Anda di halaman 1dari 11

KELOMPOK I

RUSDIANTO RUSTAM
LURI AULIA
FAHRI
ALDA PRATISTA
NUR RAHMI ADIL
HUKUM KESEHATAN DAN
HUKUM FARMASI
Pengertian Hukum Kesehatan
Menurut Prof. Dr. Rang “Hukum Kesehatan adalah seluruh aturan-aturan
hukum dan hubungan-hubungan kedudukan hukum yang langsung
berkembang dengan atau yang menentukan situasi kesehatan di dalam
mana manusia berada”.

Hukum kesehatan adalah pengetahuan yang mengkaji tentang


bagaimana sebuah penegakan aturan hukum terhadap akibat
pelaksanaan suatu tindakan medik/kesehatan yang dilakukan oleh pihak
yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan yang dapat dijadikan dasar
bagi kepastian tindakan hukum dalam dunia kesehatan.
UNSUR HUKUM KESEHATAN
1. Semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan bidang pemeliharaan kesehatan (Health Care) mengandung
arti bahwa :
a.Istilah ‘ketentuan’ lebih luas artinya daripada istilah peraturan hukum, karena istilah ‘peraturan hukum’ umumnya tertulis.
b.Pengertian ‘ketentuan hukum’ termasuk pula ‘hukum tidak tertulis’. Misalnya :
- Imunisasi
- Pemberantasan dan Tata Cara Mengatasi Penyakit Menular.
2. Ketentuan yang tidak berhubungan dengan bidang pemeliharaan kesehatan tetapi merupakan penerapan dari bidang
hukum, antara lain :
a. Hukum Perdata, misalnya hubungan antara dokter dan pasien yang merupakan :
- hubungan hukum karena adanya kontrak dengan tujuan penyembuhan (kontrak Terapeutik), misalnya berdasarkan Pasal 1320
BW menyatakan bahwa syarat sahnya suatu persetujuan adalah : adanya kesepakatan antara para pihak.
b. Hukum Pidana, dalam terjadi hal-hal seperti :
- Kelalaian yang mengakibatkan matinya seseorang (Pasal 359 KUHP)
- Kelalaian yang mengakibatkan luka berat atau cacat (Pasal 360 KUHP)
c. Hukum Administrasi, misalnya Izin Praktek yang dikeluarkan oleh Depkes yang harus dimiliki oleh setiap dokter praktek, Rumah
Sakit, apotik, dll
3. Pedoman Internasional, Hukum Kebiasaan, Jurisprudensi yang berkaitan dengan Pemeliharaan Kesehatan (Health Care).
4. Hukum Otonom, ilmu dan literatur yang menjadi sumber hukum.
FUNGSI HUKUM KESEHATAN
Sejalan dengan asas hukum, maka fungsi hukum
kesehatan pun ada tiga, yaitu :
a. Fungsi Manfaat
b. Fungsi Keadilan
c. Fungsi Kepastian hukum

Ketiga fungsi hukum ini pada prinsipnya adalah ingin


memberikan ‘perlindungan’ dari aspek ‘hukumnya’. Dalam
pengertian melindungi, menjaga ketertiban dan
ketentraman itulah tersimpul fungsi hukum. Dalam
fungsinya sebagai alat ‘social engineering’ (pengontrol
apakah hukum sudah ditepati sesuai dengan tujuannya),
maka hukum dalam kaitannya dengan penyelesaian
masalah-masalah di bidang kedokteran/ kesehatan, dan
kefarmasian diperlukan.
PENGERTIAN HUKUM
KEFARMASIAN
Hukum kefarmasian merupakan seperangkat peraturan yang mengatur tentang
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan tradisional.
Undang - Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU No.36 tahun
2014) Pasal 66 ayat 1 menyatakan bahwa Setiap tenaga kesehatan dalam
menjalankan praktik berkewajiban untuk memenuhi standar profesi, standar
pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional. Dalam menjalankan sistem
nilai dan sistem otonom sebagai profesi apoteker di Indonesia diwadahi dalam suatu
ikatan organisasi profesi yaitu Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Tenaga Kefarmasian Tergolong
Tenaga Kesehatan
a. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang “Tenaga
Kesehatan” pasal 1 ayat (1), menyatakan bahwa Tenaga Kefarmasian tergolong kelompok
tenaga kesehatan.

b. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang


“Pekerjaan Kefarmasian” pasal 1 ayat 1, menyatakan bahwa “Pekerjaan Kefarmasian
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional”.

c. Pekerjaan kefarmasian menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor. 36 Tahun 2009 yaitu


meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan Dan Praktik Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian yang semula hanya berorientasi pada pengelolaan obat
sebagai komoditi (drug oriented) berubah menjadi pelayanan yang komprehensif
berbasis pasien (patient oriented) dengan mengacu kepada filosofi pharmaceutical
care (Asuhan Kefarmasian).

Praktik kefarmasian yang mengacu pada asas pharmaceutical care


merupakan praktek profesi farmasi yang berfokus pada kepentingan pasien
(patient centered) dan bersifat outcome-oriented yang diwujudkan dalam
bentuk pelayanan farmasi klinik.
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN
2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN, YANG
MENSYARATKAN SEMUA TENAGA KESEHATAN YANG
MELAKUKAN PRAKTIK WAJIB MEMILIKI SURAT IZIN
PRAKTIK

1. SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan


untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
2. Dikecualikan dari ketentuan tersebut, SIPA bagi Apoteker di
fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling
banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.
3. Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek, maka
Apoteker yang bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA
pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain.
4. SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat
fasilitas kefarmasian.
5. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian hanya dapat memberikan
pelayanan kefarmasian sepanjang Apoteker berada di tempat
dan memberikan pelayanan langsung kepada pasien.
PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB
Sesuai ketentuan UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan Ketentuan Pidana Pasal 84, sanksi yang
diberikan:
a) Setiap tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat
yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka
berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun.
b) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kematian, setiap tenaga kesehatn dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Unsur Unsur Yang Harus Dipenuhi Untuk
Dapat Menuntut Ganti Rugi
Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tuntutan ganti kerugian yang
didasarkan pada perbuatan melanggar hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian
antara produsen (apoteker) dengan konsumen (pasien). sehingga tuntutan ganti kerugian
dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat
hubungan perjanjian antara produsen dengan konsumen. Dengan demikian pihak ketiga
pun dapat menuntut ganti kerugian. Untuk dapat menuntut ganti kerugian, maka kerugian
tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum. Hal ini berarti bahwa
untuk dapat menuntut ganti kerugian harus dipenuhi unsur-unsur sebagaimna yang di
maksud dalam undang undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yaitu
1. Ada perbuatan melawan hukum;
2. Ada kerugian:
3. Ada hubungan kerugian; dan
4. Ada kesalahan Dari 4 (empat) unsur perbuatan melawan hukum tersebut
Thank
you

Anda mungkin juga menyukai