Anda di halaman 1dari 14

PERATURAN UU TENTANG PSIKOTROPIKA

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

” Peraturan Perundang - Undangan dan Hukum Kesehatan ”

Dosen Pengampu :
Patimah, S.Si, M.Far, Apt.

Oleh :

JANUBA ARIFAH
p24840421047

ANF A – SMT 2

JURUSAN ANALISA FARMASI DAN MAKANAN


POLTEKKES JAKARTA II JAKARTA
Februari 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya makalah undang-undang tentang psikotropika ini dapat
diselesaikan. Makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah undang-
undang dan etika farmasi.

Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ibu Patimah, S.Si, M.Far, Apt. Sebagai dosen pengampu mata kuliah
Peraturan Perundang - Undangan dan Hukum Kesehatan pada Program
Studi D3 Analisis Farmasi dan Makanan.
2. Teman - teman dan semua pihak yang telah membantu saya untuk
menyelesaikan makalah ini.

Diharapkan makalah ini dapat membantu para pembaca khususnya para


teknisi kesehatan sebagai acuan dalam melakukan pelayanan secara menyeluruh.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati saya mengharapkan kritikan dan saran pembaca
yang sifatnya membangun.

(JANUBA ARIFAH)

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi ...........................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................3

1.1. Latar Belakang ............................................................................................3


1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................4
1.3. Tujuan ..........................................................................................................4

BAB 2 ISI

2.1. UU Tentang Psikotropika ............................................................................5

2.2. Pengertian Psikotropika ............................................................................. 5

2.3. Dasar, Azaz serta Tujuan Psikotropika ........................................................6

2.4. Penggolongan Psikotropika .........................................................................8

2.5. Penyimpanan, Produksi Serta Pelaporan Psikotropika ................................9

BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan ..................................................................................................12

Daftar Pustaka...................................................................................................13

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Psikotropika adalah zat atau obat yang bekerja menurunkan fungsi otak
serta merangsang susuan syaraf pusat sehingga menimbulkan reaksi berupa
halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan perasaan yang tiba-tiba, dan
menimbulkan rasa kecanduan pada pemakainya. Jenis obat-obatan ini bisa
ditemukan dengan mudah di apotik, hanya saja penggunaannya harus sesuai dengan
resep dokter. Efek kecanduan yang diberikan pun memiliki kadar yang berbeda-
beda, mulai dari berpotensi tinggi menimbulkan ketergantungan hingga ringan.

Penyalahgunaan obat oleh masyarakat semakin lama semakin bertambah


meningkat. Penyalahgunaan tersebut perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat
terutama pada obat Narkotika dan Psikotropika, dan pencegahan agar tidak terjadi
penyimpangan serta pendistribusian yang ilegal. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengelolaan obat-obat tertentu dengan baik oleh industri Farmasi, Pedagang Besar
Farmasi, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi Klinik
(Lumenta dkk, 2015).

Menurut PerMenKes RI No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan


kefarmasian di Apotek, Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi standar
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan
pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan sediaan Farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai meliputi: perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan menurut undang-undang RI


nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal 88 dan 104 harus aman,
bermanfaat, bermutu dan terjangkau bagi seluruh masyarakat serta pengamanan

3
sediaan farmasi dan alat kesehatatan diselenggarakan untuk melindungi seluruh
masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak memenuhi persayaratan mutu dan keamanan.

Pengelolaan obat yang baik terlebih khusus yaitu pengelolaan jenis obat
yang bersifat sebagai psikoaktif seperti pada obat-obat golongan narkotika dan
psikotropika. Narkotika dan Psikotropika dapat merugikan apabila disalahgunakan
atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat, jika digunakan
secara tidak rasional salah satu efek samping dari pemakaian obat ini yaitu di mana
seorang dapat mengalami ketergantungan berat terhadap obat dan dapat
menyebabkan fungsi vital organ tubuh bekerja secara tidak normal seperti jantung,
peredaran darah, pernafasan, dan terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat).
Oleh karena itu pengelolaan obat psikotropika sangat memerlukan penanganan dan
perhatian lebih.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa saja UU yang menjelaskan tentang Psikotropika?
2. Apa Dasar, Azaz serta tujuan Psikotropika?
3. Apa saja Golongan yang terdapat pada Psikotropika?
4. Bagaimana Penyimpanan, Produksi seta Pelaporan Psikotropika?

1.3.Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui UU yang terdapat pada Psikotropika.
2. Untuk mengetahui dasar, azaz serta tujuan Psikotropika.
3. Untuk mengetahui golongan pada Psikotropika.
4. Untuk mengetahui Penyimpanan, Produksi, serta Pelaporan Psikotropika.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Undang-Undang Tentang Psikotropika

➢ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997, tentang


Psikotropika
➢ Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2015, tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekusor
Farmasi.
➢ Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2017, tentang Perubahan Penggolongan
Psikotropika.
➢ Permenkes RI Nomor 57 Tahun 2017, tentang Perubahan Penggolongan
Psikotropika.
➢ Permenkes RI Nomor 49 Tahun 2018, tentang Penetapan dan Perubahan
Penggolongan Psikotropika.
➢ Permenkes RI Nomor 2 Tahun 2021, tentang Penetapan dan Perubahan
Penggolongan Psikotropika.
➢ Peraturan BPOM Nomor 4 Tahun 2018, tentang Pengawasan
Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.

2.2. Pengertian Psikotropika

Psikotropika menurut UU Nomor 5 tahun 1997, merupakan suatu zat atau


obat, baik alamiah maupun sintetis yang tidak termasuk ke dalam golongan
narkotika, yang berkhasiat psikoatif melalui pangaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Kemasan psikotropika adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau
membungkus psikotropika, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak.

5
Penyalahgunaan psikotropika dapat menimbulkan ketergantungan apabila
penggunaannya tidak dibawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang
berkompeten. Hal merugikan bagi penyalahguna, dan memiliki berdampak sosial,
ekonomi, dan keamanan nasional, sehingga menjadi ancaman nasional.
Penyalahgunaan psikotropika mendorong adanya peredaran gelap, dan ini adalah
kejahatan.

2.3.Dasar dan Azaz serta Tujuan Psikotropika


A. Dasar dan Azaz Psikotropika

Dasar hukum Undang-Undang No 5 Tahun 1997 adalah :Pasal 5 ayat (1) dan Pasal
20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan; dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Convention on
Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika 1971).

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika didalamnya


mengatur tentang produksi, peredaran, penyerahan, ekspor dan impor,
pengangkutan, transito, pemeriksaan, label dan iklan, kebutuhan tahunan dan
pelaporan, pengguna psikotropika dan rehabilatasi, pemantauan prekursor,
pembinaan dan pengawasan, pemusnahan, peran serta masyarakat, penyidik dan
ketentuan pidana.

Ruang lingkup pengaturan di bidang psikotropika dalam undang-undang


tentang psikotropika ini adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan
psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika ini hanyalah mengatur
psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Mengingat akibat yang dapat ditimbulkan oleh psikotropika, khususnya yang
mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila
disalahgunakan untuk maksud selain pelayanan kesehatan dan/atau ilmu
pengetahuan, maka diperlukan suatu perangkat hukum untuk mengendalikan
psikotropika secara khusus.

6
Pengawasan Psikotropika berdasarkan konvensi internasional yaitu:

➢ Convention on Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika


1971), dan
➢ Conventiaon Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic
Substances 1988 (konvensi Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan
Psikotropika 1988).

Sekalipun pengaturan psikotropika dalam golongan I, psikottropika


golongan II, psikotropika golongan III, dan psikotropika golongan IV, masih
terdapat psikotropika lainnya yang tidak mempunyai potensi mengakibatkan
sindroma ketergantungan, tetapi digolongkan sebagai obat keras. Oleh karena itu,
pengaturan, pembinaan, dan pengawasannya tunduk kepada peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang obat keras.

B. Tujuan Psikotropika

Dalam bidang medis, beberapa jenis obat golongan psikotropika


dimanfaatkan untuk pengobatan gangguan mental tertentu, seperti depresi,
gangguan kecemasan, gangguan bipolar, gangguan tidur, dan skizofrenia.

Namun, sayangnya, obat-obatan ini juga dapat disalahgunakan. Zat yang


bersifat psikotropika tak hanya terdapat pada obat, tetapi juga obat herbal tertentu.
Apabila tidak digunakan sesuai indikasinya, obat-obatan atau zat psikotropika bisa
menyebabkan efek kecanduan yang berbahaya dan bahkan kematian.a Karena
efeknya yang bisa menimbulkan ketagihan (adiksi), psikotropika hanya boleh
digunakan untuk kepentingan medis berdasarkan resep dokter.

Tujuan berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika bertujuan untuk:

1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan


kesehatan dan ilmu pengetahuan;
2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
3. Memberantas peredaran gelap psikotropika.

7
2.4. Penggolongan Psikotropika

Menurut UU Nomor 5 Tahun 1997, Psikotropika terdiri dari 4 golongan :

1. Psikotropika Golongan 1
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini memiliki potensi
yang tinggi menyebabkan kecanduan. Tidak hanya itu, zat tersebut juga
termasuk dalam obat-obatan terlarang yang penyalahgunaannya bisa
dikenai sanksi hukum. Jenis obat ini tidak untuk pengobatan, melainkan
hanya sebagai pengetahuan saja. Contoh dari psikotropika golongan 1
diantaranya adalah LSD, DOM, Ekstasi, dan lain-lain yang secara
keseluruhan jumlahnya ada 14. Pemakaian zat tersebut memberikan efek
halusinasi bagi penggunanya serta merubah perasaan secara drastis. Efek
buruk dari penyalahgunaannya bisa menimbulkan kecanduan yang
mengarah pada kematian jika sudah mencapai level parah.

2. Psikotropika Golongan 2
Golongan 2 juga memiliki risiko ketergantungan yang cukup tinggi
meski tidak separah golongan 1. Pemakaian obat-obatan ini sering
dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Penggunaannya
haruslah sesuai dengan resep dokter agar tidak memberikan efek kecanduan.
Golongan 2 ini termasuk jenis obat-obatan yang paling sering
disalahgunakan oleh pemakaianya, misalnya adalah Sabu atau
Metamfeamin, Amfetamin, Fenetilin, dan zat lainnya yang total jumlahnya
ada 14.

3. Psikotropika Golongan 3
Golongan 3 memberikan efek kecanduan yang terhitung sedang.
Namun begitu, penggunaannya haruslah sesuai dengan resep dokter agar
tidak membahayakan kesehatan. Jika dipakai dengan dosis berlebih, kerja
sistem juga akan menurun secara drastis. Pada akhirnya, tubuh tidak bisa
terjaga dan tidur terus sampai tidak bangun-bangun. Penyalahgunaan obat-
obatan golongan ini juga bisa menyebabkan kematian. Contoh dari zat

8
golongan 3 diantaranya adalah Mogadon, Brupronorfina, Amorbarbital, dan
lain-lain yang jumlah totalnya ada 9 jenis.

4. Psikotropika Golongan 4
Golongan 4 memang memiliki risiko kecanduan yang kecil
dibandingkan dengan yang lain. Namun tetap saja jika pemakaiannya tidak
mendapat pengawasan dokter, bisa menimbulkan efek samping yang
berbahaya termasuk kematian. Penyalahgunaan obat-obatan pada golongan
4 terbilang cukup tinggi. Beberapa diantaranya bahkan bisa dengan mudah
ditemukan dan sering dikonsumsi sembarangan. Adapun contoh dari
golongan 4 diantaranya adalah Lexotan, Pil Koplo, Sedativa atau obat
penenang, Hipnotika atau obat tidur, Diazepam, Nitrazepam, dan masih
banyak zat lainnya yang totalnya ada 60 jenis.

Penggolongan Psikotropika tersebut disahkan sejak tahun 1997, kini


terdapat pembaharuan mengenai penggolongan Psikotropika yang diatur dalam
Permenkes RI Nomor 2 tahun 2021 tentang perubahan penggolongan Psikotropika,
yang mencakup Psikotropika golongan I sejumlah 4 jenis, Psikotropika golongan II
sejumlah 6 jenis, Psikotropika golongan III berjumlah 8 jenis, dan Psikotropika
golongan IV berjumlah 62 jenis. Terdapat perubahan diantara penggolongan
Psikotropika dalam kedua aturan tersebut. Pada golongan I terdapat pengurangan
sebanyak 10 jenis, untuk golongan II terdapat pengurangan sebanyak 8 jenis, untuk
golongan III terdapat pengurangan sebanyak 1 jenis, dan golongan IV bertambah
2 jenis Psikotropika.

2.5. Produksi, Penyimpanan dan Pelaporan Psikotropika

A. Produksi Psikotropika

Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah dan


menghasilkan Psikotropika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi
atau nonekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia atau gabungannya, termasuk
mengemas atau mengubah bentuk Psikotropika.

9
Psikotropika hanya dapat di produksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Psikotropika golongan I dilarang di produksi dan/atau digunakan dalam


proses produksi. Psikotropika yang di produksi untuk diedarkan berupa obat, harus
memenuhi standard dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau buku standar
lain nya.

B. Penyimpanan Psikotropika

Penyimpanan obat psikotropika adalah penyimpanan obat golongan


psikotropika di lemari khusus psikotropika sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Bertujuan untuk meningkatkan pengendalian dan pengawasan serta meningkatkan
upaya mencegah penyalahgunaan psikotropika.

a) Kebijakan:

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang


psikotropika.

2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah


sakit

3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran,


Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotik, Psikotropika, dan
Prekusor Farmasi.

b) Prosedur :

1. Petugas farmasi melakukan pemisahan sediaan psikotropika dengan sediaan


farmasi lainnya.

2. Semua obat psikotropika disimpan pada lemari penyimpanan psikotropika


dan dilakukan pencatatan pada kartu stok obat.

3. Pencatatan meliputi tanggal penerimaan, jumlah yang diterima, jumlah


total, tanggal kadaluarsa, dan paraf petugas.

4. Obat ditata berdasarkan:

10
a. Urutan alfabetik sediaan.
b. Kombinasikan metode FEFO, yaitu obat yang masa kadaluarsa
paling cepat habis diletakkan paling depan. Obat yang masa
kadaluarsanya diletakkan paling belakang.
5. Kartu stok obat psikotropika harus selalu disimpan di dalam lemari
psikotropika.
6. Lemari harus selalu dikunci dengan anak kunci yang berbeda, kunci
disimpan oleh Apoteker.

C. Pelaporan Psikotropika

1. Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat Wajib membuat, menyimpan, dan


menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Psikotropika, dalam bentuk
obat jadi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.

2. Apotek, IFRS, IFK, Lembaga Ilmu Pengetahuan, dan dokter praktik


perorangan wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyerahan/penggunaan Psikotropika, setiap bulan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai
setempat.

Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4)
paling sedikit terdiri atas :

a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau


Prekursor Farmasi.

b. Jumlah persediaan awal dan akhir bulan


c. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan.
d. Jumlah yang diterima.
e. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran.
f. Jumlah yang disalurkan, dan

g. Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan persediaan
awal dan akhir.

11
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika merupakan zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau
merangsang susunan saraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai
dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir,
perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan, serta
mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.

Menurut UU Nomor 5 Tahun 1997 Psikotropika yang mempunyai potensi


mengakibatkan sindroma ketergantungan digolongkan menjadi Psikotropika
Golongan I, II, III, dan IV. Psikotropika golongan I adalah Psikotropika yang hanya
dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi
serta mempunyai potensi amat kuat, mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Psikotropika Golongan 2 adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika
golongan 3 adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang,
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan 4 adalah
psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi
dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Jogloabang. (2020, Maret 15). UU 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.

RI, UU. (1997 ). Tentang Psikotropika. Jakarta : Undang-undang RI.

BNN. (2019, Januari 2). Apa itu Psikotropika dan Bahayanya?

Rahmatullah, B. G. (2018, Juni). Sejarah, Konsepsi, dan Dasar Hukum Pengaturan


Narkotika dan Psikotropika.

RI, B. (2018 ). Peraturan BPOM RI Tentang Pengawasan Pengelolaan Obat,


Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika . Jakarta: BPOM RI.

RI, P. (2015). Perederan, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika.


Jakarta: Permenkes RI.

RI, P. (2018). Tentang Penetapan dan Perubahan Pengelolaan Psikotropika.


Jakarta: Permenkes RI.

13

Anda mungkin juga menyukai