Anda di halaman 1dari 21

DIPONEGORO LAW JOURNAL

Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019


Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

PRAKTEK PENERAPAN PERMUFAKATAN JAHAT DALAM PASAL


132 AYAT 1 UNDANG - UNDANG NO 35 TAHUN 2009 TENTANG
NARKOTIKA

Agung Triadami Pranata


Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Email : s.agungtriadamipranata@gmail.com
Abstrak
Tindak pidana narkotika saat ini tidak lagi dilakukan secara individu, melainkan melibatkan
banyak orang yang secara bersama-sama bersepakat untuk melakukan tindak pidana narkotika.
Kesepakatan yang disebut permufakatan jahat ini digantungkan pada tindak pidana yang tidak
selesai. Penelitian ini Bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktek penerapan permufakatan
jahat dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dan untuk mengetahui
bagaimana pertimbangan hakim dalam menerapkan Permufakatan Jahat dalam Undang-Undang
Narkotika pada putusan Nomor 184/Pid.Sus/2016/PN.Tpg. Metode pendekatan yang dipergunakan
oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah yuridis normatif. Spesifikasi penelitian yang akan
digunakan dalam penulisan hukum ini adalah deskriptif analitis. Sedangkan seluruh data yang
telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Dengan
menganalisis data yang telah terkumpul tersebut, kemudian diuraikan dan dihubungkan antara data
yang satu dengan data yang lainnya secara sistematis, pada akhirnya disusun atau disajikan dalam
bentuk penulisan hukum. Hasil Penelitian ini adalah bagaimana praktek penerapan permufakatan
jahat dalam Undang-Undang Nomor 35 tentang Narkotika. Pertimbangan hakim mengenai
permufakatan jahat dalam putusan yang penulis teliti.
Kata kunci : Praktek Penerapan Permufakatan Jahat; Tindak pidana Narkotika
Abstract
Narcotics crime is no longer carried out individually, but it involves many people who have jointly
agreed to commit in narcotics crime.This agreement called "evil agreement" is hung on criminal
acts that are not finished.This research aims to find out how to practice the application of evil
consensus in Law Number 35 of 2009 concerning narcotics and to find out how the judges
consider applying the Evil Consensus in Narcotics Law in the decision Number 184 / Pid.Sus /
2016 / PN.Tpg.The method of approach used by the author in writing this law is juridical
normative. The research specification that used in writing this law is analytical descriptive. While
all the data that has been collected, processed, and analyzed using qualitative methods.By
analyzing the data that has been collected, then described and connected between systematically,
finally compiled or presented in the form of legal writing.The results of this research are how the
practice of applying evil consensus in Law Number 35 regarding Narcotics. Judge's consideration
regarding the evil agreement in the verdict that the author carefully examined.
Keywords : Practise of Evil Act; Narcotics Crime

I. PENDAHULUAN peredaran narkotika yang berada di


suatu negara termasuk Indonesia
Indonesia sebagai salah satu yang setelah dilacak ternyata
negara di dunia yang sangat padat
penduduknya, tentu saja merupakan
pasar potensial narkotika. Sangat
banyak ditemukan jaringan

2407
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

mempunyai jaringan Internasional1. Indonesia sebagai negara produsen


Republik Indonesia dikategorikan penghasil narkotika sebenarnya dapat
sebagai negara kepulauan yang dihindari dengan pengawasan yang
terletak di lingkar Pasifik, kawasan ketat dari aparat keamanan di
Asia Tenggara. Secara astronomis Indonesia.3
Indonesia terletak antara 60 derajat
Lintang Utara hingga 110 Lintang Meningkatnya tindak pidana
Selatan dan antara 95 Bujur Timur narkotika ini pada umumnya
sampai 141 derajat Bujur Timur. disebabkan dua hal :
Secara geografis indonesia terletak di a. Para pengedar menjanjikan
antara 2 benua, yaitu benua Australia keuntungan yang besar, sedangkan
dan benua Asia, serta terletak di bagi para pemakai menjanjikan
antara 2 samudra, yaitu samudra ketentraman dan kenyamanan hidup,
Hindia dan samudra Pasifik. Dengan sehingga beban psikis yang dialami
demikian, dapat dikatakan bahwa dapat dihilangkan.
Indonesia berada pada posisi silang b. Janji yang diberikan narkotika
dunia (world cross position). Pada itu menyebabkan rasa takut terhadap
posisi seperti ini, Indonesia menjadi risiko tertangkap menjadi berkurang
pusat jalur lalu lintas dunia. Itulah bahkan sebaliknya menimbulkan rasa
sebabnya mengapa sehingga keberanian.4
Indonesia dianggap memiliki posisi
yang strategis. Indonesia merupakan Keadaan tersebut dapat
salah satu negara yang memiliki menyebabkan terciptanya
lokasi strategis didalam menjalankan kemudahan bagi terbentuknya mata
bisnis gelap narkotika. Indonesia rantai peredaran narkotika di
juga dikategorikan sebagai negara Indonesia. Hal itu terus berkembang
tujuan akhir penyelundupan seiring dengan berkembangnya ilmu
narkotika karena banyaknya jumlah pengetahuan dan teknologi, bahkan
masyarakat yang masih bergantung tidak menutup kemungkinan di kota
pada narkotika dan gaya hidup kota besar di Indonesia terdapat mata
masyarakat Indonesia yang rantai perdagangan Internasional.
konsumtif. 2 Dengan munculnya masalah –
Indonesia yang semula menjadi masalah penyalahgunaan dan
negara transit atau pemasaran, saat peredaran gelap narkotika
ini merupakan salah satu negara dibutuhkan pengaturan dalam bentuk
tujuan bahkan telah menjadi negara Undang – undang baru yang bersifat
eksportir atau negara produsen pil tidak multitafsir serta harus
narkotika. Disebutnya negara berasaskan ketakawaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, manfaat,
1
keseimbangan dan keselarasan.
Arief Hakim,2007“Narkoba Bahaya dan
Dimana akhirnya Undang-Undang
Penanggulangannya”, Cetakan 1, Penerbit
Jember, ,hal.16. 3
Prakoso Djoko dan Bambang Riyadi,
Kejahatan-Kejahatan yang Merugikan dan
2
Sudarmi, Sri., Waluyo. 2008. Galeri Membahayakan Negara, (Jakarta: Bina
Pengetahuan Sosial Terpadu. Semarang : Aksara,1986), hal 474
4
PT. Sindur Press hal 20 Ibid, hal 474

2408
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

Nomor 22 Tahun 1997 tentang menjerat satu pelaku saja akan tetapi
Narkotika diperbarui menjadi orang yang turut melakukan tindak
Undang-Undang Nomor 35 Tahun pidana narkotika karena tindak
2009 tentang Narkotika. Undang- pidana narkotika dilakukan secara
undang ini mengatur tentang upaya bersama-sama melalui delik
pemberantasan tindak pidana permufakatan jahat
narkotika melalui ancaman pidana (Samenspanning).
penjara, denda, pidana seumur hidup,
dan pidana mati. Di samping itu, Pengertian Permufakatan jahat
undang-undang ini juga mengatur dalam Undang – Undang Narkotika
mengenai pemanfaatan untuk merupakan bentuk perluasan makna
kepentingan pengobatan dan dari ketentuan permufakatan jahat
kesehatan serta mengatur tentang dalam Pasal 88 UU Nomor 1 Tahun
1946 atau dikenal sebagai Kitab
rehabilitasi medis dan sosial. Dengan
demikian undang-undang ini Undang-Undang Hukum Pidana
diharapkan dapat menekan sekecil- (KUHP), pengertian permufakatan
kecilnya tindak kejahatan jahat dalam Pasal 88 KUHP adalah :
penyalahgunaan dan peredaran gelap “Dikatakan ada permufakatan
narkotika di Indonesia. jahat, apabila dua orang atau
Perubahan undang-undang lebih telah sepakat akan
tersebut dikarenakan tindak pidana melakukan kejahatan.”6
narkotika tidak lagi dilakukan secara Sedangkan yang dimaksud dalam
perseorangan, melainkan melibatkan permufakatan jahat dalam UU
banyak orang yang secara bersama- Nomor 35 Tahun 2009 tentang
sama, bahkan merupakan satu Narkotika, disebutkan dalam Pasal 1
sindikat yang terorganisir dengan angka (18) adalah :
jaringan yang luas yang bekerja
secara rapi dan sangat rahasia baik di “ Permufakatan jahat adalah
tingkat nasional maupun perbuatan dua orang atau
internasional. 5 lebih yang bersekongkol atau
bersepakat untuk melakukan,
Tindak pidana narkotika membantu, turut serta
berdasarkan uraian-uraian diatas melakukan, menyuruh,
dapat dikategorikan sebagai menganjurkan, memfasilitasi,
kejahatan yang luar biasa, oleh memberi konsultasi, menjadi
karena itu, ancaman yang dikenakan anggota suatu organisasi
pada perbuatan tindak pidana kejatan narkotika, atau
narkotika tentunya harus lebih berat mengorganisasikan suatu
jika dibandingkan dengan kejahatan tindak pidana narkotika.”7
yang lain. Hal itu tidaklah
mengherankan apabila Undang- Dalam UU Nomor 35 Tahun
undang Nomor 35 Tahun 2009 2009 tentang Narkotika pemidanaan
tentang Narkotika tidak hanya
6
Pasal 88 UU No 1 Tahun 1946 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
5 7
AR. Sujono, S.H., M.H.dan Bony Daniel, Pasal 1 angka (18) UU No 35 Tahun 2009
S.H., Op.Ci , hal 60 tentang Narkotika

2409
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

terhadap permufakatan jahat diatur pasal tersebut, artinya permufakatan


dalam Pasal 132 ayat (1) : jahat menghukum sama dengan
hukuman pokok pada delik selesai
“ percobaan atau dan tidak ada pembedaan ancaman
permufakatan jahat untuk pidana meskipun dilakukan dengan
melakukan tindak pidana percobaan maupun permufakatan
Narkotika dan Prekursor jahat. Dimana pada Kitab Undang-
Narkotika sebagaimana Undang Hukum Pidana (KUHP),
dimaksud dalam Pasal 111, percobaan hanya dihukum lebih
Pasal 112, Pasal 113, Pasal ringan dari hukuman pokok kecuali
114, Pasal 115, Pasal 116, untuk beberapa tindak pidana. Hal
Pasal 117, Pasal 118, Pasal ini menunjukkan kekhususan
119, Pasal 120, Pasal 121, Undang-Undang Nomor 35 Tahun
Pasal 122, Pasal 123, Pasal
2009 tentang Narkotika.9
124, Pasal 125, Pasal 126,
dan Pasal 129, pelakunya Walaupun telah ada beberapa
dipidana denga pidana peraturan perundangan yang dapat
penjara yang sama sesuai dipakai untuk menjerat pelaku tindak
dengan ketentuan pidana narkotika yang melakukan
sebagaimana dimaksud dalam permufkatan jahat, namun para
Pasal-Pasal tersebut. “8 aparat penegak hukum masih merasa
bahwa terdapat kesimpang-siuran
Meskipun pengertian pengaturan tentang peraturan
permufakatan jahat dalam UU No.35 perundang-undangan yang berkaitan
Tahun 2009 tentang Narkotika dengan masalah permufakatan jahat
merupakan perluasan dari dalam tindak pidana narkotika,
permufakatan jahat KUHP, namun karena pada dasarnya peraturan yang
demikian keduanya digantungkan sudah ada rumusannya masih bersifat
pada tindak pidana yang tidak umum. Oleh karena itu haruslah ada
selesai. Khusus permufakatan jahat pengaturan yang jelas tentang
dalam Pasal 1 angka (18) UU No. 35 kejahatan permufakatan jahat
Tahun 2009, ditunjukkan dengan
kata “untuk”, sebagai bukti bahwa Berdasarkan uraian diatas
pelaksanaan dari perbuatan tindak maka penulis berkeinginan untuk
pidana belum dilakukan. Yang membahas permasalahan mengenai
terpenting adalah dua orang atau praktek penerapan permufakatan
lebih orang telah bersekongkol atau jahat dalam tindak pidana narkotika
bersepakat, jadi persekongkolan atau dalam sebuah penulisan hukum yang
kesepakatan sudah terjadi. berjudul : “PRAKTEK
PENERAPAN PERMUFAKATAN
Selanjutnya ancaman pidana
JAHAT DALAM PASAL 132
terhadap tindak pidana sebagaimana
AYAT 1 UNDANG - UNDANG
Pasal 132 ayat (1) ditentukan sama
NO 35 TAHUN 2009 TENTANG
sesuai dengan ketentuan
NARKOTIKA.
sebagaimana dimaksud dalam pasal-

8 9
Pasal 132 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun A.R. Sujono, S.H., M.H. dan Bony Daniel,
2009 tentang Narkotika S.H., Op.Cit, Hal 315

2410
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

A. RUMUSAN MASALAH masyarakat.10 Dalam hal ini


1. Bagaimanakah penafsiran pendekatan dimulai dngan
permufakatan jahat dalam Pasal mengadakan pengumpulan atau
132 ayat 1 Undang-Undang No 35 inventariasi literatur yang berkaitan
Tahun 2009 tentang Narkotika dengan kebijakan hukum pidana,
dalam praktek pengadilan. analisis terhadap pasal-pasal
2. Bagaimana pertimbangan hakim peraturan hukum yang berlaku yang
dalam menerapkan permufakatan
berkaitan dengan permasalahan
jahat dalam Undang-Undang
permufakatan jahat dalam tindak
Narkotika dalam putusan
184/Pid.Sus/2016/PN/Tpg. pidana narkotika.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
B. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang diharapkan dari A. Praktek Penerapan
penelitian ini adalah sebagai berikut: Permufakatan Jahat dalam
1. Untuk mengetahui praktek Undang – Undang No 35
penerapan permufakatan jahat Tahun 2009 Tentang
dalam Undang – Undang No 35 Narkotika.
Tahun 2009 tentang Narkotika.
2. Untuk mengetahui penafsiran Dalam menghadapi
terhadap pasal 132 ayat 1 permasalahan penyalahgunaan dan
Undang – Undang No 35 Tahun peredaran gelap narkotika diperlukan
2009 dalam kasus tindak pidana perkembangan pengaturan
narkotika yang dilakukan secara perundang-undangan. Hal tersebut
bersama sama pada saat ini. dikarenakan saat ini tindak pidana
3. Untuk mengkaji pertimbangan narkotika tidak lagi dilakukan secara
penjatuhan pidana tindak pidana perorangan, melainkan melibatkan
permufakatan jahat dalam banyak orang yang secara bersama-
Putusan Hakim Nomor sama, bahkan merupakan sindikat
184/Pid.Sus/2016/ PN/Tpg. yang terorganisir dengan jaringan
yang luas yang bekerja secara rapi
II. METODE dan sangat rahasia baik di tingkat
Metode pendekatan yang nasional maupun internasional. 11
digunakan dalam penelitian tentang Dalam perkembangannya
tindak pidana narkotika juga tidak
Kebijakan Hukum Pidana
hanya melibatkan banyak orang
Permufakatan Jahat Dalam Tindak
namun juga dengan persiapan yang
Pidana Narkotika (Studi Putusan sangat matang dengan melakukan
Nomor 184/Pid.Sus/2016/PN/Tpg) berbagai kesepakatan untuk
adalah pendekatan yuridis normatif. melakukan tindak pidana narkotika.
Metode pendekatan yuridis normatif Baik itu mengedarkan, menjual,
ini, mengacu kepada norma-norma memakai, dan lain sebagainya.
hukum yang terdapat dalam Kesepakatan untuk melakukan tindak
peraturan perundang-undangan dan
putusan-putusan pengadilan serta 10
Ibid, Hal 105
norma-norma hukum yang ada dalam 11
AR. Sujono, S.H., M.H.dan Bony Daniel,
S.H., Op.Cit , hal 60

2411
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

pidana narkotika ini dikenal juga Namun, jika dilihat terdapat


dengan istilah permufakatan jahat perbedaan dengan di KUHP
untuk melakukan tindak pidana mengenai pengertian permufakatan
narkotika. Tindak pidana jahat yang terdapat dalam Pasal 1
permufakatan jahat juga dimasukkan angka 18 UU No. 35 Tahun 2009.
dalam ketentuan undang-undang Pengertian permufakatan jahat pada
pemberantasan Narkotika saat ini UU Narkotika lebih luas dari KUHP
yaitu Undang-Undang Nomor 35 Yaitu adanya kata-kata
Tahun 2009. “bersekongkol atau bersepakat untuk
Mengenai pengertian melakukan, membantu, turut serta
permufakatan jahat dalam undang- melakukan, menyuruh,
undang narkotika memberika menganjurkan, memfasilitasi,
pengertian sendiri. Yang dimaksud memberi konsultasi, menjadi anggota
dengan permufakatan jahat suatu organisasi kejahatan narkotika,
dalamUndang-Undang Nomor 35 atau mengorganisasikan suatu tindak
Tahun 2009 tentang Narkotika, pidana”. kata-kata ini tidak
disebutkan dalam Pasal 1 angka 18 ditemukan dalam pengertian
adalah : permufakatan jahat didalam KUHP
Permufakatan Jahat namun beberapa pengertian telah
adalah perbuatan dua orang dirumuskan tersendiri dalam KUHP.
atau lebih yang bersekongkol seperti “membantu melakukan, turut
atau bersepakat untuk serta melakukan, menganjurkan”,
melakukan, melaksanakan, yang mempunyai arti tersendiri dan
membantu, turut serta berbeda didalam KUHP. namun
melakukan, menyuruh, “membantu melakukan, turut serta
menganjurkan, memfasilitasi, melakukan, menganjurkan” tidak
memberi konsultasi, menjadi diatur secara khusus diberikan
anggota suatu organisasi pengertian tersendiri dalam UU
kejahatan narkotika, atau Narkotika. Maka persamaan kata
mengorganisasikan suatu yang ada dalam pengertian
tindak pidana narkotika. permufakatan jahat di UU narkotika
Pengertian permufakatan jahat termasuk “membantu melakukan,
yang disebutkan dalam Pasal 1 angka turut serta melakukan,
18 UU No. 35 Tahun 2009 tentang menganjurkan” haruslah artinya
Narkotika memiliki beberapa merujuk sebagaimana dimaksud
persamaan dengan Pasal 88 KUHP. dalam KUHP. Namun dikarenakan
Dimana undang-undang narkotika adanya perbedaan pengertian
dan KUHP sama-sama memberikan permufakatan jahat yang ada di
pandangan yang sama bahwa KUHP dengan yang ada di UU
permufakatan jahat adalah perbuatan Narkotika hal ini menimbulkan
yang dilakukan oleh dua orang atau kelemahan dan menciptakan
lebih telah sepakat untuk melakukan perbedaan penafsiran.
tindak pidana dimana dalam hal ini
melakukan tindak pidana narkotika Dengan dicantumkannya
didalam undang-undang Narkotika. “bersekongkol atau bersepakat untuk
melakukan, membantu, turut serta
melakukan, menyuruh,

2412
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

menganjurkan, memfasilitasi, Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113,


memberi konsultasi, menjadi anggota Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116,
suatu organisasi kejahatan narkotika, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119,
atau mengorganisasikan suatu tindak Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122,
pidana” merupakan bentuk perluasan Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,
dari pengertian permufakatan jahat di Pasal 126, dan Pasal 129 dimana
KUHP. Untuk lebih menjelaskan dan sudah dijelaskan diatas mengatur
memperluas jangkauan mengenai ketentuan pidana yang sama sesuai
pengertian tindak pidana narkotika dengan ketentuan sebagaimana
yang dilakukan oleh dua orang atau dimaksud dalam pasal-pasal tersebut.
lebih pada saat ini dan dirasa bahwa Dimana jika dilihat pada KUHP
tindak pidana narkotika yang sedang ketentuan pidana melakukan
terjadi semakin meluas, dimana tidak permufakatan jahat saja diatur secara
lagi dilakukan secara perseorangan berbeda dengan tindak pidananya.
melainkan melibatkan banyak orang. Permufakatan pidana yang diatur
dalam KUHP diancam untuk delik
Ketentuan permufakatan jahat tidak selesai dan menghukum lebih
dalam tindak pidana narkotika diatur ringan dari hukuman pokoknya
dalam Pasal 132 ayat (1) Undang- kecuali jika tindak pidana yang
Undang Nomor 35 Tahun 2009, diawali dengan permufaatan jahat.
yaitu :
Berbeda dengan KUHP,
Percobaan atau permufakatan permufakatan jahat yang diatur
jahat untuk melakukan tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 35
narkotika dan prekursor narkotika Tahun 2009 tentang Narkotika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal mengatur ketentuan yang sama
111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, sesuai dengan ketentuan yang diatur
Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, dalam pasal-pasal tindak pidananya.
Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Dalam hal ini tindak pidana
Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, permufakatan jahat dalam Undang-
Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Undang Narkotika menghukum sama
Pasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana untuk delik selesai
dengan pidana penjara yang sama dan tidak ada pembedaan ancaman
sesuai dengan ketentuan pidana meskipun dilakukan dengan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal- permufakatan jahat12. Artinya jika
Pasal tersebut. hanya melakukan permufakatan jahat
Pengaturan ketentuan pidana untuk melakukan tindak pidana
yang diatur dalam Undang-Undang narkotika diancamkan pidana yang
Narkotika berbeda dengan sama dengan jika melakukan tindak
pengaturan ketentuan pidana yang pidana narkotika yang sudah
diatur dalam KUHP. Permufakatan dilakukan. Permufakatan jahat dalam
jahat untuk melakukan tindak pidana Undang-Undang Nomor 35 Tahun
sebagaimana tercantum dalam Pasal 2009 tentang Narkotika mengatur
132 Undang-Undang Nomor 35 hanya terhadap kejahatan-kejahatan
Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu
12
tindak pidana yang terdapat dalam A.R.Surjono dan Bony Daniel, Op.Cit,
Hal. 315.

2413
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

sebagaimana diatur dalam 111, Pasal Undang-Undang Narkotika


112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, seharusnya juga dilengkapi dengan
Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, pedoman penerapan sistem pidana
Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, minimal yang bersifat khusus.
Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Apabila pihak pembuat kebijakan
Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129. tidak melengkapinya dengan
Artinya tindak pidana permufakatan pedoman pemidanaan, maka akan
jahat tidak dapat diberlakukan untuk timbul masalah bagi penegak hukum
semua tindak pidana yang ada dalam dalam penerapannya. Kalau pelaku
undang-undang narkotika tersebut. tindak pidana tersebut melakukan
delik selesai, maka tidak akan terjadi
Perumusan sistem ancaman kesulitan penerapan sistem pidana
pidana dalam Undang-Undang minimal. Namun, bila tindak pidana
Narkotika yaitu sistem pidana
yang dilakukan diikuti dengan
minimal khusus. Hal ini tentu permufakatan jahat, maka
berbeda dengan rumusan KUHP kemungkinan besar akan menjadi
yang menjadi induk dari peraturan suatu permasalahan baru yaitu
perundang-undangan pidana di dijatuhkannya pidana dibawah
Indonesia, yang mana, rumusan yang ancaman minimal oleh hakim. Dalam
digunakan adalah min umum, baik KUHP mengatur ketentuan pidana
untuk pidana penjara maupun atau ancaman pidana masing-masing
kurungan selama 1 (satu) hari (pasal jika tindak pidana itu hanya
12 ayat (2) KUHP dan Pasal 18 ayat dilakukan permufakatan jahat saja
(1) KUHP), serta maksimum umum dan tindak pidana yang diikuti
maupun maksimum khusus. Artinya, dengan permufakatan jahat. Namun
ada aturan yang berbeda khususnya didalam Undang-Undang Narkotika
mengenai “pidana minimal khusus” hanya mengatur jika melakukan
hal ini dikarenakan dalam KUHP permufakan jahat untuk melakukan
berorientasi pada sistem maksimal tindak pidana narkotika sebagaimana
dan tidak mengenal minimal khusus diatur dalam Pasal 132 ayat (1) UU
dalam hal pemidanaan, oleh karena Narkotika diancam pidana sama
itu, untuk sistem pidana minimal dengan tindak pidana itu, namun
tidak ada pedoman pemidanaannya. tidak mengatur jika tindak pidana
Hal ini juga menunjukkan bahwa narkotika diikuti dengan
rumusan mengenai permufakatan permufakatan jahat. Didalam Pasal
jahat dalam Undang-Undang Nomor 132 ayat (2) dan ayat (3) Undang-
35 Tahun 2009 tentang Narkotika Undang Narkotika berbunyi :
telah menentukan aturan pemidanaan
sendiri di luar aturan pemidanaan (2) Dalam hal perbuatan
berkaitan dengan pemufakatan jahat sebagaimana dimaksud dalam
sebagaimana ditentukan KUHP. 13 Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113,
Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116,
Akan tetapi undang-undang di Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119,
luar KUHP itu sendiri seperti Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122,
Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,
13
AR.Sujono dan Bony Daniel, Op.Cit, Pasal 126, dan Pasal 129
Halaman 313. dilakukan secara terorganisasi,

2414
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

pidana penjara dan pidana denda penjatuhan pidana. 14 Perumusan


maksimumnya ditambah 1./3 ancaman pidana minimum khusus
(sepertiga). harus ada kriteria atau syarat tertentu
yang jelas dan tegas (pasti) agar
(3) Pemberatan pidana tercapai tujuan dicantumkan.
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak berlaku bagi
B. Pertimbangan Hakim dalam
tindak pidana yang diancam
Menerapkan Permufakatan Jahat
dengan pidana mati, pidana
dalam Undang - Undang
penjara seumur hidup, atau
Narkotika Pada Putusan
pidana penjara 20 (dua puluh)
184/Pid.Sus/2016/PN/Tpg.
tahun. Sebelum diuraikannya hasil
Dalam Pasal 132 ayat (2) penelitian terkait analisa Putusan
hanya mengatur jika tindak pidana Nomor 184/Pid.Sus/2016/PN/Tpg,
dilakukan secara “terorganisasi”, maka akan dijelaskan terlebih dahulu
namun tidak dijelaskan apakah mengenai kronologi kasus yang
melakukan permufakatan jahat itu diangkat dalam penulisan hukum ini
sudah termasuk terorganisasi dan yang diringkas dari salinan putusan
apakah ada pemberatan untuk tindak yang diambil dari Pengadilan Negeri
pidana yang diikuti permufaktan Tanjung Pinang. Putusan yang
jahat dimana faktor pemberat diteliti dalam penulisan hukum ini
ancaman pidana terkadang terlalu merupakan suatu perkara tindak
berat atau berlebihan. Dengan kata pidana narkotika. Maka akan
lain, dengan tidak adanya aturan dijelaskan secara ringkaskasus posisi
pedoman pemidanaan ini maka tidak perkara sebagai berikut :15
begitu jelas apakah pidana minimal - Bahwa bermula dari terdakwa I
itu dapat diperingan (dalam hal ada Suherman Bin Boiman pada hari
faktor yang meringankan) atau dapat Senin tanggal 22 Februari 2016
diperberat (dalam hal ada faktor yang tiba di Lubuk Pakam (Medan) dan
memberatkan). Dikarenakan tidak bertemu dengan terdakwa II
adanya pedoman mengenai Suwandi Bin Misran dan
penerapan pidana minimal khusus mengajak terdakwa II Suwandi
dalam hal terjadi peringanan atau untuk membawa daun kering
pemberatan pidana dan dalam KUHP ganja sebanyak 19 (sembilan
pun tidak memuat ketentuan pidana belas) bungkus seberat 19.119
minimum khusus, oleh karena itu, (sembilan belas ribu seratus
perlu diatur mengenai pedoman
pemidanaan terkait dengan adanya 14
Kementrian Hukum dan Hak Asasi
pidana minimal khusus terhadap Manusia Republik Indonesia, Draft Naskah
perbuatan pidana atau kejahatan yang Akademik Rancangan Undang-Undang
luar biasa sehingga memerlukan Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), (Jakarta : Badan Pembinaan
batasan (minimum) dalam Hukum Nasional Kementrian Hukum dan
penjatuhan pidana agar tercapai rasa Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,
keadilan dan sekaligus untuk 2015), Halaman 167.
15
mengurangi disparitas dalam Pengadilan Negeri Tanjung Pinang,
Putusan Nomor : 184/Pid.Sus/2016/PN/Tpg,
Halaman 6.

2415
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

sembilan belas) gram (berita acara dalam jual beli, menukar, atau
penimbangan pegadaian) yang menyerahkan Narkotika.
diperoleh dari saudara Mahmud - Bahwa berdasarkan Berita Acara
(DPO) untuk dijual ke Pemeriksaan Laboratorium
Tanjungpinang. Kemudian pada Narkoba Badan Narkotika
tanggal 23 Februari 2016 Nasional Cawang Jakarta Timur
terdakwa I Suherman dan No. Lab : 91 C/III/2016/Balai Lab
terdakwa II Suwandi berangkat Narkoba tanggal 04 Maret 2016
dari Lubuk Pakam (Medan) yang dibuat dan ditandatangani
menggunakan transportasi darat oleh MAIMUNAH, S.Si, M.Si
menuju Dumai (Riau), lalu pada (Penata TK. I Nip.
hari Rabu tanggal 24 Februari 198104062003122002), RIESKA
2016 terdakwa I Suherman dan DWI WIDAYATI, S.Si, M.Si
Terdakwa II Suwandi berangkat (Penata Nip.
menuju Tanjung pinang 198011082005012001)
menggunakan Kapal Dumai menyimpulkan bahwa barang
Expres dengan membawa bukti yang disita dari Terdakwa
Narkotika Golongan I jenis ganja SUHERMAN Bin BOIMAN
sebanyak 19 (sembilan belas) setelah dilakukan penelitian :maka
bungkus seberat 19.119 (sembilan diperoleh kesimpulan adalah
belas ribu seratus sembilan belas) benar mengandung positif THC
gram. Setelah tiba di Pelabuhan (Tetrahydrocannabinol) dan
Domestik Sri Bintan Pura terdaftar dalam Golongan I (satu)
Terdakwa I Suherman dan Nomor urut urut 8 dan 9
terdakwa II Suwandi diperiksa Lampiran UU R.I. No. 35 Tahun
dan dilakukan penggeledahan oleh 2009 tentang Narkotika.
petugas dari BNNP Kepulauan Terhadap perbuatannnya
Riau, dari hasil pemeriksaan dan terpidana dijerat dengan dakwaan
penggeledahan ditemukan daun Subsidaritas yaitu :
kering ganja sebanyak 19 Primair
(sembilan belas) bungkus seberat Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132
19.119 (sembilan belas ribu Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun
seratus sembilan belas) gram 2009 Tentang Narkotika
(berita acara penimbangan Subsidair
pegadaian). Pasal 111 Ayat (2) jo Pasal 132
- Bahwa terdakwa I Suherman Bin Ayat (1) UU R.I. No. 35 Tahun
Boiman dan terdakwa II Suwandi 2009 tentang Narkotika.
Bin Misran tidak memiliki atau
mempunyai ijin dari Menteri yang Pertimbangan Majelis Hakim
menyelenggarakan urusan Pengadilan Tindak Pidana Narkotika
pemerintahan dibidang kesehatan pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat
maupun pihak yang di tunjuk oleh dalam Putusan Nomor
menteri untuk menawarkan untuk 184/Pid.Sus/2016/PN.Tpg bahwa
dijual, menjual, membeli, berdasarkan keterangan saksi-saksi,
menerima, menjadi perantara keterangan terdakwa dihubungkan
dengan barang bukti dipersidangan
yang satu dengan lainnya saling

2416
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

bersesuaian, maka dapatlah diperoleh dengan cara menempatkannya di


fakta sebagai berikut : bawah bangku yang didudukinya
- Dalam fakta di persidangan selama perjalanan di dalam bus
didapati bahwa peran dan niat dari yang membawa mereka ke
masing-masing Terdakwa dalam Dumai. Lagipula, sesuai dengan
perkara a quo adalah berbeda- keterangan Terdakwa Suwandi
beda. Terdakwa Suherman alias bin Misran yang dibenarkan oleh
Boiman sesungguhnya adalah Terdakwa Suherman bin Boimin,
pelaku tunggal dalam perbuatan di dalam bis keduanya duduk
menjemput atau mengambil ganja terpisah. Hal ini membuktikan
dari seseorang bernama Mahmud bahwa Terdakwa Suherman bin
(DPO) di Aceh dengan tujuan Boimin sebagai pelaku tunggal
untuk membawanya ke Tanjung yang menguasai ganja tersebut,
Pinang melalui jalan darat Medan- hingga ketika kapal Dumai
Dumai dan dilanjutkan dengan Express tiba di pelabuhan
transportasi Dumai-Tanjung domestik Sri Bintan Pura di
Pinang. Setelah bertemu dengan Tanjung Pinang pada tanggal 24
Terdakwa Suwandi bin Misran Februari 2016, Terdakwa
beberapa hari kemudian setelah Suherman bin Boimin meminta
Terdakwa Suherman bin Boimin bantuan Terdakwa Suwandi bin
menguasai ganja seberat 19.119 Misran untuk membawa satu
(sembilan belas ribu seratus bungkusan berisi ganja tersebut
sembilan belas) gram tersebut, keluar dari kapal Dumai Epress
ganja tersebut masih sepenuhnya menuju tai di parkiran dengan
dikuasai secara fisik oleh imbalan Rp. 500.000,-(lima ratus
Terdakwa Suherman bin Boimin ribu rupiah) dan Terdakwa
dalam perjalanan Medan-Dumai Suwandi bin Misran
dan DumaiTanjung Pinang. menyetujuinya;
Penuntut Umum tidak dapat - Menimbang, bahwa Majelis
membuktikan atau menggali lebih Hakim tidak mengabaikan
jauh di persidangan agar fakta bahwa Terdakwa
didapatkan suatu fakta bahwa Suwandi bin Misran telah
Terdakwa Suwandi bin Misran mengetahui bahwa Terdakwa
telah turut berperan menguasai Suhendra bin Boimin ada
secara fisik sebagian dari ganja menguasai ganja yang dibawa
tersebut dalam perjalan darat dari Medan menuju Tanjung
Medan-Dumai dan dalam perjalan Pinang. Namun secara juridis,
laut Dumai-Tanjung Pinang. pengetahuan Terdakwa
Padahal ganja tersebut disimpan Suwandi bin Misran tentang
oleh Terdakwa Suherman bin hal tersebut tidak serta merta
Boimin dalam 2(dua) tempat yaitu menempatkan posisinya
dalam sebuah tas hitam dan sebagai pihak yang menguasai
sebuah bungkusan. Namun dalam Narkotika sebagaimana halnya
perjalan Medan-Dumai, Terdakwa dengan Terdakwa Suherman
Suherman bin Boimin menjaga bin Boimin. Terdakwa
sendiri kedua bungkusan tersebut Suwandi bin Suherman secara

2417
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

juridis telah terikat dengan Undang Nomor 35 Tahun 2009


ketentuan Pasal 131 Undang- Tentang Narkotika. Namun
Undang Nomor 35 Tahun 2009 demikian pidana yang akan
Tentang Narkotika yang dijatuhkan kepadanya haruslah
mengancam pidana bagi setiap pidana yang berkeadilan dan
orang yang tidak melaporkan berkepastian hukum, dan bukan
adanya tindak pidana semata-mata dikarenakan Majelis
melanggar Pasal 111 Undang- Hakim melaksanakan perintah
Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 132 ayat (1) Undang-
Tentang Narkotika. Sementara Undang Nomor 35 Tahun 2009
itu, Penuntut Umum telah Tentang Narkotika;
mengajukan Terdakwa
Suwandi bin Misran bersama- Pembahasan :
Berdasarkan pemaparan intisari
sama dengan Terdakwa
Suherman bin Boimin yang dijatuhkan terhadap Muhamad
melanggar Pasal 111 ayat (2) Samhudi, yaitu Putusan tingkat
jo Pasal 132 ayat (2) Undang- pertama dengan Nomor Putusan
Undang Nomor 35 Tahun 2009 184/Pid.Sus/2016/PN.Tpg , dapat
Tentang Narkotika dalam dianalisa sebagai berikut :
dakwaan subsider. Di sisi lain, Perbuatan Suherman bin
Majelis Hakim tidak dapat Boiman dan Suwandi Bin Misran
mengintervensi kewenangan yang melakukan tindak pidana
Penuntut Umum dalam narkotika terbukti jelas dan
melakukan penuntutan dan meyakinkan memenuhi unsur-unsur
tidak berhak menolak kejahatan tindak pidana narkotika
mengadili suatu perkara yang yang diatur dalam Pasal 111 ayat (2)
diajukan padanya; jo Pasal 132 ayat (1) Undang-
- Menimbang, bahwa terlepas dari Undang No.35 Tahun 2009 tentang
hal-hal tersebut, dari fakta di Narkotika.
persidangan didapati bahwa telah Disebutkan dalam Pasal 111 ayat (1)
terbukti Terdakwa Suwandi bin jo. Pasal 132 ayat (1), bahwa “setiap
Misran melakukan kesepakatan orang yang tanpa hak memiliki,
jahat dengan Terdakwa Suherman menyimpan, menguasai, atau
bin Boimin dengan perbuatannya menyediakan Narkotika Golongan I
yang menyetujui membantu dalam bentuk tanaman” Pasal ini
Terdakwa Suherman bin Boimin dipecah menjadi beberapa unsur,
mengangkut narkotika jenis ganja yaitu :
tersebut keluar dari kapal Dumai 1 Setiap orang ;
Express menuju taxi di parkiran 2.Tanpa hak atau melawan Hukum ;
pelabuhan Sri Bintan Pura di 3.Menanam, memelihara, memiliki,
Tanjung Pinang. Oleh karena itu, menyimpan, menguasai, atau
Terdakwa Suwandi bin Misran menyediakan Narkotika Golongan
tetap dinyatakan bersalah dan I;
dapat dihukum sesuai dengan 4.Percobaan atau permufakatan jahat
ancaman pidana yang dilanggar untuk melakukan tindak pidana
yaitu Pasal 111 ayat (2) Undang- narkotika ;

2418
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

Unsur pertama tindak pidana memenuhi unsur setiap orang orang


itu adalah setiap orang, pada karena sebagai manusia, ia memiliki
dasarnya yang dapat melakukan kemampuan bertanggungjawab dan
tindak pidana itu manusia (naturlijke keadaan jiwa terdakwa pada saat
personen).16 Setiap orang menurut melakukan tindak pidana sehat atau
Wirjono Prodjodikoro17haruslah normal, bisa diketahui dimana dalam
yang menampakkan daya berpikir putusan Hakim memberi
sebagai syarat bagi subjek tindak pertimbangan :
pidana, untuk itu hanya orang yang Bahwa yang dimaksud “setiap
sehat jiwanya yang dapat orang” adalah siapa saja sebagai
dipertanggungjawabkan. Menurut subjek hukum yang melakukan suatu
18
Moeljatno, kesalahan dan tindak pidana yang dapat diminta
kemampuan bertanggung jawab dari pertanggung jawabannya atas
si pembuat tidak masuk sebagai perbuatan yang dilakukannya;
unsur perbuatan pidana karena hal- Menimbang bahwa pengertian
hal tersebut melekat ke orang yang “setiap orang” disamakan
berbuat. Jadi untuk memungkinkan pengertiannya dengan kata “barang
adanya pemidanaan secara wajar, siapa”, dan yang dimaksud dengan
maka tidak cukup apabila seseorang “barang siapa” adalah setiap orang
itu telah melakukan perbuatan pidana atau siapa saja pelaku tindak pidana
belaka. Di samping itu, pada orang sebagai subyek hukum yang dapat
tersebut harus ada kesalahan dan bertanggung jawab menurut hukum
kemampuan bertanggung jawab. atas segala tindakannya, sehingga
Van Hamel19berpendapat bahwa unsur “barang siapa” menunjuk
kemampuan bertanggungjawab kepada subyek hukum yang diajukan
adalah suatu keadaan normalitas kepersidangan sebagai Terdakwa
psychis dan kematangan karena didakwa melakukan tindak
(kecerdasan) yang membawa 3 (tiga) pidana. Syarat untuk dapat
kemampuan : dipidananya seseorang sebagai
1.Mampu untuk mengerti nilai dari pelaku tindak pidana adalah adanya
akiibat-akibat perbuatannya sendiri. unsur kesalahan dan pertanggung
jawaban untuk dapat dipertanggung
2.Mampu untuk menyadari, bahwa jawabkan sebagai pelaku tindak
perbuatannya itu menurut pandangan pidana, maka orang tersebut haruslah
masyarakat tidak dibolehkan. orang yang sehat jasmani dan rohani,
3.Mampu untuk menentukan tidak adanya alasan pembenar,
kehendaknya pemaaf, maupun penghapus pidana.
atas perbuatan-perbuatannya itu. Menimbang bahwa
berdasarkan fakta-fakta hukum yang
Terdakwa dalam putusan ini terungkap dipersidangan ternyata
yang dilakukan oleh dua orang benar bahwa Para Terdakwa, adalah
orang yang sehat jasmani dan rohani,
16
Sudarto, Op.Cit, Halaman 100. hal ini dapat dilihat selama didalam
17
AR. Sujono dan Bony Daniel, Op.Cit, persidangan Para Terdakwa telah
Halaman 228. membenarkan identitasnya sesuai
18
Sudarto, Op.Cit, Halaman 71. dengan identitas yang tercantum
19
Ibid, Halaman 157.

2419
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

dalam surat dakwaan dan selama menyediakan harus mendapat


berlangsungnya persidangan para izin/persetujuan dari Menteri
Terdakwa dapat mengikuti dengan Kesehatan, Menteri Perdagangan
baik dan tidak ada ditemukan fakta Perindustrian dan Menteri
sebaliknya, oleh karena Para Perhubungan. Ketiadaan
Terdakwa dapat dikatakan sebagai izin/persetujuan dari Menteri
subyek hukum yang sehat jasmani Kesehatan, Menteri Perdagangan
dan rohani; Perindustrian dan Menteri
Pengertian melawan hukum Perhubungan untuk memiliki,
atau wederrechtelijk dalam menyimpan, menguasai, atau
kepustakaan istilah melawan hukum menyediakan tindakan tersebut telah
mempunyai beberapa arti antara lain masuk kategori sebagai “tanpa hak”.
malawan hukum, tanpa hak sendiri Sesuai Pasal 7, narkotika hanya
bertentangan dengan hukum pada dapat digunakan untuk kepentingan
umumnya bertentangan dengan hak pelayanan kesehatan dan/atau
pribadi seseorang, bertentangan pengembangan ilmu pengetahuan.
dengan hukum objektif dan Sementara Pasal 8 menentukan
sebagainya.20 Menurut Vos Narkotika Golongan I dilarang
(1950:133) bahwa sifat melawan digunakan untuk kepentingan
hukum formil adalah perbuatan yang pelayanan kesehatan dan dalam
bertentangan dengan hukum positif jumlah terbatas dapat digunakan
(tertulis), sedangkan melawan untuk kepentingan pengembangan
hukum yang materiil adalah ilmu pengetahuan dan teknologi dan
perbuatan yang bertentangan dengan untuk reagensia diagnotik, serta
asas-asas umum atau norma hukum reagensia laboratorium setelah
tidak tertulis. 21 untuk mengetahui mendapat persetujuan Menteri atas
“tanpa hak memiliki, menyimpan, rekomendasi Kepala Badan
menguasai, atau menyediakan” Pengawas Obat dan Makanan (Pasal
haruslah diketahui dalam hal apa 8 ayat (2). Sementara Pasal 13 ayat
dikatakan berhak, sehingga apabila (1) dan ayat (2) menentukan
seseorang telah mendapatkan hak Lembaga Ilmu Pengetahuan yang
maka seseorang baru diizinkan berupa lembaga pendidikan dan
“memiliki, menyimpan, menguasai, pelatihan serta penelitian dan
atau menyediakan”. pengembangan yang diselenggarakan
oleh pemerintah ataupun swasta
Dari ketentuan Pasal 15, Pasal dapat memperoleh, menanam,
16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, menyimpan, atau menggunakan
Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Narkotika untuk kepentingan ilmu
dapat disimpulkan agar seseorang pengetahuan dan teknologi setelah
mempunyai hak memiliki, mendapat izin menteri yang mana
menyimpan, menguasai, atau syarat dan tata cara mendapatkan
izin dan penggunaannya diatur
20
Martiman Prodjohamidjojo dalam H. dengan peraturan pemerintah. Setiap
Siswanto S, Politik Hukum Dalam Undang- orang tidak mungkin berhak untuk
Undang Narkotika, (Jakarta : Rineka memiliki, menyimpan, menguasai
Cipta,2012),Halaman 207. atau menyediakan Narkotika
21
Ibid, Halaman 208.

2420
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

Golongan I, karena hak tersebut perundangan yang berlaku atau


hanya diberikan kepada lembaga bertentangan dengan hak sipelaku
baik pemerintah maupun swasta atau orang lain (tegen eens anderrs
kalau tindakan memiliki, recht). Adapun perbuatan tersebut
menyimpan, menguasai atau dilarang karena adanya batasan-
menyediakan Narkotika Golongan I batasan maupun syarat-syarat yang
dilakukan orang perorangan/setiap telah ditentukan oleh Undang-
orang, tindakan ini harus dilakukan Undang Nomor 35 Tahun 2009
dalam kerangka tindakan dari Tentang Narkotika yang mengatur
lembaga tersebut. 22 Menurut tentang peredaran Narkotika
Moeljatno setiap tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 38
tentulah terkandung sifat melawan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
hukum (wederrechtelijkheid), karena 2009 Tentang Narkotika disebutkan
di dalam hukum pidana sifat bahwa: “Setiap kegiatan peredaran
melawan hukum adalah unsur Narkotika wajib dilengkapi dengan
mutlak. Melawan hukum formil dokumen yang sah.”;
berarti bertentangan dengan hukum Menimbang, bahwa sedangkan
tertulis dan melawan hukum materiil yang dimaksudkan sebagai peredaran
berarti tidak hanya bertentangan Narkotika tersebut meliputi setiap
dengan hukum tertulis, tetapi perbuatan memproduksi (menanam),
bertentangan pula dengan hukum memiliki atau menyimpan atau
tidak tertulis. 23 mempunyai dalam persediaan
Narkotika golongan I dalam bentuk
Dalam Putusan Nomor tanaman. Dalam hal ini Undang-
184/Pid.Sus/2016/PN.Tpg Terdakwa Undang Nomor 35 Tahun 2009
I Suherman dan Terdakwa II Tentang Narkotika secara limitatif
Suwandi memiliki narkotika tanpa telah membuat pembatasan bahwa
adanya izin dari Menteri atau pejabat yang dapat memproduksi,
yang berwenang, dapat dilihat dalam menyimpan atau memiliki atau
Putusannya Majelis Hakim mempunyai dalam persediaan
memberikan pertimbangan bahwa : Narkotika hanyalah pedagang besar
Menimbang, bahwa farmasi tertentu, lembaga ilmu
sedangkan unsur dengan sengaja dan pengetahuan dan sarana
tanpa hak atau melawan hukum penyimpanan sediaan farmasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal pemerintah. Sedangkan tujuan
111 ayat (2) Undang-Undang Nomor peredaran Narkotika, terutama
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Narkotika Golongan I hanya terbatas
adalah bermakna suatu perbuatan pada kepentingan ilmu pengetahuan
yang mengandung kesalahan dan dan pengembangan teknologi;
dapat dihukum dikarenakan tujuan Menimbang, bahwa dengan
tersebut dilakukan secara tanpa hak demikian, pengertian dari unsur
(zonder eigen recht) atau dengan sengaja dan tanpa hak atau
bertentangan dengan peraturan melawan hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 ayat (1)
22
AR. Sujono dan Bony Daniel, Op.Cit, Undang-Undang Nomor 35 Tahun
Halaman 233. 2009 Tentang Narkotika adalah
23
Ibid, Halaman 234.

2421
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

setiap perbuatan pengedaran baik-baik


Narkotika yang tidak sesuai dengan 3.Memiliki : mempunyai,
ketentuan Pasal 35 jo Pasal 8, Pasal mengambil
41 dan Pasal 38 Undang-Undang secara tidak sah untuk dijadikan
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang kepunyaan.
Narkotika adalah merupakan suatu 4. Menyimpan : menaruh di tempat
perbuatan yang dilakukan secara yang
tanpa hak (zonder eigen recht) atau aman supaya jangan rusak, hilang,
bertentangan dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku atau sebagainya
bertentangan dengan hak orang lain 5. Menguasai : berkuasa atas
(tegen eens anderrs recht) ; (sesuatu);
Bahwa Terdakwa I Suherman memegang kekuasaan atas
Bin Boiman dan Terdakwa II (sesuatu).
Suwandi Bin Misran tidak memiliki 6.Menyediakan : meyiapkan,
atau mempunyai ijin dari Menteri mepersiapkan, mengadakan,
yang menyelenggarakan urusan mengatur
pemerintahan dibidang kesehatan sesuatu untuk.
maupun pihak yang ditunjuk oleh 7.Permufakatan : perundingan,
menteri untuk menawarkan untuk pembicaraan, sesuatu yang
dijual, menjual, membeli, menerima, disepakati,
menjadi perantara dalam jual beli, persetujuan.
menukar, atau menyerahkan
Narkotika. Menurut D. Simons suatu
Moeljatno24menyatakan perbuatan dapat dikatakan sebagai
bahwa untuk adanya perbuatan tindak pidana apabila memenuhi
pidana (tindak pidana) harus ada unsur : 25
unsur-unsur yang dipenuhi, yakni : 1. Perbuatan manusia (berbuat
1. Perbuatan (manusia); atau tidak berbuat atau
2. Yang memenuhi rumusan dalam membuarkan),
undang-undang (syarat formil); 2. Diancam dengan pidana
3. Bersifat melawan hukum (syarat (stratbaar gesteld),
materiil) 3. Melawan hukum
(onrechtmatig),
Dalam pasal ini, perbuatan- 4. Dilakukan dengan kesalahan,
perbuatan yang dimaksud menurut 5. Oleh orang yang mampu
Kamus Besar Bahasa Indonesia bertanggung jawab.
memiliki arti :
Menurut Van Hamel 26unsur-
1.Menanam : menaruh (bibit, benih, unsur perbuatan dapat dikatakan
setek, dan sebagainya) di dalam sebagai tindak pidana adalah :
tanah
supaya tumbuh
2. Memelihara : menjaga dan
merawat
25
Ibid, Hal 67
24 26
Sudarto, Op.Cit, Hal 71. Loc.Cit.

2422
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

1. Perbuatan manusia yang dan ditandatangani oleh


dirumuskan dalam undang- MAIMUNAH, S.Si, M.Si (Penata
undang, TK. I Nip. 198104062003122002),
2. Melawan hukum, RIESKA DWI WIDAYATI, S.Si,
3. Dilakukan dengan kesalahan M.Si (Penata Nip.
dan 198011082005012001)
4. Patut dipidana. menyimpulkan bahwa sample barang
bukti yang disita dari Terdakwa
Dari pendapat para ahli SUHERMAN Bin BOIMAN adalah
mengenai perbuatan dapat dikatakan positif THC (Tetrahydrocannabinol)
tindak pidana adalah harus terdiri dan terdaftar dalam Golongan I
dari suatu perbuatan yang dilakukan (satu) Nomor urut 8 dan 9 Lampiran
oleh manusia, dimana perbuatan UU R.I. No. 35 Tahun 2009 tentang
tersebut melawan hukum atau adanya
Narkotika. Lampiran Undang-
pengaturan secara tertulis yang Undang Nomor 35 Tahun 2009
mengatur soal perbuatan itu. Tentang Narkotika disebutkan bahwa
Kemudian perbuatan tersebut Narkotika Golongan I dengan Nomor
dilakukan karena adanya kesalahan urut 8 adalah : “tanaman ganja,
bukan kelalaian. semua tanaman genus canabis dan
Dalam kasus ini, dapat semua bagian dari tanaman termasuk
disimpulkan bahwa perbuatan biji, buah, jerami, hasil olahan
Suherman dan Suwandi telah tanaman ganja atau bagian tanaman
memenuhi unsur perbuatan yang ganja termasuk damar ganja dan
dikatakan tindak pidana sesuai Pasal hasis.”
111 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Menimbang, bahwa dari
Undang-Undang Nomor 35 Tahun pertimbangan-pertimbangan tersebut
2009 Tentang Narkoitka. di atas, Majelis Hakim berpendapat
Berdasarkan pengakuan dari para bahwa unsur ke 3 menanam,
Terdakwa dan barang bukti yang memiliki, menyimpan, menguasai,
ditemukan berupa daun kering ganja atau menyediakan Narkotika
sebanyak 19 (sembilan belas) Golongan I bukan tanaman telah
bungkus seberat 19.119 (sembilan terpenuhi.
belas ribu seratus sembilan sembilan
belas) gram yang mana barang Pengertian permufakatan jahat
tersebut didapat saat hendak menurut Undang-Undang No 35
memasukkan barang tersebut ke Tahun 2009 tentang Narkotika
dalam bagasi taxi di parkiran terdapat dalam Pasal 1 angka (18)
pelabuhan Sri Bintan Pura. yaitu :
Menimbang bahwa “Permufakatan Jahat
berdasarkan Berita Acara adalah perbuatan dua orang
Pemeriksaan Laboratorium Narkoba atau lebih yang bersekongkol
Badan Narkotika Nasional Cawang atau bersepakat untuk
Jakarta Timur No. Lab : 91 melakukan, melaksanakan,
C/III/2016/Balai Lab Narkoba membantu, turut serta
tanggal 04 Maret 2016 yang dibuat melakukan, menyuruh,

2423
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

menganjurkan, memfasilitasi, mengantar ganja ke Tanjung Pinang.


memberi konsultasi, menjadi untuk dijual dengan cara
anggota suatu organisasi menggunakan kapal Dumai Express.
kejahatan narkotika, atau Sebelum mengantar untuk dijual,
mengorganisasikan suatu kedua Terdakwa pada Hari Senin
tindak pidana Narkotika.” tanggal 22 Februari 2016
mengadakan pertemuan dimana
Suatu samenspanning atau Terdakwa I mengajak Terdakwa II
permufakatan jahat untuk melakukan untuk membawa daun kering ganjak
suatu kejahatan itu dianggap telah sebnayak 19 bungkus seberat 19.119
terjadi, yakni segera setelah dua gr ke Tanjung Pinang untuk dijual.
orang atau lebih telah ada perjanjian Dengan bertemunya Terdakwa I dan
melakukan kejahatan dan haruslah Terdakwa II berbicara dan sepakat
diantara mereka telah mencapai
membeli Narkotika sudah terjadinya
kesepakatan untuk melakukan kesepakatan untuk melakukan
kejahatan tersebut sekalipun belum permufakatan jahat dimana barang
ada perbuatan percobaan (popping) tersebut sudah sampai di Tanjung
bahkan belum ada perbuatan Pinang. Permufakatan jahat yang
persiapan (voorbereiding). 27Syarat dilakukan Terdakwa I dan Terdakwa
utama adanya permufakatan jahat II dapat dianggap sudah melakukan
adalah adanya dua orang atau lebih kesepakatan dengan terjadinya
yang bersekongkol atau bersepakat. kesepakatan jika mau mengantarkan
Bersekongkol artinya berkomplot Terdakwa II akan diberi imbalan
atau bersepakat melakukan sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu
kejahatan, bersekutu dengan maksud rupiah). Walaupun pengertian
jahat sedangkan bersepakat artinya permufakatan jahat adalah tindak
sama-sama menyetujui (KBBI), oleh pidana yang dilakukan sebelum
karen itu dua orang atau lebih terjadinya tindak pidana pokok atau
haruslah duduk bersama berbicara, bisa dikatakan tindak pidananya
sehingga mencapai tujuan yang sama utamana belum dilakukan dan
yang tidak lain adalah dengan bahkan belum adanya perbuatan
maksud jahat. 28 persiapan namun dalam
Dalam Kasus ini, dapat dilihat pengaplikasian dalam putusan ini
bahwa perbuatan Terdakawa I tindak pidana narkotikanya sudah
Suherman dan Terdakwa II Suwandi dilakukan namun sebelum
telah memenuhi unsur Pasal 111 ayat melakukan tindak pidana
(2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang- narkotikanya adanya permufakatan
Undang Narkotika Nomor 35 Tahun jahat sebelum tindak pidana itu
2009 Tentang Narkotika. Dimana dilakukan dan masih dapat dikatakan
Saat penangkapan dan keterangan ada permufakatan jahat bahkan jika
dari saksi dan terdakwa bahwa tindak pidana dalam putusan ini
Kedua Terdakwa telah sepakat untuk sudah selesai. Dapat dilihat juga
pada pertimbangan hakim dalam
27
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, putusan :
Op.Cit, Hal 93
28
Sujono dan Bony Daniel, Op.Cit, Hal Menimbang, bahwa terdapat
315. fakta bahwa Terdakwa Suwandi bin

2424
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

Misran telah mengetahui sejak di berdasarkan ketentuan undang-


Lubuk Pakam bahwa Terdakwa undang yang berlaku, maka
Suherman bin Boimin ada membawa Terdakwa -Terdakwa haruslah
Narkotika jenis ganja dari Medan dinyatakan telah terbukti secara
menuju Tanjung Pinang. Sesuai sah dan meyakinkan bersalah
dengan ketentuan Pasal 131 Undang- melakukantindak pidana
Undang Nomor 35 Tahun 2009 Narkotika ‘Permufakatan Jahat
Tentang Narkotika, ada kewajiban dan Tanpa Hak Menguasai
untuk melaporkan perbuatan Narkotika Golongan I Dalam
pelanggaran Undang-Undang Nomor Bentuk Tanaman yang beratnya
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. lebih dari 1(satu) kilogram’;
Namun demikian, Terdakwa
Suwandi bin Misran tidak
melaporkan perbuatan Terdakwa IV. KESIMPULAN
Suherman bin Boimin pada pihak Berdasarkan hasil penelitian
yang berwajib di Pelabuhan Sri diatas, maka dalam hal ini dapat
Bintang Pura. Bahkan Terdakwa disimpulkan sebagaiberikut :
Suwandi bin Misran sepakat dengan Praktek Penerapan
Terdakwa Suherman bin Boimin Permufakatan jahat dalam
untuk membatu membawa ganja melakukan tindak pidana narkotika
tersebut keluar dari kapal Dumai pada saat ini telah diatur dalam
Express menuju tai dengan upah Undang – Undang No 35 Tahun
sebesar Rp.500.000,-(Lima ratus ribu 2009 tentang Narkotika. Dimana
rupiah). Dengan adanya kesepakatan dalam penjelasan pasal 1 ayat (18)
tersebut diikuti dengan perbuatan, Undang –Undang no 35 Tahun 2009
maka permufakatan jahat antara tentang Narkotika dijelaskan bahwa
kedua Terdakwa tersebut dinilai telah Permufakatan Jahat adalah perbuatan
terbukti; dua orang atau lebih yang
Menimbang, bahwa dengan bersekongkol atau bersepakat untuk
demikian maka seluruh unsur dari melakukan, melaksanakan,
dakwaan SUBSIDER melanggar membantu, turut serta melakukan,
Pasal 111 ayat (1) jo Pasal 132 menuruh, menganjurkan
ayat (1) Undang-Undang Nomor memfasilitasi, memberi konsultasi,
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menjadi anggota suatu organisasi
telah terpenuhi dalam perbuatan kejahatan Narkotika, atau
Terdakwa-Terdakwa. Dengan mengorganisasikan suatu tindak
demikian unsur ‘setiap orang’ pidana narkotika. Dalam pasal
sebagaimana telah tersebut juga mengangung makna
dipertimbangakan terlebih dahulu bahwa pasal ini diterapkan untuk
dalam putusan ini haruslah pula tindak pidana yang baru akan terjadi
dinyatakan telah terpenuhi. tetapi pada praktenya pasal ini juga
Demikian pula, oleh karena tidak dapat diterapkan untuk tindak pidana
ditemukan adanya unsur yang yang sudah terjadi.
mengecualikan Terdakwa- Pertimbangan Hukum oleh
Terdakwa dari tuntutan hukum Majelis Hakim dalam menjatuhkan
maupun alasan pemaaf lainnya pidana terhadap tindak pidana

2425
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

Narkotika dalam putusan Kencana Prenada Media


Nomor184/Pid.Sus/2016/PN/Tpg Group. 2016.
menurut penulis sudah tepat,
berdasarkan alat bukti berupa AriefHakim, “Narkoba Bahaya dan
keterangan 5 saksi, keterangan Penanggulangannya”,
terdakwa dan barang bukti berupa 19 Cetakan 1, Penerbit. Jember,
bungkus yang berisi narkotika jenis 2007.
ganja yang dibenarkan oleh bukti A.R Sujono dan Bony Daniel.
surat berupa Berita Acara Komentar & Pembahasam
Pemeriksaan Laboratorium Narkoba Undang-Undang Nomor 35
Bandan Narkotika Nasional Cawang Tahun 2009 tentang
Jakarta Timur No Lab : Narkotika. Jakarta : Raja
91/C/III/2016 Balai Lab Narkoba Grafindo Persada. 2008.
tanggal 04 Maret 2017, Majelis Atmasamita, Romli. Tindak Pidana
hakim telah tepat memberikan Narkotika Transnasional
hukuman kepada terdakwa sesuai Dalam Sistem Hukum Pidana
dalam Pasal 111 Ayat(2) Undang- Indonesia. Bandung : PT Citra
Undang Republik Indonesia Nomor Aditya Bakti. 1997.
35 Tahun 2009 dimana terdakwa Dirdjosisworo, Soedjono. Hukum
dijatuhi Pidana Penjara selama 18 Narkotika Indonesia.
(delapan belas) tahun dan denda Bandung: PT. Citra Aditya
sebesar Rp. 2.000.000.000 (dua Bakti. 1990.
milyar rupiah)
Garner, Bryan A. Black’s Law
DAFTAR PUSTAKA Dictionary Seventh Edition.
United State : West Group.
1. Buku
Ali, Mahrus. Dasar-Dasar Hukum 1999.
Pidana. Yogyakarta : Sinar Jaya, Nyoman Serikat Putra. Hukum
Grafika. 2011 Pidana Khusus.Semarang:
Ali, Zainuddin. Metodologi Badan Penerbit Universitas
Penelitian Hukum. Jakarta: Diponegoro. 2016.
Sinar Grafika. 2009. Mardani. Penyalahgunaan Narkoba
Anwar, H.A.K. Moch. Hukum Dalam Perspektif Hukum
Pidana Bagian Khusus Islam dan Hukum Pidana
(KUHP Buku II). Bandung: Nasional. Jakarta : Raja
Citra Aditya Bakti. 1994. Grafindo Persada. 2008.
Arief, Barda Nawawi. Masalah Muhammad Yamin, Tindak Pidana
Khusus, Cetakan Pertama.
Penegakan Hukum dan
Kebijakan Penanggulangan Bandung: Pustaka Setia, 2012
Kejahatan. Bandung : PT. MD, Moh Mahfud. Politik Hukum
Citra Aditya Bakti. 2001. di Indonesia. Jakarta :
_________________________. Rajawali Pers. 2012.
P.A.F. Lamintang dan Theo
Bunga Rampai Kebijakan
Lamintang. Delik-Delik
Hukum Pidana
Perkembangan Penyusunan Khusus Kejahatan Terhadap
Konsep KUHP Baru. Jakarta: Kepentingan Hukum Negara.

2426
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

Jakarta : Sinar Grafika. 2010. B. PERATURAN PERUNDANG-


Prodjodikoro, Wirjono. Tindak- UNDANGAN
Tindak Pidana Tertentu di
Indonesia. Bandung : PT. Kitab Undang-Undang Hukum
Refika Aditama. 2010. Pidana
S. H. Siswanto, Politik Hukum Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika
Dalam Undang-Undang
Narkotika, Jakarta : Rineka REPUBLIC ACT NO. 9165 AN
Cipta. 2012. ACT INSTITUTING THE
Soemitro, Ronny Hanitijo. COMPREHENSIVE
DANGEROUS DRUGS ACT
Metodologi Penelitian
Hukum. Jakarta : Ghalia OF 2002
Indonesia. 1982.
Sorejono Soekanto dan Sri amudji. C. Website
Penelitian Hukum Normatif REPUBLIC ACT NO. 9165 AN
Suatu Tinjauan ACT INSTITUTING THE
Singkat.Jakarta: PT. Raja COMPREHENSIVE
Grafindo Persada. 2004. DANGEROUS DRUGS ACT
Sudarto. Hukum dan Hukum OF 2002.
Pidana. Bandung : Alumni. https://www.lawphil.net/statute
1986. s/repacts/ra2002/ra_9165_2002
_________________________. .html
Hukum Pidana I Edisi Revisi. Diakses pada 09 April 2019
Semarang: Yayasan Sudarto, pukul 20.19 WIB.
2009.
Rudi Prasetya blogspot
_________________________. http://www.rudipradisetia.com/
Kapita Selekta Hukum 2018/03/pasal-132-ayat-1-uu-
Pidana. Bandung: Alumni. narkotika-lex.html
2010. Diakses pada 20 Maret 2019
Syamsudin, Aziz. Tindak Pidana pukul 19.30 WIB.
Khusus. Jakarta : Sinar
Grafika. 2011.
Visimedia. Mencegah Terjerumus
Narkoba. Tangerang :
Visimedia. 2006.

2427

Anda mungkin juga menyukai