Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Setiap orang tentu memerlukan obat-obatan dalam hidupnya, terlebih untuk

merawat dan menyembuhkan penyakit, bahkan penyakit yang ringan sekalipun


terkadang perlu disembuhkan secepatnya dengan obat, misalnya flu. Karena telah
diketahui

bahwa

penyakit-penyakit

ringan

tersebut

terdapat

bakteri

yang

menyebabkan infeksi. Selain itu obat-obatan juga diperlukan untuk membebaskan


gejala tertentu, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Tidak hanya itu, obatobatan juga selalu mengalami pembaharuan seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sayangnya, saat ini obat-obatan yang semakin maju itu
tidak hanya digunakan untuk hal-hal positif, tetapi juga disalahgunakan untuk hal-hal
negatif.
Secara alami, setiap orang memang tidak suka dan akan selalu menghindarkan
diri dari rasa sakit, tertekan, susah, dan perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan.
Mereka juga berhak untuk menyelesaikan dan mengatasinya, bahkan tidak sedikit
orang yang mencari jalan keluar dengan memanfaatkan obat-obatan demi
menghilangkan rasa sakit dan menghilangkan ketegangan-ketegangan yang sedang
dihadapi. Dan hal ini nyatanya bukanlah hal yang dibuat-buat karena hal ini
sebenarnya adalah kenyataan yang sangat rentan terjadi, bahkan dalam masyarakat
dan lingkungan sekitar kita.
Terjadi kelangkaan pasokan obat jenis opioida semi sintetik (heroin/putauw,
hidromorfin) beberapa tahun terakhir ini. Data BNN menunjukan kecenderungan
penggunaan obat tersebut mengalami penurunan dan berada pada peringkat kelima
setelah shabu 11.764 kasus (methamfetamin ice), ganja 5.909 kasus, obat daftar G
1.273 kasus, ekstasi atau MDMA 770 kasus (methylene dioxy methamphetamin).

Penyalahgunaan obat-obatan mulanya didominasi oleh cannabis (genus dari


dioecious, tanaman obat yang termasuk family cannabaceae) atau daun ganja, dan
saat ini penyalahgunaan obat-obat resep/apotek justru yang menjadi populer di
masyarakat. Hasil survei yang dilakukan oleh Russel menunjukan bahwa
penyalahgunaan dekstrometorphan atau pil dekstro, dilakukan oleh anak dengan usia
sepuluh sampai empat belas tahun sebanyak 184 orang, usia tujuh sampai sembilan
tahun sebanyak tujuh orang, dan usia lima belas sampai delapan belas tahun sebanyak
695 orang.4 Penyalahgunaan obat yang terjadi di Kota Makassar adalah obat pereda
nyeri jenis Somadril dan Tramadol, obat penenang jenis calmlet, dan jenis
dekstromethorphan digunakan oleh pecandu tingkat pemula.
Data BBNP Kota Makassar pada tahun 2011 menunjukkan penyalahgunaan
obat di kalangan waria sebanyak 895 orang atau 0,06% dari 16,6% jumlah penduduk
Kota Makassar dan sebanyak 589 orang gay atau 0,04% dari 16,6% jumlah penduduk
Kota

Makassar.Menurut

nakamura,

orang

menggunakan

obat-obatan

jenis

metamfetamin untuk berbagai alasan yang berkaitan dengan perilaku seksual,


interaksi sosial dan emosi serta untuk mengatasi persoalan stigma dan diskriminasi
diri terkait dengan orientasi seksual. Compton melaporkan bahwa penggunaan
narkoba jauh lebih tinggi di antara populasi gay, lesbi, biseksual, dan transgender
(GLBT) dari pada populasi heteroseksual. Mathenson menjelaskan korelasi positif
antara penyalahgunaan obat-obatan dengan adanya tekanan psikologis pada kaum
(GLBT). Keinginan untuk terlepas dari tekanan psikologis menjadikan kalangan
LGBT mencari kesenangan melalui pengkonsumsian obat-obatan. Penggunaan
obatobatan di kalangan gay juga dikaitkan dengan berbagai faktor risiko seksual.
Hasil penelitian Rahadjo menunjukan pengonsumsian alkohol dan obat-obatan lebih
mampu memprediksikan perilaku seks berisiko pada pria lelaki seks lelaki (MSM),
pria campuran dibandingkan pada wanita serta pria gay dan biseksual.9 Obat-obatan
seperti stimulants, opiates dan inhalants lebih mampu memprediksi perilaku seks
berisiko daripada alkohol, kokain, hallucinogens dan ecstasy. Pengkonsumsian
alkohol dan obat-obatan lebih dapat memprediksi perilaku seks berisiko seperti

hubungan seks anal reseptif dan hubungan seks anal insertif dari pada hubungan seks
oral reseptif, hubungan seks tanpa kondom, jumlah pasangan seks serta hubungan
seks dalam pengaruh alkohol dan obat-obatan. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi tentang pengaruh penyalahgunaan obat tramadol dan somdaril
terhadap perilaku seks beresiko pada komunitas gay di Kota Makassar.
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba) di Indonesia
beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah serius dan telah mencapai masalah
keadaan yang memperihatinkan sehingga menjadi masalah nasional. Korban
penyalahgunaan narkoba telah meluas sedemikian rupa sehingga melampaui batasbatas strata sosial, umur, jenis kelamin. Merambah tidak hanya perkotaan tetapi
merambah sampai pedesaan dan melampaui batas negara yang akibatnya sangat
merugikan perorangan, masyarakat, negara, khususnya generasi muda. Bahkan dapat
menimbulkan bahaya lebih besar lagi bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa
yang pada akhirnya dapat melemahkan ketahanan nasional. Penyalahgunaan narkoba
di Indonesia telah sampai pada titik yang menghawatirkan.
Berdasarkan data yang dihimpun Badan Narkotika Nasional, jumlah kasus
narkoba meningkat dari sebanyak 3. 478 kasus pada tahun 2000 menjadi 8.401 pada
tahun 2004, atau meningkat 28,9% pertahun. Jumlah angka tindak kejahatan narkoba
pun meningkat dari 4.955 pada tahun 2000 menjadi 11.315 kasus pada tahun 2004.
data baru sampai juni 2005 saja menunjukkan kasus itu meningkat tajam. Sekarang
ini terdapat sekitar 3,2 juta pengguna narkoba di Indonesia, secara Nasional dari total
111.000 tahanan, 30% karena kasus narkoba, perkara narkoba telah menembus batas
gender, kelas ekonomi bahkan usia.2 Maraknya peredaran narkotika di masyarakat
dan besarnya dampak buruk serta kerugian baik kerugian ekonomi maupun kerugian
sosial yang ditimbulkannya membuka kesadaran berbagai kalangan untuk
menggerakkan perang terhadap narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya
(narkoba). Di bidang hukum, tahun 1997 pemerintah mengeluarkan 2 (dua) Undang
Undang yang mengatur tentang narkoba, yaitu Undangundang Nomor 5 Tahun 1997

tentang Psikotropika dan Undangundang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.


Kedua undang-undang tersebut memberikan ancaman hukuman yang cukup berat
baik bagi produsen, pengedar, maupun pemakainya.

1.2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

1.3.

Rumusan masalah
Apakah yag dimaksut dengan persepsi?
Apa saja syarat dan factor terjdinya pesepsi?
Apakah yang dimaksud penyalahgunaan zat / obat?
Obat medis apa saja yang sering disalahgunakan?
Apa sajakah faktor yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat?
Bagaimanakah pencegahan penyalahgunaan obat-obat medis?
Apakah solusi untuk meminimalisasi penyalahgunaan obat-obatan?

Tujuan penulisan

Makalah ini didasarkan pada kenyataan bahwa tidak hanya angka penggunaan obatobatan yang tinggi, tetapi angka penyalahgunaan obat-obatan juga tinggi. Oleh karena
itu, secara garis besar makalah ini dibuat dengan tujuan agar para pembaca dapat
lebih memahami dan mengetahui informasi dan wawasan mengenai :
a. Hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan obat-obatan.
b. Hal-hal yang berkaitan dengan penyalahgunaan obat-obatan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar tentang Persepsi


2.1.1. Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia
dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Persepsi
mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut intern dan ekstern. Berbagai
ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada
prinsipnya mengandung makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui inderanya. Sugihartono, dkk (2007) mengemukakan
bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses
untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi
manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang
mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif
yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.
Bimo Walgito (2004: 70) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang oleh organisme atau
individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang
integrated dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh
individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan
respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir, pengalamanpengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu
stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu dengan individu
lain. Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang sama
dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi
oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut
pandangnya. Jalaludin Rakhmat (2007: 51) menyatakan persepsi adalah pengamatan
tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Sedangkan, Suharman (2005: 23)


menyatakan: persepsi merupakan suatu proses menginterpretasikan atau menafsir
informasi yang diperoleh melalui system alat indera manusia. Menurutnya ada tiga
aspek di dalam persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu
pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian. Dari penjelasan di atas dapat
ditarik suatu kesamaan pendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses yang
dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu
sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui inderaindera yang dimilikinya.
2.1.2. Syarat Terjadinya Persepsi
Menurut Sunaryo (2004: 98) syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut:
a. Adanya objek yang dipersepsi
b. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu
persiapan dalam mengadakan persepsi.
c. Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus
d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang
kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Miftah Toha (2003: 154), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang adalah sebagai berikut :
a. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan
atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan,
nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.
b. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan
dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal
baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.

Menurut Bimo Walgito (2004: 70) faktor-faktor yang berperan dalam persepsi
dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu:
a. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat
datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri
individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja
sebagai reseptor.
b. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, di samping itu
juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima
reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat
untuk mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi
seseorang.
c. Perhatian
Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian,
yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan
persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas
individu yang ditujukan kepada sesuatu sekumpulan objek.
Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu sama lain
dan akan berpengaruh pada individu dalam mempersepsi suatu objek, stimulus,
meskipun objek tersebut benar-benar sama. Persepsi seseorang atau kelompok dapat
jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.
Perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individu,
perbedaanperbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan
dalam motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri
seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, dan
pengetahuannya

2.2. Pengertian Obat


Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.193/Kab/B.VII/71, dikatakan
bahwa obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan
rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan
atau bagian badan manusia. Menurut Batubara (2008), obat adalah zat kimia yang
dapat mempengaruhi jaringan biologi. Dalam WHO, obat didefinisikan sebagai zat
yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik atau psikis. Sedangkan menurut Kebijakan
Obat Nasional (KONAS), obat adalah sediaan yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologis atau kondisi patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dari rasa sakit, gejala sakit,
dan/atau penyakit, untuk meningkatkan kesehatan, dan kontrasepsi. Dalam pengertian
umum, obat adalah suatu substansi yang melalui efek kimianya membawa perubahan
dalam fungsi biologik (Katzung, 2007).
Menurut Katzung (2007), setiap obat memiliki sifat khusus masing-masing
agar dapat bekerja dengan baik. Sifat fisik obat, dapat berupa benda padat pada
temperatur kamar ataupun bentuk gas namun dapat berbeda dalam penanganannya
berkaitan dengan pH kompartemen tubuh dan derajat ionisasi obat tersebut. Ukuran
molekuler obat yang bervariasi dari ukuran sangat besar (BM 59.050) sampai sangat
kecil (BM 7) dapat mempengaruhi proses difusi obat tersebut dalam kompartemen
tubuh. Bentuk suatu molekul juga harus sedemikian rupa sehingga dapat berikatan
dengan reseptornya. Setiap obat berinteraksi dengan reseptor berdasarkan kekuatan
atau ikatan kimia. Selain itu, desain obat yang rasional berarti mampu memperkirakan
struktur molekular yang tepat berdasarkan jenis reseptor biologisnya.

Efek obat terjadi karena adanya interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau
metabolit aktif dengan reseptor atau bagian tertentu dari tubuh.Obat tidak dapat
menimbulkan fungsi baru dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi hanya dapat
menambah atau mempengaruhi fungsi dan proses fisiologi (Batubara, 2008). Untuk
dapat mencapai tempat kerjanya, banyak proses yang harus dilalui obat. Proses itu
terdiri dari 3 fase, yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetik, dan fase
farmakodinamik. Fase farmasetik merupakan fase yang dipengaruhi oleh cara
pembuatan obat, bentuk sediaan obat, dan zat tambahan yang digunakan (Batubara,
2008). Fase selanjutnya yaitu fase farmakokinetik, merupakan proses kerja obat pada
tubuh (Katzung, 2007). Suatu obat selain dipengaruhi oleh sifat fisika kimia obat (zat
aktif), juga dipengaruhi oleh sifat fisiologi tubuh, dan jalur atau rute pemberian obat
(Batubara, 2008). Menurut Katzung (2007), suatu obat harus dapat mencapai tempat
kerja yang diinginkan setelah masuk tubuh dengan jalur yang terbaik. Dalam
beberapa hal, obat dapat langsung diberikan pada tempatnya bekerja, atau obat dapat
diberikan melalui intravena maupun per oral. Fase selanjutnya yaitu fase
farmakodinamik. Proses ini merupakan pengaruh tubuh pada obat (Katzung, 2007).
Fase ini menjelaskan bagaimana obat berinteraksi dengan reseptornya ataupun
pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. Fase farmakodinamik dipengaruhi oleh
struktur kimia obat, jumlah obat yang sampai pada reseptor, dan afinitas obat
terhadap reseptor dan sifat ikatan obat dengan reseptornya (Batubara, 2008).

2.2.2. Peran Obat


Seperti yang telah dituliskan pada pengertian obat di atas, maka peran obat secara
umum adalah sebagai berikut:
1. Penetapan diagnosa
2. Untuk pencegahan penyakit
3. Menyembuhkan penyakit
4. Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan

5. Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu


6. Penigkatan kesehatan
7. Mengurangi rasa sakit (Chaerunisaa, dkk, 2009)
2.2.3. Penggolongan Obat
1. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas
Obat Bebas merupakan obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan warung,
tanpa resep dokter ditandai lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat Bebas Terbatas
(dulu disebut daftar W = Waarschuwing = peringatan), yakni obat-obatan yang dalam
jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai lingkaran
biru bergaris tepi hitam.
2. Obat keras.
berkhasiat keras yang untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter, memakai
tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya.
3. Psikotropika dan Narkotika
Psikotropika adalah zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau
merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan prilaku. Narkotika
adalah zat atau obatyang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi
mereka yang menggunakan dengan memasukkannya kedalam tubuh manusia
(Chaerunisaa, dkk, 2009).

2.3. Defenisi Penyalahgunaan Zat / obat


Penyalahgunaan zat / obat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan
sampai setelah terjadi masalah (Stuart & Sundeen, 1998). Penggunaan zat secara
patologis

dikelompokkan

dalam

dua

kategori: penyalahgunaan

zat

dan

ketergantungan zat. Ketergantungan zat ditandai oleh adanya berbagai masalah yang

10

berkaitan dengan konsumsi suatu zat. Ini mencakup penggunaan zat yang lebih
banyak dari yang dimaksudkan, mencoba untuk berhenti, namun tidak berhasil,
memiliki berbagai masalah fisik atau psikologis yang semakin parah karena
penggunaan obat, dan mengalami masalah dalam pekerjaan atau dengan temanteman.
Penyalahgunaan obat merupakan suatu keadaan dimana suatu obat digunakan
tidak untuk tujuan mengobati penyakit, akan tetapi digunakan untuk mencari atau
mencapai tujuan tertentu seperti ingin mendapatkan kenikmatan dari pemakaian obat
tersebut.
Penyalahgunaan obat itu sendiri adalah penggunaan zat secara terus menerus
bahkan sampai setelah terjadi masalah (Stuart & Sundeen, 1998). Penggunaan zat
secara patologis dikelompokkan dalam dua kategori: penyalahgunaan zat dan
ketergantungan zat. Ketergantungan zat ditandai oleh adanya berbagai masalah yang
berkaitan dengan konsumsi suatu zat. Ini mencakup penggunaan zat yang lebih
banyak dari yang dimaksudkan, mencoba untuk berhenti, namun tidak berhasil,
memiliki berbagai masalah fisik atau psikologis yang semakin parah karena
penggunaan obat, dan mengalami masalah dalam pekerjaan atau dengan temanteman.
Penyalahgunaan obat merupakan suatu keadaan dimana suatu obat digunakan
tidak untuk tujuan mengobati penyakit, akan tetapi digunakan untuk mencari atau
mencapai tujuan tertentu seperti ingin mendapatkan kenikmatan dari pemakaian obat
tersebut. Pada suatu kasus Perbedaan antara penyalahgunaan obat-obatan batuk dari
tahun-tahun dulu dengan sekarang adalah yaitu remaja sekarang menggunakan
internet tidak hanya untuk membeli DMP dalam bentuk bubuk murni, tapi juga
belajar untuk disalahgunakan lebih lanjut. Karena mengkonsumsi dalam volume
besar dari sirup batuk dapat menyebabkan muntah, maka obat-obatan tersebut
diekstrak dari obat batuk dan dijual kembali di Internet dalam bentuk tablet yang
kemudian ditelan atau bubuk yang dihirup. Bahkan di versi online terdapat kalkulator

11

yang dapat menghitung seberapa besar dikonsumsi sesuai dengan berat dan tinggi
badannya.
Meskipun DMP dapat dikonsumsi secara aman pada dosis 15 hingga 30
miligram untuk menekan batuk, namun pengguna biasanya mengkonsumsi lebih dari
360 mg bahkan lebih. Mengkonsumsi dalam jumlah banyak produk yang
mengandung

DMP

dapat

menyebabkan

halusinasi,

hilang

kendali

dari

kendaraan (pada saat mengemudi), dan sensasi out of body.

2.4. Obat Medis Yang sering Disalahgunakan


Secara spesifik I Gusti Lanang Sidiartha dan I Wayan Westa (dalam
Soetjiningsih,2004) mengklasifikasikan zat atau obat yang sering disalahgunakan
orang termasuk remaja adalah sebagai berikut:
a. Pertama, Cannobinoids, yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah marijuana
dan hashish.
b. Kedua, Depressan, yang termasuk kategori ini adalah: (1) Sedatif, obat untuk
mengurangi rasa cemas dan membuat tertidur (alkohol, barbiturat,
methaqualohe/ qualude, gluthetimide /doriden, flunitrazepam/rohipnol,
gamma-hydroxybutyrate/GHB Tranquilizer minor, obat untuk mengurangi
rasa

cemas

serta

dapat

psikologis(diazepam/valium,

menyebabkan

ketergantungan

alprazolam/xanax,

fisik

dan

chlordiazepoxide/librium,

triazolam/halcion dan lorazepam/ativan); (3) Transquilizer mayor (fenotiazin


dan klorpromazin).
c. Ketiga, Stimulan, yang dapat menyebabkan ketergantungan psikologis yang
sangat kuat. Yang termasuk kategori ini adalah: (1) Amfetamin, yang termasuk
kelompok ini adalah clandestin, methamphetamine, pharmaccutical, dll (2)
Nikotin (3) Kafein (4) Kokain (5) Ritalin
d. Keempat, Halusinogen, yang dapat mempengaruhi sensasi, emosi dan
kewaspadaan, dan menyebabkan distorsi persepsi realitas. Obat ini
menyebabkan

ketergantungan

psikologis,

namun

tidak

menyebabkan

12

ketergantungan fisik. Yang termasuk kelompok ini adalah LSD, mescaline,


DMT (dimethyltryptamine), DOM, PCP, psilocybin, dsb.
e. Kelima, Derivat opiun dan morfin, yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan
dapat menyebabkan ketergantungan secara fisik maupun psikologis. Yang
termasuk kelompok ini adalah morfin, heroin, kodein, meferidin, methadon,
fentanil dan opium. Keenam, Anestesi, obat yang termasuk kelompok ini
adalah ketamin dan phencyclidine dan analognya.
Peristiwa makin banyaknya penyalahgunaan obat-obatan terlarang khususnya
narkoba di kalangan pelajar saat ini benar-benar telah menggelisahkan masyarakat
dan keluarga-keluarga di Indonesia. Betapa tidak, meskipun belum ada penelitian
yang pasti berapa banyak remaja pengguna narkoba, namun dengan melihat
kenyataan di lapangan bahwa semakin banyak remaja kita yang terlibat kasus narkoba
menjadi indikasi betapa besarnya pengaruh narkoba dalam kehidupan remaja di
Indonesia. Yang perlu diwaspadai, kasus penyalahgunaan narkoba yang terjadi di
kalangan remaja kita ibarat fenomena gunung es dimana kasus yang terlihat hanya
sebagian kecil saja, sementara kejadian yang sebenarnya sudah begitu banyak. Hasil
Survai Badan Narkoba Nasional (BNN) Tahun 2005 terhadap 13.710 responden
di kalangan pelajar dan mahasiswa menunjukkan penyalahgunaan narkoba usia
termuda tahun dan rata-rata pada usia 10 tahun. Survai dari BNN ini memperkuat
hasil penelitian Prof. Dr. Dadang Hawari pada tahun 1991 yang menyatakan bahwa
97% pemakai narkoba adalah para remaja. Di DIY sendiri kasus peredaran narkoba
sudah begitu marak. Dinas Sosial Propinsi DIY hingga akhir tahun 2004 menemukan
5.561 orang pengguna narkoba. Di tahun 2005 saja, Polda DIY menangani 181
perkara narkoba., yang meliputi 85 perkara psikotropika dan 96 narkoba, dengan 210
tersangka (201 orang laki-laki dan 9 orang perempuan). Yang mengerikan, dari kasus
itu 28 % di antara mereka yang terlibat adalah remaja berusia 17 24 tahun. Menurut
dr. Inu Wicaksono dari RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta telah menjadi kota nomor dua
penyebaran narkoba di Indonesia setelah Jakarta.

13

Lebih rinci lagi obat-obat yang sering disalahgunakan adalah:


a. Paracetamol
Obat demam atau panas yang tergolong populer saat ini adalah paracetamol
atauacetaminophen. Obat ini tergolong antipyretic (penurun panas). Untuk
dewasa biasanya 500 mg per tablet, 3x sehari jika perlu. Jangan sampai
meminumnya lebih dari satu tablet sekali minum, dan tentunya sebaiknya sesuai
dengan anjuran dosisnya (jika 3x sehari artinya diminum setiap 6-8 jam).
Paracetamol ini muncul dalam berbagai kemasan obat dengan merek yang
berbeda-beda baik pada obat penurun panas, maupun pada obat batuk, atau flu.
Selain paracetamol, terdapat juga golongan senyawa obat lain yang juga bisa
berfungsi menurunkan panas yakni dari golongan anti-radang non-steroid
(NSAIDs, Non Steroidal AntiInflammatory Drugs). Contoh obat-obatan golongan
ini adalah dari jenis salicylates (seperti : acetyl salicylic acid atau aspirin, sodium
salicylate, choline salicylate, dll), ibuprofen, ketoprofen, naproxen. Obat jenis ini
juga berfungsi menghilangkan rasa sakit (terutama akibat peradangan). Tak ada
obat yang dikatakan tepat untuk menyembuhkan pilek dan flu. Obat-obatan yang
ada lebih bersifat mengurangi gejala-gejala tak nyaman sebagaimana disebutkan
di atas. Khusus untuk flu saat ini ada obat yang memang bersifat menyerang virus
penyebab flu seperti Tamiflu, Relenza; akan tetapi digunakan hanya bila dirasa
perlu dan harus atas resep dokter. Pilek atau flu yang relatif biasa akan hilang
sendiri (melemah) dalam beberapa hari terutama jika diiringi dengan istirahat
yang banyak, banyak minum air, dan bantuan suplemen dan vitamin.
Paracetamol pada saat ini sering disalahgunakan oleh kalangan remaja
menjadi obat yang memberikan rasa tenang (seperti narkotik). Karena penjualan
obat yang sekarang sangat bebas serta beredar pula di apotik dimana mana dan
tanpa pengawasan yang ketat, bermacam obat pereda demam seperti paracetamol

14

ini juga sering disalahgunakan oleh kalangan remaja maupun dewasa. Apabila
obat ini disalahgunakan, tentunya akan menyebabkan kerusakan hati dan ginjal.

b. Obat penghilang rasa nyeri


Obat pereda atau penghilang rasa nyeri sering menjadi sahabat orang dewasa
untuk menghilangkan rasa sakit di tubuh. Sayangnya seringkali orang menjadi
ketergantungan terhadap obat penghilang rasa nyeri dan mengalami overdosis
hingga menyebabkan kematian. Menurut sebuah laporan baru yang dikeluarkan
oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), resep obat penghilang
rasa sakit (painkiller) yang tidak tepat telah mnyebabkan kematian 15.000 orang
di Amerika Serikat setiap tahun Kematian akibat overdosis obat penghilang rasa
sakit sekarang melebihi jumlah kematian overdosis gabungan heroin dan kokain.
Menurut data yang telah dipublikasikan pada 1 November 2011, resep obat
penghilang rasa sakit yang sering disalahgunakan adalah oxycodone (Oxycotin),
metadon atau xanax (Vicodin). Tetapi ada banyak merek obat lain yang juga
disalahgunakan, antara lain:
Formulasi Oxycodone: termasuk merek Oxyfast, Percolone, dan
Roxicodone
Oxycodone dikombinasikan dengan obat lain: termasuk merek Endocet,
Percocet, Percodan, dan Xolox.
Hydrocodone: termasuk merek Lortab, Tussionex, dan Vanacet
Obat nyeri yang juga sering disalahgunakan adalah Obat somadril yang
fungsinya untuk mengatasi penyakit nyeri otot, nyeri sendi, serta rematik, dan
telah lama beredar di sejumlah warung obat, diduga sering disalahgunakan
untuk kepentingan teler atau mabuk para pembelinya. Bila obat ini digunakan
dalam dosis yang tinggi maka akan menyebabkan gangguan koordinasi
motorik, gangguan konsentrasi, hipotensi, dan bahkan dapat menyebabkan
koma jika terus-menerus digunakan dalam jumlah yang banyak.

15

Misoprostol / Cytotec
Misoprostol yang efektif digunakan untuk mencegah penyakit maag dan
radang lambung, belakangan ini semakin banyak disalahgunakan untuk
menggugurkan kandungan. Cytotecsebetulnya untuk mengobati maag dan
dilarang keras digunakan untuk perempuan hamil dan ibu menyusui. Cytotec
sebetulnya mempunyai indikasi untuk mengobati maag kronis. Cara kerjanya
dalam mengobati lambung adalah menetralisir asam lambung yang tinggi
(yang menjadi penyebab mual dan muntah pasien maag). Selain itu cytotec
mampu melapisi dinding usus yang terluka, yang menjadi penyebab
meningkatnya asam lambung. Tetapi efek samping dari obat ini yaitu memacu
kontraksi sel otot polos di mulut rahim wanita yang dapat menyebabkan
keguguran (pada wanita hamil). Oleh sebab itu, obat ini tidak disarankan bagi
wanita hamil. Jika obat ini disalahgunakan oleh wanita hamil untuk
melakukan aborsi, maka Pelaku aborsi bisa mengalami pendarahan terus
menerus. Kalau pendarahan terjadi tanpa bisa dicegah, bisa saja pelaku aborsi
meninggal dunia.

Flunitrazepam
Obat flunitrazepam digunakan untuk pengobatan seperti gangguan
kecemasan dan insomnia. Tapi efek kuat dari obat ini yang membuat orang
tertidur panjang hingga 2-8 jam kadang digunakan untuk kejahatan agar si
korban tertidur. Di banyak negara, obat flunitrazepam umumnya dikenal
dengan sebutan date rape drugkarena bisa melumpuhkan perempuan selama
penyerangan seksual seperti pemerkosaan. Flunitrazepam memiliki efek
fisiologis yang mirip dengan valium (diazepam), tapi 10 kali lipat lebih kuat.
Ketika seseorang mengalami intoksifikasi umumnya dikaitkan dengan
gangguan penilaian dan keterampilan motorik. Obat ini tidak memiliki rasa

16

dan bau serta larut dalam air yang membuatnya sulit dideteksi sehingga
banyak orang tidak menyadarinya ketika ia dicampurkan ke dalam makanan
atau minuman. Sekitar 10 menit setelah obat tersebut dikonsumsi, seseorang
mungkin akan merasa pusing dan bingung, merasa udara di sekitarnya terlalu
panas atau terlalu dingin serta mual. Secara perlahan ia juga akan mengalami
kesulitan berbicara dan bergerak hingga akhirnya pingsan. Puncak dari efek
ini terjadi dalam waktu 2 jam dan bisa bertahan hingga 8 jam. Umumnya
orang yang konsumsi obat ini tidak bisa mengingat apa yang terjadi selama ia
berada dalam pengaruh obat. Jika obat ini dikombinasikan dengan alkohol,
maka efeknya terhadap memori dan kemampuan menilai sesuatu akan lebih
besar. Dilaporkan kombinasi ini bisa menyebabkan seseorang tidak sadar
selama 8-12 jam setelah dikonsumsi. Efek samping dari penggunaan obat ini
termasuk penurunan tekanan darah, gangguan memori, mengantuk, gangguan
penglihatan, pusing, merasa bingung, gangguan pencernaan dan gangguan
pada retensi urine.

Kodein yang disalahgunakan sebagai morfin


Kodein adalah salah satu turunan morfin, bisa juga diubah menjadi
narkotik yang lebih kuat seperti heroin. Kodein sebenarnya adalah obat yang
sering diresepkan dokter, bisa digunakan sebagai analgetika (penghilang rasa
sakit), anti diare dan antitusive (penekan batuk). Apoteker/pharmacist harus
berhati-hati, karena kodein dapat juga disalahgunakan, jika diminum langsung
ternyata ada sekian persen yang diubah menjadi morfin di saluran pencernaan.
Lebih parah lagi bila ternyata pembeli memang sengaja membeli kodein untuk
di ubah menjadi morfin atau heroin. Jika kodein disalahgunakan menjadi
morfin, maka akan menyebabkan hilangnya rasa nyeri, ketegangan berkurang
dan adanya rasa nyaman diikuti perasaan seperti mimpi dan rasa mengantuk.

17

Jika

terus

menerus

disalahgunakan,

tentunya

akan

menyebabkan

ketergantungan dan meninggal karena overdosis.


Obat anti-cemas
Sisa-sisa kecemasan bisa diobati dengan obat anti-cemas yang sesuai,
terapi perilaku atau psikoterapi. Obat anti-cemas disebut juga ansiolitik atau
obat penenang, diberikan untuk mengatasi gejala-gejala kecemasan. Obat anticemas memiliki efek mengendurkan otot-otot, mengurangi ketegangan,
membantu tidur dan mengurangi kecemasan. Yang paling sering digunakan
adalah benzodiazepin. Obat ini mempercepat relaksasi mental dan fisik
dengan cara mengurangi aktivitas saraf di dalam otak.
Tetapi benzodiazepin bisa menyebabkan ketergantungan fisik dan
pemakaian

pada

alkoholik

harus

sangat

hati-hati.

Contoh benzodiazepin adalah:


-

Alprazolam

Klordiazepoksid

Diazepam

Flurazepam

Lorazepam

Oksazepam

Temazepam

Triazolam.
Secara klinis, semua senyawa benzodiazepin menyebabkan depresi

susunan saraf pusat yang bervarisai tergantung pada dosis yang diberikan.
Sebelum ditemukannya benzodiazepin, barbiturat merupakan obat pilihan
untuk mengatasi kecemasan. Tetapi obat ini berpotensi untuk disalahgunakan,
sering terjadi gejala putus obat dan overdosis serta sering menyebabkan
kematian; sehingga jarang digunakan lagi. Obat-obat anti-depresi kadang juga

18

diberikan untuk penyakit kecemasan.

Obat anti-depresi yang sering

digunakan adalah:

Selective serotonin reuptake inhibitors (fluoksetin, fluvoksamin,

paroksetin, sertralin)
Monoamine oxidase inhibitors (fenelzin, tranilsipromin)
aamitriptilin,amoksapin, klomipramin, imipramin, nortriptilin,
rotriptilin).

Alprazolam adalah salah satu obat anticemas yang sering disalahgunakan dan
paling banyak menimbulkan ketergantungan. Alprazolam adalah obat yang cara
kerjanya memperlambat pergerakan bahan kimia di dalam otak yang membuat
ketidakseimbangan. Dengan cara kerja ini, ketegangan saraf (kecemasan)
seseorang pun berkurang, sehingga si pemakai relatif tenang. Obat ini dapat
menyebabkan ketergantungan jika digunakan dalam pemakaian jangka panjang.
Jika obat ini disalahgunakan, maka akan menyebabkan kesulitan berkonsentrasi
dan dapat terjadi halusinasi.

Dextromethorpan
Dextromethorpan (atau biasa disebut pil dekstro) adalah suatu obat
penekan batuk (anti tusif) yang dapat diperoleh secara bebas, dan banyak
dijumpai pada sediaan obat batuk maupun flu. Dosis dewasa adalah 15-30 mg,
diminum 3-4 kali sehari. Efek anti batuknya bisa bertahan 5-6 jam setelah
penggunaan per-oral. Jika digunakan sesuai aturan, jarang menimbulkan efek
samping yang berarti. Sebelum FDA (Food and Drug Administration)
mengganti narcotic codeine dengan dextromethorpan sebagai obat penekan
batuk yang dijual bebas sekitar tahun 1970-an, remaja dengan mudah
mendapatkannya untuk disalahgunakan. Bertahun-tahun, remaja membuat
penemuan bahwa mereka dapat merasa high/mabuk dengan mengkonsumsi

19

obat-obatan bebas yang mengandung dextromethorpan (juga disebut DXM).


Ditemukan pada tablet, kapsul, dan gel. seperti juga sirup, dextromethorpan
ini terkandung di obat-obatan yang diberi label DM, batuk, penekan batuk
atau Tuss (mengandung tuss pada nama obatnya).
Obat-obatan yang mengandung dextromethorpan sangat mudah
ditemukan, dapat dibeli sesuai kantong remaja, dan legal. Mendapatkannya
sangat mudah, yaitu dengan membeli di toko obat atau mencarinya di kotak
kotak obat dirumahnya. Dan karena ditemukan pada obat-obatan bebas, maka
remaja mengasumsikan bahwa DXM tidaklah berbahaya. Meskipun pada
media sekarang, menurut US Department of Health and Human Services
Substance Abuse and Mental Health Services Administration (SAMHSA)
yang memonitor hubungan antara obat-obatan dengan kunjungan pada Gawat
Darurat dan kematian secara luas, tidak ada perubahan secara signifikan pada
kunjungan di Gawat Darurat RS akibat penyalahgunaan DXM sejak 1994.
Perbedaan antara penyalahgunaan obat-obatan batuk dari tahun-tahun
dulu dengan sekarang adalah yaitu remaja sekarang menggunakan internet
tidak hanya untuk membeli DXM dalam bentuk bubuk murni, tapi juga
belajar untuk disalahgunakan lebih lanjut. Karena mengkonsumsi dalam
volume besar dari sirup batuk dapat menyebabkan muntah, maka obat-obatan
tersebut diekstrak dari obat batuk dan dijual kembali di Internet dalam bentuk
tablet yang kemudian ditelan atau bubuk yang dihirup. Bahkan di versi online
terdapat kalkulator yang dapat menghitung seberapa besar dikonsumsi sesuai
dengan berat dan tinggi badannya.
Meskipun DXM dapat dikonsumsi secara aman pada dosis 15 hingga
30 miligram untuk menekan batuk, namun pengguna biasanya mengkonsumsi
lebih dari 360 mg bahkan lebih. Mengkonsumsi dalam jumlah banyak produk
yang mengandung DXM dapat menyebabkan halusinasi, hilang kendali dari
kendaraan (pada saat mengemudi), dan sensasi out of body. Efek samping
lainnya yang mungkin terjadi dari penyalahgunaan DXM yaitu : bingung, sulit

20

mengambil keputusan, penglihatan yang buram, pusing, paranoia, keringat


berlebihan, bicara mencerca, mual, muntah-muntah, sakit perut, detak jantung
yang tidak normal, tekanan darah tinggi, pusing, lesu, mati rasa pada jari kaki
dan tangan, pucat, kulit yang kering dan gatal, hilang kesadaran, demam,
kerusakan pada otak dan bahkan kematian. Ketika mengkonsumsi dalam
jumlah banyak, DXM juga dapat menyebabkan hyperthermia, atau demam
tinggi.
Dexametasone
Dexametasone (micronized) 0.5 mg dan clorpeniramina maleat 2 mg
adalah obat-obatan yang lazim dipakai untuk mengobati alergi Sehingga
sering diberikan pada penyakit alergi menahun seperti asma bronchiale,
urticaria dan berbagai penyakit alergi lainnya. Obat yang mengandung
komponen ini sering disalahgunakan untuk menggemukkan badan karena
dampak menahan airnya, atau untuk meningkatkan kualitas tidur pemakainya.
Efek sampingnya adalah timbulnya penyakit pencernaan seperti penyakit
maag, luka di lambung, kelainan pencernaan lainnya. Karena sifatnya yang
menahan air, menyebabkan penderita meningkat nafsu makannya dan
bertambah berat. Selain itu obat yang mengandung Dexamethasone
merupakan pemicu timbulnya penyakit kencing manis, apalagi kalau pemakai
mempunyai riwayat penyakit kencing manis di keluarga. Obat ini juga
menyebabkan timbulnya beberapa penyakit kejiwaan bila dipakai secara
berkesinambungan. Karena dampaknya imunosupresif, pemakai mudah
menderita penyakit infeksi virus dan jamur pada tubuhnya. Pemakai jangka
panjang juga akan menderita pengeroposan tulang yang disebut sebagai
osteoporosis. Bila penderita terlalu sensitive, dapat pula terjadi shok, yang
berujung dengan kematian.

21

2.5. Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Obat


Motivasi dan penyebabnya seseorang menyalahgunakan obat bisa bermacam-macam,
antara lain:
1) Ada orang-orang yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan rasa tertekan
(stres dan ketegangan hidup).
2) Ada orang-orang yang bertujuan untuk sekadar mendapatkan perasaan nyaman,
menyenangkan.
3) Ada orang-orang yang memakainya untuk lari dari realita dan tanggung jawab
kehidupan.
4) Faktor-faktor Lingkungan. Para remaja dapat menyalahgunakan obat-obatan
dikemudian harinya jikalau kita memanjakan mereka, melindungi mereka secara
berlebih-lebihan, tidak mengizinkan mereka untuk mandiri, tidak pernah melatih
mereka menghadapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan mereka sendiri.
Sehingga masa kecil yang seperti itu, maka akan menghasilkan :
Pribadi yang tidak matang / labil dan selalu ingin lari dari tanggung jawab.
Seorang anak yang tidak biasa menghadapi dan menyelesaikan persoalanpersoalan hidupnya sendiri akan cenderung memilih obat-obatan jikalau ia mau
melepaskan diri dan lari dari realita kehidupan yang menekan.
Pribadi yang ikut-ikutan. Apalagi sedang mengalami tekanan lingkungan dimana
sebagai pemuda / remaja yang sedang mencari identitas pribadi, mereka akan
tergoda untuk menjadi bagian dari grup di mana penggunaan obat-obatan oleh satu
orang bisa diikuti oleh setiap orang dalam grup itu.
Ketergantungan total pada orangtuanya. Keterpisahan dengan orangtua (kematian
atau putusnya hubungan) akan menyebabkan si anak kehilangan pegangan, apalagi
jikalau ia menghadapi tekanan-tekanan hidup yang lain.
Pendidikan keluarga yang buruk seringkali diberikan oleh tipe-tipe keluarga
dengan latar belakang orangtua yang bercerai, ibu yang mengepalai rumah tangga
dan menekan si ayah, kedua orangtua yang memanjakan anak tunggal, orangtua
peminum, pergaulan bebas dan sebagainya.

22

5). Faktor kontribusi : Hubungan interpersonal yang terganggu, atau keadaan orang
tua yang patologis/kacau.
6). Faktor pencetus : Pengaruh teman kelompok, dan tersedianya obat/zat.

2.4. efek penyalahgunaan obat


2.4.1. Efek Penggunaan Narkoba
Pengkonsumsian narkoba, baik berupa psikotropika maupun narkotika tentu akan
membawa dampak terhadap tubuh manusia. Akibat yang paling fatal adalah
kematian. Berikut adalah uraian mengenai efek penggunaan narkoba yang akhirakhir
ini banyak beredar di masyarakat, khususnya generasi muda :
1. Ecstacy
Diare, dehidrasi, hiperaktif, sakit kepala, menggigil tak terkontrol, detak jantung
cepat & sering, mual & muntah, nafsu makan berkurang, gelisah, pucat &
berkeringat, mood berubah, syaraf otak terganggu, gangguan lever, tulang & gigi
keropos, kematian.
2. Shabu-Shabu
Bersemangat, gelisah, insomnia, kurang nafsu makan, fungsi otak terganggu,
gangguan jiwa, paranoid, gangguan lever, jantung, kematian.
Jika pemakaian dihentikan maka seseorang akan mengalami ketidak tenangan,
cepat marah, cepat lelah, tidak bersemangat, selalu ingin tidur.
3. Putaw (heroin)
Kejang-kejang, mual, hidung & mata berair, kehilangan nafsu makan, kurang
cairan tubuh, mudah ngantuk, cadel, bicara tidak jelas, sulit konsentrasi, AIDS,
kematian.
Jika pemakaian dihentikan maka pemakai akan mengalami sakaw. Sakaw
merupakan reaksi normal ketika seseorang berhenti mengkonsumsi putaw.
4. Codein, Demerol & Methadone

23

Kacau bicara, kerusakan penglihatan pada malam hari, kerusakan lever & ginjal,
AIDS, hepatitis, kematian.
Jika pemakaian dihentikan maka akan dialami kram otot parah, nyeri tulang, diare
berat, demam, hipertensi, insomnia, gelisah, depresi, mual, muntah.
5. Kokain
Bersemangat, gelisah, nafsu makan berkurang, paranoid, lever terganggu, merusak
otot jantung, kerusakan syaraf, impotent, berat badan menyusut, kejang-kejang,
halusinasi, kerusakan ginjal, kerusakan, kematian.
Jika pemakaian dihentikan maka akan dialami depresi sehingga kerap kali muncul
keinginan untuk bunuh diri.
6. Cannabis
Lamban

berpikir, mengurangi

konsentrasi,

meningkatkan

denyut

nadi,

keseimbangan dan koordinasi tubuh yang buruk, ketakutan, panik, depresi,


kebingungan, halusinasi.
2.4.2. efek penyalahgunaan Psikotopika
Adalah obat keras bukan narkotika, digunakan dalam dunia pengobatan sesuai
Permenkes RI No. 124/Menkes/Per/II/93, namun dapat menimbulkan ketergantungan
psikis fisik jika dipakai tanpa pengawasan akan sangat merugikan karena efeknya
sangat berbahaya seperti narkotika. Psikotropika merupakan pengganti narkotika,
karena narkotika mahal harganya. Penggunaannya biasa dicampur dengan air mineral
atau

alkohol

sehingga

efeknya

seperti

narkotika.

1) Penenang (anti cemas) : bekerja mengendorkan atau mengurangi aktifitas susunan


syaraf pusat. Contoh : Pil Rohypnol, Mogadon, Valium, Mandrax (Mx).
2) Stimulant : bekerja mengaktifkan susunan syaraf pusat. Contoh : Amphetamine,
MDMA, MDA.

24

3) Hallusinogen : bekerja menimbulkan rasa halusinasi/khayalan. Contoh Lysergic


Acid Diethylamide (LSD), Psylocibine.
4.Alkohol
Alkohol dalam ilmu kimia dikenal dengan sebutan etanol adalah minuman keras yang
mempunyai efek bisa memabukkan jika minumnya berlebihan.
2.5.

Persepsi mahasiswa farmasi tentang penylhgunaan obat

2.6.
Pencegahan Penyalahgunaan obat
2.6.1. Sejarah Program Pencegahan
Program pencegahan dikembangkan oleh individu yang merasa terpanggil
untuk melaksanakan program pencegahan, tanpa latar belakang akademik yang
cukup. Umumnya program terfokus pada pemberian informasi obat misalnya
bagaimana bentuknya, bagaimana cara menggunakannya dan bagaimana mereka
mendapat obat, dan konsekuensi dari penggunaan obat. Salah satu ciri khas dari
program ini adalah menggunakan testimonial, berupa menampilkan eks pengguna
untuk mempresentasikan ceritanya serta menjelaskan kehancuran karena adiksi.
Secara intuisi dan logika, banyak orang berpendapat bahwa penggunaan obat
disebabkan kurangnya rasa percaya diri, sehingga program pencegahan dilakukan
untuk memperbaiki rasa percaya diri. Suatu program intuitif yang dilakukan secara
besar-besaran misalnya proyek DARE (drug abuse resistance education) di Amerika,
dilakukan oleh polisi tanpa seragam di sekolah-sekolah. Setiap tahun DARE
dilakukan terhadap 51/2 juta anak di 50 negara bagian. Dalam pelaksanaan program
ini, banyak gagasan baik yang muncul, namun ternyata bahwa gagasan intuitif saja
tidak cukup dan dapat berakibat timbulnya suatu pola pemikiran yang kaku yang
menghalangi dilakukannya program yang lebih efektif. Berbagai penelitian
melaporkan bahwa program DARE tidak efektif. Perbedaan dampak jangka pendek

25

dan panjang tidak terlihat. Penggunaan obat di sekolah yang melaksanakan DARE
dan yang tidak melaksanakan hampir serupa
2. Pencegahan berdasarkan teori
Program pencegahan ini dibuat berdasarkan riset formal. Berbagai disiplin
melaksanakan program pencegahan menurut teorinya masing-masing. Ahli psikologi
sosial menggunakan teori pembelajaran sosial. Menurut teori ini, perilaku seseorang
tergantung pada harapannya akan suatu hasil bila ia melakukan sesuatu. Faktor
lingkungan sangat berpengaruh karena pengguna obat mempelajarinya melalui
pergaulan sosial. Pencegahan berdasarkan teori ini menekankan perlunya membentuk
kemampuan personal-sosial seseorang untuk melawan tekanan dari lingkungan dan
teman untuk menggunakan obat. Mereka harus belajar norma yang benar, belajar
menolak dan belajar keterampilan sosial. Model sosio-kultural dilakukan berdasarkan
asumsi bahwa perubahan dalam pengetahuan akan menyebabkan perubahan norma
sosial.
Bila seseorang diberi pengetahuan mengenai penyalahgunaan obat, maka ia
akan menghindari penggunaan obat terlarang. Selain kedua teori ini, masih banyak
teori lainnya. Beberapa program yang memperhatikan pengaruh faktor sosial dan
kemampuan menghadapi hidup relatif lebih efektif, misalnya Project SMART, Project
STAR, dan Life Skills Training.
2.6.2. Berbagai Program Pencegahan
Tidak ada metode pencegahan yang sempurna, yang dapat diterapkan untuk seluruh
populasi. Populasi yang berbeda memerlukan tindakan pencegahan yang berbeda
pula. Pembagian metode pencegahan adalah,
1. Pencegahan universal, ditujukan untuk populasi umum baik untuk keluarga
maupun anak.
2. Pencegahan selektif, ditujukan bagi keluarga dan anak dengan risiko tinggi. Risiko
tersebut dapat berupa risiko demografis, lingkungan psiko-sosial dan biologis.

26

3. Pencegahan terindikasi, ditujukan terhadap kasus yang mengalami berbagai factor


risiko dalam suatu keluarga yang disfungsional. Untuk masing-masing tipe
pencegahan tersebut, upaya pencegahan dapat dilakukan di sekolah,
keluarga, komunitas, tempat kerja, saat rekreasi, kegiatan agama, dan lain-lain. Usaha
pencegahan dapat ditujukan untuk anak sendiri atau orang tua danlingkungannya.
2.6.3. Tujuan Program Pencegahan
Penelitian menunjukkan bahwa program pencegahan ditujukan pada 12 bidang.
Kepercayaan normatif Persepsi mengenai prevalens penggunaan obat. Persepsi ini
sering dibesar-besarkan, sehingga anak berpikir bahwa penggunaan obat sangat
sering, dan lebih dapat diterima.
Perilaku/gaya hidup Derajat persepsi anak mengenai obat sebagai bagian dari gaya
hidup. Bila anak mempunyai persepsi bahwa gaya hidupnya tidak cocok dengan obat,
mereka akan lebih terproteksi.
Komitmen Merupakan komitmen pribadi mengenai penggunaan obat.
Kepercayaan akan risiko Anak harus mempunyai kepercayaan yang benar
mengenai konsekuensi sosial, psikologis, dan kesehatan. Pada anak yang menjadi
anggota suatu kelompok, mencari kesenangan, napas berbau, sakit, kemungkinan
mengalami masalah.
Kemampuan penolakan Kesanggupan untuk mengidentifikasi dan menghindari
tekanan kawan untuk menggunakan obat.
Kemampuan untuk menetapkan tujuan Kemampuan menetapkan tujuan dan
perilaku, serta melakukan strategi untuk mencapai tujuan.
Kemampuan untuk mengambil keputusan Kemampuan ini juga perlu dilatih agar
anak dapat mengambil keputusan yang tepat.
Kegiatan alternatif Partisipasi dalam aktivitas menyenangkan yang tidak
melibatkan penggunaan obat.
Percaya diri Derajat rasa harga diri dan kepercayaan bahwa mereka mempunyai
karakteristik yang positif.

27

Kemampuan manajemen stress Kemampuan untuk mengatasi stres, termasuk


melakukan relaksasi atau menghadapi situasi yang berisiko.
Keterampilan sosial Kesanggupan untuk berkawan secara positif.
Kemampuan membantu Bagaimana mereka dapat membantu kawan yang
mempunyai masalah, termasuk pula kemampuan mencari pertolongan bila terjadi
masalah.
2.7. Peran Mahasiswa farmasis Dalam Mengatasi Penyalahgunaan obat
Sebagai bagian dari tenaga kesehatan dan garda terdepan bagi akses masyarakat
terhadap obat, maka farmasis dapat berkontribusi secara signifikan dalam
mengidentifikasi dan mencegah penyalahgunaan obat. Melihat berbagai kemungkinan
akses masyarakat terhadap obat yang bisa disalah-gunakan, ada beberapa hal yang
dapat dilakukan:
a) Aktif memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahayanya
penyalahgunaan obat, lebih baik dengan cara yang sistematik dan
terstruktur.
b) Mewaspadai adanya kemungkinan resep-resep yang palsu dan ganjil,
terutama resep-resep yang mengandung obat psikotropika/narkotika. Hal
ini memerlukan pengalaman yang cukup dan pengamatan yang kuat. Jika
terdapat hal-hal mencurigakan, dapat berkomunikasi dengan dokter
penulis resep yang tertera dalam resep tersebut untuk konfirmasi.
c) Mengedepankan etika profesi dan mengutamakan keselamatan pasien
dengan tidak memberikan kemudahan akses terhadap obat-obat yang
mudah disalah gunakan
d) Memperhatikan kegiatan teman mahasiswanya agar tidak terlibat
Penyalahgunaan obat-obatan
e) Memberi nasehat dan penyuluhan kepada rekan mahasiswa atau orangorang terdekat untuk menjauhi Penyalahgunaan obat.

28

f) Turut serta di lingkungan tempat tinggalnya sebagai warga negara yang


baik

memberikan

penyuluhan

dan

penerangan

tentang

Bahaya

Penyalahgunaan obat
Semua ini dapat dilakukan jika farmasis berpegang teguh untuk menjalankan
pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) kepada masyarakat.

BAB III
PENUTUP
3.1. kesimpulan

29

Penyalahgunaan zat / obat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan
sampai setelah terjadi masalah (Stuart & Sundeen, 1998). Penggunaan zat secara
patologis

dikelompokkan

dalam

dua

kategori: penyalahgunaan

zat

dan

ketergantungan zat. Ketergantungan zat ditandai oleh adanya berbagai masalah yang
berkaitan dengan konsumsi suatu zat. Ini mencakup penggunaan zat yang lebih
banyak dari yang dimaksudkan, mencoba untuk berhenti, namun tidak berhasil,
memiliki berbagai masalah fisik atau psikologis yang semakin parah karena
penggunaan obat, dan mengalami masalah dalam pekerjaan atau dengan temanteman.
Penyalahgunaan obat merupakan suatu keadaan dimana suatu obat digunakan
tidak untuk tujuan mengobati penyakit, akan tetapi digunakan untuk mencari atau
mencapai kesadaran tertentu karena pengaruh obat pada jiwa.
Obat-obat medis yang sering disalahgunakan oleh masyarakat saat ini adalah :
-

Paracetamol

Obat penghilang rasa nyeri

Misoprostol / Cytotec

Flunitrazepam

kodein yang disalahgunakan sebagai morfin

Obat anti-cemas

Dextromethorpan

Dexametasone
Motivasi dan penyebabnya seseorang menyalahgunakan obat bisa bermacam-

macam, antara lain: Ada orang-orang yang bertujuan untuk mengurangi atau
meniadakan rasa tertekan (stres dan ketegangan hidup), Ada orang-orang yang
bertujuan untuk sekadar mendapatkan perasaan nyaman, menyenangkan, Ada orangorang yang memakainya untuk lari dari realita dan tanggung jawab kehidupan,
Faktor-faktor Lingkungan, faktor kontribusi : Hubungan interpersonal yang
terganggu, atau keadaan orang tua yang patologis/kacau, Faktor pencetus : Pengaruh
teman kelompok, dan tersedianya obat/zat.

30

Terkait dengan semakin maraknya penyalahgunaan obat medis terutama


penyalahgunaan dextromethorpan, banyak bermunculan oknum penjual pil dekstro
murni dalam bentuk serbuk yang dikemas/dimasukan kedalam kapsul atau bahkan
dicampur dengan obat-obatan terlarang lainnya seperti ekstasi, metamfetamin, dll.
Untuk mewaspadai/mencegah meningkatnya dampak buruk akibat penyalahgunaan
obat-obatan medis diperlukan peran tenaga kesehatan (termasuk apoteker), orang tua,
guru,

masyarakat

dan

instansi

keamanan/kepolisian

secara

bersama

dan

berkesinambungan.
3.2. Saran
Di era modern ini, obat-obat yang disalahgunakan bukan hal yang sulit lagi
didapatkan. Bahkan obat-obat yang beredar dipasaran terkadang disalahgunakan oleh
banyak remaja saat ini. Untuk itu, sebagai perawat, kita sebaiknya tahu tentang obatobat apa saja yang sering disalahgunakan pada saat ini dan kita sebaiknya mampu
memberikan penyuluhan kedepannya nanti tentang bahaya dari penyalahgunaan
obat-obat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

31

Batubara, P. L. 2008. Farmakologi Dasar, edisi II. Jakarta:Lembaga Studi dan


Konsultasi Farmakologi.
Bimo Walgito. (2004). Pengantar psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Andi
Chaerunisaa, Y. A. Surahman, E. dan Soeryati, S. 2009. Farmasetika Dasar, Konsep
Teoritis Dan Aplikasi Pembuatan Obat. Widya Padjadjaran. Bandung.
Katzung, B. G. 2007. Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition. United
States : Lange Medical Publications
Martono, Lydia Harlina. 2006. Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba.
Jakarta: Balai Pustaka.
Mangku,

Made Pastika, Mudji Waluyo, Arief Sumarwoto, dan Ulani Yunus,


2007. pecegahan Narkoba Sejak Usia Dini. Jakarta: Badan Narkotika
Nasional Republik Indonesia.

Miftah Thoha. 2003, Kepemimpinan Dalam Manajemen Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Rakhmat, Jalaluddin, 1999, Psikologi Komunikasi, Remaja Rosda Karya, Bandung
Sofyan, Ahmadi, 2007. Narkoba Mengincar Anak Anda Panduan bagi Orang tua,
Guru, dan Badan Narkotika dalam Penanggulangan Bahaya Narkoba
di Kalangan Remaja. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya. Jakarta :
Sagung Seto
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Suharman, 2005, Psikologi Kognitif, Srikandi, Surabaya.
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Syani,

Abdul, 1995.

Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. PT DUNIA

PUSTAKA Jaya

32

33

Anda mungkin juga menyukai