HALAMAN JUDUL
Diajukan Oleh
KARMAL MAKSUDI
NIM: 132100006
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN..............................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
A. Latar Belakang Penelitian...................................................................................1
B. Fokus Studi dan Permasalahan..........................................................................17
C. Kerangka Pemikiran..........................................................................................18
D. Tujuan dan Kontribusi Penelitian......................................................................42
1. Tujuan Penelitian..............................................................................42
2. Kontribusi Penelitian........................................................................42
E. Proses Penelitian...............................................................................................44
1. Stand Point (Titik Pandang).............................................................45
2. Paradigma.........................................................................................46
3. Jenis Penelitian.................................................................................47
4. Pendekatan Penelitian.......................................................................48
5. Sumber Data Penelitian....................................................................49
6. Teknik Pengumpulan Data...............................................................52
7. Teknik Analisa Data.........................................................................53
F. Orisinalitas Penelitian.......................................................................................55
G. Sistematika Penulisan.......................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................67
ii
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PEMIDANAN PELAKU
TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
membuat lumpuh atau mati rasa. Narkotika atau sering diistilahkan sebagai
drug adalah sejenis zat yang memiliki ciri-ciri tertentu. Sedangkan dalam
bahasa Inggris "narcotics" yang artinya obat bius. Narkotika adalah bahan
Erythroxyion coca (kokain), dan cannabis sativa (ganja) baik murni maupun
membuat kita tidak merasakan apa-apa, bahkan bila bagian tubuh kita disakiti
sekalipun
tahun 2009 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
1
Wilayah Indonesia yang luas dan sebagian diantaranya berbatasan
langsung dengan negara tetangga juga telah menjadi “pintu masuk” yang
Salah satunya adalah melalui Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan Provinsi
narkotika yang terus meningkat, Kepri sendiri tercatat sebagai nomor dua
Kalimantan Barat, pada tahun 2012 terungkap tiga kasus besar, dan pada tahun
selundupan itu berasal dari Malaysia, dilakukan oleh jaringan lintas negara, dan
Kabupaten Sanggau, selain ada juga yang masuk lewat Pos Lintas Batas (PLB)
2
“Narkoba Banjiri Batam”, Tempo.co.id, 15 November 2013,
http://www.tempo.co/read/news/2013/11/15/058529802/ Narkoba-Banjiri-Batam - diakses
2 Februari 2019.
3
Simela Viktor Muhammad, (Transnational Crime of Narcotics and Drugs Smuggling
from Malaysia to Indonesia: Cases in the Province of Riau Islands and West
Kalimantan), Jurnal Politika, Vol. 6 No. 1 Maret 2015, hlm. 43
2
Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa sindikat narkotika
penegakan hukum yang lebih tegas dalam upaya untuk memberantas peredaran
narkotika.
seperti hal nya alat pendeteksi jenis narkotika jika penyelundupan dilakukan
melalui jalur resmi baik bandara maupun pelabuhan alat pendeteksi seperti GT
200 dapat digunakan untuk mendeteksi beberapa jenis narkotika yaitu heroin,
bekerja sama dengan jaringan internasional. Hal ini karena Kejahatan narkotika
sering kali tidak hanya melibatkan satu Negara saja, tapi beberapa Negara.
Kerja sama dengan jaringan internasional tersebut dapat dilihat dari kurir yang
mendapatkan barang haram dari dealer dan dealer mendapatkan barang haram
4
Ibid., hlm 120
3
Pencegahan atau penanggulangan penyalahgunaan narkotika merupakan
suatu upaya yang ditempuh dalam rangka penegakan baik terhadap pemakaian,
produksi maupun peredaran gelap narkotika yang dapat dilakukan oleh setiap
tahun 1972 dengan Protokol tentang Perubahan atas United Nation’s Single
disebutkan diatas.6
5
Hariyanto, Bayu P. Pencegahan Dan Pemberantasan Peredaran Narkoba Di
Indonesia. Jurnal Daulat Hukum, Vol.1, (No.1), 2018. pp.201-210.
6
Rukmana, A. Indra. (2014). Perdagangan Narkotika dalam Perspektif Hukum
Pidana Internasional. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Vol.2,(Vol.1), 2014,. pp.1-
8.
4
Indonesia yang pada mulanya sebagai Negara transit perdagangan
narkotika, kini sudah dijadikan daerah tujuan operasi oleh jaringan Narkotika
berada pada kelompok coba pakai terutama pada kelompok pekerja. Alasan
atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan serius. Hal
ini akan lebih merugikan lagi jika disertai dengan peredaran gelap narkotika di
tengah masyarakat yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi
kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat
bereksperimen denagn berbagai zat psikoaktif. Dan zat yang paling banyak
7
Bayu Puji hariyanto, Pencegahan Dan Pemberantasan Peredaran Narkoba di
Indonesia, Jurnal Daulat Hukum ISSN: 2614-560X Volume 1 No. 1 Maret 2018: hlm
202
8
Polydrugs Use adalah mencampurkan beberapa macam zat Narkotika menjadi
satu dan disalahgunakan untuk kepentingan selain pengobatan dan ilmu
pengetahuan.
5
digunakan adalah shabu (Cristal Meth), ganja, ATS lainnya, dan obat-obat
prikotropik yang terjual di pasar bebas.9 Narkotika pada saat ini tidak lagi
kabupaten, bahkan sudah sampai ke tingkat kecamatan dan desa-desa. Dari sisi
penggunanya tidak saja mereka yang memiliki uang lebih, tetapi juga telah
penggunaan narkotika tercatat sebanyak 921.695 orang atau sekitar 4,7 persen
dari total pelajar dan mahasiswa di tanah air adalah sebagai pengguna barang
kalangan, bukan saja orang biasa, tetapi juga di kalangan selebritis, pejabat,
dan wakil rakyat. Tahun 2010 tes urine terhadap sejumlah pejabat daerah
awal Februari 2011, enam anggota DPRD se Jawa Tengah terlibat kasus
penyalahgunaan narkotika.
9
Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan narkotika Nasional, Riset
Kesehatan Dampak Penyalahgunaan Narkotika 2019, ISBN: 978-602-74498-9-3.
10
Puteri Hikmawati, Analisis Terhadap Sanksi Pidana Bagi Pengguna Narkotika,
Jurnal NEGARA HUKUM: Vol. 2, No. 2, November 2011, hlm 330
11
“Kejahatan Narkoba”, http://www.psb-psma.org/content/blog/3531-
kejahatan-narkoba, diakses tanggal 27 September 2020.
6
Penelitian BNN dan Pusat Penelitian UI menunjukkan hasil bahwa
15.000 (lima belas ribu) generasi muda meninggal dunia setiap tahunnya
narkotika tidak hanya terbatas pada diri pecandu, melainkan dapat membawa
akibat lebih jauh lagi, yaitu gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat.
pidana narkotika hasil pengungkapan Polri dan Badan Narkotika Nasional dari
waktu ke waktu mengalami peningkatan dalam setiap tahunnya. Hal ini tentu
Data statistik yang diakses dari situs resmi Badan Narkotika Nasional
Indonesia mencapai dari tahun 2011 sampai dengan 2018 sebanyak 14.010
12
Hasil penelitian BNN RI dan Puslit UI.
13
I Wayan Wardana, Kebijakan Formulasi Pidana Mati Dalam Tindak Pidana
Narkotika Di Indonesia, Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan, Vol II, Nomor 5,
Agustus 2014 hlm 266-267.
14
https://puslitdatin.bnn.go.id/portfolio/data-statistik-kasus-narkoba/ diakses
tanggal 5 Oktober 2020.
7
kasus penyalahgunaan narkotika, dengan barang bukti narkotika sebanyak
20.470.386. jika di tafsirkan dalam bentuk Rupiah barang bukti asset narkotika
oleh Negara.
seberat 1,8 ton dari kapal berbendera Singapura diperairan kepulauan Riau
Narkotika Nasional (yang selanjutnya di sebut BNN) menyita 1,3 ton sabu-
sabu dari kapal MV Sunrise Glory yang berbendera Singapura. Kapal tersebut
ditangkap oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut di KRI Sigurot 864
juga dilakukan dari Taiwan.15 Indonesia masih menjadi negara favorit baik
Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso16 yang pada saat itu menjabat
bahwa sabu-sabu yang gagal diselundupkan hanya sebagian kecil dari total
15
Harian Jogja terbit rabu Tanggal 21 Februari 2018.
16
Ibid.
8
yang disusupkan di Indonesia. BNN mengakui kecolongan 5 (lima) ton melalui
jalur yang sama oleh kapal yang sama. Dalam laporan akhir tahun 2017 BNN
melaporkan dua pengungkapan terbesar yakni 1,2 juta pil ekstasi dari Belanda
pada 21 Juli 2017 dan 1 (satu) ton sabu-sabu di Anyer pada 13 Juni 2017.
yang dalam waktu 2 (dua) pekan berhasil mengungkap peyelundupan 3,1 ton
gelap narkotika ini sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan negara
dan negara.
9
internasional.17 Indonesia sebagai salah satu Negara yang tidak lepas dari
dalam konteks yang luas yakni dalam bingkai kebijakan kriminal atau
undangan pidana paling baik, yang berisi tentang seberapa jauh ketentuan-
ketentuan pidana berlaku perlu di ubah atau diperbaharui, apa yang diperbuat
10
dari semua bagian secara terintegrasi. Bagian-bagian dari politik hukum
agar sesuai dengan keadaan dalam waktu tertentu (Ius Constitutum) dan masa
pidana identik dengan dengan penal reform dalam arti sempit, karena sebagai
suatu sistem, hukum pidana terdiri dari budaya (Culture), Struktur (Structure)
dan sanksi merupakan tindak lanjut dari kegiatan menimbang dan menetapkan
perbuatan yang tidak dikehendaki yang perlu dilarang dalam hukum pidana
pidana ditentukan oleh ada dan tidaknya perbuatan yang tidak dikehendaki
(dilarang).
11
berupa perbuatan negatif. Artinya, perbuatan yang tidak dikehendaki secara
tidak boleh dilakukan. Jadi prinsipnya, semua perbuatan itu boleh dilakukan
dalam berbagai bentuk peraturan atau norma yang tertulis atau tidak tertulis.22
perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana; dan 2) sanksi apa yang
menjadi tiga tahapan, yaitu tahap kebijakan formulasi, tahap kebijakan aplikasi
tahap perumusan kebijakan sebagai bagian dari proses legislasi suatu aturan
undangan pidana yang baik. Tahap formulasi ini disebut juga dengan tahap
berwenang dalam hal menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat
22
Mudzakkir, Ibid hlm,, hlm. 2-3.
23
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan, Op.Cit., hlm. 35.
12
dipidana yang berorientasi pada permasalahan pokok dalam hukum pidana
pembuat undang-undang. Tahap ini merupakan tahap yang paling strategis dari
menjadi terhambat.24
pada tahap formulasi sebagai tahap awal dari penegakan hukum pidana. Dalam
tahap formulasi, upaya penegakan hukum pidana bukan hanya tugas dari aparat
tentunya tidak terlepas dari objek yang hendak diatur yaitu kejahatan atau
yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, dan berhubung dengan
24
Vivi Ariyanti, Ringkasan Disertasi.” Kebijakan Hukum..op cit ., hlm.9
25
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya ,
(Jakarta: Penerbit Alumni, Jakarta, 1986),hlm. 205.
13
di antaranya adalah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
lainnya, baik dalam bentuk peraturan menteri, peraturan kepala BNN, maupun
keputusan bersama antara menteri, kepala BNN dan kepala Kepolisian RI.
landasan filosofis dan yuridis tertinggi bagi bangsa Indonesia. Pancasila yang
atau cita yang hendak yang dicapai. Tujuan itu termuat dalam Alinea IV
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yaitu, “... melindungi segenap bangsa
14
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan
keadilan sosial”.
gelap narkotika dan prekursor narkotika sejalan dengan tujuan negara yakni
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal
rakyat Indonesia dari berbagai perbuatan yang dapat membahayakan, baik itu
ancaman fisik maupun nonfisik. Berdasarkan landasan hukum yang ada, negara
kehidupan.
Narkotika. Dari sisi filosofis pengaturan tentang rehabilitasi medis dan sosial
Oleh karena itu, secara filosofis, hakikat pengaturan rehabilitasi sebagai salah
15
pembangunan bangsa. Sedangkan, menurut Hatta, dalam konteks sosisologis,
dalam penetapan sanksi. Selain itu pada pasal 111 sampai pasal 126 Undang-
Undang Narkotika mengatur bahwa pidana denda harus dibayar oleh seorang
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. Dengan adanya ketentuan
akan lebih memiliki pidana penjara dari pada harus membayar denda berjumlah
permayarakatan.
16
Wajib lapor (IPWL) untuk menjalani rehabilitasi dapat dikenai pidanam, yang
berakibat pada orang tua tidak dapat berperan serta dalam upaya pemulihan
kesehatan pecandu, karena keterlibatan orang tua sebagai bagian dari unsur
studi hukum pidana yang mengkaji dari sisi kebijakan yakni Undang-Undang
sebuah kajian yang luas oleh karenanya diperlukan pembatasan pada focus
kajian agar penelitian yang dilakukan lebih mendalam. Melalui studi hukum
sebagai berikut:
17
3. Bagaimana konsep dalam kebijakan hukum pidana dalam pemidanan
datang?
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang dijadikan sebagai analisis dalam disertasi ini
18
Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran
berarti membuat lumpuh atau mati rasa. Narkotika atau sering diistilahkan
sebagai drug adalah sejenis zat yang memiliki ciri-ciri tertentu. Sedangkan
dalam bahasa Inggris "narcotics" yang artinya obat bius. Narkotika adalah
syaraf yang dapat membuat kita tidak merasakan apa-apa, bahkan bila
19
pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan
syaraf sentral. Dalam definisi ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sebagai berikut:30
a. Narkotika golongan I
29
Moh. Taufik Makarao, Suhasril, H. Moh Zakky A.S., Tindak Pidana Narkotika, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2003), hlm, vii.
30
Tim Ahli Pusat Dukungan Pencegahan BNN, Mencegah Lebih Baik Dari Pada
Mengobati,(Jakarta: BNN, 2007), hlm 42-43
20
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat
serbuk putih, butiran dan cairan rasanya pahit dan memiliki sifat
21
levomatamfetamina, meklokualon, metamfetamina, metakualon,
b. Narkotika Golongan II
22
Trimeperidina, Garam-garam dari Narkotika dalam golongan
tersebut di atas.
c. Narkotika golongan III
1. Narkotika Alami
a. Ganja
31
BNN, Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi
Lembaga/Instansi Pemerintah, (Jakarta: BNN, 2010), hlm 16-19
23
ganja sering digunakan sebagai bumbu penyedap masakan.
serta dihirup.
b. Hasis
amerika latin dan eropa. Daun ganja, hasis, dan mariyuana juga
c. Koka
d. Opium
24
macam penyakit, memberi kekuatan dan menghilangkan rasa
dan pakistan.
2. Narkotika Semisintetis
dan diambil zat aktifnya agar memiliki khasiat yang lebih kuat
Contohnya:
3. Narkotika Sintetis
25
Narkotika sintetis adalah narkotika palsu yang dibuat dari
narotika. Contohnya:
a. Depresan
26
b. Stimulan
c. Halusinogen
atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan narkotika.
yaitu:
27
Tabel 2: Acetone, Anthranilic Acid, Ethly Ether, Methly Ethly
Ketone, Phenylacetic Acid, Piperidine, Sulphuric Acid,
Toluene.
Narkotika juga merupakan zat yang dibutuhkan umat manusia terkait
dahsyat. Membuat hancur dan matinya karakter bangsa yang diawali dengan
wilayah satu negara saja, melainkan juga telah melewati batas-batas wilayah
permasalahan ini adalah permasalahan yang serius yang harus dihadapi oleh
33
Zulkarnaen Nasution, 2007, Memilih Lingkungan, (Jakarta: BNN,2007), hlm 4.
28
sehingga terbentuk generasi yang bebas pada jeratan narkotika, yang
teritorial suatu Negara.35 International crime bisa juga disebut sebagai suatu
bentuk kejahatan lintas batas negara dengan mencakup empat aspek, yakni:
a). Locus delicti dilebih dari satu negara; b). Negara lain menjadi tempat
di lebih satu negara dan; d). Berdampak serius pada negara lain.36
29
terorganisir dengan munculnya ASEAN Ministerial Meeting on
lain. Salah satu bentuk TOC berupa perdagangan narkotika yang dilakukan
gelap narkotika pertama kali dirumuskan dalam The United Nation’s Single
pada tahun 1972 dengan Protokol tentang Perubahan atas United Nation’s
37
Ariadno dalam Roni Gunawan Raja Gukguk dan Nyoman Serikat Putra Jaya, Tindak
Pidana Narkotika Sebagai Transnasional Organized Crime, jurnal Jurnal Pembangunan
Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Volume
1, Nomor 3, Tahun 2019, hlm.340
38
Ibid,h lm.342
30
Single Convention on Narcotic Drugs Tahun 1961. Perbedaan The United
diatas.39
hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna.
reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana
maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang
lainnya.
31
untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan
keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan
tahapan yaitu:
a. Tahap Formulasi
arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut Tahap
Kebijakan Legislatif.
b. Tahap Aplikasi
berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna tahap ini
c. Tahap Eksekusi
40
Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni , Bandung, hlm. 22
32
Tahap Ekeskusi yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) Hukum secara
konkret oleh aparat- aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat-
Politik hukum terdiri dari rangkaian kata Politik dan hukum. Menurut Soedarto
dengan negara.
dijumpai kata-kata seperti politik ekonomi, politik kriminal, politik hukum dan
41
Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni , Bandung, hlm. 22.
42
Sudardo, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat ,(Bandung: Sinar Baru,
1983),hlm 1.
43
Ibid., hlm 1.
33
menjelaskan bahwa hukum merupakan produk politik. Hukum dipandang
mahfud merumuskan politik hukum sebagai44 Kebijakan hukum yang akan atau
tentu tidak hanya berpijak pada pandangan dokmatis yuridis saja, akan tetapi
44
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia. (Jakarta: LP3ES, 1998), hlm 1.
45
Solly Lubis, Serba-serbi Politik dan Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm 4.
46
Soedarto, Hukum Pidana ... op. cit., hlm 2.
47
Paul Scholten. 1997. Struktur Ilmu Hukum”diterjemahkan oleh BNA, dalam seri dasar-
dasar ilmu hukum,(Bandung: Laboratorium Fakultas Hukum Uniersitas Katolik
Parahyangan, 1997), hlm 5.
34
secara historis dan kemasyarakatan. Penetapan undang-undang adalah sebuah
peristiwa historis yang merupakan akibat dari serangkaian fakta yang dapat
selalu mengandung sesuatu yang tidak murni dari bahannya. Jika hal itu tidak
dilakukan maka menurut Scholten, ilmu hukum akan menjadi makhluk tanpa
darah.
the social reaction to crime.49 Hal ini berarti, politik kriminal dapat dirumuskan
sebagai suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam penanggulangan tidak
pidana.
Politik hukum pidana (dalam tataran mikro) sebagai bagian dari politik
dengan keadaan itu dengan cara-cara yang diusulkan dan dengan tujuan-tujuan
48
Barda Nawawi Arif, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan
Hukum Pidana Penjara. (Semarang: Universitas Diponegoro, 2000), hlm 47.
49
Mac Ancel, A Modern Aproach to Criminal Problems. (London: Routledge & Kegan paul,
1965), hlm 57.
50
Soedarto, Hukum Pidana ...op. cit., hlm 23
35
yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-
2. Fungsi instumental.
tidak sama dengan hukum yang berperan sebagai suatu alat (instrumen)
diarahkan untuk mencapai tujuan dari mana hukum itu berasal. Jika hukum
undangan tidak mungkin telepas dari sumbernya, yakni dari mana hukum di
itu tidak lagi berfungsi dalam arti yang sebenanya sehingga lebih tepat
kepentingan tertentu yang sama sekali tidak dijiwai dengan semangat dan
idealisme pancasila.52
51
Ibid., hlm 93-94.
52
Sahetapy, Hukum dalam kontek Politik dalam kebijakan pembangunan system hukum”,
Jurnal Hukum Analisis CSIS Januari-Februari XXII, No.1, (1993) hlm 55-56
36
Sudarto merujuk pada hasil simposium tentang kesadaran hukum
kriminil. Menurut sudarto, politik kriminil itu dapat diberi arti sempit, lebih
37
dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Untuk mencapai hasil
peraturan positif dirumuskan lebih baik dan menjadi petunjuk tidak hanya
dapat mencakup ruang lingkup yang luas, ini berarti politik kriminil dapat
55
Ibid., hlm 161-162.
56
Marc Ancel, A Modern Aproach ... op. cit., hlm 4-5.
38
Hoefnagels bahwa kebijakan penanggulangan tindak pidana (Criminal
pada tindakan refresif setelah terjadinya suatu tindak pidana, sedangkan non
tindak pidana. Menurut pandangan dari sudut politik kriminal secara makro,
paling strategis. Sasaran utama non penal Policy adalah menangani dan
tindak pidana.58
57
G. Peter Hoefnagels, The Other Side of Criminology. (Holland: Kluwer de venter, 1973),
hlm 5.
58
Teguh Prasetya dan Abdul Halim B, Politik Hukum Pidana:Kajian kebijakan
Kriminalisasi dan Dekriminalitas, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm16.
39
seni yang mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum
positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman kepada
dipandang perlu untuk dijadikan sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh
59
Marc Ancel, A Modern Aproach ... op. cit., hlm 4-5.
60
Soedarto, Hukum Pidana dan Perkembangan ... op. cit., hlm 39-40.
61
Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,(Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1996), hlm 29-30.
40
Pengertian penanggulangan kejahatan menurut Mardjono Reksodipoetro
Oleh karena itu politik hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan
Politik sosial tersebut menurut Barda dapat diartikan sebagai segala usaha
sengaja dan sadar. Memilih dan menetapkan hukum pidana sebagai sarana
dalam kenyataan.65
paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Dalam
62
Mardjono Reksodipoetro, HAM dalam SPP. (Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan
pengabdian hukum Universitas Indonesia, 1994), hlm 84.
63
Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai ... op. cit., hlm 30.
64
Ibid.,hlm 30
65
Ibid.,hlm 31
66
Soedarto, Kapita Selekta ... op. cit., hlm 151.
41
kesempatan lain dikemukakan pula, bahwa melaksanakan politik hukum
undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu
Tujuan Penelitian
sebagaimana berikut:
Kontribusi Penelitian
berikut:
a. Secara teoritis
42
pidana dalam pemidanan pelaku tindak pidana narkotika dan
psikotropika.
b. Secara praktis
43
Proses Penelitian
Proses penelitian atau Metode penelitian adalah cara melakukan sesuatu
petunjuk peraturan terhadap apa yang seharusnya dilakukan terhadap isu yang
jalannya penelitian ini, atau dengan kata lain sebagai jalan atau cara dalam
rangka usaha mencari data yang akan digunakan untuk memecahkan suatu
67
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodoligi Penelitian, PT. Bumi Aksara:
Jakarta, 2003, hal. 1
68
Sabian Utsman, Metodologi Penelitian Hukum Progresif, Pustaka Pelajar:
Yogyakarta, 2014, hal. 1.
69
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005, hal. 41.
70
Arianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004, hal. 61.
44
Stand Point (Titik Pandang)
dan psikotropika
45
Paradigma
46
Jenis Penelitian
data sekunder yang berasal dari hasil studi kepustakaan dan dokumentasi
71
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media, 2008, hlm. 29
72
J.J. Brugink, Rechtsreflecties, Alih bahasa Arif Sidartha, Bandung: Citra Aditya Bakti,
1995, hlm. 213-218
47
Pendekatan Penelitian
tujuan untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang
diteliti. Oleh karena itu, untuk memecahkan masalah yang menjadi pokok
diangkat.73
73
Jhonny Ibrahim, Ibid, hlm. 301
74
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2008, hlm. 95
48
Sumber Data Penelitian
Skunder yang diperoleh dari bahan hukum yang dibedakan dalam 3 (tiga)
atau autoritatif 77
1) Undang-undang.
beserta perubahannya.
Jiwa
75
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif (Aplikasi praktis pembuatan proposal dan
laporan penelitian), (Malang:UMM Press, 2004), hal.70 dan dikutif kembali oleh
Normasari dalam Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta 2018, hlm 7.
76
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta UI Pre3ss, 1984),
hlm.137.
77
Normasari, dalam Ringkasan Disertasi Program Doktor Universitas Gajah Mada
Yogyakarta yang dikutif dari Peter Mahmud, 2013, Penelitian Hukum, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 81.
49
b) Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang Wajib
Narkotika Nasional.
3) Peraturan Menteri.
Narkotika.
50
g) Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
farmasi.
51
c) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 16
Narkotika Nasional.
narkotika.
primer, skunder dan tersier dalam penelitian ini dilakukan dengan Study
78
Menurut Peter Mahmud Marzuki (Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2008,
hlm.141) bahan penelitian hukum sekunder adalah bahan-bahan berupa semua
publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi,
meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan
52
dokumen-dekumen yang berhasil dikumpulkan, baik bahan hukum primer,
bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier yang terkait dengan masalah
narkotika. Data yang dimaksud dapat berupa hard copy maupun Soft File
baik yang didapatkan dengan secara offline dan online. Sementara fakta-
berwenang.
secara sistematis dan logis berdasarkan jenisnya. Bahan hukum primer yang
hukum Skunder dan bahan hukum Tersier diperoleh dari hasil penelusuran
53
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,
deskriptif kualitatif yaitu analisa terhadap data yang tidak bisa dihitung 79.
79
Normasari, Ringkasan Disertasi, Perlindungan hukum ... op. cit., hlm 15.
80
Lihat juga Hendra Kusuma Wardana, Ringkasan Disertasi: Reformulasi Asas
Keadilan Restoratif dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia , Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada. Hlm 32
81
Jimli Assidiqie, Teori dan aliran Penafsiran Hukum Tata Negara , (Jakarta: Ind
Hill.co,1997), hlm.17-18
54
pola pikir yang berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa umum
Orisinalitas Penelitian
Penelitian mengenai “KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM
berikut:
82
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Surasin, Yogyakarta
1996, hal. 93.
55
Tabel 1.1. Matriks Perbandingan Disertasi
Vivi Ariyanti Kebijakan Hukum Pidana a. Bagaimanakah kebijakan sanksi tindakan penelitian yuridis Pertama, Kebijakan
2018 Terhadap Korban terhadap korban penyalahgunaan narkotika normative (legal sanksi tindakan bagi
Universitas Penyalahgunaan Narkotika di saat ini (Ius Constitutum)? research), korban penyalahgunaan
Gajah Mada Indonesia b. Bagaimanakah aparat penegak hukum narkotika yang ada
menentukan parameter korban dalam Undang-Undang
penyalahgunaan narkotika untuk Nomor 35 Tahun 2009
membedakannya dengan orang yang tentang Narkotika
menguasai, memiliki, menyimpan, atau ditentukan melalui
membeli narkotika tanpa hak dan melawan Pasal 54, Pasal 55,
hukum (Ius Operatum)? Pasal 103, dan Pasal
c. Bagaimanakah reformulasi kebijakan 127. Konstruksi yang
mengenai korban penyalahgunaan narkotika dibangun oleh
dan sanksinya di masa yang akan datang (Ius formulasi ini adalah
Constituendum)? pecandu dan korban
penyalahgunaan
narkotika diberi sanksi
tindakan (rehabilitasi
medis dan rehabilitasi
sosial) sedangkan
penyalah guna yang
bukan pecandu
(menggunakan
narkotika dalam tahap
56
coba-coba atau sesekali
pakai) diberi sanksi
pidana.
kedua, adalah
Parameter korban
penyalahgunaan
narkotika yang
membedakannya
dengan orang yang
“menguasai, memiliki,
menyimpan, atau
membeli” narkotika
adalah: 1) pada saat
ditangkap oleh
penyidik Polri dan
penyidik BNN dalam
kondisi tertangkap
tangan; 2) pada saat
tertangkap tangan
ditemukan barang bukti
narkotika untuk
pemakaian 1 (satu)
hari; 3) surat uji
laboratorium positif
menggunakan
narkotika berdasarkan
permintaan penyidik; 4)
perlu Surat Keterangan
57
dari dokter
jiwa/psikiater
pemerintah yang
ditunjuk oleh aparat
penegak hukum; dan 5)
tidak terdapat bukti
bahwa yang
bersangkutan terlibat
dalam peredaran gelap
narkotika.
Ketiga, Kebijakan
hukum pidana di masa
yang akan datang (ius
constituendum)
memasukkan penyalah
guna narkotika bagi diri
sendiri ke dalam
korban penyalahgunaan
narkotika yang
mewajibkannya untuk
menjalani sanksi
tindakan berupa
rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial,
bukan menjalani sanksi
pidana. Berdasarkan
teori perlindungan
korban, ketentuan
58
hukum mengenai
penyalah guna
narkotika di masa yang
akan datang (ius
constituendum)
diarahkan pada
depenalisasi, yakni
penanganan secara
hukum bagi pelaku
penyalahgunaan
narkotika bagi diri
sendiri dengan tidak
menerapkan sanksi
pidana, tetapi diganti
dengan sanksi tindakan
berupa keharusan
menjalani rehabilitasi
medis dan rehabilitasi
sosial. Konsep
depenalisasi tersebut
diterapkan pada Pasal
54, Pasal 103, dan
Pasal 127 Undang-
Undang Nomor 35
Tahun 2009 dengan
menghilangkan sanksi
pidana bagi pecandu,
penyalah guna, dan
59
korban yang tidak
sengaja menggunakan
narkotika. Depenalisasi
memposisikan ketiga
kelompok pengguna
narkotika tersebut
secara sama, yakni
berhak mendapatkan
rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial
sebagai bentuk sanksi
tindakan. Teori
perlindungan korban
melihat bahwa tindak
pidana penyalahgunaan
narkotika merupakan
organized crime yang
dapat mengkondisikan
seseorang dan sebagian
masyarakat serta
memberi pandangan
tertentu kepada mereka
bahwa narkotika dapat
menjadi solusi bagi
problem yang
dihadapinya. Dengan
demikian, seseorang
yang menginginkan
60
untuk menggunakan
narkotika, sebenarnya
ia telah terpengaruh
pandangan tersebut,
sehingga seorang
pengguna narkotika
(baik karena ingin
coba-coba atau untuk
rekreasional atau telah
menjadi pecandu) pada
dasarnya ia
menempatkan dirinya
menjadi target
peredaran gelap
narkotika. Dalam
paradigma viktimologi
radikal (radical
victimology), kondisi
ini dapat termasuk ke
dalam precipitative
victim, yakni seseorang
yang membiarkan
dirinya terbuka untuk
menjadi korban dengan
menempatkan dirinya
di tempat atau waktu
yang berbahaya
(victims leave
61
themselves open for
victimization by
placing themselves in
dangerous places or
times). Dilihat dari
bagaimana ia
memperoleh narkotika
secara tanpa hak, ia
merupakan korban dari
tindak pidana orang
lain, yaitu pengedar
gelap 132 narkotika.
Dengan demikian,
penyalah guna
narkotika bagi diri
sendiri adalah termasuk
korban penyalahgunaan
narkotika, sehingga
perlindungan hukum
terhadap penyalah guna
narkotika bagi diri
sendiri sudah
seharusnya tercakup
dalam Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika yang
bisa mendapatkan hak-
haknya sebagai korban.
62
Substansi Judul Perumusan Masalah Metodologi Hasil Penelitian
63
Substansi Judul Perumusan Masalah Metodologi Hasil Penelitian
I Wayan Winaya KEBIJAKAN HUKUM 1. Bagaimana kebijakan hukum pidana dalam Tipe penelitian
PIDANA DALAM pemidanan pelaku tindak pidana narkotika dan penelitian hukum
2021 PEMIDANAN PELAKU psikotropika? Yuridis normatif
TINDAK PIDANA 2. Bagaimana Problematika yuridis dalam (doktrinal)
Universitas NARKOTIKA DAN kebijakan hukum pidana dalam pemidanan
Diponegoro PSIKOTROPIKA pelaku tindak pidana narkotika dan Pendekatan
Semarang psikotropika? penelitian:
3. Bagaimana konsep dalam kebijakan hukum pendekatan
pidana dalam pemidanan pelaku tindak pidana perundang-undangan,
narkotika dan psikotropika di masa yang akan pendekatan konsep
datang?
Analisis Data
dengan Analisis
Kualitatif
64
Sistematika Penulisan
Pembahasan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yang masing -masing
disertasi.
bab ini akan diuraikan mengenai konvensi Internasional yang mengatur tentang
Bab III memuat jawaban atas rumusan masalah pertama dalam disertasi
ini yaitu tentang kebijakan hukum pidana dalam pemidanan pelaku tindak
Bab IV memuat jawaban atas rumusan masalah kedua dalam disertasi ini
Bab V memuat jawaban atas rumusan masalah ketiga dalam disertasi ini
yaitu tentang konsep dalam kebijakan hukum pidana dalam pemidanan pelaku
65
Bab V memuat kesimpulan dan saran-saran yang dapat diajukan oleh
psikotropika.
66
DAFTAR PUSTAKA
Buku
67
Arif, Barda Nawawi. 2000. Kebijakan Legislatif Mengenai Penetapan
Pidana Penjara Dalam Rangka Usaha Penanggulangan Kejahatan .
Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
Assidiqie, Jimli. 1997. Teori dan aliran Penafsiran Hukum Tata Negara .
Jakarta: Ind Hill.Co.
Bahri, Syaiful. 2009. Pidana Denda dan Korupsi. Yogyakarta: UII dan Total
Media.
BNN. 2007. Mencegah Lebih Baik Dari Pada Mengobati (Modul Untuk
Orang Tua). Jakarta: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia
68
BNN. 2009. Pedoman Petugas Penyuluhan P4GN. Jakarta: Badan
Narkotika Nasional Republik Indonesia.
BNN. 2019. Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan narkotika Nasional,
Riset Kesehatan Dampak Penyalahgunaan Narkotika 2019. Jakarta:
Badan Narkotika Nasional RI
C.S.T. Kansil. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia .
Jakarta: Balai Pustaka.
69
Dworkin, R.M. 2007. Filsafat Moral Sebuah Pengantar . Penterjemah Yudi
Santoso. Yogyakarta.
EMCDDA. 2000. Annual Report on the State of the Drugs Problem in the
European Union. Lisbon: European Monitoring Centre for Drugs and
Drug Addiction.
EMCDDA. 2000. Annual Report on the State of the Drugs Problem in the
European Union. Lisbon: European Monitoring Centre for Drugs and
Drug Addiction.
Félix, S. & Portugal, P. 2015. Drug Decriminalization and The Price of Illicit
Drugs. Bonn: Institute for the Study of Labor.
70
Greenwald, Glenn. 2009. Drug Decriminalization in Portugal: Lessons for
Creating Fair and Successful Drug Policies . Washington DC: CATO
Institute.
Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana .
Jakarta: Ghalia Indonesia.
71
Teka-Teki Silang Hukum dan Disertai dengan Humor dalam Lingkup
Ilmu dan Pengetahuan tentang Hukum. Pekan Baru: Hawa dan
Ahwa.
Institute on Drugs and Drug Addiction (IDT). 2012. National Report to the
E.M.C.D.D.A. By the Reitox National Focal Point . Portugal - New
Development, Trends and in-Depth Information on Selected
72
Iskandar, Anang. 2015. Jalan Lurus Penanganan Penyalah Guna Narkotika
dalam Konstruksi Hukum Positif . Karawang: Tanpas
Communications.
Jaya, Nyoman Sarekat Putra. 2005. Relevansi Hukum Pidana Adat dalam
Pembaharuan Hukum Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti.
Jean-Paul Grund and Joost Breeksema. 2016. yang dikutip oleh Drug
policy Alliance (DPA), Approaches to Decriminalizing Drug Use &
Possession, New York: Drug policy Alliance (DPA).
Low, Peter W. dkk. 1986. Criminal Law: Cases and Materials . New York:
The Foundation Press Inc.
Lubis, Solly. 1989. Serba-serbi Politik dan Hukum. Bandung: Mandar Maju.
73
Makarao, Taufik dkk. 2003. Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Moh. Taufik Makarao, Suhasril, H. Moh Zakky A.S. 2003. Tindak Pidana
Narkotika. Jakarta: Ghalia Indonesia.
74
Muarif, Hasan Ambari. 1996. At all, Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Iktiar
Baru Van Hoeve.
Muladi dan Barda Nawawi Arif. 1992. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.
Bandung: Alumni.
ND, Mukti Fajar. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris .
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
75
P.F. Lamintang. 1984. Dasar-dasar Hukum Pidana. Bandung: Sinar Baru.
Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim B. 2005. Politik Hukum Pidana: Kajian
kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalitas . Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Pratama Harrys Teguh dan Usep Saepullah. 2016. Teori dan Praktek
Hukum Acara Pidana Khusus. Bandung: CV Pustaka Setia.
Reid Sue, Titus. 1976. Crime and Criminologi. Illinois: The Dryden
PressHindsale.
76
Remmelink, Jan. 2003. Hukum Pidana Komentar atas Pasal-pasal
Terpenting dari KUHP Belanda dan Pidananya dalam KUHP
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sholehuddin. 2004. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
77
Sidarta, Arif. 1996. Refleksi Tentang Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
78
Sunarso, Siswanto. 2012. Politik Hukum Undang-Undang Narkotika (UU
Nomor 35 Tahun 2009). Cetakan pertama. Jakarta: Rineka Cipta.
Suparni, Niniek. 2007. Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan
Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika.
Syamsu, M. Ainul. 2016. Penjatuhan Pidana & Dua Prinsip Dasar Hukum
Pidana. Cetakan ke-1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Teguh dan Aria. 2011. Hukum Pidana Horizon baru Pasca Reformasi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tim Ahli Pusat Dukungan Pencegahan BNN. 2007. Mencegah Lebih Baik
Dari Pada Mengobati. Jakarta: Badan Narkotika Nasional
79
U.S. ITC. 2006. U.S.-Colombia Trade Promotion Agreement: Potential
Economy-wide and SelectedSectoral Effects . Washington: U.S.
International Trade Commission.
UNODC. 2010. World Drug Report 2010. United Nations Office on Drugs
and Crime, Juni.
Yusuf al-Qardhawi. 1993. Halal Dan Haram Dalam Islam. Surabaya: Bina
Ilmu.
80
Jurnal, Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi
Roni Gunawan Raja Gukguk dan Nyoman Serikat Putra Jaya. 2019.
“Tindak Pidana Narkotika Sebagai Transnasional Organized Crime”
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu
Hukum Universitas Diponegoro, Volume 1, Nomor 3, Tahun 2019.
Ashar. 2015. “Konsep Khamar Dan Narkotika Dalam Alqur’an Dan Undang-
undang”. Jurnal FENOMENA Volume 7, No 2, 2015
81
Davis, S., Triwahyuono, A. & Alexander, R. 2009. “Survey of abuses
against injecting drug users in Indonesia”. Harm Reduction Journal,
6:28 doi:10.1186/1477-7517-6-28
82
I Wayan Wardana. 2014. Kebijakan Formulasi Pidana Mati Dalam Tindak
Pidana Narkotika Di Indonesia, Jurnal IUS Kajian Hukum dan
Keadilan, Vol II, Nomor 5, Agustus 2014
Merry Natalia Sinaga. 2018. “Ide Dasar Double Track System: Sanksi
Pidana dan Tindakan sebagai Sistem Pemidanaan terhadap Pelaku
Kejahatan Penyalahgunaan Narkotika” Jurnal Penelitian Pendidikan
Sosial Humaniora. Edisi No. 1 Vol. 3, (2018)
83
Tahun 2009” Jurnal Hukum Khaira Ummah. Edisi No. 2 Vol.12, (Juni
2017)
Roni Gunawan Raja Gukguk dan Nyoman Serikat Putra Jaya. 2019.
“Tindak Pidana Narkotika Sebagai Transnasional Organized Crime” ,
jurnal Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi
Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Volume 1, Nomor 3,
Tahun 2019.
Salman Luthan. 2009. “Asas Dan Kriteria Kriminalisasi”. Jurnal Hukum No.
1 Vol. 16 januari 2009.
84
Vivi Ariyanti. 2018. “Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Korban
Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia”. Ringkasan Disertasi.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
American Civil Liberties Union, Report: The War on Marijuana in Black and
White, 2013, https://www.aclu.org/report/report-war-marijuana-
black-and-white
Check, Dan. (1995). The Successes and Failures of George Bush's War on
Drugs. Diakses dari: http://tfy.drugsense.org/bushwar.html
85
dalam http://www.un.org/press/en/2009/gashc3948.doc.htm
(5/3/2016, 12:20 WIB)
86
Monitoring Pusat Eropa untuk Obat dan Ketergantungan Obat (EMCDDA)
didirikan pada tahun 1993. Diaskes dalam
http://www.emcdda.europa.eu/about (2/9/2016, 18:05 WIB)
87
ransform Drug-Policy-Foundation/Cannabis-policy-in-the-
Netherlands.pdf (27/8/2016,15.17 WIB)
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), "World Drug Report
2009," (Vienna: United Nations Office on Drugs and Crime, 2009)
http://www.unodc.org/documents/wdr/WDR_2009/WDR2009_eng_w
eb.pdf
Margriet Van Laar, Gus Cruts. dkk.(Ed).2006. Drug Situation 2006 The
Netherlands. Belanda: Trimbus Institute, diakses dalam
https://www.wodc.nl/images/1462b_fulltext_tcm44-75372.pdf
(27/8/2016, 15:30 WIB)
Margriet Van laar, Gus Cruts. dkk. (Ed).2014. Report To The EMCDDA:
The Netherlands Drug Situation 2014. Belanda: Trimbus Institute,
diakses dalam
88
http://www.emcdda.europa.eu/attachements.cfm/att_239659_EN_N
ational%20Report%202014%2 0Final.pdf (27/8/2016, 12:00 WIB)
http://www.cndblog.org/2014/03/round-table-on-demand-reduction.html
diunduh pada 20 Oktober 2020
Konvensi International
89
The Convention for the Suppression of the Illicit Traffic in Dangerous
Drugs 1936
The Genewa Convention for Limiting the Manufacture and Regulating the
Distribution of Narcotic Drugs 1931
Peraturan Perundang-undangan
Perundang-Undangan
Prekursor.
Narkotika.
90
InPres RI Nomor 12 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi
Nasional P4GN
Narkotika.
91
Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 03/2012 tentang Standar Lembaga
Lainnya.
Nasional.
92
Nama : .....................................
NIM : .....................................
93
PROSES BELAJAR – MENGAJAR
PROGRAM STUDI DOKTOR HUKUM Pasfoto
FAKULTAS HUKUM 3 x 4 cm
UNIVERSITAS DIPONEGORO
Nama : ......................................................................
NIM : ......................................................................
Alamat di Semarang : ......................................................................
......................................................................
......................................................................
Alamat Asal : ......................................................................
......................................................................
......................................................................
Instansi Asal : ......................................................................
......................................................................
Alamat e-mail : …………………………………………………………………
No. HP/Telepon : …………………………………………………………………
Tim Promotor : 1. ..................................................................
2. ..................................................................
3. ..................................................................
Beban Studi Kumulatif : ................................................................SKS
94
95
RIWAYAT PELAKSANAAN TAHAPAN UJIAN
96
RIWAYAT PELAKSANAAN TAHAPAN UJIAN
97
CATATAN
KEGIATAN PEMBIMBINGAN DAN KONSULTASI DISERTASI
98
CATATAN
KEGIATAN PEMBIMBINGAN DAN KONSULTASI DISERTASI
99