Anda di halaman 1dari 47

UNDANG – UNDANG & ETIKA KESEHATAN FARMASI

KELOMPOK 1

1. Alexandra F. Sopaheluwakan 12. Anton Tamarele (Tdk aktf)


2. Aldi Rifandy Yusuf 13. Ardila Kaliky
3. Aldin Saleh Ramadhani 14. Arumdani S. Tuahuns
4. Amelia Prasanti Uweng 15. Aulia Sabilla Lestaluhu
5. Amelia Hentihu (Tdk aktf) 16. Ayu Aprilia Tuahuns
6. Amelia Prasanti Uweng 17. Basaria Kilwouw (Tdk aktf)
7. Andika Saputra Wabula 18. Chania Taberima (Tdk aktf)
8. Andini Hehaitu 19. Clara Lidya Leunufna
9. Anditha Putri 20. Daniella Elizabeth Engel
10. Andriyani Ode Numa 21. Dayanu Ichasanudin (Tdk aktf)
11. Anisa Maruf 22. Elvarino
UNDANG – UNDANG NO.35
TAHUN 2009
TUJUAN

UU tentang
Narkotika bertujuan
1. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan
bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika.
3. Memberantas peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika.
4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitas medis dan
sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.
DASAR HUKUM

UUD RI Tahun 1945 - Psl. 5 ayat (1)


- Psl. 20

UU No. 8 Tahun 1976


Tentang : Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol yang
mengubahnya (LN 1976/36; TLN No. 3085)

UU No. 7 Tahun 1997


Tentang : Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic In
Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, 1998 Konvensi Perserikatan
Bangsa – bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan
Psikotropika, 1988 (LN 1997/17; TLN No. 3673)
Pasal 5

Pengaturan Narkotika dalam Undang – Undang ini


meliputi segala bentuk kegiatan dan atau
perbuatan yang berhubungan dengan :

RUANG LINGKUP

a. Narkotika
b. Prekursor Narkotika
DEFINISI

NARKOTIKA PREKURSOR

Narkotika adalah zat atau obat yang Prekursor Narkotika adalah zat
berasal dari tanaman, baik sintetis atau bahan pemula atau bahan kimia
maupun semisintetis, yang dapat yang dapat digunakan dalam
menyebabkan penurunan atau perubahan pembuatan narkotika yang dibedakan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi dalam tabel sebagaimana telampir
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dalam UU ini.
dapat menimbulkan ketergantungan,
yang dibedakan ke dalam golongan –
golongan sebagaimana terlampir dalam
UU ini
PENGGOLONGAN NARKOTIKA
GOLONGAN I GOLONGAN II GOLONGAN III
Hanya dapat digunakan untuk Berkhasiat pengobatan dan digunakan Berkhasiat pengobatan dan
kepentingan pengembangan ilmu sebagai pilihan terakhir dan dapat banyak digunakan dalam terapi
pengetahuan & tidak digunakan dalam digunakan dalam terapi dan atau untuk dan atau tujuan pengembangan
terapi, mempunyai potensi sangat tujuan pengembangan ilmu ilmu pengetahuan, potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan pengetahuan, dengan potensi tinggi ringan akan mengakibatkan
mengakibatkan ketergantungan ketergantungan

Misal : Misal : Misal :


Tanaman Papaver Somniferum L, Fentanil, Petidina, dsb. a. Kodein dan garam –
Opium mentah, dsb. garam
b. Campuran Opium
+ bahan bukan narkotika
c. Campuran sediaan
difenoksin / difenoksilat
+ bahan bukan narkotika
PENGGUNAAN NARKOTIKA
1. Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

2. Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan


pelayanan kesehatan.

3. Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan


untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas
rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 9 Rencana Kebutuhan Tahunan

Pasal 11 - 12 Produksi Narkotika

Pasal 14 Penyimpanan dan Pelaporan

Pasal 16 Importasi Narkotika

Pasal 18 Izin Khusus

Pasal 19, 20, 21 Surat Persetujuan Ekspor


Pasal 24 Pengangkutan

Pasal 29, 30, 31 Transito

Pasal 35 Peredaran

Pasal 36 ayat 1 Narkotika dalam bentuk obat jadi

Untuk mendapatkan izin edar dari


Pasal 36 ayat 3
menteri, Narkotika dalam bentuk obat
jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Setiap kegiatan peredaran Narkotika


Pasal 38 wajib dilengkapi dengan dokumen yang
sah
Penyaluran :
Narkotika hanya dapat disalurkan oleh :

1. Industri Farmasi

2. Pedagang Besar Farmasi

3. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah


Penyerahan
Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh :
- Apotek

- Rumah Sakit

- Pusat Kesehatan Masyarakat

- Balai Pengobatan

- Dokter
PREKURSOR NARKOTIKA

Pasal 48
Tentang :Tujuan Pengaturan

Pengaturan prekursor dalam Undang – Undang ini bertujuan :


a. Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan
Prekursor Narkotika
b. Mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor
Narkotika
c. Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan
Prekursor Narkotika
Pasal 50 ayat (1) Rencana Kebutuhan Tahunan

Pemerintah menyusun rencana kebutuhan tahunan


Prekursor Narkotika untuk kepentingan industri
farmasi, industri non farmasi, dan ilmu pengetahuan
dan teknologi

Pasal 52

Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi,


impor, ekspor, peredaran, pencatatan dan
pelaporan, serta pengawasan Prekursor Narkotika
Pengobatan dan
Rehabilitasi

Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter


dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam
jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang – undangan.

Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang


ditunjuk oleh Menteri
Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan meliputi upaya : Pengawasan meliputi :
- Memenuhi ketersediaan Narkotika untuk - Narkotika dan prekursor Narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan atau kepentingan pelayanan kesehatan dan atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi teknologi
- Mencegah penyalahgunaan Narkotika - Alat – alat potensial yang dapat
- Mencegah generasi muda dan anak usia disalahgunakan untuk melakukan tindak
sekolah dalam penyalahgunaan Narkotika, pindana Narkotika dan Prekursor Narkotika
termasuk dengan memasukkan pendidikan - Evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu
yang berkaitan dengan Narkotika dalam produk sebelum diedarkan
kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan - Produksi
atas - Impor dan ekspor
- Mendorong dan menunjang kegiatan - Peredaran
penelitian dan atau pengembangan ilmu - Pelabelan
pengetahuan dan teknologi di bidang - Informasi
Narkotika untuk kepentingan pelayanan - Penelitian dan pengembangan ilmu
kesehatan pengetahuan dan teknologi
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika (P4GN dan Perkursor Narkotika,
dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang
Pencegahan selanjutnya disingkat BNN

dan
Pemberantasan
BNN merupakan lembaga pemerintah non-
kementrian yang berkedudukan dibawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden, yang
mempunyai tugas dan fungsi koordinasi dan
operasional dalam pengelolaan Narkotika dan
Prekursor Narkotika, pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
Pemusnahan Narkotika dan Psikotropika

 Pemusnahan dilakukan :
- Tidak memenuhi standar dan persyaratan

- Kadaluwarsa

- Berhubungan dengan tindak pidana


Tindak Pidana
Narkotika dan Psikotropika

PERBUATAN PIDANA

PELAKU KOMODITI

MACAM
ORANG KORPORASI PENGGOLONGAN PERBUATAN
UNDANG – UNDANG NO. 5
TAHUN 1997
PSIKOTROPIKA
Menurut UU No. 5 Tahun 1997

Adalah zat atau obat, baik alamiah maupun


sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku
Pasal 2
(Ruang Lingkup)

Ruang lingkup peraturan dibidang psikotropika dalam


UU ini adalah kegiatan yang berhubungan dengan
psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan
sindroma ketergantungan
RUANG LINGKUP &
TUJUAN
Pasal 3 & 4
(Tujuan)

Pasal 3
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna
kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika
c. Memberantas peredaran gelap psikotropika
PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA
GOLONGAN I GOLONGAN II GOLONGAN III GOLONGAN IV
Golongan ini belum / mempunyai khasiat Mempunyai khasiat Mempunyai khasiat
tidak mempunyai pengobatan yang jelas, pengobatan yang jelas, pengobatan yang jelasm
khasiat yang jelas, jika disalahgunakan akan disalahgunakan akan disalahgunakan akan
disalah gunakan akan merugikan kesehatan merugikan kesehatan, merugikan, diawasi,
merugikan kesehatan, diawasi, untuk potensi ringan untuk
diawasi dengan ketat pengobatan dan iptek, adiksi
penggunaannya, hanya potensi sedang untuk
untuk iptek bukan adiksi
untuk terapi, dan
berpotensi adiksi
Misal : Misal : Misal : Misal :
MDMA, MDEA, MDA, Ampetamin, met- Amobarbital, butalbital, Alpazolam, barbital,
LSD, Psilosibin ampetamin (shabu- flumitrazepam, bromazepam,
shabu), deksampetamin, glutemide, fenobarbital, etinamat,
fenetilin pentobarbital, flurazepam,
siklobarbital, katina klordiazepoksida,
lorazepam,
meprobamat,
nitrazepam
Pasal 5 & 6 PRODUKSI
Pasal 8 – 11 : Penyaluran & penyerahan

Pasal 8 - 15 PEREDARAN Pasal 12 – 13 : Penyaluran

Pasal 14 – 15 : Penyerahan

Pasal 16 - 28 EKSPOR DAN IMPOR

 Psl 16 – 20 : Surat Persetujuan Ekspor dan Surat Persetujuan Impor


 Psl 21 – 22 : tentang Pengangkutan
 Psl 23 – 26 : tentangTransito
 Psl 27 – 28 : tentang Pemeriksaan

Pasal 29 - 31 LABEL DAN IKLAN


Pasal 32 - 35 KEBUTUHAN TAHUNAN DAN PELAPORAN

Pasal 36 - 41 PENGGUNA PSIKOTROPIKA DAN REHABILITASI

Psl 36 ayat (1)


Pengguna psikotropika hanya dapat memiliki, menyimpan, dan/atau
membawa psikotropika untuk digunakan dalam rangka pengobatan
dan/atau perawatan

Psl 38
Rehabilitasi bagi pengguna psikotropika yang menderita sindroma
ketergantungan dimaksudkan untuk memulihkan dan/atau
mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosialnya.

Pasal 42 - 44 PEMANTAUAN PREKURSOR


Psl 45 – 49 : Pembinaan
Pasal 45 - 52 PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Psl 50 – 52 : Pengawasan

Pasal 53 PEMUSNAHAN

Psl 53 ayat (1)


Pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal :
a. Berhubungan dengan tindak pidana
b. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku,
dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika
c. Kalaluwarsa
d. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan

Pasal 54 PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 55 - 58 PENYIDIKAN
Pasal 59 - 72 KETENTUAN PIDANA

Pasal 73 KETENTUAN PERALIHAN

Semua peraturan perundang – undangan yang mengatur


psikotropika masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan
yang baru berdasarkan undang – undang ini

Pasal 74 KETENTUAN PENUTUP

UU ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan UU ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia

Note : Tanggal disahkan 11 Maret 1997


KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 1176/Menkes/SK/X/1999
Memutuskan :

Pertama : Keputusan Menteri Kesehatan tentang Daftar Obat


Wajib Apotik No. 3

Kedua : Daftar Obat Wajib Apotik No. 3 sebagai tambahan Lampiran


Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/Per/X/1993
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I keputusan ini

Ketiga : Obat sebagaimana tersebut dalam L dikeluarkan dari Daftar


Obat Wajib Apotik

Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan
ditinjau kembali apabila terdapat kekeliruan

Note : Tanggal ditetapkan 7 Oktober 1999


PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR: 919/MENKES/PER/X/1993
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :


1. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi,
dokter hewan kepada apoteker pengelola apotik untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Rasio khasiat keamanan adalah perbandingan relatif dari


keuntungan penggunaannya dengan mempertimbangkan
resiko bahaya penggunaannya.

3. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia.


Pasal 2

Obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria :

a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di


bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Pasal 3

(1) Daftar Obat yang dapat diserahkan tanpa resep ditetapkan oleh
Menteri

(2) Penilaian terhadap obat yang dapat digolongkan menjadi obat


yang dapat diserahkan tanpa resep dilakukan secara terus menerus
dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan
dan kebutuhan masyarakat.
Pasal 4

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan
Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Note : Tanggal ditetapkan 23 Oktober 1993


KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NOMOR: 02396/A/SK/ lll/86
Gambar Tanda Obat Keras
Pasal 1

Di dalam surat ini yang dimaksud dengan :


(1) Tanda Khusus adalah tanda berupa warna dengan bentuk tertentu yang harus
tertera secara jelas pada etiket dan bungkus luar obat jadi, sehingga penggolongan
obat jadi tersebut dapat segera dikenali.
(2) Wadah adalah kemasan terkecil yang berhubungan langsung dengan obat jadi.
(3) Etiket adalah penandaan yang harus dicantumkan pada wadah atau kemasan
terkecil sesuai ketentuan mengenai pembungkusan dan penandaan obat.
(4) Bungkus luar adalah kertas atau pembungkus lainnya yang membungkus wajah.
(5) Penggolongan Obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk
meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan lalu lintas
obat dengan membedakannya atas narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas
terbatas dan obat bebas.
(6) Kemasan terkecil adalah kemasan yang dimaksudkan untuk dapat dijual secara
lepas kepada konsumen yang memenuhi ketentuan mengenai penandaan.
Pasal 2

(1) Pada etiket dan bungkus luar obat jadi yang tergolong
obat keras harus dicantumkan secara jelas tanda khusus
untuk obat keras.

(2) Ketentuan dimaksud dalam ayat (1) merupakan pelengkap


dari keharusan mencantumkan kalimat “Harus dengan
resep dokter” yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan No. 197/A/SK/77 tanggal 15 maret 1977.

(3) Tanda khusus dapat tidak dicantumkan pada blister, strip


aluminium/selofan, vial, ampul, tube atau bentuk wadah
lain, apabila wadah tersebut dikemas dalam bungkus luar.
Pasal 3

(1) Tanda khusus untuk obat keras adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan
garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi.

(2) Tanda khusus untuk obat keras dimaksud dalam ayat (1) harus diletakkan
sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenali.

(3) Ukuran lingkaran tanda khusus dimaksud dalam ayat (1) disesuaikan dengan
ukuran dan desain etiket dan bungkus luar yang bersangkutan dengan ukuran
diameter lingkaran terluar, tebal garis tebal dan tebal huruf K yang proporsional,
berturut-turut minimal satu cm,satu mm dan satu mm.

(4) Penyimpangan dari ketentuan dimaksud dalam ayat (4) harus mendapatkan
persetujuan khusus dari Menteri Kesehatan cq .Direktur Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan.
Pasal 4

(1) Obat keras yang persetujuan pendaftarannya dikeluarkan sesudah


diterbitkannya surat keputusan ini harus sudah memenuhi
ketentuan dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3.

(2) Obat keras yang persetujuan pendaftarannya dikeluarkan sebelum


diterbitkannya surat keputusan ini, produksinya sudah harus
memenuhi ketentuan dalam pasal 2 dan pasal 3 selambat-
lambatnya satu tahun setelah diterbitkan surat keputusan ini.

(3) Paling lambat 2 tahun setelah surat keputusan ini diterbitkan,


semua obat keras yang beredar harus sudah memenuhi ketentuan
dimaksud pasal 2 dan pasal 3.
Pasal 5

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam surat keputusan ini dapat mengakibatkan


tindakan administratif terhadap pabrik farmasi / infortir yang bersangkutan dan
penyitaan terhadap obat jadi bersangkutan di peredaran.

Pasal 6

Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya.

Note : Tanggal ditetapkan 7 Agustus 1986

Anda mungkin juga menyukai