Anda di halaman 1dari 10

KETIDAKADILAN DALAM HUKUM & HAM TERHADAP

PENGGUNA NARKOBA
(KAJIAN PADA UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA)

MR. ARIEHTA ELEISON SEMBIRING S.H., LL.M

BELLA DIPUTRI / 017201605015

FAKULTAS HUKUM

PRESIDENT UNIVERSITY
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Narkoba ada singkatan dari narkotika dan zat/bahan berbahaya. Di kementrian Kesehatan
narkoba lebih di kenal dengan napza, yaitu narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Narkotika adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan nyeri, dan dapat menyebabkan ketergantungan1. Psikotropika adalah suatu
zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas
mental dan perilaku.2 Zak adiktif adalah obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh
organisme hidup, maka dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau
adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus menerus.3

Pada awalnya zat-zat yang terkandung didalam narkoba digunakan sebagai bahan dasar
pengobatan di bidang medis. Lambat laun mulailah terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan
terhadap narkoba. Indonesia yang merupakan dengan penduduk ± 250 juta sangat rentan
terhadap penyalahgunaan narkoba. Wilayah Indonesian yang terdiri dari ± 17.000 pulau besar dan
kecil, menjadi wilayah yang mudah dimasuki narkoba dari luar Indonesia. Peredaran narkoba di
Indonesia tidak saja berasal dari penyelundupan tetapi juga di produksi di Indonesia. Bahkan Aceh
sebagai salah satu provinsi di Indonesia merupakan salah satu wilayah penghasil ganja dengan
mutu terbaik di dunia. Pada tahun 2018 jumlah narkoba yang berhasil diamankan oleh BNN dan
Bea Cukai mencapai 4.075 ton. Ini meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2017 yang hanya
berhasil mengamankan 2.214 ton.4 Survey dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan 2.3 juta pelajar/mahasiswa Indonesia pernah
mengkonsumsi narkoba. Angka ini setara dengan 3,2 persen populasi pengguna narkoba di
Indonesia.5 Dari data yang dikeluarkan BNN, Indonesia telah menjadi salah satu negara dengan
angka penyalahgunaan narkoba tertinggi di dunia.

1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.


2 https://id.wikipedia.org/wiki/Narkoba.
3 Ibid.
4 https://news.detik.com/berita/d-4352137/bea-cukai-penyelundupan-narkoba-terbesar-selama-2018-via-jalur-udara.
5 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190622182557-20-405549/survei-bnn-23-juta-pelajar-konsumsi-narkoba.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan narkoba sebagai kejahatan yang luar biasa
(extra ordinary crime). Untuk menekan angka penyalahgunaan narkoba, pemerintah indonesia
telah mengeluarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di dalam undang-
undang ini hukuman maksimal yang dijatuhkan kepada bandar/pengedar narkoba adalah hukuman
mati. Akan tetapi, angka penyelundupan dan peredaran narkoba tetap meningkat setiap tahunnya.
Hukum di Indonesia seperti tidak berdaya untuk menekan angka peredaran narkoba. Dalam
Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika, pengguna narkoba pun dapat di pidanakan.
Pasal-pasal yang ada didalam Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika tidak dapat
memberikan keadilan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia pengguna narkoba karena
tidak jelasnya batas antara pengguna dan pengedar narkoba di dalam undang-undang tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan-nya menjadi :

1. Bagaimana peran Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika melindungi HAM
pengguna narkoba?
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian, Jenis-Jenis, dan Penggolongan Narkoba.

Narkoba menurut Ghoodse adalah zat kimia yang dibutuhkan untuk merawat kesehatan,
saat zat tersebut masuk kedalam organ tubuh makan akan terjadi satu atau lebih perubahan fungsi
didalam tubuh. Lalu dilanjutkan lagi dengan ketergantungan terhadap fisik dan psikis pada tubuh,
sehingga jika zat tersebut dihentikan pengkonsumsiannya maka akan terjadi gangguan secara fisik
dan psikis.6 Sedangkan menurut Kurniawan, secara sederhana narkoba adalah zat kimia yang
dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati, dan perilaku jika
masuk kedalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, dihirup disuntik, intravena, dan lain
sebagainya.7

Berkaitan dengan penggolongan Narkotika, diatur dalam Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang


Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu :

a. Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi yang sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan.

b. Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan


terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi yang tinggi mengakibatkan ketergantugan.

c. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengembangan pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan.

Penggolongan Narkotika di atas, pengaturan lebih lanjut terdapat dalam Lampiran I


Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang memberikan pengaturan rinci
tentang daftar Narkotika golongan I yang terdiri dari 65 jenis, Narkotika golongan II terdiri dari 86
jenis, Narkotika golongan III terdiri dari 14 jenis, di mana jenis Narkotika sintetis yang pada
awalnya merupakan kategori Psikotropika golongan I dan golongan II sebagaimana tercantum

6
https://www.liputan6.com/news/read/3867866/pengertian-narkoba-menurut-para-ahli-serta-
jenis-dampak-dan-penanganannya.
7
Ibid.
dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah
dipindahkan menjadi Narkotika golongan I menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi saat ini
khususnya di bidang farmasi, telah banyak ditemukan Narkotika sintetis jenis-jenis baru yang
belum diatur dalam lampiran undang-undang Narkotika.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak dijelaskan secara
jelas jenis-jenis narkotika dan penggolongannya. Akan tetapi, penggolongan narkotika ini secara
lebih jelas ada dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50 Tahun 2018, yaitu :

a. Narkotika golongan I : opium mentah, tanaman koka, daun koka, kokain mentah, heroina,
metamfetamina, dan tanaman ganja;
b. Narkotika golongan II : ekgonina, morfin metobromida, dan morfina;
c. Narkotika golongan III : etilmorfina, kodeina, polkodina, dan propiram

II.2. Peran Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika terhadap Pengguna
Narkoba.

Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika oleh


pemerintah Indonesia belum efektif untuk mengurangi peredaran narkoba di Indonesia. Penerapan
undang-udang tentang narkoba ini meyebabkan pengguna narkoba di Indonesia bisa di penjara.
Pasal pasal dalam undang-undang ini tidak melindungi HAM para pengguna narkoba. Terjadi
kerancuan dalam penerapannya yang disebabkan karena tidak jelasnya batasan antara pengguna
narkoba dengan pengedar narkoba. Dalam pasal 54, 55, 56, 57, 58, 59 Undang-Undang No 35
Tahun 2009 tentang Narkotika harusnya para pengguna narkoba menjalani rehabilitasi.

Pasal 54

Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.

Pasal 55

(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada
pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh
keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social.

(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 56

(1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri.

(2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat
dapat melakukan rehabilitasi medis Pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.

Pasal 57

Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat
diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan
tradisional.

Pasal 58

Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah
maupun oleh masyarakat.

Pasal 59

(1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57 diatur dengan
Peraturan Menteri.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diatur dengan peraturan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

Dari pasal-pasal diatas dapat dilihat bahwa para pemerintah memiliki kewajiban untuk
merehabilitas para pengguna narkoba. Akan tetapi penerapan rehabilitasi terhadap para pengguna
narkoba menjadi tidak jelas di karenakan pengguna narkoba bisa di pidanakan berdasarkan pasal
127, 129 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal ini dapat di lihat dari bunyi
pasal 127 ayat (1), ayat (2), ayat (3), yaitu:
Ayat (1) Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun.

Ayat (2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.

Ayat (3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau
terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 127 ini membuat terjadinya ketidak jelasan tindakan hukum kepada pengguna
narkoba. Tindakan hukum kepada pengguna narkoba menjadi seperti kewenangan aparat penegak
hukum dalam hal ini kepolisian untuk menerapkan pidana atau tidak kepada pengguna narkoba.
Hal ini yang mengakibatkan banyaknya pengguna narkoba yang di pidana penjara. Pengguna
narkoba yang seharusnya menjalani rehabilitasi malah di tuntut dan di pidana hukuman penjara.
Pasal 129 malah semakin membuat tidak jelasnya batasan antara pengguna narkoba dengan
pengedar narkoba.

Dalam pasal 129 di sebutkan:

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa
hak atau melawan hukum:

a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan


Narkotika;

b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk


pembuatan Narkotika;

c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan
Narkotika.

Dari pasal 129 ayat 1 dapat dilihat siapa saja yang memiliki, menyimpan, dan menguasai narkoba
dapat di pidana penjara. Terjadi kontradiksi antara pasal-pasal dalam undang undang ini. Harusnya
ada batasan jelas antara jumlah atau berat narkoba yang dimiliki atau dikuasai antara pengguna
dengan pengedar, hal ini yang tidak ada dalam undang undang ini. Pemerintah harusnya mulai
mempersiapkan untuk melakukan revisi atau menerbitkan aturan turunan baru dari Undang
Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika untuk memperjelas batasan antara pengguna
narkoba dengan pengedar narkoba. Hal ini juga akan dapat melindungi hak asasi manusia
pengguna narkoba karena secara prinsip HAM, para pengguna narkoba tidak mendapatkan hak
mereka untuk di rehabilitasi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada dasarnya sama sekali tidak
melindungi pengguna narkoba, bahkan cendrung menyebabkan terjadinya pelanggaran
hak asasi manusia terhadap pengguna narkoba. Para pengguna narkoba yang
seharusnya menjalani rehabilitasi namun bisa dipidanakan dan dirampas hak-hak nya dari
penerapan undang-undang yang sama. Kerancuan dalam undang-undang ini
mengakibatkan aparat penegak hukum memiliki penilaian sendiri-sendiri dalam
menerapkan pasal-pasal yang akan di kenakan kepada pengguna narkoba. Akibat tidak
adanya kejelasan hukum, hak asasi manusia pengguna narkoba cenderung diabaikan
oleh negara.

B. Saran
1. Negara dalam hal ini pemerintah Republik Indonesia harus mulai
mempersiapkan undang-undang pengganti atau aturan turunan dari Undang-
Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika untuk memperjelas batasan
antara pengguna narkoba dengan pengedar narkoba.
2. Pemberlakuan hukuman maksimal pidana mati untuk pengedar narkoba harus
lebih diperhatikan dan diterapkan untuk menghasilkan efek jera terhadap para
pengedar narkoba.
3. Pemerintah indonesia harus menyediakan panti-panti rehabilitasi bagi pengguna
narkoba di tiap-tiap provinsi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.


2. https://id.wikipedia.org/wiki/Narkoba.
3. https://news.detik.com/berita/d-4352137/bea-cukai-penyelundupan-narkoba-terbesar-
selama-2018-via-jalur-udara.
4. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190622182557-20-405549/survei-bnn-23-juta-
pelajar-konsumsi-narkoba

5. https://www.liputan6.com/news/read/3867866/pengertian-narkoba-menurut-para-ahli-
serta-jenis-dampak-dan-penanganannya.
6. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50 Tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai