengguna narkotika, dibedakan menjadi 2 yaitu pecandu narkotika dan penyalah guna
narkotika. Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika dan memiliki
ketergantungan terhadap narkotika baik secara fisik maupun psikis. Sedangkan penyalah
guna narkotika adalah orang secara melawan hukum, aktif menggunakan narkotika.

Hukuman pidana bagi pengedar narkotika diatur dalam pasal 111, 112, 113, 132 Undang
Undang Nomor 35 tahun 2009, tentang Narkotika, dengan hukuman kurungan penjara
minimal 4 tahun dan maksimal hukuman mati, serta hukuman pidana berupa denda
maksimal hingga 10.000.000.000,-

Sedangkan hukuman pidana bagi pengguna narkotika diatur dalam pasal 127 dengan
hukuman penjara maksimal 4 tahun, hukuman pidana denda maksimal 10.000.000.000.
Pengguna narkotika juga berhak untuk melakukan rehabilitasi untuk penyembuhan dari
ketergantungan terhadap narkotika.

Pasal 124 dan Pasal 126 untuk narkotika golongan III serta Pasal
129 huruf(c));

2.4 Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Narkotika

Bentuk tindak Pidana Narkotika yang umum dikenal antara lain sebagai berikut:

1. Penyalahgunaan atau melebihi dosis


2. Pengedaran Narkotika
3. Jual Beli Narkotika

Seorang hakim diberi kebebasan untuk mengambil keputusan berdasarkan bukti-bukti dan
keyakinannya, sesuai menurut system pembuktian yang dianut dalam hukum acara pidana
kita. Kebebasan hakim dalam mengambil keputusan tersebut dapat dikatakan sebagai hak
prerogatif hakim.

Menurut KUHAP Pasal 1 butir 11 putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang
diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
Dalam hal menjatuhkan putusan ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang
hakim,yaitu:

1. Hakim harus selalu memperhatikan segala hal yang berhubungan dengansi pelaku
Tindak Pidana Narkotika tersebut, lingkungan tempat si pelaku bergaul, pendidikan,
dan lain-lain. Dari hal-hal tersebut diatas dapat menjadi acuan bagi hakim untuk
memberikan putusan atau pidana yang sesuai dengan si pelaku Tindak Pidana
Narkotika.
2. Dalam pemeriksaan di persidangan, hakim juga harus melihat apakah si pelaku
mendapatkan pendidikan yang formal atau tidak. Karena pendidikan juga menjadi
salah satu faktor penyebab seseorang melakukan tindak pidana seperti
Penyalahgunaan Narkotika.
3. Hal-hal lain yang juga perlu dipertimbangkan hakim dalam penererapan pidana dan
prosesnya adalah :
a. Psikologis atau kejiwaan
b. Attitude atau kesopanan dan juga dilihat dari wajah tersangka.
c. Hakim harus memperhatikan segala hal yang berhubungan dengan si pelaku
Tindak Pidana Narkotika tersebut.
d. Dalam pemeriksaan persidangan, hakim juga harus melihat apakah si pelaku
mendapatkan pendidikan yang formal atau tidak, maka ini merupakan aspek
pendidikan.

2.5 Jenis-Jenis Sanksi Tindak Pidana Narkotika

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah mengatur jenis-jenis


sanksi yang diberikan pada tindak pidana narkotika antara lain:

1. Tindak Pidana bagi penyalah guna atau sebagai korban penyalahgunaan narkotika,
penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
2. Tindak Pidana Orang Tua / Wali dari Pecandu Narkotika Narkotika yang Belum Cukup
Umur (Pasal 128) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
3. Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Korporasi (Pasal 130) Dipidana dengan pidana
penjara dan pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali. Korporasi dapat dijatuhi
korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.
4. Tindak pidana bagi Orang yang Tidak Melaporkan Adanya Tindak Pidana Narkotika
(Pasal 131). Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
5. Tindak Pidana terhadap Percobaan dan Permufakatan Jahat Melakukan Tindak Pidana
Narkotika dan Prekursor (Pasal 132) Ayat (1), dipidana dengan pidana pidana penjara
yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.
Ayat (2), dipidana pidana penjara dan pidana denda maksimumnya ditambah 1/3
(sepertiga).
6. Tindak Pidana bagi Menyuruh, Memberi, Membujuk, Memaksa dengan Kekerasan, Tipu
Muslihat, Membujuk Anak (Pasal 133) ayat (1), dipidana dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). ayat (2),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
7. Tindak Pidana bagi Pecandu Narkotika yang Tidak Melaporkan Diri (Pasal 134) ayat (1),
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling
banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
8. Tindak Pidana bagi Pengurus Industri Farmasi yang Tidak Melaksanakan Kewajiban
(Pasal 135). Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
9. Tindak Pidana terhadap Hasil-Hasil Tindak Pidana Narkotika dan/atau Prekursor
Narkotika (Pasal 137) huruf (a), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah). Huruf (b), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
10. Tindak Pidana terhadap Orang yang Menghalangi atau Mempersulit Penyidikan,
Penuntutan dan Pemeriksaan Perkara (Pasal 138) Dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
11. Tindak Pidana bagi Nahkoda atau Kapten Penerbang yang Tidak Melaksanakan
Ketentuan Pasal 27 dan Pasal 28 (Pasal 139) dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
12. Tindak Pidana bagi PPNS, Penyidik Polri, Penyidik BNN yang Tidak Melaksanakan
Ketentuan tentang Barang Bukti (Pasal 140)dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
13. Tindak Pidana bagi Kepala Kejaksaan Negeri yang Tidak Melaksanakan Ketentuan Pasal
91 Ayat(1) (Pasal 141) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
14. Tindak Pidana bagi Petugas Laboratorium yang Memalsukan Hasil Pengujian (Pasal
142) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
15. Tindak Pidana bagi Saksi yang Memberikan Keterangan Tidak Benar (Pasal 143)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
16. Tindak Pidana bagi Setiap Orang yang Melakukan Pengulangan Tindak Pidana (Pasal
144) dipidana dengan pidana maksimumnya ditambah dengan 1/3 (sepertiga).
17. Tindak Pidana yang dilakukan Pimpinan Rumah Sakit, Pimpinan Lembaga Ilmu
Pengetahuan, Pimpinan Industri Farmasi, dan Pimpinan Pedagang Farmasi (Pasal 147)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (serratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 136 UU No. 35 Tahun 2009 memberikan sanksi berupa narkotika dan prekursor
narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana narkotika baik itu aset bergerak
atau tidak bergerak maupun berwujud atau tidak berwujud serta barang-barang atau peralatan
yang digunakan untuk tindak pidana narkotika dirampas untuk negara. Pasal 146 juga
memberikan sanksi terhadap warga negara asing yang telah melakukan tindak pidana
narkotika ataupun menjalani pidana narkotika yakni dilakukan pengusiran wilayah negara
Republik Indonesia dan dilarang masuk kembali ke wilayah negara Republik Indonesia.
Sedangkan pada Pasal 148 bila putusan denda yang diatur dalam undangundang ini tidak
dibayarkan oleh pelaku tindak pidana narkotika maka pelaku dijatuhi penjara paling lama dua
tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar.
Julian Andreas Fernando Sitohang, “Penegakan Hukum Peyalahgunaan Zat Adiktif Yang
Tidak Terdaftar Didalam Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika”,
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2014, Hlm. 13

Lydia HarlinaMarton, 2006, Membantu Pencandu Narkotika dan Keluarga, Balai


Pustaka, Jakarta, Hlm.1

Alifia Ummu, 2010, ALPRIN, Semarang, Jawa Barat, Hlm. 5

Moh. Taufik Makarao., Suhasril., Moh Zakky A,S, 2003.Tindak Pidana Narkotika,Ghalia
Indonesia, Jakarta,hal 21

Gatot Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, Djambatan, Jakarta. 2009,. hlm. 90

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung,
1984.hlm. 90

Anda mungkin juga menyukai