Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Sebagaimana kita ketahui, narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan

yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi disisi lain sangat merugikan apabila

dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama

misalnya ketergantungan obat.

Juga menanam, menyimpan, mengimpor, memproduksi, mengedarkan dan

menggunakan narkotika tanpa pengendalian dan tanpa mengindahkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku adalah suatu kejahatan karena sangat

merugikan dan menimbulkan bahaya yang sangat besar. Kejahatan narkotika saat

ini telah bersifat transnasional / internasional yang dilakukan dengan menggunakan

modus operandi tinggi dan teknologi canggih, oleh karena itu, UU No. 9 Tahun 1976

tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi, maka perlu dibuat UU baru tentang

Narkotika, yaitu UU no. 22 th 1997.

TATA LAKSANA

Obat golongan narkotika merupakan obat yang memerlukan pengelolaan


khusus di apotek karena peredaran dan penggunaan obat golongan narkotika
tersebut di awasi oleh pemerintah agar tidak disalahgunakan.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan tingkat atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.

Berdasarkan UU No.22 tahun 1997 tentang narkotika, narkotika dibedakan


dalam 3 golongan:

1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk


tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk terapi
serta mempunyai potensi yang sangat tinggi menimbulkan ketergantungan.
Contoh: kokain, opium, heroin, desomorfina.

2. Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan


digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi/untuk pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi menimbulkan
ketergantungan. Contoh: alfasetilmetadol, betametadol, diampromida.

3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan


banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menimbulkan
ketergantungan. Contoh: kodein, asetildihidrokodeina, polkadina, propiram.

Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan


atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.

Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar terkontrol, baik dalam
hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan,
dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.199/MenKes/SK/X/1996,


pedagang besar farmasi (PBF) Kimia Farma depot sentral dengan alamat kantor dan
alamat gudang penyimpanan di Jalan Rawa Gelam V Kawasan Industri Pulo
Gadung Jakarta Timur sebagai importir tunggal di Indonesia untuk kepentingan
pengobatan dan ilmu pengetahuan dengan penanggungjawab yang ditetapkan oleh
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Sentralisasi ini dimaksudkan untuk
memudahkan pengendalian dan pengawasan narkotika oleh pemerintah.

Secara garis besar pengelolaan narkotika antara lain meliputi:

1. Pemesanan Narkotika

Apotek memesan narkotika ke PBF Kimia Farma dengan menggunakan


surat pesanan (SP) yang ditanda tangani oleh apoteker pengelola apotek
dengan dilengkapi nama jelas, nomor SIK, SIA, dan stempel apotek,
dimana untuk 1 lembar SP hanya untuk 1 macam narkotika saja.

2. Penyimpanan Narkotika

PerMenKes No.28/MenKes/Per/1987 tentang tata cara penyimpanan


narkotika pasal 5 dan 6 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat
khusus untuk menyimpan narkotika yang memenuhi persyaratan yaitu:

a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.

b. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.

c. Dibagi 2 masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian 1


digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta
persediaan narkotika. Bagian 2 digunakan untuk menyimpan narkotika
yang digunakan sehari-hari.

d. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang


40x80x100 cm3, lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai.

e. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain


narkotika, kecuali ditentukan oleh MenKes.

f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi
kuasa.

g. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan yang tidak
diketahui oleh umum.

3. Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika

Menurut UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan bahwa:

a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu


pengetahuan.
b. Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan
penyakit berdasarkan resep dokter.

c. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan


resep dokter.

Selain itu berdasarkan surat edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat


dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan :

a. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang


narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep dari apotek lain yang
mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian
atau belum dilayani sama sekali.

b. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang


narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep dari apotek lain yang
mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian
atau belum dilayani sama sekali.

c. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama
sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep
tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.

d. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani
sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan
“iter” pada resep yang mengandung narkotika.

4. Pelaporan Narkotika

Undang-undang No.22 tahun 1997 pasal 11 ayat (2) menyatakan bahwa


importir, eksportir, pabrik obat, pabrik farmasi, PBF, apotek rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga ilmu pengetahuan wajib
membuat, menyampaikan, menyimpan laporan berkala setiap bulannya, dan
paling lambat dilaporkan tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan ini dilaporkan
kepada Subdin Yankes dengan tembusan ke Balai Besar POM Provinsi
setempat dan sebagai arsip.
5. Pemusnahan Narkotika

Pada pasal 9 PerMenKes RI No.28/MenKes/Per/1978 disebutkan bahwa


apoteker pengelola apotek dapat memusnahkan narkotika yang rusak,
kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan bagi pelayanan
kesehatan dan atau untuk pengembangan. APA atau dokter yang
memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan
Narkotika yang memuat:

a. Tempat dan waktu (jam, hari, bulan dan tahun).

b. Nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika.

c. Nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.

d. Cara memusnahkan.

e. Tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-
saksi pemusnahan.

Kemudian berita acara tersebut dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan


RI, Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (POM) setempat dan Arsip
dokumen.Sebagai pelaksanaan pemeriksaan, diterbitkan surat edaran
Direktur Pengawasan Obat dan Makanan No.010/E/SE/1981 tanggal 8 Mei
1981 tentang pelaksanaan pemusnahan narkotika yang dimaksud adalah:

a. Bagi apotek yang berada di tingkat propinsi, pelaksanaan pemusnahan


disaksikan oleh Balai POM setempat.

b. Bagi apotek yang berada di Kotamadya atau Kabupaten, pelaksanaan


pemusnahan disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II.

PENUTUP

Pedoman pelayanan obat Narkotika dan Psikotropika di UPTD Puskesmas


Rasuan di tetapkan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan obat Narkotika dan
Psikotropika di Puskesmas Rasuan. Untuk keberhasilan pelaksanaan standar
pelayanan obat Narkotika dan Psikotropika di Puskesmas Rasuan diperlukan
komitmen dan kerjasama semua pihak yang terkait, sehingga hal tersebut akan
menjadikan pelayanan obat Narkotika dan Psikotropika di Puskesmas Rasuan dapat
optimal dan dapat memberikan kepuasan kepada pasien atau masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai