Anda di halaman 1dari 11

TUGAS ETIKA DAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN

“CARA PENGELOLAAN OBAT-OBAT NARKOTIKA &


PSIKOTROPIKA DI APOTEK”

Dosen Pengampu :
Arina Novitasari, S.H, M.H
Disusun Oleh:
KELOMPOK I

1. Muhammad Iqram 8202022050201


2. Chomsanah 8202022050206
3. Cherly Malinda 8202022050209
4. Della Livia 8202022050238
5. Ahmad Ariq Tamam Roziqi 8202022050239
6. Della Ayu Safitri 8202022050241

PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2022
Pengelolaan Obat Golongan Narkotika & Psikotropika di Apotek

Pengelolaan Obat Golongan Narkotika di Apotek

Obat golongan narkotika merupakan obat yang memerlukan pengelolaan


khusus di apotek. Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di
bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, namun dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan
apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan
seksama. Oleh karena itu, peredaran dan penggunaan obat golongan narkotika
tersebut di awasi oleh pemerintah agar tidak disalahgunakan juga pengaturan
narkotika harus benar-benar terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor,
memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan narkotika
harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat.

A. Definisi Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan
penurunan tingkat atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.

B. Penggolongan Narkotika

Berdasarkan UU No.22 tahun 1997 tentang narkotika, narkotika


dibedakan dalam 3 golongan:

1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk


tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk terapi
serta mempunyai potensi yang sangat tinggi menimbulkan ketergantungan.
Contoh: kokain, opium, heroin, desomorfina.

2. .Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan


digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi/untuk pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi menimbulkan
ketergantungan. Contoh: alfasetilmetadol, betametadol, diampromida.

3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan


banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menimbulkan
ketergantungan. Contoh: kodein, asetildihidrokodeina, polkadina,
propiram.

C. Pengelolaan Obat Golongan Narkotika

Secara garis besar pengelolaan narkotika antara lain meliputi:

1. Pemesanan Narkotika

Apotek memesan narkotika ke PBF Kimia Farma dengan


menggunakan surat pesanan (SP) yang ditanda tangani oleh apoteker
pengelola apotek dengan dilengkapi nama jelas, nomor SIK, SIA, dan
stempel apotek, dimana untuk 1 lembar SP hanya untuk 1 macam
narkotika saja.

2. Penyimpanan Narkotika

PerMenKes No.28/MenKes/Per/1987 tentang tata cara


penyimpanan narkotika pasal 5 dan 6 menyebutkan bahwa apotek harus
memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang memenuhi
persyaratan yaitu:

a) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b) Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.

c) Dibagi 2 masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian 1


digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya
serta persediaan narkotika. Bagian 2 digunakan untuk menyimpan
narkotika yang digunakan sehari-hari.

d) Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang


40x80x100 cm3, lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai.

e) Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain


narkotika, kecuali ditentukan oleh MenKes.

f) Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi
kuasa.

g) Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan yang tidak
diketahui oleh umum.

3. Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika

Menurut UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan bahwa:

a) Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu


pengetahuan.
b) Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan
penyakit berdasarkan resep dokter.

c) Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar


salinan resep dokter.

Selain itu berdasarkan surat edaran Direktorat Jenderal


Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No.
336/E/SE/1997 disebutkan :

a) Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang


narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep dari apotek lain
yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani
sebagian atau belum dilayani sama sekali.
b) Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang
narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep dari apotek lain
yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani
sebagian atau belum dilayani sama sekali.

c) Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama
sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep
tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.

d) Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani
sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan
“iter” pada resep yang mengandung narkotika.

4. Pelaporan Narkotika

Undang-undang No.22 tahun 1997 pasal 11 ayat (2) menyatakan


bahwa importir, eksportir, pabrik obat, pabrik farmasi, PBF, apotek rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga ilmu pengetahuan
wajib membuat, menyampaikan, menyimpan laporan berkala setiap
bulannya, dan paling lambat dilaporkan tanggal 10 bulan berikutnya.
Laporan ini dilaporkan kepada Sudin Yankes dengan tembusan ke Balai
Besar POM Provinsi setempat dan sebagai arsip.

5. Pemusnahan Narkotika

Pada pasal 9 PerMenKes RI No.28/MenKes/Per/1978 disebutkan


bahwa apoteker pengelola apotek dapat memusnahkan narkotika yang
rusak, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan bagi
pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan. APA atau dokter
yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan
Narkotika yang memuat:

a) Tempat dan waktu (jam, hari, bulan dan tahun).


b) Nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika.
c) Nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.

d) Cara memusnahkan.

e) Tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan


saksi-saksi pemusnahan.

Kemudian berita acara tersebut dikirimkan kepada Kepala Dinas


Kesehatan RI, Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (POM) setempat dan
Arsip dokumen.

Sebagai pelaksanaan pemeriksaan, diterbitkan surat edaran Direktur


Pengawasan Obat dan Makanan No.010/E/SE/1981 tanggal 8 Mei 1981
tentang pelaksanaan pemusnahan narkotika yang dimaksud adalah:

a) Bagi apotek yang berada di tingkat propinsi, pelaksanaan pemusnahan


disaksikan oleh Balai POM setempat.
b) Bagi apotek yang berada di Kotamadya atau Kabupaten, pelaksanaan
pemusnahan disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II.
Pengelolaan Obat Golongan Psikotropika di Apotek

A. Definisi Psikotropika

Psikotropika menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1997 merupakan zat


atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

B. Penggolongan Psikotropika

Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan:

1. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan


untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berhasiat pengobatan


digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan


dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang
berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan untuk terapi dan atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
C. Tujuan dari pengaturan obat golongan psikotropika:

a) Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan


kesehatan dan ilmu pengetahuan

b) Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika

c) Memberantas peredaran gelap psikotropika.

D. Pengelolaan Psikotropika

Pengelolaan psikotropika meliputi:

1) Pemesanan psikotropika

Tata cara pemesanan obat-obat psikotropika sama dengan


pemesanan obat lainnya yakni dengan surat pemesanan yang sudah
ditandatangani oleh APA yang dikirim ke pedagang besar farmasi (PBF).
Pemesanan psikotropika tidak memerlukan surat pemesanan khusus dan
dapat dipesan apotek dari PBF atau pabrik obat. Penyaluran psikotropika
tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 pasal 12 ayat (2)
dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat
dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dokter dan pelayanan resep. Satu lembar surat pesanan
psikotropika dapat terdiri dari satu jenis obat psikotropika.

2) Penyimpanan

Psikotropika Sampai ini penyimpanan untuk obat-obatan golongan


psikotropika belum diatur dengan suatu perundang-undangan. Namun
karena obat-obatan psikotropika ini cenderung untuk disalahgunakan,
maka disarankan agar menyimpan obat-obatan psikotropika tersebut dalam
suatu rak atau lemari khusus yang terpisah dengan obat-obat lain, tidak
harus dikunci dan membuat kartu stok psikotropika.

3) Penyerahan psikotropika

Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dilakukan kepada


apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan
kepada pasien berdasarkan resep dokter.

4) Pelaporan psikotropika

Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997, pabrik obat, PBF, sarana


penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga penelitian dan atau
lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai
kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan wajib melaporkannya
kepada Menteri Kesehatan secara berkala. Pelaporan psikotropika
dilakukan setahun sekali dengan ditandatangani oleh APA dilakukan
secara berkala yaitu setiap tahun kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat dan Badan
Pengawasan Obat dan Makanan.

5) Pemusnahan psikotropika

Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang psikotropika,


pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak
pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan atau tidak dapat digunakan dalam proses psikotropika, kadaluarsa atau
tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan
atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib
dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu
7 hari setelah mendapat kepastian.
Berita acara pemusnahan tersebut memuat: 1) Hari, tanggal, bulan
dan tahun pemusnahan 2) Nama pemegang izin khusus atau apoteker
pengelola apotek 3) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi
lain dari apotek tersebut 4) Nama dan jumlah psikotropika yang
dimusnahkan 5) Cara pemusnahan 6) Tanda tangan penanggung jawab
apotek dan saksi-saksi.

6) Pengelolaan Obat Rusak, Kadaluarsa, Pemusnahan Obat dan Resep

a) Pengelolaan obat rusak dan kadaluarsa Menurut Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 12
ayat (2) disebutkan bahwa sediaan farmasi yang karena sesuatu hal
tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan harus
dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.922/MenKes/Per/X/1993 pasal 13
menyebutkan bahwa pemusnahan sediaan farmasi dilakukan oleh
Apoteker Pengelola Apotek atau apoteker pengganti dibantu oleh
sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek yang bersangkutan,
disaksikan oleh petugas yang ditunjuk Kepala POM setempat. Pada
pemusnahan tersebut wajib dibuat berita acara pemusnahan dengan
menggunakan formulir model APT-8, sedangkan pemusnahan obat-
obatan golongan narkotika dan psikotropika wajib mengikuti
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

b) Pemusnahan obat dan resep Menurut Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 pasal 17 ayat 2
menyebutkan bahwa resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek
dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. Pemusnahan resep
dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau apoteker pengganti
dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek yang
bersangkutan dan harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai dengan
bentuk yang telah ditentukan dalam empat rangkap serta
ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek dan petugas apotek
yang melakukan pemusnahan resep tersebut.

Daftar Pustaka:

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


922/MenKes/Per/X/1993.

2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1332/MenKes/SK/X/2002.

3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997.

4. UU No.22 tahun 1997 tentang narkotika

5. PerMenKes No.28/MenKes/Per/1987 tentang tata cara penyimpanan


narkotika

6. https://www.academia.edu/37940446/
Pengelolaan_Obat_Golongan_Psikotropika_dan_Narkotika_di_Apotek_Pe
ngelolaan_Obat_Golongan_Psikotropika_di_Apotek

Anda mungkin juga menyukai