Anda di halaman 1dari 19

Jurnal Mercatoria Vol. 7 No.

2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

KAJIAN HUKUM TERHADAP KETERANGAN AHLI (DOKTER) DALAM PEMBUKTIAN


KASUS PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Lenny Lasminar S.1, Isnaini2


1Pengadilan Negeri Lubuk Pakam
2Universitas Medan Area
1Lennysilitonga477@yahoo.com
2isn25@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penyalahgunaan narkotika terus mengalami peningkatan di Indonesia. Dari catatan di Badan


Narkotika Nasional jumlah pecandu di Indonesia pada tahun 2012 lebih dari 3,8 (tiga koma
delapan) juta orang. Hal tersebut menunjukkan pecandu yang merupakan penyalahgunaan
narkotika di Indonesia semakin meningkat. Pada pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri
Binjai terhadap keterangan ahli (dokter) dalam kasus narkotika, Hakim tidak mengalami
kendala. Peradilan kasus narkotika di Pengadilan Negeri Binjai sesuai dengan Undang-
Undang tentang Narkotika. Penerapan rehabilitasi terhadap terdakwa, hakim memutuskan
rehab berdasarkan permintaan dari terdakwa, Jaksa atau Pengacara. Terdakwa harus
menunjukkan bukti kalau dia adalah pemakai/pecandu dengan bukti surat keterangan dari
dokter yang menyatakan bahwa si terdakwa merupakan pecandu narkotika. Kebijakan
pemerintah dalam rangka penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika tidak
hanya bersifat penetapan prosedur-prosedur hukum belaka, tetapi lebih kepada substansial
yaitu membangun tatanan hukum dalam suatu sistem hukum nasional yang bermanfaat
untuk kepentingan nasional. Hal tersebut dihadapkan dapat menekan jumlah
penyalahgunaan narkotika di Indonesia.

Kata Kunci : Kajian Hukum, Keterangan Ahli, Narkotika.

ABSTRACT

Narcotics abuse is increasing in Indonesia of note in the National Narcotics Agency number of
addicts in Indonesia in 2012 more than 3.8 (three point eight) million people. This shows that
the abuse of narcotics addicts in Indonesia is increasing. On consideration of the judge at the
District Court Binjai on the testimony of experts (doctors) in the case of drugs, the judge did not
experience problems. Justice narcotics cases in the District Court Binjai in accordance with the
Law on Narcotics. Implementation of rehabilitation against the defendant, the judge decided to
rehab upon request of the defendant, prosecutor or lawyer. The defendant must show proof that
he is a user/addict with evidence a certificate from a doctor stating that the defendant is a drug
addict. The government policy in the context of criminal offenses prevention is not only the
determination of legal procedures alone, but more substantial in the law is to establish a
national legal system which is beneficial to the national interest. It is expected that it can press
the number of narcotics abuse.

Keywords: Legal Studies, Specification Expert, Narcotics.

I. Pendahuluan tersebut dapat mempengaruhi, artinya ada


Jiwa manusia adalah bagaikan yang tidak terpengaruh, ada yang lambat
bangunan sistem yang bersifat terbuka. terpengaruh dan ada yang cepat
Banyak peristiwa atau keadaan yang setiap terpengaruh.1
hari bisa berpengaruh terhadap dirinya.
Akan tetapi selaku sistem yang terbuka, 1 Hari Sasangka, Narkotika dan
tidak semua yang dapat berpengaruh Psikotropika Dalam Hukum Pidana: Untuk

125
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

Penyalahgunaan Narkotika terus narkoba, merupakan perbuatan yang


mengalami peningkatan di Indonesia. Dari merugikan masyarakat dan Negara.6
catatan di Badan Narkotika Nasional jumlah Kebijakan pemerintah dalam rangka
pecandu di Indonesia pada tahun 2012 lebih penanggulangan tindak pidana tidak hanya
3,8 (tiga koma delapan) juta orang.2 Hal bersifat penetapan prosedur-prosedur
tersebut menunjukkan pecandu yang hukum belaka, tapi lebih substansial ialah
merupakan penyalahgunaan narkotika di membangun tatanan hukum dalam suatu
Indonesia semakin meningkat. sistem hukum nasional yang bermanfaat
Narkoba (narkotika, psikotropika untuk kepentingan nasional. Lawrence M.
dan zat adiktif lainnya) yakni zat-zat kimiawi Friedman dalam bukunya Law and the
yang dimasukkan dalam tubuh manusia Behavioral Sciences menyatakan bahwa:7
(baik secara oral, dihirup maupun intravena, “The three elements together
suntik) dapat mengubah pikiran, suasana structural, cultural, and substantive make-up
hati atau perasaan dan perilaku seseorang.3 totally which, for want of a better term, we
Perkataan Narkotika berasal dari call the legal system. The living law of society,
bahasa Yunani yaitu “narke” yang berarti its legal system in this revised sense, is the law
terbius sehingga tidak merasakan apa-apa. as actual process. It is the way in which
Sebagian orang berpendapat bahwa structural, cultural and substantive element
narkotika berasal dari kata “narcissus” yang interact with each other, under the influence
berarti sejenis tumbuha-tumbuhan yang too, of external, situational factors, pressing in
mempunyai bunga yang dapat menyebabkan from the large society.”
orang menjadi tidak sadarkan diri.4 Upaya untuk memberantas
Istilah yang sebenarnya lebih tepat peredaran narkotika, Pemerintah Republik
digunakan untuk kelompok zat yang dapat Indonesia pertama kali mengeluarkan
mempengaruhi system kerja otak ini adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1976 tentang
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika
Adiktif) karena istilah ini lebih mengacu dilatar belakangi keinginan Indonesia untuk
pada istilah yang digunakan dalam Undang- memerangi Narkotika, karena meningkatnya
Undang Narkotika dan Psikotropika.5 kejahatan dan penyalahgunaan narkotika
Tindak pidana adalah perbuatan- pada saat itu dapat melemahkan ketahanan
perbuatan yang diancam dengan hukuman nasional bangsa Indonesia dalam
pidana. Tindak pidana di bidang narkoba melaksanakan pembangunan. Konvensi
antara lain berupa perbuatan-perbuatan Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol
seperti memproduksi, atau mengedarkan yang ubah Konvensi Tunggal Narkotika 1961
secara gelap, maupun penyalahgunaan merupakan usaha bersama antara negara-
negara untuk mencegah dan memberantas
kejahatan narkotika.
Undang-Undang R.I. Nomor 5 Tahun
Mahasiswa dan Praktisi Serta Penyuluh Masalah 1997 tentang Psikotropika dilatar belakangi
Narkoba, (Bandung: Mandar Maju, 2003), Pembangunan kesehatan sebagai bagian
halaman 9 integral dari pembangunan nasional
2 http//www.bnn.co.id/, (diakses 12 diarahkan guna tercapainya kesadaran,
November 2012) kemauan, dan kemampuan untuk hidup
3 Muchlis Catio, Pencegahan dan sehat bagi setiap penduduk agar dapat
Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba di mewujudkan derajat kesehatan yang
Lingkungan Pendidikan, (Jakarta: Badan optimal, yang dilakukan melalui berbagai
Narkotika Nasional, 2006), halaman 9
4 Hari Sasangka, Narkotika dan
Psikotropika Dalam Hukum Pidana, (Bandung: 6 Gatot Supramono, Hukum Narkoba
Mandar Maju, 2003), halaman 35 Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2004), halaman
5 Lydia Harlina Martono & Satya 64-65
Joewana, Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba 7 Lawrencce M. Friedman, Law and the

dan Keluarganya, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006), Beehavioural Sciences, (New York: The Bobbs
halaman 5 Company, Inc, 1969), halaman 1004

126
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

upaya kesehatan, diantaranya 1. Pembuktian berdasarkan keyakinan


penyelenggaraan pelayanan kesehatan hakim belaka (conviction intime)
kepada masyarakat. Hakim hanya cukup
Pemberlakuan Undang-Undang mendasarkan terbuktinya suatu
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika keadaan berdasarkan atas keyakinannya
pada hakekatnya merupakan reformasi semata dengan tanpa terikat pada suatu
hukum aspek-aspek yang direformasi dalam peraturan hukum.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan 2. Pembuktian Menurut Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 yang yang Positif (Positief wettelijk bewijs
dimaksud adalah : theorie / formele bewijstheorie)
1. Realitas gradasi karena variasi golongan Hakim terikat oleh alat bukti
dalam, narkotika dengan ancaman yang telah ditentukan dalam Undang-
hukuman yang berbeda dengan Undang, hakim tidak dapat mengikuti
golongan 1 yang tersebut di susul keyakinannya. Meskipun hakim belum
dengan golongan II dan III (tidak di yakin tetapi seseorang telah terbukti
pukul rata), suatu yang patut di puji sesuai yang tertera dalam Undang-
justru dalam pemberatan pidana Undang, maka ia wajib menjatuhkan
penjara ada ketentuan hukum minimal pidana. Begitu sebaliknya.
(paling singkat). Hal ini adalah hal baru 3. Pembuktian Menurut Undang-Undang
dalam kaedah hukum pidana. yang Negatif (Negatief Wettelijk bewijs
2. Ketentuan pemberatan selain theorie)
didasarkan penggolongn juga realitas Hakim hanya boleh menjatuhkan
bahwa dalam dalam penyalahgunaan pidana bila sedikitnya telah terdapat
yang dilakukan oleh kelompok melalui alat bukti yang telah ditentukan
pemufakatan (konspirasi), maka bila Undang-Undang dan ditambah
penyalahgunaan beberapa orang dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari
konspirasi sanksi hukumnya di adanya alat-alat bukti tersebut.
perberat. Wettelijk berarti : sistem ini
3. Demikian pula Penanggulangan dan berdasarkan Undang-Undang. Negatief
Pemberantasan di lakukan bila pelaku berarti : meskipun dalam suatu perkara
penyalahgunaan narkotika telah terdapat cukup bukti sesuai
terorganisasi. Ini menunjukan bahwa Undang-Undang, hakim belum boleh
penyalahgunaan narkotika telah ada menjatuhkan pidana sebelum ia
sindikat-sindikat yang terorganisasi rapi memperoleh keyakinan tentang
dalam operasionalnya. kesalahan terdakwa. KUHAP menganut
4. Demikian pula apabila korporasi yang sistem ini (baca : Pasal 184 KUHAP)
terlibat maka pidana dendanya di 4. Pembuktian Berdasarkan Keyakinan
perberat, tetapi pertanggung jawaban Hakim atas Alasan Logis (conviction
pidana korporasi belum tegas, apakah raisonne/ Vrije bewijstheorie)
direkturnya dapat dikenakan hukum Hakim tidak terikat pada alat
pidana penjara. Hal ini mungkin harus bukti sebagaimana yang termaktub
melalui yurisprudensi. dalam Undang-Undang, melainkan
Di dalam menganalisis peran hakim secara bebas memakai alat bukti
keterangan ahli untuk membedakan lain asalkan semua berdasarkan alasan-
kedudukan terdakwa penyalahguna alasan logis.
narkotika, digunakan teori pembuktian Kemudian diuraikan mengenai
sebagai pisau analisis sebagai grand teori teori tujuan pemidanaan sebagai teori
dalam penelitian ini, sebagaimana dijelaskan pendukung dalam penelitian ini, dimana
dibawah ini mengenai teori pembuktian. teori ini menerangkan bagaimana
Teori Pembuktian, ada 4 yaitu : 8

8 Martiman Prodjohamidjojo, dan Praktek, halaman 133-134, http://


Pembahasan Hukum Acara Pidana Dalam Teori staff.ui.ac.id/, (diakses 20 November 2012)

127
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

sebenarnya tujuan pemidaan tersebut, seseorang merasa takut dan menahan


sebagaimana dijelaskan dibawah ini. diri untuk melakukan kejahatan namun
“The Next Deterrence Effects” dari
Adapun teori tujuan pemidanaan yang ancaman secara khusus kepada
tepat dalam penelitian ini adalah :9 seseorang ini dapat juga menjadi
1. Teori Retributif ancaman bagi seluruh masyarakat untuk
Teori retributif dalam tujuan tidak melakukan kejahatan.
pemidanaan disandarkan pada alasan Penegakan hukum diartikan sebagai
bahwa pemidanaan merupakan “Morally upaya aparatur penegak hukum tertentu
Justifed” (pembenaran secara moral) untuk menjamin dan memastikan bahwa
karena pelaku kejahatan dapat suatu aturan hukum berjalan sebagaimana
dikatakan layak untuk menerimanya seharusnya dalam memastikan tegaknya
atas kejahatannya. Asumsi yang penting hukum itu, apabila diperlukan, aparatur
terhadap pembenaran untuk penegak hukum diperkenankan untuk
menghukum sebagai respon terhadap menggunakan daya paksa.11
suatu kejahatan karena pelaku Fungsi penegak hukum adalah untuk
kejahatan telah melakukan pelanggaran mengaktualisasikan aturan-aturan hukum
terhadap norma moral tertentu yang agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh
mendasari aturan hukum yang hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap
dilakukannya secara sengaja dan sadar, atau tingkah laku manusia sesuai dengan
dan hal ini merupakan bentuk dari bingkai (frame-work) yang telah ditetapkan
tanggung jawab moral dan kesalahan oleh suatu undang-undang atau hukum.
hukum si pelaku.10 Pengertian sitem penegakan hukum menurut
2. Teori Deterrence Soerjono Soekanto adalah:12
Tujuan yang kedua dari “Kegiatan menyerasikan hubungan
pemidanaan adalah “Deterrence”. nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah
Terminology “Deterrence” menurut kaidah/pandangan-pandangan menilai yang
Zimring dan Hawkins, digunakan lebih mantap dan mengejawantah dan sikap
terbatas pada penerapan hukuman pada tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
suatu kasus, dimana ancaman tahap akhir, untuk menciptakan (sebagai
pemidanaan tersebut membuat social engineering), memelihara dan
seseorang merasa takut dan menahan pertahankan (sebagai social control)
diri untuk melakukan kejahatan namun kedamaian pergaulan hidup.”
“The Next Deterrence Effects” dari Narkoba atau Narkotika dan Obat
ancaman secara khusus kepada (bahan berbahaya) merupakan istilah yang
seseorang ini dapat juga menjadi sering kali digunakan oleh penegak hukum
ancaman bagi seluruh masyarakat untuk dan masyarakat. Narkoba dikatakan sebagai
tidak melakukan kejahatan. bahan berbahaya bukan hanya karena
3. Teori Deterrence terbuat dari bahan kimia tetapi juga karena
Tujuan yang kedua dari sifatnya yang dapat membahayakan
pemidanaan adalah “Deterrence”. penggunanya bila digunakan secara
Terminology “Deterrence” menurut bertentangan atau melawan hukum.
Zimring dan Hawkins, digunakan lebih Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
terbatas pada penerapan hukuman pada adalah istilah kedokteran untuk sekelompok
suatu kasus, dimana ancaman zat yang jika masuk kedalam tubuh manusia
pemidanaan tersebut membuat dapat menyebabkan ketergantungan
(adiktif) dan mempengaruhi sistem kerja
9 Mamud Mulyadi, Criminal Policy,
Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal 11 Jimly Asshiddiqie, Penegakan Hukum,
Policy dalam Penanggulangan Kejahatan http//www.docudesk.com/, (diakses 22 Januari
Kekerasan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), 2013)
halaman 68-88. 12 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum,
10 Ibid (Bandung: BPHN-Binacipta, 1983), halaman 13

128
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

otak (psikoaktif). Termasuk di dalamnya penyalahgunaan beberapa orang


jenis obat, bahan atau zat yang dengan konspirasi sanksi hukumnya
penggunaannya diatur dengan Undang- diperberat.
undang dan peraturan hukum lain maupun 3. Demikian pula Penanggulangan dan
yang tidak diatur tetapi sering Pemberantasan di lakukan bila pelaku
disalahgunakan seperti Alkohol, Nicotin, penyalahgunaan narkotika
Cafein dan Inhalansia/Solven. Istilah yang terorganisasi. Ini menunjukan bahwa
sebenarnya lebih tepat digunakan untuk penyalahgunaan narkotika telah ada
kelompok zat yang dapat mempengaruhi sindikat-sindikat yang terorganisasi
sistem kerja otak ini adalah NAPZA rapi dalam operasionalnya.
(Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) 4. Demikian pula apabila korporasi yang
karena istilah ini lebih mengacu pada istilah terlibat maka pidana dendanya di
yang digunakan dalam Undang- Undang perberat, tetapi pertanggungjawaban
Narkotika dan Psikotropika.13 pidana korporasi belum tegas, apakah
Dibentuknya Undang-Undang Nomor direkturnya dapat dikenakan hukum
5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dilatar pidana penjara. Hal ini mungkin harus
belakangi Pembangunan kesehatan sebagai melalui yurisprudensi.
bagian integral dari pembangunan nasional Pada tanggal 17 Maret 2009
diarahkan guna tercapainya kesadaran, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat
kemauan, dan kemampuan untuk hidup Edaran Nomor : 07 Tahun 2009 tentang
sehat bagi setiap penduduk agar dapat menempatkan pemakai narkotika ke dalam
mewujudkan derajat kesehatan yang panti terapi dan rehabilitasi. Dalam Surat
optimal, yang dilakukan melalui berbagai Edaran Mahkamah Agung disebutkan pada
upaya kesehatan, diantaranya ayat 4 bahwa:
penyelenggaraan pelayanan kesehatan “Dalam hal hakim menjatuhkan
kepada masyarakat. pemidanaan berupa perintah untuk
Pada hakekatnya pemberlakuan dilakukan tindakan hukum berupa
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 rehabilitasi atas diri Terdakwa,
tentang Narkotika merupakan reformasi Majelis harus menunjuk secara tegas
hukum. Aspek-aspek yang direformasi dalam dan jelas tempat rehabilitasi yang
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan terdekat, dalam amar putusannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 yang tempat-tempat rehabilitasi dimaksud
dimaksud adalah : adalah :
1. Realitas gradasi karena variasi golongan a. Unit Pelaksana Teknis T & R
dalam, narkotika dengan ancaman BNN Lido Bogor.
hukuman yang berbeda dengan b. Rumah sakit Ketergantungan
golongan 1 yang tersebut di susul Obat, Cibubur Jakarta dan di
dengan golongan II dan III (tidak di seluruh Indonesia (Depkes RI).
pukul rata), suatu yang patut di puji c. Panti Rehabilitasi Depsos RI
justru dalam pemberatan pidana dan UPTD;
penjara ada ketentuan hukum minimal d. Rumah Sakit Jiwa di seluruh
(paling singkat). Hal ini adalah hal baru Indonesia; atau
dalam kaedah hukum pidana. e. Tempat rujukan panti
2. Ketentuan pemberatan selain rehabilitasi yang
didasarkan penggolongn juga realitas diselenggarakan oleh
bahwa dalam dalam penyalahgunaan masyarakat yang mendapat
yang dilakukan oleh kelompok melalui akreditasi dari Departemen
pemufakatan (konspirasi), maka bila Kesehatan atau Departemen
Sosial (dengan biaya sendiri)”.
13 Lydia Harlina Martono & Satya Adapun dalam pemberian
Joewana, Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba rehabilitasi di dalam persidangan kepada
dan Keluarganya, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006), penyalahguna narkotika haruslah ada
halaman 5 beberapa elemen yang harus dipenuhi, salah

129
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

satunya adalah keterangan ahli. Keterangan disebutkan bahwa dalam mengambil


ahli disini adalah dokter yang menerangkan keputusannya, hakim wajib memperhatikan
terdakwa merupakan pecandu, sehingga hal-hal yang menjadi pertimbangan. Hal
Hakim dapat mempertimbangkan dalam tersebut dijelaskan dalam Pasal 127 Ayat (2)
penjatuhan rehabilitasi kepada terdakwa. :
Apabila dilihat dari Undang-Undang “Dalam memutuskan perkara
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kedokteran. Seperti dijelaskan mengenai hakim wajib memperhatikan ketentuan
rekam medis, dimana rekam medis tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54,
dapat dijadikan bukti bahwa pasien tersebut Pasal 55, dan Pasal 103”.
adalah pengguna narkotika yang sedang Pada Pasal 54 disebutkan :
dalam pengobatan, sebagaimana diterangkan Pecandu Narkotika dan Korban
di dalam Pasal 46 yaitu: penyalahgunaan Narkotika wajib
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalani rehabilitasi medis dan
menjalankan praktik kedokteran rehabilitasi sosial.
wajib membuat rekam medis. Sedangkan Pada Pasal 55 disebutkan bahwa :
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud (1) Orang tua atau wali dari Pecandu
pada ayat (1) harus segera dilengkapi Narkotika yang belum cukup umur
setelah pasien selesai menerima wajib melaporkan kepada pusat
pelayanan kesehatan. kesehatan masyarakat, rumah sakit,
(3) Setiap catatan rekam medis harus dan/atau lembaga rehabilitasi medis
dibubuhi nama, waktu, dan tanda dan rehabilitasi sosial yang ditujuk
tangan petugas yang memberikan oleh Pemerintah untuk mendapatkan
pelayanan atau tindakan. pengobatan dan/atau perawatan
Berikutnya dipertegas dengan hak melalui rehabilitasi medis dan
pasien, sebagaimana diatur di dalam Pasal rehabilitasi sosial.
52 yaitu Pasien, dalam menerima pelayanan (2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup
pada praktik kedokteran, mempunyai hak: umur wajib melaporkan diri atau
a. Mendapatkan penjelasan secara dilaporkan oleh keluarganya kepada
lengkap tentang tindakan medis pusat kesehatan masyarakat, rumah
sebagaimana dimaksud dalam sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi
Pasal 45 ayat (3); medis dan rehabilitasi sosial yang
b. Meminta pendapat dokter atau ditunjuk oleh Pemerintah untuk
dokter gigi lain; mendapatkan pengobatan dan/atau
mendapatkan pelayanan sesuai perawatan melalui rehabilitasi medis
dengan kebutuhan medis; dan rehabilitasi sosial.
c. Menolak tindakan medis; dan (3) Ketentuan mengenai pelaksanaan
d. Mendapatkan isi rekam medis wajib lapor sebagaimana dimaksud
Seperti yang diterangkan di dalam pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
pasal tersebut di atas, menunjukkan hak dengan Peraturan Pemerintah.
pasien untuk mendapatkan penjelasan
secara lengkap tentang medis, bisa juga Pada pasal 103 disebutkan :
dipakai di dalam persidangan. (1) Hakim Yang memeriksa perkara
Melihat hal tersebut di atas, perlu pecandu Narkotika dapat :
dianalisis bagaimana kajian hukum terhadap a. Memutuskan untuk
keterangan ahli (dokter) dalam kasus memerintahkan yang
narkotika, sehingga nantinya dapat dianalisis bersangkutan menjalani
bagaimana kendala dalam peran keterangan pengobatan dan/ atau
ahli dan pertimbangan hakim atas perawatan, apabila pecandu
keterangan ahli. Narkotika tersebut terbukti
Undang-Undang terbaru yaitu bersalah melakukan tindak
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor pidana Narkotika atau
35 Tahun 2009 tentang Narkotika

130
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

b. Menetapkan untuk pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan


memerintahkan yang yang mempunyai keahlian dan kewenangan
bersangkutan menjalani untuk itu.
pengobatan dan / atau Hal ini tidak saja merugikan bagi
perawatan, apabila pecandu penyalahguna, tetapi juga berdampak sosial,
Narkotika tersebut tidak terbukti ekonomi, dan keamanan nasional, sehingga
bersalah melakukan tindak hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan
pidana Narkotika. bangsa dan negara. Penyalahgunaan
(2) masa menjalani pengobatan dan/ atau psikotropika mendorong adanya peredaran
perawatan bagi para pecandu gelap, sedangkan peredaran gelap
Narkotika sebagaimana dimaksud psikotropika menyebabkan meningkatnya
dalam ayat (1) huruf a diperhitungkan penyalahgunaan yang makin meluas dan
sebagai masa menjalani hukuman.14 berdimensi internasional.
Setelah diterbitkannya Undang- Oleh karena itu, diperlukan upaya
Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun pencegahan dan penanggulangan
2009, pada tanggal 7 April 2010 Mahkamah penyalahgunaan psikotropika dan upaya
Agung kembali mengeluarkan Surat Edaran pemberantasan peredaran gelap. Di samping
nomor 04 tahun 2010 tentang penempatan itu, upaya pemberantasan peredaran gelap
penyalahgunaan, korban penyalahgunaan psikotropika terlebih dalam era globalisasi
dan pecandu narkotika ke dalam lembaga komunikasi, informasi, dan transportasi
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. sekarang ini sangat diperlukan.
Di dalam hubungan ini dunia
II. Kajian Hukum Tentang Tindak internasional telah mengambil langkah-
Pidana Narkotika. langkah untuk mengawasi psikotropika
melalui :
Lahirnya Undang-Undang R.I. Nomor 1. Convention on Psychotropic Substances
5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dilatar 1971 (Konvensi Psikotropika 1971), dan
belakangi Pembangunan kesehatan sebagai 2. Convention Against Illicit Traffic in Narcotic
bagian integral dari pembangunan nasional Drugs and Psychotropic Substances 1988
diarahkan guna tercapainya kesadaran, (Konvensi Pemberantasan Peredaran
kemauan, dan kemampuan untuk hidup Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988).
sehat bagi setiap penduduk agar dapat Konvensi ini membuka kesempatan
mewujudkan derajat kesehatan yang bagi negara-negara yang mengakui dan
optimal, yang dilakukan melalui berbagai meratifikasinya untuk melakukan kerjasama
upaya kesehatan, diantaranya dalam penanggulangan penyalahgunaan dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan pemberantasan peredaran gelap
kepada masyarakat.15 psikotropika, baik secara bilateral maupun
Penyelenggaraan pelayanan multilateral.
kesehatan tersebut, psikotropika memegang Sehubungan dengan itu, diperlukan
peranan penting. Disamping itu, psikotropika suatu upaya untuk mengendalikan seluruh
juga digunakan untuk kepentingan ilmu kegiatan yang berhubungan dengan
pengetahuan meliputi penelitian, psikotropika melalui perundangan-
pengembangan, pendidikan, dan pengajaran undangan di bidang psikotropika. Undang-
sehingga ketersediaannya perlu dijamin undang ini mengatur
melalui kegiatan produksi dan impor. kegiatan yang berhubungan dengan
Penyalahgunaan psikotropika dapat psikotropika yang berada di bawah
mengakibatkan sindroma ketergantungan pengawasan internasional, yaitu yang
apabila penggunaannya tidak di bawah mempunyai potensi mengakibatkan
sindroma ketergantungan dan digolongkan
14 Lihat undang-undang RI, Nomor 35 menjadi :
Tahun 2009 a. Psikotropika golongan I;
15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 b. Psikotropika golongan II;
tentang Psikotopika c. Psikotropika golongan III;

131
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

d. Psikotropika golongan IV. barang bukti narkotika yang dikategorikan


Penggolongan ini sejalan dengan sebagai pecandu narkotika, sehingga
Konvensi Psikotropika 1971, sedangkan pecandu dapat ditempatkan di rehabilitasi.
psikotropika yang tidak termasuk golongan I, Lahirnya Undang-Undang No 7
golongan II, golongan III, dan golongan IV Tahun 1997 di latar belakangi bahwasanya
pengaturannya tunduk pada ketentuan Indonesia turut serta dalam upaya
perundang undangan di bidang obat keras. meningkatkan kerjasama antar negara dalam
Pelaksanaan Undang-undang tentang rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat,
Psikotropika tetap harus memperhatikan dengan memberi perhatian khusus terhadap
berbagai ketentuan perundang-undangan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan
yang berkaitan, antara lain Undang-undang zat adiktif lainnya, dengan tidak
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, mengabaikan manfaatnya di bidang
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 pengobatan dan ilmu pengetahuan.16
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Masyarakat Indonesia bahkan
Pertahanan Keamanan Negara, dan Undang- masyarakat dunia pada umumnya, saat ini
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang sedang dihadapkan pada keadaan yang
Hukum Acara Pidana. sangat mengkhawatirkan akibat semakin
Demikian juga dalam pelaksanaan maraknya pemakaian secara tidak sah
penyelenggaraannya harus tetap bermacam-macam narkotika dan
berlandaskan pada asas keimanan dan psikotropika. Kekhawatiran ini semakin
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dipertajam akibat meluasnya peredaran
asas manfaat, keseimbangan, dan gelap narkotika dan psikotropika yang telah
keselarasan dalam peri kehidupan serta merebak di segala lapisan masyarakat,
tatanan hukum dan perkembangan ilmu termasuk di kalangan generasi muda.
pengetahuan dan teknologi. Hal ini akan sangat berpengaruh
Undang-undang Psikotropika ini terhadap kehidupan bangsa dan negara
mengatur : produksi, peredaran, penyaluran, selanjutnya, karena generasi muda adalah
penyerahan, ekspor dan impor, penerus cita-cita bangsa dan negara pada
pengangkutan, transito, pemeriksaan, label masa mendatang. Peningkatan peredaran
dan iklan, kebutuhan tahunan dan pelaporan, gelap narkotika dan psikotropika tidak
pengguna terlepas dari kegiatan organisasi-organisasi
psikotropika dan rehabilitasi, pemantauan kejahatan transnasional yang beroperasi di
prekursor, pembinaan dan pengawasan, berbagai negara dalam suatu jaringan
pemusnahan, peran serta masyarakat, kejahatan internasional.
penyidikan dan ketentuan pidana. Karena keuntungan yang sangat
Adapun ketentuan pidana diatur besar, organisasi kejahatan tersebut
dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 72. berusaha dengan segala cara untuk
Ketentuan pada Pasal 59 dinyatakan mempertahankan dan mengembangkan
bahwasanya Barang siapa yang terus usaha peredaran gelap narkotika dan
menggunakan psikotropika jenis golongan I psikotropika dengan cara menyusup,
dihukum penjara maksimal seumur hidup mencampuri, dan merusak struktur
dan denda maksimal Rp. 750.000.000,- pemerintahan, usaha perdagangan dan
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah. keuangan yang sah serta kelompok-
Ketentuan lainnya tentang kelompok berpengaruh dalam masyarakat.
memproduksi psikotropika diatur dalam Untuk mengatasi masalah tersebut,
adalah Pasal 60 yang menyatakan barang telah diadakan berbagai kegiatan yang
siapa memproduksi psikotropika akan bersifat internasional termasuk konferensi
dipidana penjara maksimal 15 Tahun dan yang telah diadakan baik di bawah naungan
denda maksimal Rp. 200.000.000,- (dua
ratus juta) rupiah. Dijelaskan di dalam ayat 16 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1967
(1), (2), (3), (4) dan ayat (5). tentang Pengesahan United Nations Convention
Kelemahan dari Undang-Undang ini Againstilicit Traffic In Narcotics Drugs And
adalah tidak diaturnya bagaimana jumlah Psychotropic Substances, 1988

132
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

Liga Bangsa-Bangsa maupun di bawah Undang-undang ini akan


naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. memberikan landasan hukum yang lebih
Diawali dengan upaya Liga Bangsa-Bangsa kuat untuk mengambil langkah-langkah
pada tahun 1909 di Shanghai, Cina telah dalam upaya mencegah dan memberantas
diselenggarakan persidangan yang penyalahgunaan dan peredaran gelap
membicarakan cara-cara pengawasan narkotika dan psikotropika.
perdagangan gelap obat bius. Selanjutnya Didorong oleh rasa keprihatinan
pada persidangan Opium Commission yang mendalam atas meningkatnya
(Komisi Opium) telah dihasilkan traktat produksi, permintaan, penyalahgunaan dan
pertama mengenai pengawasan obat bius, peredaran gelap narkotika dan psikotropika
yaitu International Opium Convention serta kenyataan bahwa anak-anak dan
(Konvensi Internasional tentang Opium) di remaja digunakan sebagai pasar pemakai
Den Haag, Belanda pada tahun 1912. narkotika dan psikotropika secara gelap,
Di bawah naungan Perserikatan serta sebagai sasaran produksi, distribusi,
Bangsa-Bangsa, telah dihasilkan Single dan perdagangan gelap narkotika dan
Convention on Narcotic Drugs, 1961 psikotropika, telah mendorong lahirnya
(Konvensi Tunggal Narkotika 1961) di New Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
York, Amerika Serikat pada tanggal 30 Maret tentang Pemberantasan Gelap Narkotika dan
1961, dan telah diubah dengan 1972 Psikotropika, 1988.
Protocol Amending the Single Convention on Konvensi tersebut secara
Narcotic Drugs, 1961, (Protokol 1972 keseluruhan berisi pokok-pokok pikiran,
tentang Perubahan Konvensi Tunggal antara lain, sebagai berikut :
Narkotika 1961) dan Convention on 1. Masyarakat bangsa-bangsa dan negara-
Psychotropic Substances, 1971 (Konvensi negara di dunia perlu memberikan
Psikotropika 1971) di Wina, Austria pada perhatian dan prioritas utama atas
tanggal 25 Maret 1972, dan terakhir adalah masalah pemberantasan peredaran
United Nations Convention Aganst Illicit gelap narkotika dan psikotropika.
Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic 2. Pemberantasan peredaran gelap
Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan narkotika dan psikotropika merupakan
Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan masalah semua negara yang perlu
Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika ditangani secara bersama pula.
1988). 3. Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
Indonesia dalam hal ini, telah Konvensi Tunggal Narkotika 1961,
meratifikasi Konvensi Tunggal Narkotika Protokol 1972 Tentang Perubahan
1961 serta Protokolnya dengan Undang- Konvensi Tunggal Narkotika 1961, dan
Undang Nomor 8 Tahun 1976 dan Konvensi Konvensi Psikotropika 1971, perlu
Psikotropika 1971 dengan Undang-Undang dipertegas dan disempurnakan sebagai
Nomor 8 Tahun 1996, serta membentuk sarana hukum untuk mencegah dan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 membe-rantas peredaran gelap
tentang Narkotika. Sejalan dengan cita-cita narkotika dan psikotropika.
bangsa di atas, dan komitmen Pemerintah 4. Perlunya memperkuat dan
dan rakyat Indonesia untuk senantiasa aktif meningkatkan sarana hukum yang lebih
mengambil bagian dalam setiap usaha efektif dalam rangka kerjasama
memberantas penyalahgunaan dan internasional di bidang kriminal untuk
peredaran gelap narkotika dan psikotropika, memberantas organisasi kejahatan
Indonesia memandang perlu meratifikasi transnasional dalam kegiatan peredaran
United Nations Convention Against Illicit in gelap narkotika dan psikotropika.
Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1. Teori Tujuan Pemidanaan
1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Pemberantasan Peredaran Gelap
Narkotika dan Psikotropika, 1988) dengan
Undang-undang.

133
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

Pada penelitian ini terdapat b. Teori Deterrence


beberapa teori tujuan pemidanaan, yakni Nigel Walker menamakan aliran ini
sebagai berikut:17 sebagai paham reduktif (reductivism) karena
a. Teori Retributif dasar pembenaran dijatuhkannya pidana
Teori retributif dalam tujuan dalam pandangan aliran ini adalah untuk
pemidanaan disandarkan pada alasan bahwa mengurangi frekuensi kejahatan (..the
pemidanaan merupakan “Morally Justifed” justification for penalizing offences is that this
(pembenaran secara moral) karena pelaku reduces their frequency).20
kejahatan dapat dikatakan layak untuk c. Teori Treatment
menerimanya atas kejahatannya. Asumsi Gerber dan McAnany menyatakan
yang penting terhadap pembenaran untuk bahwa munculnya paham rehabilitasionis
menghukum sebagai respon terhadap suatu dalam ilmu pemidanaan sejalan dengan
kejahatan karena pelaku kejahatan telah gerakan reformasi penjara. Melalui
melakukan pelanggaran terhadap norma pendekatan kemanusiaan, maka paham ini
moral tertentu yang mendasari aturan melihat bahwa sistem pemidanaan pada
hukum yang dilakukannya secara sengaja masa lampau menyebabkan tidak adanya
dan sadar, dan hal ini merupakan bentuk kepastian nasib seseorang. Berdasarkan
dari tanggung jawab moral dan kesalahan pendekatan keilmuan, maka aliran
hukum si pelaku.18 rehabilitasi berusaha membuat jelas dan
Nigel Walker mengemukakan bahwa melahirkan suatu dorongan untuk
aliran retributif ini terbagi menjadi dua memperbaiki pelaku kejahatan sebagai tema
macam, yaitu teori retributif murni dan teori sentral mengeyampingkan semua tujuan lain
retributive tidak murni. Retributivist yang dari pemidanaan.21 Gerakan rehabilitionist
murni menyatakan bahwa pidana yang merupakan paham yang menentang sistem
dijatuhkan harus sepadan dengan kesalahan pemidanaan pada masa lalu, baik untuk
si pelaku, sedangkan Retributivist yang tidak tujuan retributif, maupun tujuan deterrence.
murni dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu : 2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997
a. Retributivist terbatas (the limitating Tentang Psikotropika
retributivist), yang berpendapat Lahirnya Undang-Undang No. 5
bahwa pidana tidak harus cocok atau Tahun 1997 tentang Psikotropika
sepadan dengan kesalahan si pelaku, dilatarbelakangi pembangunan kesehatan
akan tetapi pidana yang dijatuhkan sebagai bagian integral dari pembangunan
tidak boleh melebihi batas-batas nasional diarahkan guna tercapainya
yang sepadan dengan kesalahan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk
pelaku; hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
b. Retributivist yang distribusi mewujudkan derajat kesehatan yang
(retribution limitating retributivist), optimal, yang dilakukan melalui berbagai
yang berpandangan bahwa sanksi upaya kesehatan, diantaranya
pidana dirancang sebagai penyelenggaraan pelayanan kesehatan
pembalasan terhadap si pelaku kepada masyarakat.22
kejahatan, namun beratnya sanksi Adapun ketentuan pidana diatur
harus didistribusikan kepada pelaku dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 72.
yang bersalah.19 Ketentuan pada Pasal 59 dinyatakan
bahwasanya Barang siapa yang
menggunakan psikotropika jenis golongan I
17 Mamud Mulyadi, Criminal Policy,
Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal
Policy dalam Penanggulangan Kejahatan 20 Ibid, halaman 72
Kekerasan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), 21 Rudolp J. Gerber and Patrick D.
halaman 68-88 McAnany, 1970, dalam Mahmud Mulyadi, Ibid,
18 Ibid halaman 81
19 Nigel Walker, dikutip dari buku 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997

Mahmud Mulyadi, Op.Cit, halaman 70 tentang Psikotopika

134
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

dihukum penjara maksimal seumur hidup masa mendatang. Peningkatan peredaran


dan denda maksimal Rp. 750.000.000,- gelap narkotika dan psikotropika tidak
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah). terlepas dari kegiatan organisasi-organisasi
Ketentuan lainnya tentang kejahatan transnasional yang beroperasi di
memproduksi psikotropika diatur dalam berbagai negara dalam suatu jaringan
adalah Pasal 60 yang menyatakan barang kejahatan internasional.
siapa memproduksi psikotropika akan Adapun pengesahan undang-undang
dipidana penjara maksimal 15 Tahun dan ini diatur dalam Pasal 1 yang Mengesahkan
denda maksimal Rp. 200.000.000,- (dua United Nations Convention Against Illicit
ratus juta) rupiah. Dijelaskan di dalam ayat Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic
(1), (2), (3), (4) dan ayat (5). Substances, 1988 (Konvensi Perserikat-an
Kelemahan dari Undang-Undang ini Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan
adalah tidak diaturnya bagaimana jumlah Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika,
barang bukti narkotika yang dikategorikan 1988) dengan Reservation (Pensyaratan)
sebagai pecandu narkotika, sehingga terhadap Pasal 32 ayat (2) dan ayat (3) yang
pecandu dapat ditempatkan di rehabilitasi. bunyi lengkap Pensyaratan itu dalam bahasa
Inggeris dan terjemahannya dalam bahasa
3. Undang-Undang Negara Republik Indonesia serta salinan naskah asli United
Indonesia No. 7 Tahun 1997 Tentang Nations Convention Against Illicit Traffic in
Pengesahan United Nations Narcotic Drugs and Psychotropic Substances,
Convention Againstillicit Traffic In 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Narcotic Drugs And Psychotropic tentang Pemberantasan Peredaran Gelap
Substances, 1988. Narkotika dan Psikotropika, 1988) dalam
Lahirnya Undang-Undang No 7 Bahasa Inggris serta terjemahannya dalam
Tahun 1997 di latar belakangi bahwasanya bahasa Indonesia sebagaimana terlampir,
Indonesia turut serta dalam upaya merupakan bagian yang tidak terpisahkan
meningkatkan kerjasama antar negara dalam dari Undang-undang ini.
rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, Kelemahan dari Undang-Undang ini
dengan memberi perhatian khusus terhadap tidak ada, karena pokok-pokok isi konvensi
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan telah mengatur bagaimana mekanisme
zat adiktif lainnya, dengan tidak sanksi. Karena, undang-undang ini hanya
mengabaikan manfaatnya di bidang mengatur tentang pengesahan saja.
pengobatan dan ilmu pengetahuan.23
Masyarakat Indonesia bahkan 4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun
masyarakat dunia pada umumnya, saat ini 2009 tentang Narkotika
sedang dihadapkan pada keadaan yang Lahirnya Undang-Undang No. 35
sangat mengkhawatirkan akibat semakin Tahun 2009 tentang Narkotika di latar
maraknya pemakaian secara tidak sah belakangi bahwa Narkotika merupakan zat
bermacam-macam narkotika dan atau obat yang sangat bermanfaat dan
psikotropika. Kekhawatiran ini semakin diperlukan untuk pengobatan penyakit
dipertajam akibat meluasnya peredaran tertentu. Namun, jika disalahgunakan tidak
gelap narkotika dan psikotropika yang telah sesuai dengan standar pengobatan dapat
merebak di segala lapisan masyarakat, menimbulkan akibat yang sangat merugikan
termasuk di kalangan generasi muda. bagi perseorangan atau masyarakat
Hal ini akan sangat berpengaruh khususnya generasi muda. 24

terhadap kehidupan bangsa dan negara Berdasarkan hal tersebut guna


selanjutnya, karena generasi muda adalah peningkatan upaya pencegahan dan
penerus cita-cita bangsa dan negara pada pemberantasan tindak pidana Narkotika
perlu dilakukan pembaruan terhadap
23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1967 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Pengesahan United Nations Convention
Againstilicit Traffic In Narcotics Drugs And 24 Undang-Undang Nomor 35 Tahun
Psychotropic Substances, 1988 2009 tentang Narkotika

135
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

tentang Narkotika. Hal ini juga untuk memiliki, menyimpan, menguasai, atau
mencegah adanya kecendrungan yang menyediakan Narkotika Golongan I dalam
semakin meningkat baik secara kualitatif bentuk tanaman, dipidana dengan pidana
dengan korban yang meluas, terutama di penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
kalangan anak-anak, remaja, dan generasi paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana
muda pada umumnya. denda paling sedikit Rp 800.000.000,00
Selain itu, untuk melindungi (delapan ratus juta rupiah) dan paling
masyarakat dari bahaya penyalahgunaan banyak Rp 800.000.000,00 (delapan milyar
Narkotika dan mencegah serta memberantas rupiah). Dan juga dalam hal perbuatan
peredaran gelap Narkotika dan mencegah menanam, memelihara, memiliki,
serta memberantas peredaran Narkotika, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
dalam Undang-Undang ini juga diatur Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman
mengenai Prekursor Narkotika karena sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Prekursor Narkotika merupakan zat atau beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau
bahan pemula atau bahan kimia yang dapat melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku
digunakan dalam pembuatan Narkotika. Di dipidana dengan pidana penjara seumur
dalam Undang-Undang ini juga dilampirkan hidup atau pidana penjara paling singkat 5
menganai Prekursor Narkotika dengan (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
melakukan penggolongan terhadap jenis- tahun dengan pidana denda maksimum
jenis Prekursor Narkotika. sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Selain itu, diatur pula mengenai ditambah 1/3 (sepertiga).
sanksi pidana bagi penyalahgunaan Selain itu juga diatur ketentuan
Prekursor Narkotika untuk pembuatan pidana di dalam Pasal 128 ayat (1), (2), (3)
Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera dan (4), yang menyatakan ketentuan bagi
terhadap pelaku penyalahgunaan dan pecandu narkotika serta peran keluarga
peredaran gelap Narkotika, diatur mengenai dalam menanggulangi keluarganya yang
pemberatan sanksi pidana, baik dalam menjadi pecandu narkotika.
bentuk pidana minimum khusus, pidana Mengenai peran dokter diatur di
penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana dalam Pasal 43 ayat (4) yaitu Penyerahan
penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Narkotika oleh dokter hanya dapat
Pemberatan pidana tersebut dilakukan dilaksanakan untuk: a. menjalankan praktik
dengan mendasarkan pada golongan jenis, dokter dengan memberikan Narkotika
ukuran, dan jumlah Narkotika. melalui suntikan;b. menolong orang sakit
Undang-undang ini di dalamnya juga dalam keadaan darurat dengan memberikan
diatur peran serta masyarakat dalam usaha Narkotika melalui suntikan; atau c.
pencegahan dan pemberantasan menjalankan tugas di daerah terpencil yang
penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor tidak ada apotek. Dari ketentuan tersebut,
Narkotika termasuk pemberian penghargaan dokter yang dijadikan saksi ahli merupakan
bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam dokter yang memiliki keahlian mengenai
upaya pencegahan dan pemberantasan narkotika, sehingga keterangan dokter
penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor tersebut dijadikan pertimbangan oleh
Narkotika. Penghargaan tersebut diberikan Majelis Hakim.
kepada penegak hukum dan masyarakat Hakim wajib memperhatikan hal-hal
yang telah berjasa dalam upaya pencegahan yang menjadi pertimbangan. Hal tersebut
dan pemberantasan penyalahgunaan dan dijelaskan dalam Pasal 127 Ayat (2) :
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor “Dalam memutuskan perkara
Narkotika. sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Ketentuan pidana dalam Undang- hakim wajib memperhatikan ketentuan
Undang ini diatur dalam Pasal 111 sampai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54,
dengan Pasal 128. Adapun di dalam Pasal Pasal 55, dan Pasal 103”.
111 ayat (1) dan (2). Dinyatakan Pada Pasal 54 disebutkan :
bahwasanya setiap orang tanpa hak atau Pecandu Narkotika dan Korban
melawan hukum menanam, memelihara, penyalahgunaan Narkotika wajib

136
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

menjalani rehabilitasi medis dan berapa jumlah barang bukti bagi para
rehabilitasi sosial. pecandu yang di sarankan untuk rehabilitasi.
Sedangkan Pada Pasal 55 disebutkan bahwa :
(1) Orang tua atau wali dari Pecandu 5. Surat Edaran Nomor 07 Tahun 2009
Narkotika yang belum cukup umur Tentang Menempatkan Pemakai
wajib melaporkan kepada pusat Narkoba Ke Dalam Terapi dan
kesehatan masyarakat, rumah sakit, Rehabilitasi.
dan/atau lembaga rehabilitasi medis Lahirnya Surat Edaran ini di latar
dan rehabilitasi sosial yang ditujuk belakangi bahwa sebagian besar dari
oleh Pemerintah untuk mendapatkan Narapidana dan tahanan kasus narkoba
pengobatan dan/atau perawatan adalah termasuk kategori pemakai atau
melalui rehabilitasi medis dan bahkan sebagai korban yang jika dilihat dari
rehabilitasi sosial. aspek kesehatan mereka sesungguhnya
(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup orang-orang yang menderita sakit, oleh
umur wajib melaporkan diri atau karena itu memenjarakan yang
dilaporkan oleh keluarganyakepada bersangkutan bukanlah langkah yang tepat
pusat kesehatan masyarakat, rumah karena telah mengabaikan kepentingan
sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi perawatan dan pengobatan.
medis dan rehabilitasi sosial yang Surat edaran ini adalah
ditunjuk oleh Pemerintah untuk penyempurnaan dari Surat Edaran
mendapatkan pengobatan dan/atau Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2009
perawatan melalui rehabilitasi medis tentang Menempatkan Pemakai Narkoba Ke
dan rehabilitasi sosial. Dalam Terapi dan Rehabilitasi. Surat edaran
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan ini telah mengakomodir hak pecandu
wajib lapor sebagaimana dimaksud narkotika yang seharusnya memang di
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur rehabilitasi.
dengan Peraturan Pemerintah. Kelemahan dari Surat Edaran
Pada pasal 103 disebutkan : Mahkamah Agung ini adalah SEMA ini tidak
(1) Hakim yang memeriksa perkara menjadi acuan para Hakim dalam
pecandu Narkotika dapat : memutuskan perkara tindak pidana
a. Memutuskan untuk memerintahkan penyalahgunaan narkotika.
yang bersangkutan menjalani Kelemahan lainnya adalah dalam
pengobatan dan/ atau perawatan, implementasi rehabilitasinya, contohnya
apabila pecandu Narkotika tersebut tidak ada panti rehabilitasi milik pemerintah
terbukti bersalah melakukan tindak daerah. Sehingga tidak ada anggaran untuk
pidana Narkotika atau melaksanakan rehabiltasi terhadap para
b. Menetapkan untuk memerintahkan pecandu. Hal tersebut makin diperparah atas
yang bersangkutan menjalani ketidaktahuan masyarakat mengenai Surat
pengobatan dan / atau perawatan, Edaran ini dan masyarakat juga belum
apabila pecandu Narkotika tersebut mengerti bahwasanya para pecandu
tidak terbukti bersalah melakukan haruslah diobati dengan cara rehabilitasi.
tindak pidana Narkotika.
(2) masa menjalani pengobatan dan/ atau 6. Surat Edaran Mahkamah Agung No.
perawatan bagi para pecandu 04 Tahun 2010 tentang Penempatan
Narkotika sebagaimana dimaksud Penyalahgunaan dan Pecandu
dalam ayat (1) huruf a diperhitungkan Narkotika ke dalam Lembaga
sebagai masa menjalani hukuman.25 Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi.
Kelemahan dari Undang-Undang ini Setelah diterbitkannya Undang-
ialah tidak diaturnya ketentuan mengenai Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2009. Pada tanggal 7 april 2010 Mahkamah
Agung kembali mengeluarkan Surat Edaran
25 Lihat undang-undang RI, Nomor 35 Nomor 04 tahun 2010 tentang penempatan
Tahun 2009 penyalahgunaan, korban penyalahgunaan

137
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

dan pecandu narkotika ke dalam lembaga diakses secara gratis yaitu di panti
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. rehabilitasi Lido Bogor dan Badoka
Makasar.27
III. Kendala Dalam Peran Keterangan
Ahli Terhadap Penyalahguna IV. Pertimbangan Hakim atas
Narkotika. Keterangan Ahli.

1. Kendala Internal 1. Pertimbangan Hakim di Pengadilan


Kendala yang dihadapi dalam Negeri Binjai
keterangan ahli terhadap penyalahguna Pada pertimbangan hakim di
narkotika adalah sebagai berikut :26 Pengadilan Negeri Binjai terhadap
a. Terdakwa tidak dapat menghadirkan keterangan ahli (dokter) dalam kasus
dokter yang merangkan bahwa narkotika, Hakim tidak mengalami kendala.28
dirinya adalah pemakai bukan Peradilan kasus narkotika di Pengadilan
pengedar. Negeri Binjai sesuai dengan Undang-Undang
b. Masyarakat masih belum banyak tentang Narkotika.
memahami tentang haknya. Pada penerapan rehabilitasi terhadap
Masyarakat belum mengerti bahwa terdakwa, hakim memutuskan rehab
apabila dirinya atau keluarganya berdasarkan permintaan dari terdakwa,
merupakan pemakai/pecandu Jaksa atau Pengacara. Terdakwa harus
narkotika dapat memperoleh hak menunjukkan bukti kalau dia adalah
untuk mendapatkan pengobatan pemakai/pecandu dengan bukti surat
seperti direhabilitasi. Atas keterangan dari dokter yang menyatakan
ketidaktahuan tersebut bahwa si terdakwa merupakan pecandu
mengakibatkan para terdakwa yang narkotika.
merupakan pemakai tidak Dr. Citra mengatakan bahwa pasien
mengajukan rehabilitasi. yang terdaftar di dalam Program Terapi
c. Masih ada beberapa hakim yang Rumatan Metadon akan mendapatkan kartu
belum menjalankan Surat Edaran pasien yang menerangkan bahwa mereka
Mahkamah Agung mengenai adalah pemakai/pecandu narkotika yang
rehabilitasi terhadap terdakwa yang sedang mengikuti terapi pengobatan obat
merupakan pemakai/pecandu. Metadon (substitusi pengganti), sehingga
apabila pasien tersebut tersangkut masalah
2. Kendala Eksternal hukum terkait penggunaan narkotika, pasien
Kendala eksternal yang dihadapi tersebut mendapatkan keterangan dari
dalam keterangan ahli adalah sebagai dokter yang menerangkan bahwa pasien
berikut: tersebut dalam program terapi metadon.29
Terdakwa tidak bisa memberikan
kepastian dimana dia akan direhabilitasi. Hal 2. Putusan Nomor 344/Pid.B/2011/ PN-
tersebut menyulitkan Majelis Hakim, karena BJ
apabila Hakim memutuskan terdakwa a. Kronologis Kasus
tersebut direhabilitasi, harus ada jaminan Terdakwa Muhammad Ridwan Als
biaya dari terdakwa untuk masuk ke Iwan, pada hari kamis Tanggal 23 Juni 2011
rehabilitasi tersebut.
Apabila hal tersebut dihubungkan
27 Wawancara dengan Rudy Leo Ptra
dengan pernyataan Rudy, seharusnya Hakim
dapat bekerjasama dengan Badan Narkotik Sihotang, selaku Kasi Diseminasi BNN Provinsi
Sumatera Utara, pad atanggal 11 April 2013
Nasional (BNN), karena menurutnya BNN 28 Wawancara dengan Endra Hermawan,
memiliki panti rehabilitasi yang dapat selaku Hakim di Pengadilan Negeri Binjai, pada
tanggal 18 Februari 2013
26 Wawancara dengan Endra Hermawan, 29 Wawancara dengan Dr. Citra, selaku

selaku Hakim di Pengadilan Negeri Binjai, pada Kepala Klinik Program Terapi Rumatan Metadon
tanggal 18 Februari 2013 di Rs. H. Adam Malik, pada tanggal 10 April 2013

138
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

Sekitar pukul 14.000 WIB atau setidak- mana perbuatan itu ada dengan sendirinya
tidaknya pada waktu dalam bulan juni 2011 pelakunya sudah dapat ditentukan
bertempat di jl.Gatot Subroto Kel. Limau pula.menimbang bahwa dipihak lain
Mungkur Kec. Binjai Barat, ataupun disalah mengatakan barang siapa adalah insur dari
satu tempat yang termasuk dalam daerah suatu pasal yang didakwakan o1eh karena
hukum pengadilan Negeri Binjai, terdakwa hal tersebut berhubungan dengan
secara tanpa hak atau melawan hukum telah kemampuan bertanggungjawab dari pelaku
memiliki atau menyimpan, menguasai atau dan untuk menghindari terjadinya salah
menyediakan Narkotika Gol. I bukan orang (error in persona).
tanaman berupa 2 (dua) paket Hakim lebih berpendapat bahwa
/bungkus kecil s abu -sabu yang barang siapa adalah unsur dalam pasal yang
dibungkus dengan plastik warna putih didakwakan sehingga perlu untuk
dengan berat 0,06 (nol koma nol enam) dibuktikan sepanjang mengenai bahwa
gram, I (satu) buah bong yang terbuat Bari orang yang diajukan kepersidangan adalah
botol plastik warna putih, I (satu) buah pipet orang yang dimaksud oleh penuntut umum
kaca bertutup karet dot, 4 (empat) buah dalam dakwaannya.
pipet plastik. Dipersidangan telah dihadapkan
b. Analisis Hukum Muhammad Ridwan Als Ridwan sebagai
Pada dunia hukum, terdapat 4 teori terdakwa dalam perkara ini, yang
Pembuktian, yaitu :30 identitassnya telah diperiksa dan sesuai
1. Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim dengan surat dakwaan, maka dengan
belaka (conviction intime) demikian unsur ini telah terpenuhi.
2. Pembuktian Menurut Undang-Undang Menurut Majelis Hakim dengan telah
yang Positif (Positief wettelijk bewijs ditemukannya shabu-shabu pada diri
theorie / formele bewijstheorie) terdakwa tidak mempunyai izin untuk
3. Pembuktian Menurut Undang-Undang memiliki atau menggunakan shabu-shabu
yang Negatif (Negatief Wettelijk bewijs dari pejabat yang berwenang untuk itu maka
theorie) perbuatan terdakwa adalah perbuatan tanpa
4. Pembuktian Berdasarkan Keyakinan dan melawan hukum, maka dengan demikian
Hakim atas Alasan Logis (conviction unsur tanpa hak dan melawan hukum ini
raisonne/ Vrije bewijstheorie). telah terpenuhi.
Jaksa Penuntut Umum telah Di persidangan tidak terungkap
menyusun dakwaannya dalam bentuk fakta-fakta bahwa terdakwa terlibat dalam
subsideritas maka Majelis hakim akan penjualan shabu-shabu, maka unsur ini tidak
terlebih dahulu dakwaan primer yakni terbukti.
melanggar Pasal 112 ayat (1) UU RI No.35 Secara keseluruhan terdakwa harus
tahun 2009 tentang Narkotika yang unsur- dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak
unsurnya adalah sebagai berikut : pidana sebagaimana yang didakwa dalam
1. Barang siapa dakwaan primer dan terdakwa harus
2. Tanpa hak dan melawan hukum ; dibebaskan dari dakwanan primer dimaksud
3. Memiliki, menyimpan atau menguasai o1eh karena salah satu unsur dari dakwaan
atau menyediakan narkotika Golongan I primer tidak terbukti.
bukan dalam bentuk tanaman. Berdasarkan hal di atas, oleh karena
Pendapat yang menyatakan barang dakwaan primer tidak terbukti maka
siapa bukanlah unsur dari pasal yang selanjutnya majelis hakim akan
didakwakan mendasarkan pada pengertian mempertimbangkan dakwaan subsider.
bahwa barang siapa adalah bagian dari Semua unsur yang didakwakan oleh
perbuatan itu sendiri dengan kata lain bila penuntut umum dalam dakwaan subsider
telah terbukti, dan selama persidangan tidak
30 Martiman Prodjohamidjojo, dikemukakan adanya alasan pemaaf
Pembahasan Hukum Acara Pidana Dalam Teori pembenaran pada diri dan perbuatan
dan Praktek, op.cit. hlm. 133-134, http:// terdakwa maka Terdakwa haruslah
staff.ui.ac.id/, (diakses 20 November 2012) dinyatakan telah terbukti secara sah dan

139
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

meyakinkan bersalah melakukan tindak Adapun Dakwaan Jaksa Penuntut


pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Umum dalam perkara ini adalah sebagai
penuntut umum dakwaan subsider, sehingga berikut:
terdakwa haruslah dijatuhi pidana yang 1. Primer, Perbuatan terdakwa
setimpal dengan kesalahannya sesuai sebagaimana diatur dan diancam
dengan rasa keadilan. pidana dalam Pasal 111 ayat (1)
Pada pembelaannya terdakwa juga Undang-undang RI No. 35 Tahun
meminta agar terdakwa dibebaskan dari 2009 tentang Narkotika.
hukuman penjara dan terdakwa dapat 2. Subsidair, Perbuatan terdakwa
melanjutkan pengobatan/rehabilitasi agar sebagaimana diatur dan diancam
terdakwa dapat sembuh. pidana dalam Pasal 127 ayat (1)
huruf a Udnag-Undang RI No. 35
3. Pendapat Hukum Tahun 2009 tentang Narkotika.
Putusan yang dikeluarkan Majelis
Hakim dalam putusan ini adalah 2. Analisis Hukum
Memerintahkan terdakwa Muhammad Terdakwa diajukan ke persidangan
Ridwan untuk menjalani pengobatan dan dengan dakwaan subsideritas yaitu:
atau perawatan melalui rehabilitasi medis 1. Primer: melanggar Pasal 111 ayat (1)
dan rehabilitasi sosia selama 6 (enam) Undang-Undang Republik Indonesia
bulan di Panti Sosial Pamardi Putra No.35 Tahun 2009 tentang
“INSYAF” (PSPP) Milik Departemen Sosial RI Narkotika.
yang beralamat di jalan Berdikari No.37 Desa 2. Subsider: melanggar Pasal 127 ayat
Lau Bakeri Kecamatan Kutalimabaru (1) a Undang-Undang Republik
Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara Indonesia No.35 Tahun 2009 tentang
adalah tepat. Narkotika.
Dakwaan Penuntut Umum bersifat
V. Putusan Nomor 6881/Pid.B/ subsideritas, maka Majelis Hakim akan
2011/PN.Kis. terlebih dahulu mempertimbangkan
dakwaan primer, apabila dakwaan primer
1. Kronologis Kasus yang terbukti maka Majelis Hakim tidak akan
Terdakwa dalam penelitian ini mempertimbangkan dakwaan selebihnya,
adalah Syaiful Bahri alias Ipul, lahir di Medan akan tetapi apabila dakwaan primer tidak
dan berumu 45 tahun/ 06 Oktober 1966. terbukti maka Majelis Hakim akan
Jenis kelamin Laki-laki. Terdakwa mempertimbangkan dakwaan selebihnya.
berkebangsaan Indonesia dan bertempat Pada dakwaan primer, terdakwa
tinggal di Dusun III Desa Ledong Barat Kec. didakwa melanggar Pasal 111 ayat (I) UU RI
Aek Ledong Kab. Asahan. Terdakwa No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
beragama Islam, memiliki pekerjaan unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
Wiraswasta dan pendidikan terakhir SMA. 1. Setiap orang;
Terdakwa Syaiful Bahri alias. Ipul 2. Tanpa hak atau melawan hukum
pada han Selasa tanggal 14 Juni tahun 2011 menanam, memelihara, memiliki,
sekira pukul 22.30 WIB atau setidak- menyimpan, menguasai atau
tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Juni menyediakan Narkotika Golongan I
tahun 2011 bertempat di Dusun V Desa tanaman dalam bentuk tanaman.
Ledong Barat Kecamatan Aek Ledong Berdasarkan fakta yang terungkap
Kabupaten Asahan, atau setidak-tidaknya dipersidangan terdakwa Syaiful Bahri Ipul
disuatu tempat yang masih termasuk daiam pernah menjalani “Pengobatan dan
daerah Hukum Pengadilan Negeni Kisaran, Rehabilitasi sekitar bulan Maret 2011 sekitar
“tanpa hak atau melawan hukum menanam, 4 kali berturut-turut di Klinik Pengayoman
memelihara, memiliki, menyimpan, Dr.Sahaijo Tanjung Gusta-Medan (Sibolangit
menguasai, atau menyediakan Narkotika Centre). Pada saat menjalani Pengobatan dan
Golongan 1 dalam bentuk tanaman berupa Rehabilitasi tersebut keluhan terdakwa
ganja dengan berat 1,5 gram.” adalah sesak napas, batuk, cemas, sakit

140
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

kepala dan lain-lain, dengan demikian tidak Gusta-Medan (Sibolangit Centre). Bahwa saat
semua pecandu Narkoba atau pemakai menjalani Pengobatan dan Rehabilitasi
Narkoba adalah merupakan korban bukan tersebut keluhan terdakwa adalah sesak
merupakan pelaku kejahatan, maka unsur ini napas, batuk, cemas, sakit kepala dan lain-
telah terpenuhi dan terbukti menurut lain.
hukum. Hal tersebut diatas sesuai dengan
teori pembuktian yaitu pembuktian menurut
3. Pendapat Hukum Undang-Undang yang Negatif (Negatief
Putusan yang dikeluarkan Majelis Wettelijk bewijs theorie). Hakim hanya boleh
Hakim di dalam persidangan ini adalah menjatuhkan pidana bila sedikitnya telah
memerintahkan terdakwa untuk menjalani terdapat alat bukti yang telah ditentukan
Pengobatan dan atau perawatan melalui Undang-Undang dan ditambah keyakinan
Rehabilitasi medis dan rehabilitasi social di hakim yang diperoleh dari adanya alat-alat
Sibolangit Centre for Drug Addict selama I bukti tersebut. Wettelijk berarti : sistem ini
(satu) tahun adalah tepat. berdasarkan Undang-Undang. Negatief
Mengingat fakta hukum di dalam berarti : meskipun dalam suatu perkara
persidangan yang menerangkan bahwa telah terdapat cukup bukti sesuai Undang-
terdakwa adalah pemakai bukan pengedar. Undang, hakim belum boleh menjatuhkan
Seperti dijelaskan berikut ini sekitar bulan pidana sebelum ia memperoleh keyakinan
Juli 2011 atas saran Dr klinik Pengayoman tentang kesalahan terdakwa.
(Dr. Saharjo) Tanjung Gusta Medan terdakwa Seperti dijelaskan sebelumnya, jadi
akan menjalani rehabilitasi di Sibolangit meskipun terdakwa terbukti menggunakan
centre namun belum terlaksana sudah narkotika, tetapi dengan fakta hukum yang
tertangkap. ada yaitu menerangkan bahwa terdakwa
Sebelumnya terdakwa pernah merupakan pecandu bukan pengedar,
menjalani “Pengobatan dan Rehabilitasi sehingga Hakim dapat memberikan putusan
sekitar bulan Maret 2011 sekitar 4 kali rehabilitasi kepada terdakwa.
berturut-turut di Klinik Pengayoman
Dr.Saharjo Tanjung Gusta-Medan (Sibolangit VI. Penutup
Centre). Saat menjalani Pengobatan dan Berdasarkan uraian di atas, maka
Rehabilitasi tersebut keluhan terdakwa dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
adalah sesak napas, batuk, cemas, sakit 1. Kajian hukum tentang tindak pidana
kepala dan lain-lain. narkotika diatur di dalam Undang-
Adapun setelah menjalani Undang Nomor 35 Tahun 2009,
pengobatan, Diagnosis terdakwa adalah sebagaimana diatur pada Pasal 103
Syndroma Ketergantungan Zat (ganja) dan disebutkan : (1) Hakim Yang memeriksa
idealnya terdakwa harus menjalani perkara pecandu Narkotika dapat : a.
pengobatan selama 12 kali berturut-turut Memutuskan untuk memerintahkan
tetapi ternyata pengobatan yang dijalani oleh yang bersangkutan menjalani
terdakwa belum tuntas; pengobatan dan/ atau perawatan,
Terdakwa juga menderita apabila pecandu Narkotika tersebut
“REKREASIONALIS SYNDROMA” dimana terbukti bersalah melakukan tindak
terdakwa akan sewaktu-waktu kembali pidana Narkotika atau; b. Menetapkan
kecanduan menghisap ganja untuk itu saran untuk memerintahkan yang
dan anjuran dokter adalah terdakwa harus di bersangkutan menjalani pengobatan
Rehabilitasi di Rumah Sakit Ketergantungan dan / atau perawatan, apabila pecandu
Obat (RSKB) atau di Sibolangit Centre; Narkotika tersebut tidak terbukti
Berdasarkan fakta yang terungkap bersalah melakukan tindak pidana
dipersidangan terdakwa Narkotika. (2) masa menjalani
Syaiful Bahri Ipul pernah menjalani pengobatan dan/ atau perawatan bagi
“Pengobatan dan Rehabilitasi sekitar bulan para pecandu Narkotika sebagaimana
Maret 2011 sekitar 4 kali berturut-turut di dimaksud dalam ayat (1) huruf a
Klinik Pengayoman Dr.Sahaijo Tanjung diperhitungkan sebagai masa menjalani

141
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

hukuman. Selanjutnya diatur di dalam rehabilitasi terhadap terdakwa, hakim


Pasal 43 ayat (4) yaitu Penyerahan memutuskan rehab berdasarkan
Narkotika oleh dokter hanya dapat permintaan dari terdakwa, Jaksa atau
dilaksanakan untuk: a. menjalankan Pengacara. Terdakwa harus
praktik dokter dengan memberikan menunjukkan bukti kalau dia adalah
Narkotika melalui suntikan; b. menolong pemakai/pecandu dengan bukti surat
orang sakit dalam keadaan darurat keterangan dari dokter yang
dengan memberikan Narkotika melalui menyatakan bahwa si terdakwa
suntikan; atau c. menjalankan tugas di merupakan pecandu narkotika.
daerah terpencil yang tidak ada apotek. Terhadap hal di atas, maka perlu
Dari ketentuan tersebut, dokter yang disarankan :
dijadikan saksi ahli merupakan dokter 1. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi
yang memiliki keahlian mengenai kepada masyarakat luas mengenai hak
narkotika, sehingga keterangan dokter pemakai/pecandu narkotika untuk
tersebut dijadikan pertimbangan oleh mendapatkan pengobatan atau
Majelis Hakim. rehabilitasi. Sehingga masyarakat yang
2. Kendala dalam peran keterangan ahli dirinya atau keluarganya merupakan
terhadap penyalahguna narkotika. pemakai/pecandu narkotika dapat
Kendala secara internal adalah a) mengakses layanan rehabilitasi. Selain
Terdakwa tidak dapat menghadirkan itu juga masyarakat harus diberitahu
dokter yang menerangkan bahwa mengenai saksi ahli (dokter) sehingga
dirinya adalah pemakai bukan pengedar. masyarakat mendapatkan haknya.
2) Masyarakat masih belum banyak 2. Hakim perlu menjalankan Surat Edaran
memahami tentang haknya. Masyarakat Mahkamah Agung (SEMA) tentang
belum mengerti bahwa apabila dirinya rehabilitasi bagi pemakai, sehingga
atau keluarganya merupakan dengan demikian pemakai ditempatkan
pemakai/pecandu narkotika dapat direhabilitasi bukan di penjara. Hakim
memperoleh hak untuk mendapatkan juga harus jeli melihat kapasitas dokter
pengobatan seperti direhabilitasi. Atas yang menjadi saksi ahli, karena banyak
ketidaktahuan tersebut mengakibatkan juga keterangan ahli yang
para terdakwa yang merupakan disalahgunakan.
pemakai tidak mengajukan rehabilitasi. 3. Pengadilan Negeri harus melakukan
Kendala eksternal adalah terdakwa MOU dengan instansi terkait seperti
tidak bisa memberikan kepastian BNN, untuk mengakses rehabilitasi
dimana dia akan direhabilitasi. Hal gratis, sehingga Hakim dalam
tersebut menyulitkan Majelis Hakim, memutuskan rehab kepada terdakwa
karena apabila Hakim memutuskan yang terbukti pemakai tetapi tidak
terdakwa tersebut direhabilitasi, harus memiliki biaya untuk rehabilitasi maka
ada jaminan biaya dari terdakwa untuk dapat mengakses rehabilitasi yang
masuk ke rehabilitasi tersebut. Seperti dimiliki oleh BNN.
pada kasus Raffi Ahmad, seharusnya 4. Pemerintah harus melakukan seleksi
dapat juga didengar keterangan saksi para dokter pada setiap daerah yang
ahli (dokter) dari Raffi Ahmad, sehingga akan menjadi saksi ahli dalam kasus
dapat diuji keabsahan seorang penyalahgunaan narkotika.
tersangka atau terdakwa benar-benar
menyalahgunakan narkotika atau tidak.
3. Pada pertimbangan hakim di Pengadilan DAFTAR PUSTAKA
Negeri Binjai terhadap keterangan ahli Catio, M., 2006, Pencegahan dan
(dokter) dalam kasus narkotika, Hakim Penanggulangan Penyalahgunaan
tidak mengalami kendala. Peradilan Narkoba di Lingkungan Pendidikan,
kasus narkotika di Pengadilan Negeri Badan Narkotika Nasional, Jakarta
Binjai sesuai dengan Undang-Undang Gerber, R. J. and Patrick D. McAnany, 1970
tentang Narkotika. Di dalam penerapan

142
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652

Lawrencce, M.F., 1969, Law and the Asshiddiqie, J., Penegakan Hukum, diakses
Beehavioural Sciences, The Bobbs pada tanggal 22 Januari 2013,
Company, Inc, New York http//www.docudesk.com/,
Martono, L.H. & Satya J., 2006, Membantu Diakses 12 November 2012,
Pemulihan Pecandu Narkoba dan http//www.bnn.co.id/,
Keluarganya, Balai Pustaka, Jakarta Diakses 20 November 2012, http://
Mulyadi, M., 2008, Criminal Policy, staff.ui.ac.id/,
Pendekatan Integral Penal Policy Wawancara dengan Endra Hermawan,
dan Non Penal Policy dalam selaku Hakim di Pengadilan Negeri
Penanggulangan Kejahatan Binjai, pada tanggal 18 Februari
Kekerasan, Pustaka Bangsa Press, 2013.
Medan Wawancara dengan Dr.Citra, selaku Kepala
Nainggolan, M., Elvi Z., dan Saparuddin, Klinik Program Terapi Rumatan
(2010), Peranan Hakim dalam Metadon di Rs. H. Adam Malik, pada
Memberikan Perlindungan Hukum tanggal 10 April 2013.
terhadap Anak Korban Wawancara dengan Rudy Leo Ptra Sihotang,
Penyalahgunaan Narkotika (Studi selaku Kasi Diseminasi BNN
Pengadilan Negeri Lubuk Pakam), Provinsi Sumatera Utara, pada
tanggal 11 April 2013.
Mercatoria, 3 (2): 116-132

Prodjohamidjojo, M., Pembahasan Hukum


Acara Pidana Dalam Teori dan
Praktek
Sasangka, H., 2003, Narkotika dan
Psikotropika Dalam Hukum Pidana,
Mandar Maju, Bandung
______________, 2003, Narkotika dan
Psikotropika Dalam Hukum Pidana:
Untuk Mahasiswa dan Praktisi Serta
Penyuluh Masalah Narkoba, Mandar
Maju, Bandung
Soekanto, S., 1983, Penegakan Hukum, BPHN-
Binacipta, Bandung
Supramono, G., 2004, Hukum Narkoba
Indonesia, Djambatan, Jakarta
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1967
tentang Pengesahan United Nations
Convention Againstilicit Traffic In
Narcotics Drugs And Psychotropic
Substances, 1988
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 04
Tahun 2010 tentang Penempatan
Penyalahgunaan dan Pecandu
Narkotika ke dalam Lembaga
Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi
Putusan Nomor 344/Pid.B/2011/PN-BJ
Putusan Nomor 6881/Pid.B/2011/PN.Kis

143

Anda mungkin juga menyukai