Anda di halaman 1dari 9

TUGAS UNDANG-UNDANG DAN ETIKA FARMASI

NAMA : Ni Nyoman Mira Mentari

NIM : 20340238

1. Definisi pharmacy (minimal 4)


Jawab :
a. Pharmacy adalah ilmu
b. Pharmacy adalah concerns tentang obat
c. Pharmacy adalah commit tentang obat
d. Pharmacy adalah competents tentang obat (Wertheimer dan Smith, 1989)
Sumber jurnal Majalah Farmasi Indonesia, 12(3), 128-134, 2001.
2. Perbedaan praktek kefarmasian degan pekerja kefarmasian (minimal 3)
Jawab :
Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (UU no 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 108).
Pekerja kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, peyimpanan, dan pendistribusi atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (PP no
51 tahun 2009 pasal 1).
Perbedaan praktik kefarmasian dengan pekerja kefarmasian yaitu :
a. Dasar hukumnya beda dimana Praktik Kefarmasian tertuang pada UU o 36 tahun
2009 tentang kesehatan pasal 108 sedangkan Pekerja Kefarmasian tertuang pada
PP no 51 tahun 2009 tentang pekerjan Kefarmasian pasal 1.
b. Definisinya berbeda, dimana pada pekerja kefarmasian terdapan pengelolaan
obat sedangkan pada praktik kefarmasian tidak ada pengelolaan obat, namun
praktik kefarmasian sudah melakukan pengelolaan obat seperti pengadaan,
penyimpanan, dan pedistribusian obat.
c. Perbedaan yang ketiga yaitu pada pekerja kefarmasian terdapat pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional sedangka pada praktik kefarmasian tidak
melakukannya.
3. Perbedaan cosmetic dan cosmeceutical
Jawab :
a. Kosmetik adalah bahan atu sediaan yang dimaksudkn untuk digunakan pada
bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh kondisi terbaik. (Permenkes RI no
1176/Menkes/PER/VIII/2010 Pasal 1).
b. Cosmeceutical pertama kali diciptakan oleh Albert Kligman pada tahun 1984 di
(Pennsylvania State University) yang merujuk pada zat yang memberikan
manfaat baik sebagai kosmetik maupun terapi.
Perbedaannya yaitu :
1. Cosmetic memiliki regulasi di Indonesia, sedangkan cosmeceutical tidak
memiliki regulasi di Indonesia.
2. Cosmetic tidak memiliki efek terapi, sedangkan cosmeceteucal memiliki
setengah terapi setengah cosmetic.
4. Perbedaan pharmaceutical, drug dan medicine.
Jawab :
Pharmasceutical menurut Kamus Bahasa Inggris Terjemahan Indonesia yang
bermakna kata farmasi
Drug merupakan makna yang Asalnya dari bahasa Perancis yaitu “drogue”
yang memiliki arti membius atau membuat tidak sadarkan diri bagi penggunanya.
Nah arti kata lain, menyebabkan efek tertentu. Drug memang diproduksi untuk
menimbulkan reaksi langsung dalam tubuh.
Medicine merupakan kata yang Diambil dari bahasa latin yakni “medicina” .
Berbeda dengan drug, penggunaan medicine lebih baik dan tidak menimbulkan efek
khusus atau sampai tidak sadarkan. Istilah ini lebih digunakan untuk obat yang
diproduksi dan disebarluaskan untuk mengobati dan mencegah suatu penyakit.
Selain itu, medicine juga dipakai untuk bidang studi pengobatan atau farmasi. 
Jadi perbedaan dari ketiga kata di atas adalah
a. Lebih ke efek dari bahan obat tersebut obat yang dinyatakan dengan
menyebut dengan bahasa drug yaitu dengan membius atau membuat
tidak sadarkan diri bagi penggunanya dan menyebabkan efek tertentu,
berbeda dengan medicine penggunaan medicine lebih baik dan tidak
menimbulkan efek khusus, istilah ini lebih banyak digunakan untu
mengobai dan mncegah suau penyakit.
b. Sedangkan untuk phamacetical merupakan arti lain dari farmasi yang
bermakna luas seperti di terangkan di atas yang berkaitan dengan
obat”an dari produksi sampai efek yang di timbulkan ke pengguna atau
pasiennya.
5. PH, apa makna dari P?
Jawab :
Pengertian pH (Puissance de Hydrogen) pH adalah derajat keasaman yang
digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh
suatu larutan
Konsep pH pertama kali diperkenalkan oleh kimiawan Denmark Søren Peder
Lauritz Sørensen pada tahun 1909. Tidaklah diketahui dengan pasti makna singkatan
"p" pada "pH". Beberapa rujukan mengisyaratkan bahwa p berasal dari singkatan
untuk power p (pangkat), yang lainnya merujuk kata bahasa Jerman Potenz (yang
juga berarti pangkat), dan ada pula yang merujuk pada kata potential. Jens Norby
mempublikasikan sebuah karya ilmiah pada tahun 2000 yang berargumen bahwa p
adalah sebuah tetapan yang berarti "logaritma negatif"
Literatur :
Antoni zulius, 2007, Rancang Bangun Monitoring pH Air Menggunakan Soil
Moisture Sensor di SMK N 1 Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang.
Penerbit : JUSIKOM. Lubukkupang
NAMA : Ni Nyoman Mira Mentari

NIM : 20340238

ASPEK UU 36/2009
JUDUL KESEHATAN
ALASAN ATAU LATAR 1. kesehatan merupakan hak asasi manusia
BELAKANG DI BUAT 2. kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya
3. setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan
kesehatan pada masyarakat Indonesia akan
menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi
Negara
4. setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan
wawasan kesehatan dalam arti pembangunan
nasional harus memperhatikan kesehatan
masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua
pihak baik Pemerintah maupun masyarakat
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan
DASAR HUKUM Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
KETENTUAN UMUM DEFINISI : Kesehatan, Sumber daya di bidang kesehatan,
Sumber daya di bidang kesehatan, Sediaan farmasi, Alat
kesehatan, Tenaga kesehatan, Fasilitas pelayanan
kesehatan, Obat, Obat tradisional, Teknologi kesehatan dsb
TUJUAN Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN
MEMUTUSKAN
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :

1. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinka setiap orang untuk hidup produktif secara social ekonomis.
2. Sumber daya dibidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, pebekalan
kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan
dan teknologi yang dimanfaatkan unuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 98
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu
dan terjangkau.
2. Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan,
menyimpan, mengelola, mempromosikan, dan mengedarka obat dan bahan yang
berkhasiat obat.
3. Ketentua mengenai pegadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran
sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu peayanan farasi
yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pasal 102
1. Penggunaan sedian farmasi yang berupa narkotik dan psikotropik hanya dapat
dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk
disalahgunakan.
Pasal 106
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin
edar.
Pasal 108
1. Praktek kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai degan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
ASPEK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2009
JUDUL PEKERJAAN KEFARMASIAN
ALASAN ATAU LATAR untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 Undang-Undang
BELAKANG DI BUAT Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan
Kefarmasian
DASAR HUKUM 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor
100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
KETENTUAN UMUM Definisi : Pekerjaan Kefarmasian, Sediaan Farmasi, Tenaga
Kefarmasian, Pelayanan Kefarmasian, Apoteker, Tenaga
Teknis Kefarmasian, Fasilitas Kesehatan, Fasilitas
Kefarmasian, dsb
TUJUAN a. memberikan perlindungan kepada pasien dan
masyarakat dalam memperoleh dan/atau
menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu
penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta peraturan perundangan-undangan;
dan
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien,
masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2009
TENTANG
PEKERJAAN KEFARMASIAN
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Pekerja kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan


farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyauran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
3. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
4. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung awab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
5. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
6. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis
farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker.
Pasal 2
1. Peraturan pemerintah ini mengatur pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan,
produksi, distribusi atau penyaluran dan pelayanan sediaan farmasi.
Pasal 4
Tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian untuk :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh
dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan
kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
peraturan perundangg-undangan
c. Memberikan kepastian hokum bagi pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian.
Pasal 5
Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi :
a. Pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi
b. Pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi

ASPEK PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 73 TAHUN 2016
JUDUL STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
ALASAN ATAU LATAR bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014
BELAKANG DI BUAT tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek masih
belum memenuhi kebutuhan hukum di masyarakat sehingga
perlu dilakukan perubahan
DASAR HUKUM UU N0 5 Thn 1997 tentang Psikotropika; UU No 35 Thn 2009
tentang Narkotika; UU No 36 Thn 2009 tentang Kesehatan;
UU No 23 Thn 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU
No 9 Thn 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23
Thn2014; UU Nomor 36 Thn 2014 tentang Tenaga
Kesehatan; Peraturan Pemerintah No 51 Thn 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian ; Peraturan Pemerintah No 40 Thn
2013 tentang Pelaksanaan UU No 35 Thn 2009 tentang
Narkotik; Permenkes No 64 Thn 2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508);
KETENTUAN UMUM DEFINISI : Apotek, Standar Pelayanan Kefarmasian,
Pelayanan Kefarmasian, Resep, Sediaan Farmasi, Obat, Alat
Kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai, Apoteker, Tenaga
Teknis Kefarmasian, Direktur Jenderal, Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya disingkat
Kepala BPOM, Menteri
TUJUAN a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan
Obat yang tidak rasional dalam rangkakeselamatan
pasien (patient safety).

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 73 TAHUN 2016
TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian
oleh Apoteker.
2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.
3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
4. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
5. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam
rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
(2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. perencanaan;
b. pengadaan;
c. penerimaan;
d. penyimpanan;
e. pemusnahan;
f. pengendalian; dan
g. pencatatan dan pelaporan

Anda mungkin juga menyukai