Anda di halaman 1dari 42

PERAN TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN

DALAM IMPLEMENTASI
PERMENKES NOMOR 31 TAHUN 2016
Budi Djanu Purwanto, SH, MH
Ketua 1 PP PAFI
Seminar & Workshop Kefarmasian
PC IAI Kabupaten Pangandaran & PC PAFI Kabupaten Pangandaran
Hotel Horison Pangandaran, 25 Agustus 2018
CV
 BUDI DJANU PURWANTO, SH, MH
 Jakarta, 8 Januari 1956
 SD Negeri Slipi Pagi II, Jakarta Barat (1963-1968)
 SMP Negeri 88 Slipi, Jakarta Barat (1968-1971)
 SMF Negeri Depkes Jakarta (1971-1974)
 Fakultas Hukum – Universitas Indonesia, (1979-1984)
 Fakultas Hukum – Universitas Indonesia, Pascasarjana (2003-2005)

 RIWAYAT PEKERJAAN
 Staf Urusan POM Dinas Kesehatan DKI Jakarta (1978-1980)
 Staf Sub Seksi Narkoba, Balai POM DKI Jakarta (1980-2000)
 Kasubag Hukum, Ditjen POM Depkes (2000-2001)
 Kabag Bantuan Hukum, BPOM (2001-2008)
 Kabid Informasi Obat, BPOM (2008-2010)
 Kabag Peraturan Perundang-undangan, BPOM (2010-2011)
 Direktur Pengawasan Napza, BPOM (2011-2012)
 Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, BPOM (2012-2016)
 Staf Khusus Kepala BPOM (2016-2017)

 DOSEN TETAP Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,


Program Studi Profesi Apoteker (2006-sekarang),
(Mata kuliah Perundang-undangan dan Etika Farmasi)
 KETUA 1 Pengurus Pusat Persatuan Ahli Farmasi Indonesia(PAFI) (2016-sekarang)
AGENDA

TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN (TTK)

PERANAN & KEWENANGAN TTK

PERMENKES NOMOR 31 TAHUN 2016

FASILITAS KEFARMASIAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TTK


1
TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN
(TTK)
UU 23/1992 ttg KESEHATAN

UU 23/1992 Sarjana
Farmasi
KESEHATAN
Ahli Madya
Farmasi

TTK
Analis Farmasi
PP 51/2009
PEKERJAAN Tenaga Teknis
KEFARMASIAN Menengah/AA
UU 36/2014 ttg TENAGA KESEHATAN
UU
36/2014

TENAGA KESEHATAN adalah Setiap orang yang ASISTEN TENAGA KESEHATAN adalah
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan setiap orang yang mengabdikan diri
serta memiliki pengetahuan dan/atau dalam bidang kesehatan serta memiliki
keterampilan melalui pendidikan di bidang pengetahuan dan/atau keterampilan
kesehatan yang untuk jenis tertentu melalui pendidikan bidang kesehatan di
memerlukan kewenangan untuk melakukan bawah jenjang Diploma Tiga
upaya kesehatan.

Harus memiliki kualifikasi minimum


Harus memiliki pendidikan menengah di bidang
kualifikasi minimum kesehatan.
Diploma Tiga, kecuali Hanya dapat bekerja di bawah
Tenaga Medis supervisi Tenaga Kesehatan.
UU 36/2014 ttg TENAGA KESEHATAN

UU 36/2014
TENAGA KESEHATAN

Sarjana
Farmasi

TTK
Pasal 88 Ahli Madya
Tenaga Kesehatan lulusan pendidikan di bawah Diploma
Tiga yang telah melakukan praktik sebelum ditetapkan
Farmasi
Undang-Undang ini, tetap diberikan kewenangan untuk
menjalankan praktik sebagai Tenaga Kesehatan untuk
jangka waktu 6 (enam) tahun setelah Undang-Undang ini
diundangkan. Analis Farmasi
Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan
mendapatkan STR Tenaga Kesehatan.
2
PERAN & KEWENANGAN TTK
TTK
(PP 51/2009)

Tenaga yang membantu Apoteker


dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan
Tenaga Menengah Farmasi
/Asisten Apoteker.
PELIMPAHAN TINDAKAN
(UU 36/2014)

Pasal 65
(1) Dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga Kesehatan dapat menerima
pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis.
(2) Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian dapat menerima
pelimpahan pekerjaan kefarmasian dari tenaga apoteker.
(3) Pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
dengan ketentuan:
a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah
dimiliki oleh penerima pelimpahan;
b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi
pelimpahan;
c. pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang
pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan; dan
d. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar
pelaksanaan tindakan.
PRAKTIK KEFARMASIAN

TENAGA
PEMERINTAH
KEMENKES KEFARMASIAN PROVINSI

BPOM FASILITAS SEDIAAN PEMERINTAH


KABUPATEN/KOTA
KEFARMASIAN FARMASI
PRAKTIK KEFARMASIAN
(UU 36/2009)

• PRAKTIK KEFARMASIAAN yang meliputi pembuatan termasuk


pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
Pasal pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat
108 serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

• Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan


Pasal kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana
198 dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
PRAKTIK KEFARMASIAN

PRAKTIK KEFARMASIAN
IJAZAH
KEAHLIAN
SERKOM

STRTTK
KEWENANGAN
SIPTTK
Ketentuan Pidana
(UU No. 36/2009)

Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki
keahlian dan kewenangan untuk
melakukan praktik kefarmasian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
108 dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
REGISTRASI TENAGA KESEHATAN
(UU 36/2014)

• Setiap Tenaga Kesehatan


Ps. 44 yang menjalankan praktik
ayat (1) wajib memiliki Surat Tanda
Registrasi.

• Surat Tanda Registrasi


Ps. 44 diberikan oleh konsil masing-
masing Tenaga Kesehatan
ayat (2) setelah memenuhi
persyaratan.
KETENTUAN PIDANA
(UU 36/2014)

Setiap Tenaga Kesehatan yarg dengan


sengaja menjalankan praktik tanpa
memiliki STR sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(Pasal 85 ayat 1)
PERIZINAN TENAGA KESEHATAN
(UU 36/2014)
• Setiap Tenaga Kesehatan yang
Ps. 46 menjalankan praktik di bidang
ayat (1) pelayanan kesehatan wajib memiliki
izin.

Ps. 46 • Izin diberikan dalam bentuk SIP.


ayat (2)
•SIP diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/
Ps. 46 kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang
ayat (3) berwenang di kabupaten/kota tempat Tenaga
Kesehatan menjalankan praktiknya.

•Untuk mendapatkan, Tenaga Kesehatan harus


Ps. 46 memiliki;
•STR yang masih berlaku;
ayat (4) •Rekomendasi dari Organisasi Profesi;
•tempat praktik.
KETENTUAN PIDANA
(UU 36/2014)

Setiap Tenaga Kesehatan yang


menjalankan praktik tanpa memiliki izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (1) dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp100.000,000,00 (seratus
juta rupiah).
(Pasal 86 ayat 1)
3
PERMENKES NOMOR 31 TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERMENKES NOMOR
889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA
TENAGA KEFARMASIAN
SURAT IZIN PRAKTIK Permenkes 31/2016

Setiap tenaga
kefarmasian yang SIPA bagi Apoteker
akan menjalankan
pekerjaan
kefarmasian wajib
memiliki surat izin
sesuai tempat
tenaga kefarmasian SIPTTK bagi TTK
bekerja.
SURAT IZIN PRAKTIKPermenkes 31/2016

SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas
kefarmasian.

SIPA bagi Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling
banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.

Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek, maka Apoteker yang
bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian
lain.

SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian.
4
FASILITAS KEFARMASIAN
FASILITAS KEFARMASIAN
Industri Farmasi
Obat

Industri Bahan
Baku Obat
FASILITAS
PRODUKSI
Industri Obat
Tradisional STANDAR
Fasilitas PELAYANAN
Kefarmasian Pabrik Kosmetik

KEFARMASIAN
KEFARMASIAN
adalah sarana

FASILITAS
PBF
yang FASILITAS
DISTRIBUSI
Instalasi Sediaan
digunakan Farmasi

untuk Apotek
melakukan STANDAR
IFRS
Pekerjaan PROSEDUR
Kefarmasian. Puskesmas OPERASIONAL
FASILITAS
PELAYANAN
Klinik

Toko Obat

Praktek Bersama
SURAT EDARAN MENKES

Nomor HK.02.02/Menkes/24/2017
tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi,
Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
SURAT IZIN PRAKTIK APOTEKER

Fasilitas
PRODUKSI •1 SIPA
Fasilitas
DISTRIBUSI •1 SIPA

Fasilitas
PELAYANAN •3 SIPA
Lanjutan ...

 Apoteker hanya boleh mempunyai 1 (satu) Surat Izin Apotek (SIA). Dalam hal
apoteker telah memiliki SIA, maka apoteker yang bersangkutan hanya dapat
memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain.
 Bagi apoteker sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di fasilitas
pelayanan kefarmasian milik pemerintah harus memiliki SIPA.
 Setiap apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di fasilitas
pelayanan kefarmasian wajib memasang papan nama praktik yang
mencantumkan:
1) Nama Apoteker;
2) SIPA/SIA; dan
3) Waktu praktik (hari/jam).
 FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN HANYA DAPAT MEMBERIKAN PELAYANAN
KEFARMASIAN SEPANJANG APOTEKER BERADA DI TEMPAT DAN MEMBERIKAN
PELAYANAN LANGSUNG KEPADA PASIEN.
Permohonan SIPA

1) fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli;


2) surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau
surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan
kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau
distribusi/penyaluran;
3) surat persetujuan dari atasan langsung bagi apoteker yang
akan melaksanakan pekerjaan kefarmasian di fasilitas
kefarmasian;
4) surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
5) pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.
Lanjutan ...

 Dalam hal apoteker mengajukan permohonan SIPA di fasilitas pelayanan


kefarmasian, untuk:
1) SIPA Kedua harus melampirkan fotokopi SIPA Kesatu; atau
2) SIPA Ketiga harus melampirkan fotokopi SIPA Kesatu dan SIPA Kedua.

 Dalam mengajukan permohonan SIPA harus dinyatakan secara tegas


permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian.
 Kepala Dinas Kesehatan atau penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP) kabupaten/kota harus menerbitkan SIPA paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
SURAT IZIN PRAKTIK TTK

Fasilitas
KEFARMASIAN •3 SIPTTK
Permohonan SIPTTK

1) fotokopi STRTTK dengan menunjukkan STRTTK asli;


2) surat pernyataan apoteker atau pimpinan tempat
pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian;
3) surat persetujuan dari atasan langsung bagi tenaga teknis
kefarmasian yang akan melaksanakan pekerjaan
kefarmasian di fasilitas kefarmasian.;
4) surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun
Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
5) pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.
Lanjutan ...

 Dalam hal tenaga teknis kefarmasian mengajukan permohonan


untuk:
1) SIPTTK Kedua melampirkan fotokopi SIPTTK Kesatu; dan
2) SIPTTK Ketiga melampirkan fotokopi SIPTTK Kesatu dan SIPTTK
Kedua.
 Dalam mengajukan permohonan SIPTTK harus dinyatakan secara
tegas permintaan SIPTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian
kesatu, kedua, atau ketiga.
 Kepala Dinas Kesehatan atau penyelenggara Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP) kabupaten/kota harus menerbitkan SIPTTK paling
lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan
dinyatakan lengkap.
5
PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI TTK
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TTK
(UU 36/2014)

Pasal 57 huruf a Standar Profesi,


Tenaga Kesehatan
dalam menjalankan
praktik berhak Standar Pelayanan
memperoleh Profesi,
pelindungan hukum
sepanjang
melaksanakan tugas Standar Prosedur
sesuai dengan:
Operasional.
STANDAR PROFESI ASISTEN APOTEKER

Standar Profesi
adalah pedoman untuk
menjalankan praktik
profesi kefarmasian
secara baik.
(PP 51/2009)
ASISTEN APOTEKER (AA)
(Kepmenkes 573/Menkes/SK/VI/2008)
SAA/SMF

Poltekkes Jurusan
Farmasi

AA
Akademi Farmasi

Poltekkes Jurusan
Analisa Farmasi dan
Makanan

Akademi Analisa
Farmasi dan Makanan
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
PMK 9/2017 PMK 73/2016 Standar Yanfar
Apotek di Apotek

PELAYANANKEFARMASIAN
STANDAR
KEFARMASIA
N adalah PMK 56/2014 Rumah PMK 72/2016 Standar Yanfar
pedoman Sakit di RS
untuk FASILITAS
melakukan
Pekerjaan
Kefarmasian PMK 74/2016 Standar Yanfar
PMK 75/2014 Puskesmas di Puskesmas
pada fasilitas
produksi,
distribusi atau
penyaluran, PMK 9/2014
dan Klinik
pelayanan
kefarmasian.
PMK 167/1972 Pedagang KMK 1331/2002 Perubahan
Eceran Obat Atas PMK 167/1972
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Standar Prosedur Operasional


adalah prosedur tertulis berupa
petunjuk operasional tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
Standar Prosedur OperasionalPP 51/2009

Dapat dibantu Standar


Fasilitas Produksi
oleh Apoteker Prosedur
Sediaan Farmasi
dan/atau TTK Operasional

Dapat dibantu Standar


Fasilitas Distribusi
Apoteker oleh Apoteker Prosedur
Sediaan Farmasi
dan/atau TTK Operasional

Fasilitas Dapat dibantu Standar


Pelayanan oleh Apoteker Prosedur
Sediaan Farmasi dan/atau TTK Operasional
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL DI FASILITAS
PRODUKSI SEDIAAN FARMASI
(PP 51/2009)
Pasal 7
(1) Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki
Apoteker penanggung jawab.
(2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pasal 11
(1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.
(2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui
secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL DI FASILITAS
DISTRIBUSI SEDIAAN FARMASI
(PP 51/2009)
Pasal 14
(1) Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus
memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
(2) Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian.
Pasal 16
(1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.
(2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui
secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL DI FASILITAS
PELAYANAN KEFARMASIAN
(PP 51/2009)
Pasal 20
(1) Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau
Tenaga Teknis Kefarmasian.
(2) Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian.
Pasal 23
(1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.
(2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui
secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai