Anda di halaman 1dari 13

PKPA Bidang Minat Industri Farmasi Universitas

Surabaya
di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang
23 Juni 19 Juli 2014
Review Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian
Fathonia Novitasari 91387013
Afradilla N. Taufik 91387052
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
Pekerjaan Kefarmasian:
1. Pengendalian mutu sediaan farmasi mulai dari pengamanan, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengelolaan, pelayanan obat atas resep,
dan PIO.
2. Pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Tenaga Kefarmasian : Apoteker dan TTK.
Pelayanan Kefarmasian: Pelay. langsung, bertanggung jawab pada pasien
berkaitan dengan Sed. Farmasi untuk meningkatkan mutu hidupnya.
PBF adalah Perusahaan berbadan hukum yang dapat melakukan pengadaan,
penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi dlm jumlah besar sesuai
perUUan.
Apotek adalah sarana dimana dilakukan pelayanan dan praktek kefarmasian
oleh apoteker
SPO adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang pekerjaan
kefarmasian
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
STRA adalah bukti tertulis yang diberikan menteri kepada
apoteker yang telah diregistrasi.
SIPA adalah surat izin untuk apoteker agar dapat melakukan
pekerjaan kefarmasian di Apotek atau IFRS.
SIK adalah surat izin untuk apoteker dan TTK agar dapat
melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi dan
pendistribusian.
Pekerjaan kefarmasian hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan (Pasal 2 (2)).
Untuk dapat melakukan pekerjaan kefarmasian dibutuhkan nilai
ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan
perlindungan terhadap keselamatan pasien yang berkaitan
dengan sediaan farmasi yang memenuhi persyaratan
keamanan, mutu, dan kemanfaatan (Pasal 3).

Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
Tujuan pekerjaan kefarmasian (Pasal 4):
1. Memastikan pasien mendapatkan dan menetapkan sediaan dan jasa
kefarmasian
2. Menjaga dan meningkatkan mutu penerapan pekerjaan kefarmasian sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan perUUan.
3. Memberi kepastian hukum bagi pasien, masyarakat, dan Tenaga
kefarmasian.

Bab II Penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian
Pelayanan pekerjaan kefarmasian meliputi pengadaan, produksi, distribusi,
dan pelayanan sediaan farmasi yang harus dilakukan oleh tenaga
kefarmasian agar dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat
sediaan farmasi (Pasal 5, 6).

Bab II Penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian

Fasilitas produksi tersebut berupa industri farmasi obat, bahan baku
obat, obat tradisional dan kosmetika yang harus memiliki apoteker
penanggung jawab (Pasal 7,8).
Dalam industri farmasi apoteker penanggung jawab harus berada pada
bidang QA, QC dan produksi. Untuk obat tradisional dan kosmetika
sekurang-kurangnya harus ada 1 apoteker penanggung jawab (Pasal 9).
Pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi harus
memenuhi ketentuan CPOB yang dilakukan berdasarkan SOP (Pasal
10,11).
Segala bentuk pekerjaan kefarmasian dalam proses produksi dan
pengawasan mutu sediaan farmasi harus didokumentasikan oleh
tenaga kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya (Pasal 12, 13).
Pekerjaan kefarmasian dalam fasilitas distribusi harus memiliki seorang
apoteker penanggung jawab yang menerapkan ketentuan CDOB sesuai
dengan SPO dan didokumentasikan oleh tenaga kefarmasian sesuai
dengan tugas dan fungsinya (Pasal 14,15,16,17).
Bab II Penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian
Pekerjaan kefarmasian dalan fasilitas pelayanan kefarmasian (apotek,
IFRS, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama) dilakukan
oleh apoteker dan dapat dibantu oleh apoteker pendamping/TTK yang
menerapkan standar pelayanan kefarmasian (Pasal 19,20,21(1)).
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian apoteker dapat :
Mengangkat apoteker pendamping yang memiliki SIPA
Mengganti obat paten dengan generik atas persetujuan dokter atau
pasien
Menyerahkan obat keras, narkotika, psikotropika atas resep dokter
sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 24).

Rahasia kedokteran dan kefarmasian hanya dapat dibuka untuk
kepentingan pasien, dalam rangka penegakan hukum, dan permintaan
sendiri (Pasal 30 (2)).


Bab III Tenaga Kefarmasian
Tenaga kefarmasian (apoteker dan TTK) dapat melakukan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi, pelayanan kefarmasian.
Tenaga kefarmasian harus memiliki keahlian dan kewenangan dengan
menerapkan standar profesi sesuai undang-undang dan SOP yang berlaku.
(Pasal 33,34,35).
Standar pendidikan Apoteker dibuat oleh IAI dan ditetapkan oleh menteri.
Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian apoteker harus memiliki SKP
yang diperoleh secara langsung bagi apoteker yang baru lulus dan setelah
Apoteker melakukan registrasi dimana SKP berlaku selama 5 tahun dan
dapat diperpanjang melalui uji kompetensi (Pasal 36,37).
Setiap Tenaga kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian wajib
memiliki surat tanda registrasi yang berupa STRA untuk apoteker yang
dikeluarkan oleh Menteri. STRA berlaku selama 5 tahun dan dapat
diperpanjang dengan syarat: memiliki ijazah apoteker, SKP, Surat
pernyataan sumpah apoteker, surat keterangan sehat fisik dan mental
dari dokter dan surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi (Pasal 39, 40,41).


STRA khusus diberikan kepada:
Apoteker WNI lulusan luar negeri yang memiliki SKP
Apoteker WNA lulusan pendidikan apoteker indonesia yang
memiliki SKP dan punya izin tinggal tetap sesuai dengan
perUUan
Apoteker WNA lulusan pendidikan apoteker di luar negeri yang
melakukan adaptasi pendidikan apoteker Indonesia, memiliki
SKP, memenuhi persyaratan untuk bekerja sesuai dengan
ketentuan perUUan (pasal 43).
STRA khusus dapat diperpanjang sesuai dengan pasal 41 (Pasal
46).
STRA dan STRA khusus tidak berlaku bila: habis masa berlaku dan
tidak diperpanjang, dicabut sesuai pUUan, permohonan yang
bersangkutan, yang bersangkutan meninggal dunia, dicabut oleh
menteri dan pejabat kesehatan yang berwenang (Pasal 49).
Bab III Tenaga Kefarmasian
Setiap tenaga kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian
di indonesia wajib memiliki Surat Izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja, yang berupa SIPA bagi Apoteker dan
Apoteker pendamping di Apotek, Puskesmas, IFRS dan SIK bagi
Apoteker yang bekerja diluar Apotek dan IFRS (Pasal 52).
SIPA dan SIK dikeluarkan oleh Pejabat Kesehatan di Kabupaten/kota
tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan (Pasal 53).
Apoteker hanya dapat melaksanakan praktek di satu apotek/
puskesmas/IFRS, sementara Apoteker pendamping dapat
melaksanakan praktek maksimal di 3 apotek/puskesmas/IFRS (pasal
54).
Syarat mendapatkan SIPA/SIKA: STRA (STRA/ STRA Khusus) yang
berlaku, tempat melakukan pekerjaan/fasilitas kefarmasian/
kesehatan yang berizin, dan rekomendasi dari IAI setempat (pasal
55).

Bab III Tenaga Kefarmasian
Pelaksanaan penegakan disiplin tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan
pekerjaan kefarmasian dilakukan sesuai
ketentuan perUUan.
(Pasal 56,57)
Bab IV Disiplin Tenaga Kefarmasian
Menteri, pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota serta IAI
membina dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan kefarmasian yang
diarahkan untuk:
A. Melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksanaannya oleh
tenaga kefarmasian
B. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pekerjaan kefarmasian
sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
C. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat, tenaga
kefarmasian. (Pasal 58,59).


Bab V Pembinaan dan Pengawasan
Pada saat peraturan pemerintah ini mulai berlaku:
1. Apoteker yang memiliki surat penegasan dan/atau Surat Izin
Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan pekerjaan
kefarmasian tetapi dalam waktu 2 tahun wajib menyesuaikan
peraturan pemerintah ini.
2. Asisten apoteker dan analis farmasi yang memiliki surat izin
asisten apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan
pekerjaan kefarmasian tetapi dalam jangka waktu 2 tahun wajib
menyesuaikan peraturan pemerintah ini (Pasal 60).

Apoteker dan asisten apoteker yang dalam jangka waktu 2 tahun
sementara TTK penanggung jawab PBF dalam jangka waktu 3
tahun belum memenuhi persyaratan yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini, maka surat izin untuk menjalankan
pekerjaan kefarmasian batal demi hukum (Pasal 61, 62).

Bab VI Ketentuan Peralihan

Anda mungkin juga menyukai