E
K
UU No 5 tahun 1997) I
I
L
DOSEN PENGAMPU: M
U
ERNIZA PRATIWI, M.Farm.,Apt
F
A
R
KELOMPOK 10: M
A
NOLA JUITA (1401106) S
I
PUTRI SANTIKA (1601110) R
RIRIN NOVITA (1401121) I
A
SELVI NURIZKY (1401138) U
Pembahasan
Penyimpanan,
Definisi, pelaporan,
Penggolongan pemusnahan
narkotika, narkotika,
psikotropika psikotropika
dan prekursor. dan prekursor.
Psikotropika
Penyaluran
Pecandu Narkotika
orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika
dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik
secara fisik maupun psikis.
Ketergantungan Narkotika
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan
Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang
meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila
penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-
tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
DEFENISI
Pasal 1 UU RI No. 35 Th.2009
Penyalah Guna
orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan
hukum.
Rehabilitasi Medis
suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.
Rehabilitasi Sosial
suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental
maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Pasal 4 UU RI No. 35 Th.2009
Pasal 41
Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh
pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga
ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Uu no 35 tahun 2009
Penyerahan narkotika
Pasal 43
(1) Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh:
a. apotek;
b. rumah sakit;
c. pusat kesehatan masyarakat;
d. balai pengobatan; dan
e. dokter.
(2) Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada:
a. rumah sakit;
b. pusat kesehatan masyarakat;
c. apotek lainnya;
d. balai pengobatan;
e. dokter; dan
f. pasien.
Cont..
(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan
balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika
kepada pasien berdasarkan resep dokter.
(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat
dilaksanakan untuk:
a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan
Narkotika melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan
memberikan Narkotika melalui suntikan; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada
apotek.
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu
yang diserahkan oleh dokter sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.
Produksi psikotropika uu no 5 tahun 1997
Pasal 5
Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat
yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau
digunakan dalam proses produksi.
Pasal 7
Psikotropika, yang diproduksi untuk diedarkan berupa
obat, harus memenuhi standar dan/atau persyaratan
farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.
uu no 5 tahun 1997
Penyaluran psikotropika
Pasal 12
(1) Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya dapat dilakukan
oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah.
(2) Penyaluran psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan oleh :
a. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan
lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
b. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lain-
nya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi
Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan.
Cont... uu no 5 tahun 1997
Pasal 13
Psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan
pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan atau diimpor secara langsung oleh
lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan yang
bersangkutan.
Penyerahan psikotropika
Pasal 14
(1) Penyerahan psikotropika dalam rangka
peredaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dan dokter.
(2) Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya
dapat dilakukan kepa-da apotek lainnya, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan
kepada pengguna/pasien.
(3) Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai
pengobatan, puskesmas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat dilakukan kepada
pengguna/pasien.
uu no 5 tahun 1997
Cont... uu no 5 tahun 1997
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi kegiatan penyerahan
psikotropika diatur oleh Menteri.
PRODUKSI PERKUSOR
Prekursor hanya dapat diproduksi oleh industri
yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Produksi Prekursor untuk industri farmasi harus
dilakukan dengan cara produksi yang baik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Prekursor untuk industri farmasi harus memenuhi
standar Farmakope Indonesia dan standar lainnya.
Prekursor untuk industri non farmasi harus Memenuhi
persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Cont..
Penyerahan Prekursor Farmasi hanya dapat
dilakukan oleh:
a. Apotek;
b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
d. Instalasi Farmasi Klinik;
e. dokter; dan
f. Toko Obat.
Cont...
Apotek hanya dapat menyerahkan Prekursor
Farmasi golongan obat keras kepada:
a. Apotek lainnya;
b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
d. Instalasi Farmasi Klinik;
e. dokter; dan
f. pasien.
Penyimpanan, pelaporan,
pemusnahan narkotika,
psikotropika dan prekursor.
telah kadaluarsa
Pemusnahan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi harus dilakukan
dengan:
tidak mencemari lingkungan
tidak membahayakan
kesehatan masyarakat.
Tahap- tahap Pemusnahan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi
1. KemKes dan Badan POM, bagi
Instalasi Farmasi Pemerintah
Pusat
b. KemKes, Badan POM,
a. penanggung jawab 2. DinKes Prov dan/atau Balai
POM setempat, bagi Importir, DinKes Provinsi, Balai
fasilitas produksi/fasilitas
Industri Farmasi, PBF, Lembaga Besar/Balai POM setempat,
distribusi/fasilitas pelayanan
Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi dan DinKes Kab/Kota
kefarmasian/pimpinan
Farmasi Pemerintah Provinsi; menetapkan petugas di
lembaga/dokter praktik atau lingkungannya menjadi saksi
perorangan menyampaikan
3. DinKes Kabupaten/Kota pemusnahan sesuai dengan
surat pemberitahuan dan dan/atau Balai POM setempat, surat permohonan sebagai
permohonan saksi kepada: bagi Apotek, IF RS, Instalasi saksi
Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi
Pemerintah Kabupaten/Kota,
Dokter, atau Toko Obat
Instalasi
PBF yang Farmasi
melakukan laporan Pemerintah
penyaluran pemasukan dan Daerah
setiap bulan setiap bulan penyaluran Kepala Dinas
kepada Direktur kepada Kepala bentuk obat Kesehatan
Jenderal dengan Dinas jadi kepada Provinsi atau
tembusan Kesehatan Direktur Kabupaten/Kot
Kepala Badan. Provinsi dengan Jenderal a setempat
Industri Farmasi tembusan dengan dengan
yang Kepala tembusan tembusan
memproduksi Badan/Kepala Kepala Badan. kepada Kepala
Balai Instalasi Balai setempat.
Farmasi
Pemerintah
Pusat
(5) Pelaporan paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika,
Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
f. jumlah yang disalurkan; dan
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau
penyaluran dan persediaan awal dan akhir.
Apotek
dokter Instalasi
Pelaporan dimaksud praktik
setiap bulan Farmasi
paling sedikit terdiri perorang kepada Kepala Rumah
an Dinas Kesehatan Sakit
atas: Kabupaten/Kota
a. nama, bentuk dengan tembusan
Kepala Balai
sediaan, dan setempat.
kekuatan Narkotika, Lembaga
Instalasi
Ilmu
Psikotropika, Pengetah
Farmasi
Klinik
dan/atau Prekursor uan
Farmasi;
b. jumlah persediaan (9) Laporan menggunakan sistem pelaporan
awal dan akhir bulan
Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
c. jumlah yang diterima
d. jumlah yang
Farmasi secara elektronik.
diserahkan
(10)Laporan disampaikan paling lambat
setiap tanggal 10 bulan berikutnya.
SANKSI TERHADAPPELANGGARAN
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN
PREKURSOR FARMASI
Pasal 51
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I
bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan
untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau
menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang dalam bentuk Tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau
melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman
beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).
Pasal (1) Barangsiapa :
a. memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5; atau
60 b. b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
atau
c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak
terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapan menyalurkan psikotropika selaun yang ditetapkan dalam Pasal 12
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa menerima penyaluran psikotropika selain yang ditetapkan dalam
Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(4) Barangsiapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14
ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3), dan Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang ditetapkan dalam
Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah). Apabila yang menerima penyerahan itu pengguna, maka dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan.
Pasal (1) Barangsiapa :
a. menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam Pasal
59 4 ayat (2); atau
b. memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses produksi
psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau
c. mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3); atau
d. mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan ilmu
pengetahuan; atau
e. secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa
psikotropika golongan I; dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah), dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh)
tahun dan pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus
lima puluh juta rupiah).
(3) Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan korporasi, maka
disamping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada korporasi
dikenakan denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).