Anda di halaman 1dari 6

Laporan Hasil Diskusi

KEPEMIMPINAN

OLEH
KELOMPOK 5
KELAS B-S1 FARMASI 2019

1. Andi Siti Sakina (821419023)


2. Finky Dwi Putri (821419070)
3. Indah Rahmasari Bobihu (821419076)
4. Miftasya Afdilla Cindani (821419091)
5. Wafiq Aziza Mokodompit (821419026)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
Skenario:
Apotek yang Anda miliki terletak di pinggiran kota, dan apotek Anda
merupakan satu-satunya apotek di wilayah tersebut. Sistem dan lingkungan
masyarakatnya masih tradisional dimana warga masyarakat belum terbiasa ke
dokter apabila menderita penyakit. Kebiasaan membeli obat di pasar masih
berlangsung. Karena apotek Anda masih satu-satunya di wilayah itu, maka
pedagang pasar meminta agar kebutuhan obat yang merupakan produk jualan
mereka harus Anda penuhi. Pedagang tidak peduli dengan aturan tentang
golongan obat apapun yang mereka inginkan Anda harus melayani. Anda sebagai
APA dan sekaligus pemilik apotek melihat celah penjualan obat yang akan
memberi laba besar.
Step 1: Identifikasi kata/istilah yang tidak dimengerti atau tidak populer
1. Laba : nilai dari keuntungan melalui cara mengurangi dari berbagai macam
biaya yang telah dikeluarkan dari semua hasil yang didapatkan (Sukirno,
2012).
2. APA : Apoteker Pengelola Apotek adalah Apoteker yang telah diberi Surat
Izin Apotek (SIA) untuk menyelenggarakan Apotek di suatu tempat tertentu
(Menkes RI, 2002).
Step 2: Identifikasi masalah pada skenario
Adanya sistem dan lingkungan masyarakat yang masih tradisional dimana
warga masyarakat belum terbiasa ke dokter apabila menderita penyakit dan masih
terbiasa membeli obat di pasar. Adapun permintaan pedagang pasar ke satu-
satunya Apotek di wilayah tersebut untuk memenuhi kebutuhan obat yang
merupakan produk penjualan mereka dengan tidak memperdulikan aturan tentang
golongan obat apapun. Sebagai APA dan sekaligus pemilik apotek melihat celah
penjualan obat yang akan memberi laba besar.
Step 3: Menjawab masalah pada step 2 (Brain Storming)
Keberadaan obat di pasar illegal patut diragukan karena tidak didukung oleh
dokumen resmi dan jelas mengenai asal usul obat yang dijual. Adapun resiko
seperti adanya obat palsu, obat yang sudah kadaluarsa, dan obat illegal yang tidak
memiliki izin edar dapat terjadi apabila membeli obat di tempat yang tidak
berwenang atau illegal. Semua kondisi tersebut tentunya berpengaruh terhadap
mutu, khasiat dan keamanan obat tersebut. Oleh karena itu, menggunakan obat
yang dibeli dari sarana tidak berwenang atau illegal, konsumen dapat memperoleh
khasiat yang tidak diharapkan atau bahkan menimbulkan masalah baru yang lebih
buruk terhadap kesehatan.
Pasal 98 dalam Undang-Undang Kesehatan terhadap peraturan pada pelaku
usaha penyedia obat berkaitan dengan farmasi dan alat kesehatan harus aman,
berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau. Setiap orang yang tidak memiliki
keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah,
mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.
Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran
sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan
farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah berkewajiban
membina, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi pengadaan, penyimpanan,
promosi, dan pengedaran sebagaimana dimaksud.
Bebasnya peredaran obat-obatan illegal ternyata banyak diminati masyarakat,
ini disebabkan karena obat-obatan tersebut mudah di dapat dan di jual bebas pada
setiap toko obat yang ada. Masalah kebiasaan masyarakat yang sering membeli
obat tanpa resep di pasar patut diberi pengawasan karena pada umumnya
masyarakat tidak memperhatikan obat yang dikonsumsi apakah termasuk bisa
digunakan tanpa resep dokter ataukah harus dalam pengawasan atau arahan dari
dokter sendiri. Oleh sebab itu sebagai Apoteker sekaligus pemilik apotek yang
satu-satunya ada di wilayah tersebut sangat diperlukan karena permasalahan
menyangkut obat-obatan harus sangat diperhatikan. Hal ini berdasarkan literatur
menurut Hijawati (2020), pelaku usaha juga berperan penting untuk berkomitmen
pada aturan perlindungan konsumen. Undang-undang perlindungan konsumen
tidak dapat berjalan hanya dengan mengandalkan peran pemerintah dalam
membentuk peraturan dan penegakan hukum melalui berbagai aktivitas
pengawasan barang. Tetapi ini saatnya pelaku usaha sebagai “sahabat” pemerintah
mampu berperan serta dalam menegakkan perlindungan konsumen.
Beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai Apoteker sekaligus pemilik
apotek yaitu dengan personal selling atau promosi penjualan merupakan
komunikasi dua arah dengan bertatap muka, sehingga dapat menyampaikan pesan
secara langsung tentang kelebihan ataupun kegunaan produk/jasa yang ditawarkan
dan dapat menjawab pertanyaan calon konsumen pada saat itu juga. Secara umum
dapat dikatakan personal selling harus dapat menimbulkan daya tarik bagi
konsumen, menimbulkan kepuasan dan keinginan untuk mengetahui lebih banyak
produk yang ditawarkan dan akhirnya menimbulkan keinginan untuk melakukan
pembelian. Sedangkan personal selling yang dimaksud pada apotek dilakukan
oleh lulusan yang ahli dibidangnya yakni apoteker dan asisten apoteker untuk
meyakinkan masyarakat mengenai obat yang dibeli dan meningkatkan minat
masyarakat membeli obat di apotek dibandingkan di pasar (Rahmat, 2019).
Apoteker juga dapat mengedukasi masyarakat untuk menggunakan dan
memilih obat yang baik dan benar dengan KIE. Peran farmasis dalam
penyampaian Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dengan obat kepada
pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang penting tentang obat dan
pengobatannya. KIE adalah suatu proses penyampaian informasi antara apoteker
dengan pasien atau keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk
memberikan kesempatan kepada pasien atau keluarga pasien dan membantu
meningkatkan pengetahuan, pemahaman sehingga pasien atau keluarga pasien
memperoleh keyakinan akan kemampuan dalam penggunaan obat yang benar
termasuk swamedikasi. Tujuan dari KIE sendiri adalah agar farmasis dapat
menjelaskan dan menguraikan (explain and describe) penggunaan obat yang
benar dan baik bagi pasien sehingga tujuan terapi pengobatan dapat tercapai dan
pasien merasa aman dengan obat yang dikonsumsi (Nikholasius, 2017).
Pengobatan sendiri atau swamedikasi (self medication) merupakan upaya yang
paling banyak dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala
penyakit, sebelum mereka memutuskan untuk mencari pertolongan ke fasilitas
pelayanan kesehatan/tenaga kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2013).
Apoteker juga dapat memberi tahu kepada masyarakat untuk tidak perlu takut
akan harga yang relatif mahal untuk membeli obat di apotik karena di sana juga
ada obat generik dengan harga terjangkau yang mutu, khasiat dan keamanannya
sama dengan obat yang paten yang lebih mahal harganya. Mutu, khasiat dan
keamanan obat generik terjamin karena dibuat berdasarkan Cara Produksi Obat
yang baik (CPOB).
Selain itu, sebagai Apoteker sekaligus pemilik apotek harus menolak untuk
melayani pedagang dan mengedukasi pedagang untuk tidak menjual obat-obatan
yang dilarang dijual secara bebas seperti obat keras, narkotika, dan psikotropika.
Akan tetapi untuk tetap bisa mendapatkan laba dari pedagang Apoteker sekaligus
pemilik apotek dapat menjual obat yang memiliki golongan bebas atau berlogo
hijau kepada pedagang untuk dijual kembali dipasar, karena obat bebas adalah
obat yang dapat dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter
(Kemenkes, 2006).
Step 4: Buatlah kerangka pikir

APOTEKER

MASALAH

KEBIASAAN
PEDAGANG
MASYARAKAT

SOLUSI

EDUKASI KEPADA PENJUALAN OBAT


MASYARAKAT DAN GOLONGAN BEBAS KEPADA
PEDAGANG PEDAGANG UNTUK DIJUAL
KEMBALI

LABA
DAFTAR PUSTAKA

Hijawati. 2020. Peredaran Obat Illegal Ditinjau Dari Hukum Perlindungan


Konsumen. Solusi, Vol. 18, No. 3, Hal: 394-406.

Kemenkes RI. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas.
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993.
Nikolasius Arinanda Samosir. 2017. Tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan Komunikasi,Informasi, dan Edukasi (KIE) obat dengan Resep
oleh Tenaga Teknis Kefarmasian di Apotek RSUD Dr.Pirngadi Kota
Medan. Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan: Medan.
Rahmat hermawan. 2019. Strategi Promosi Dan Harga Dalam Usaha
Meningkatkan Penjualan Pada Apotek Lovina Farma Banjarmasin.
Skripsi. Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Muhammad Arsyad Al
Banjari. Kalimantan.
Sukirno, Sadono. 2012. Makroekonomi Teori Pengantar. PT RajaGrafindo
Persada: Jawa Barat.
Warnia Nengsih. 2014. Studi Kelayakan Pembukaan Cabang Baru Bisnis Usaha
Menggunakan Model Prediktif. SNIK : Semarang

Anda mungkin juga menyukai