Anda di halaman 1dari 26

ASPEK LEGAL PELAYANAN FARMASI

JAWA POST Kamis 8 Maret 2007 Apoteker RSUD di tahan


DUGAAN penipuan dan penggelapan dana Rp 260 juta mengantarkan Dra. Lusi Hindiari, apoteker di RSUD dr. Sobandi, masuk sel selasa kemarin. Warga jalan Majapahit, Kaliwates, itu resmi menjadi penghuni tahanan khusus wanita di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Jember. Saat digiring ke tahanan, tersangka dikawal ketat lima polisi dan dua jaksa sampai depan pintu Lapas Jember.`` Menurut Kajari Jember Chanifuddin, kasus yang dijeratkan kepada tersangka adalah penipuan atau penggelapan ( 372 atau 378 KUHP) terhadap tiga korban. Ketiga korban itu adalah Kartini, Agus dan Bagus. Semuanya warga Jember. tak perlu alamat jelas. Mereka semua tinggal di Jember. Kerugian Rp 260 juta. Katanya Modusnya, korban diajak kerja sama bisnis pengadaan abat apotik dengan janji keuntungan menggiurkan. Mereka ditarik puluhan juta hingga ratusan juta rupiah per orang. Tersangka berjanji, korban menerima keuntungan tiap bulan. Lusi menjanjikan keuntungan lima persen dari uang yang diberikan korban, jelasnya.(hdi/jpnn)

Aspek Legal

Peraturan Perundangundangan

Hukum

UNSUR-UNSUR DASAR HUKUM


Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat, Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, Peraturan itu bersifat memaksa, Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas

Hukum kesehatan merupakan cabang dari hukum yang relatif baru berkembang di Indonesia. Hukum kesehatan tersebut adalah cakupan aspek-aspek hukum perdata, hukum administrasi, hukum pidana dan hukum disiplin yang tertuju pada sub-sistim kesehatan dalam masyarakat. Hukum kesehatan di Indonesia dewasa ini seperti yang tertuang dalam Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, hukum kesehatang mempunyai ciri-ciri sistim hukum sipil (kodifikasi) dan sistim hukum kebiasaan (adat),

Sistim hukum kodifikasi Mendasarkan diri pada proses hukum formal Pelaksanaan oleh lembaga peradilan

Sistim hukum kebiasaan Lebih mengarah pada proses informal berupa negosiasi Pelaksanaan secara persuasif oleh pribadi/ agen agen yang memegang/merupakan kunci Bergantung kepada peran Bergantung kepada peran para para sarjana/ ahli hukum sarjana /ahli hukum Bergantung kepada hakikat Bergantung kepada hakikat hukum hukum dalam masyarakat dalam masyarakat

PENGERTIAN
Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi di bidangnya, wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan. Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan. Pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang holistik untuk menyembuhkan pasien yang dilakukan oleh dokter, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya. Apoteker merupakan satu-satunya profesi dari tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi profesi untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dalam kaitan pelayanan kesehatan. Pekerjaan kefarmasian merupakan bagian dari kesehatan ditujukan pada penyediaan jasa kefarmasian dan sediaan farmasi bagi kepentingan masyarakat. Pekerjaan kefarmasian dilakukan dalam bentuk kegiatan produksi, penyaluran, pelayanan, penelitian dan pengembangan, pengawasan, pemeriksaan laboratoris, informasi, pelayanan pasien dan komunitas.

Masyarakat memiliki hak atas pelayanan kesehatan yang dijamin oleh Undang-undang Dasar maupun penjelasannya. Hal tersebut merupakan hak dasar sebagai manusia termasuk mendapatkan pelayanan kefarmasian. Agar dapat memberikan pelayanan yang baik dan bermutu optimal maka perlu penataan secara menyeluruh untuk memberikan kepastian hukum sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian.

LANDASAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN APOTEKER


Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan Undang-undang RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Peraturan Pemerintah RI No. 41 th 1990 ttg Masa bakti & Ijin Kerja Apoteker Permenkes RI No. 184/Menkes/Per/II/1995 tentang penyempurnaan Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1962 tentang Lafal Sumpah/Janji Apoteker Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Keputusan Presiden RI Nomor 56 tahun 1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan. Kepsama antara Polri dengan Badan POM, No. POL: Kep/20/VIII/2002, No: HK.00.04072.02578, tentang Peningkatan hubungan kerjasama dalam rangka pengawasan dan penyidikan tindak pidana di bidang obat dan makanan. Keputusan menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

PERSYARATAN APOTEKER MELAKUKAN PELAYANAN KEFARMASIAN

1. IJAZAHNYA TELAH TERDAFTAR PADA DEPARTEMEN KESEHATAN


Apoteker yang telah mengucapkan sumpah apoteker dalam waktu.satu bulan ijasahnya harus sudah di daftarkan oleh perguruan Tinggi yang Menghasilkan. Dibuktikan dengan adanya surat bukti lapor untuk apoteker yang bersangkutan.

2. TELAH MENGUCAPKAN SUMPAH/JANJI SEBAGAI APOTEKER

Adapun isi sumpah tersebut sebagai berikut;


Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan terutama dalam bidang kesehatan Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai apoteker Sekalipun diancam, saya tidak akan menggunakan pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai tradisi luhur jabatan kefarmasian Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiyar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian/kedudukan sosial. Saya ikrarkan Sumpah/Janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh keinsyafan.

Sumpah tersebut tidak saja hanya diucapkan tetapi dihafalkan, dimengerti, dihayati, diresapkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Sumpah tersebut tidak hanya pada dirinya sendiri tetapi kepada Allah, karena ucapan sumpah dimulai dengan kata-kata Demi Allah bagi yang beragama Islam, dan bagi Agama lain kata Demi Allah disesuaikan dengan kebiasaan agama masing-masing. Sumpah tersebut selanjutnya dirinci dalam suatu Kode Etik Apoteker yang merupakan suatu ikatan moral bagi apoteker. Sumpah dan kode etik ditegakkan oleh hukum disipliner atau hukum pengendalian (tuchrecht), yang seharusnya ditegakkan oleh organisasi profesinya.

3. MEMILIKI SURAT IZIN KERJA DARI MENTERI


Untuk dapat melakukan pelayanan kefarmasian seorang apoteker harus mempunyai surat penugasan (SP) yang dikeluarkan Pemerintah yang memberikan kewenangan menjalan praktik kefarmasian di seluruh Indonesia. SP merupakan dasar yang bersangkutan untuk melakukan praktik pada sarana kesehatan, misalnya untuk apotik dengan SIA.

4. MEMENUHI SYARAT KESEHATAN FISIK DAN MENTAL UNTUK MELAKSANAKAN TUGASNYA SEBAGAI APOTEKER.
Seorang apoteker harus mampu melaksanakan profesinya secara profesional, dalam keadaan sehat baik jasmani maupun jiwanya.

PHARMACEUTICAL CARE CONCEPT


Tujuan (seperti): 1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat agar mendapatkan pelayanan kefarmasian yang didasarkan pada keilmuan dan teknologi farmasi, 2. memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian sesuai standar yang dipersyaratkan untuk pelayanan kefarmasian yang didasarkan pada keilmuan dan teknologi farmasi.

Apoteker yang mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan praktik kefarmasian bersama dengan tenaga kesehatan lainnya, untuk dapat menjamin kualitas kehidupan pasien, memberikan perlindungan terhadap pasien perlu: Menyediakan pendidikan dan memberikan informasi tentang sediaan farmasi kepada tenaga kesehatan lain, Memerlukan catatan medis untuk digunakan dalam pemilihan obat Memantau penggunaan obat dan bisa memberikan saran untuk penggunaan sediaan farmasi yang pas. Menjalin komunikasi, memberikan pelayanan informasi sediaan farmasi dalam rangka pendidikan kepada pasien maupun masyarakat. Menyediakan, memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan, berpartisipasi dalam penggunaan obat dan audit kesehatan Kegiatan lain yang memerlukan kompetensi seorang apoteker Adanya kewenangan tersebut tentunya mempunyai konsekuensi secara hukum, seorang apoteker akan mempertanggungjawabkan apa yang dikerjakan, baik benar maupun ada kesalahan di dalam pelaksanaannya.

TANGGUNG JAWAB APOTEKER DALAM UPAYA PELAYANAN KEFARMASIAN


Sebelum membicarakan tanggungjawab, marilah kita coba untuk mencari jawab tentang adanya malpraktek yang dilakukan apoteker, Siapa yang secara yuridis bertanggungjawab di (rumah sakit) apabila ada tuntutan hukum? Apakah stakeholder rumah sakit (PT., Yayasan, Perjan, Pemda, dll)? Apakah rumah sakit yang diwakili direktur (CEO)? Apakah apotekernya? Apakah asisten apotekernya? Apakah pasien itu sendiri yang menanggung resiko? Ataukah pihak ke tiga (asuransi) yang dibebani untuk mengganti kerugian?

TANGGUNG JAWAB APOTEKER SEBAGAI PERSONALIA


Tanggung jawab seorang apoteker terhadap sumpah Tanggungjawab etik dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian Tanggungjawab profesi sebagai bagian dari tenaga kesehatan. Tanggung jawab dari segi hukum administrasi Tanggung jawab dari segi hukum perdata Tanggung jawab dari segi hukum Pidana

Tanggung jawab seorang apoteker terhadap sumpah


Seorang apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker sebelum melakukan profesinya wajib mengucapkan sumpah jabatan sebagai apoteker, sumpah tersebut mempunyai konsekuensi dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Sumpah tersebut harus diucapkan, dimengerti dan diamalkan sesuai dengan makna dan isinya dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang apoteker. Apoteker yang baik dan bijaksana dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian mempunyai niat yang tulus, melakukan kerja dengan sungguh-sungguh, tawadhuk, rendah hati dan berintegritas ilmiah dan sosial yang tidak diragukan. Sebagai contoh seorang apoteker memberikan data mengenai obat yang diberikan kepada pasien tanpa izin yang bersangkutan, kepada pengacara padahal klien pengacara tersebut lawan perkara pasien. Hal ini merupakan kesalahan tentang kewajiban simpan rahasia.

TANGGUNGJAWAB ETIK DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN KEFARMASIAN


Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah apoteker. Menyadari akan hal tersebut apoteker berpedoman pada suatu ikatan moral yaitu kode etik apoteker Indonesia. Sebagai contoh pelanggaran etik, seorang apoteker memberikan informasi yang kurang lengkap mengenai khasiat obat-obatan tertentu kepada pasien, dengan maksud agar pasien memilih obat-obatan tertentu yang dikeluarkan oleh pabrik lain.

TANGGUNGJAWAB PROFESI SEBAGAI BAGIAN DARI TENAGA KESEHATAN. Tanggung jawab profesi secara jelas sudah digambarkan dalam sumpah dan kode etik apoteker, tinggal bagaimana kita menjalankannya.

TANGGUNG JAWAB DARI SEGI HUKUM ADMINISTRASI


Apoteker dalam menjalankan profesinya mempunyai kewajiban atau tugas dan tanggung jawab melekat pada perbuatan hukum yang bahkan mesti dilakukan.Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, seorang apoteker telah melakukan perbuatan hukum sehingga perbuatan tersebut mempunyai konsekuensi hukum juga, sebagai contoh dari KUHP maupun per Undang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administrati di dalam hal sebagai berikut;
Melalaikan kewajiban Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan; Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan; Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan UU tenaga kesehatan.

TANGGUNG JAWAB DARI SEGI HUKUM ADMINISTRASI


Hukum biasanya berkaitan dengan suatu perintah (gebod), larangan (verbod), pembebasan (vrijstellin, dispensatie), izin (toesteming, permissie). Apoteker mempunyai otoritas berdasarkan hukum yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lain, oleh karena itu apoteker mestinya meningkatkan kemampuan profesionalnya untuk mutu pelayanan dalam rangka perlindungan terhadap masyarakat. Sanksi administrasi apabila ada ketentuan yang dilanggar, masyarakat atau badan dapat mengajukan gugatan lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

TANGGUNG JAWAB DARI SEGI HUKUM PERDATA


Hubungan hukum menurut KUHPerdata adalah sah apabila didasarkan pada syarat subyektif dan obyektit. Pelayanan Apoteker terhadap pasien secara tidak langsung merupakan perikatan atau perjanjian untuk sepakat memberikan jasa dan mendapatkan jasa kefarmasian. Perjanjian antara apoteker dengan pasien memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata yaitu sepakat untuk adanya pelayanan kefarmasian, misal adanya penyerahan resep dengan membayar dan pemberian obat, cakap untuk suatu kesepakatan, mengetahui apa yang di sepakati, misalnya jumlah obat yang diberikan dapat dihitung, sekian tablet atau sekian kapsul, dan tidak ada penipuan (halal), misal apoteker dilarang memberikan obat sub standar atau obat palsu.

TANGGUNG JAWAB DARI SEGI HUKUM PERDATA


Perjanjian apoteker dengan pasien dalam pelayanan kefarmasian tersebut merupakan undang-undang maka apabila salah satu pihak tidak memenuhi seperti apa yang diperjanjikan (wanprestasi) dapat dituntut. Sebagai contoh dari wanprestasi seorang pasien dengan resep racikan mendapatkan obat dengan nama paten, pasien setuju dengan apa yang tertulis di dalam resep tersebut dan memberikan kewajibannya. Karena dikemas dalam bentuk kapsul dan isinya tidak terlihat, rumah sakit mengganti dengan generiknya, diaduk dan dicampur dimasukkan dalam kapsul dan andaikata pasien tahu maka dapat melakukan penuntutan secara hukum karena tidak dipenuhinya seperti apa yang diperjanjikan.

TANGGUNG JAWAB DARI SEGI HUKUM PIDANA


Kesalahan atau kelalaian Apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian tidak sama dengan kesalahan atau kelalaian menurut hukum. Oleh karena itu ketentuan peraturan hukum yang berlaku umum, baik hukum perdata, hukum pidana maupun administrasi tidak serta merta diterapkan. Dalam hukum Pidana kesalahan/ kelalaian seseorang baru dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kalau memenuhi 3 faktor yaitu;
keadaan batin tindak pidana tersebut adanya hubungan batin antara pelaku tindak pidana dengan perbuatan yang dilakukan, dapat berupa: kesengajaan dan Kealpaan tidak adanya alasan pemaaf`

TANGGUNG JAWAB DARI SEGI HUKUM PIDANA


Apabila hal tersebut dikaitkan dengan pembuktian tentang ada tidaknya ke tiga faktor tersebut, maka pelaku tindak pidana baru dapat dijatuhi pidana bila perbuatan itu dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti menurut undang-undang. Alat bukti yang sah menurut undang-undang terdiri dari :
keterangan saksi keterangan ahli surat petunjuk keterangan terdakwa

Anda mungkin juga menyukai