TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemakaman Adat Gorontalo
Molalunga merupakan upacara adat masyarakat Gorontalo yang
berhubungan dengan acara pemakaman. Kegiatan ini sudah merupakan
tradisi masyarakat sejak dahulu yang masih dipertahankan hingga sekarang
ini. Dalam pelaksanaannya acara pemakaman dilaksanakan secara terpadu
antara adat istiadat dan agama Islam. Ada pemahaman bagi masyarakat
bahwa apabila penyelenggaraan pemakaman dilaksanakan secara adat
penuh, lengkap dan sempurna akan berpengaruh bagi keselamatan
almarhum atau almarhumah di alam kubur. Islam sebagai agama mayoritas
masyarakat Gorontalo diyakini bahwa ajaran yang telah lama dianut
meyakini bahwa kewajiban terhadap jenazah ada 4 hal yaitu memandikan,
mengafankan, menshalatkan dan menguburkan jenazah.
Menyelenggarakan keempat hal tersebut bagi masyarakat muslim
hukumnya adalah fardlu kifayah. Sesuai kenyataan, keempat hal tersebut
dikembangkan dalam tata cara adat dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku,
yang dapat dinilai sebagai etika peradaban sebagaimana dilakukan oleh
suku-suku bangsa lainnya. Pengembangan tersebut telah diberlakukan sejak
abad ke-17 di Gorontalo, yakni sejak pemerintahan Sultan Eyato yang
tercetus dalam slogan adati hula-hulato saraa sara’a hula-hula’a to
kuru’aniatau adat bersendi syarak, syarak bersendi alqur’an.
Dalam penyelenggaraan pemakaman menurut adat Gorontalo, ada
tiga versi pelaksanaan pemakaman sesuai status orang yang meninggal
yaitu:
1. Pemakaman untuk Olongia/ atau raja.
Upacaranya disebut pohu-pohutu atau upacara adat lengkap. Upacara
pemakaman untuk raja, biasa diistilahkan : Pohutu to Mongo’eya, yang
melibatkan para Bubato yang terdiri dari enam golongan yaitu:
a) Bupati/Walikota pada tingkat raja
b) Wakil Bupati/ Walikota yang diistilahkan dengan Huhuhu
c) Camat atau Wulea lo Lipu
d) Kadli, Mufti selaku pemimpin agama
e) Mbui Bilowato atau isteri Bupati/Walikota, dan
f) Ta Bilantalo atau putera, puteri Bupati/Walikota sebagai Mongopulubila.
2. Pemakaman untuk para Bubato
Bubato yaitu pejabat di bawah raja termasuk Wali-wali Mowali
(bangsawan dan turunan raja-raja) yaitu pelaksananya adalah pemerintah
setempat, upacaranya tidak selengkap pemakaman raja;
3. Pemakaman untuk rakyat (tuwango lipu), upacara yang sederhana.
Pemakaman secara adat untuk rakyat, dilaksanakan dengan ketentuan:
a) Ada keinginan untuk melaksanakan adat,
b) Ada kemampuan di bidang material (keuangan). Ketentuan ini didasarkan
atas pandangan Islam bahwa setiap jenazah siapapun orangnya patut
dimuliakan dalam satu upacara kebesaran adat. Upacara adat pemakaman
Gorontalo mempunyai fungsi dan nilai tinggi, sebagai suatu
penghormatan dan tanda kebesaran terhadap yang meninggal.
Penghormatan dan tanda kebesaran sering diwujudkan pada gelar yang
disebut gara’i. Gelar itu menggambarkan jasa dan kebiasaannya pada
waktu ia masih mmenduduki jabatan di pemerintahan.
2.2 Tahapan dalam Upacara Pemakaman Adat Gorontalo
Proses pelaksanaan pemakaman adat Gorontalo, yakni adat pohutu
molalungo adalah sebagai berikut:
a. Po’oto/pu’owa(pemberitahuan)
Po’oto dilaksanakan oleh keluarga yang berduka dengan
menyampaikan kepada ketua RW/kepala desa/lurah tentang musibah atas
meninggalnya anggota keluarga. Apabila musibah itu terjadi pada malam
hari, maka disebut pu’owa, yaitu membangunkan kepada desa/lurah di
kala sementara tidur lelap. Selanjutnya ketua RW/kepala desa/lurah
mengecek kebenarannya dan melakukan musyawarah tentang prosesi
penye- lenggaraan jenazah yang akan dilakukan oleh keluarga simayit.
a) Isingga, yaitu istinja yang terbuat dari kain putih yang dirobek
sebanyak 7 (tujuh) kali yang fungsinya digunakan membersihkan
kotoranjenazah.
b) Junupu, yaitu 7 (tujuh) bulatan kapas yang berfungsi menutupi lubang
dubur dan kemaluan jenazah. Untuk laki-laki hanya 5 (lima) bulatan
kapas, karena hanya menutupi lubang duburjenazah.
c) Kain putih 2 (dua) meter, berfungsi untuk menutupi jenazah saat
dimandikan, dan kain putih 2 (dua) meter lagi yang digunakan untuk
mengeringkanjenazah.
d) Sabun berfungsi untuk membersihkan jenazah.
e) Kapur barus dan wewangian lainnya yang fungsinya mengharunkan
jenazah.
Setelah perlengkapan di atas tersedia, maka langkah berikutnya
mempersiapkan air untuk memandikan jenazah, dan dalam adat Gorontalo
ada 3 (tiga) tahapan sebagaimana diungkap Bumulo (wawancara, 2015),
yaitu:
(a) kain kafan yang terdiri dari kain putih bersih, halus dan lembut; (b)
kapas untuk menutupi tubuh mayat; (c) ayu luhi (kayu cendana) yang
dihaluskan; (d) kemenyang yang dihaluskan; dan (e) bedak mayat.
3) Menshalatkan Jenazah
َ اَللَّهُ َّم
ص ِّل َعلَى سيدنا ُم َح َّم ٍد
4) ProsesPemakaman