Anda di halaman 1dari 32

Laporan

PRAKTEK KERJA LAPANGAN


“BOTANI”

OLEH

KELOMPOK : XI (Sebelas)
ASISTEN : 1. RAHMAT PANIGORO S.Farm
2. FRITH LIBERTO
3. ANGGITA PRASETYA NINGRUM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
FARMASI
LABORATORIUM FARMASI BAHAN ALAM
2019
Lembar Pengesahan

“BOTANI FARMASI”
OLEH
KELOMPOK : XI (Sebelas)

1. ALVIANSYAH SAMSU MALAWE (821319065)


2. DELVIRA LAMAJU ( 821419012 )
3. ELDA ALDINA R. FUAD ( 821419056 )
4. FAHIRA RAIS ( 821419114 )
5. NINDIYANI N. TUNA ( 821419103 )
6. NURNOVITA SALEH ( 821419029 )
7. ORIYANA USU ( 821319012 )
8. RIVALDY KALAPATI ( 821419078 )
9. SULISTIAWATI PANYUE ( 821319046 )
10. TARA SAGITA ( 821319020 )

Gorontalo, 8 September 2019

Mengetahui

ASISTEN PENDAMPING

ASISTEN I ASISTEN II ASISTEN III

Rahmat Panigoro S.Farm Frith Liberto Anggita Prasetya Ningrum


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga kelompok kami kelompok XI (SEBELAS) dapat
menyelesaikan laporan praktikum kerja lapangan Botani ini.
Laporan Kerja Lapangan (PKL) Botani ini berisi tentang semua kegiatan
praktikum selama kerja lapangan yang dilakukan di kampus 3 Kota Gorontalo
pada hari Minggu, tanggal 02 September 2019 dan pada Minggu tanggal 09
September 2019, yang dilakukan oleh jurusan farmasi semester 1 Fakultas
Olahrag dan Kesehatan (FOK).
Dalam penyusunan laporan ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
dalam penggunaan kalimat maupun penyusunan laporan. Maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar kami dapat lebih
baik lagi kedepannya dalam pembuatan laporan praktikum berikunya. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi kelompok kami dan umumnya bagi
para pembacanya.

Gorontalo, September 2019


Penyusun

Kelompok XI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................... 1
1.2 TUJUAN PKL ................................................................................ 2
1.3 MANFAAT PKL ............................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DASAR TEORI .............................................................................. 3
2.2 URAIAN TANAMAN ................................................................... 7
2.3 URAIAN BAHAN13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 URAIAN LOKASI PKL............................................................... 13
3.2 ALAT DAN BAHAN ................................................................... 13
3.3 CARA KERJA ..................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL........................................................................................... 21
4.2 PEMBAHASAN ........................................................................... 21
BAB V PENUTUP
5.1 KESIMPULAN ............................................................................ 24
5.2 SARAN ......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 25
LAMPIRAN ....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak dizona khatulistiwa
(tropik) dan terkenal mempunyaikekayaan alam dengan beranekaragam jenis
tumbuhan,tetapi potensi ini belum seluruhnya dimanfaatkan sebagaibahan industri
khususnya tumbuhan berkasiat obat.Masyarakat Indonesia secara turun-temurun
telahmemanfaatkan berbagai jenis tumbuhan untuk bahan obattradisional baik
sebagai tindakan pencegahan maupunpengobatan terhadap berbagai jenis
penyakit. Pemanfaatantumbuhan obat tradisional akan terus berlangsung
terutamasebagai obat alternatif, hal ini terlihat pada masyarakatdaerah yang sulit
dijangkau oleh fasilitas kesehatanmodern (Chairul dan Sulianti, 2002).
Farmasi merupakan ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur,
meracik formulasi obat, identifikasi, kombinasi, analisis dan standarisasi atau
pembakuan obat serta pengobatan termasuk pula sifat-sifat obat dan distribusi
penggunaanya yang aman (Syamsuni, 2006).
Herbarium secara umum dibagi dua jenis yaitu herbarium basah dan
herbarium kering. Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi
yang sudah didentifikasi dan di tanam bukan lagi pada habitat aslinya. Sedangkan
herbarium kering adalah awetan yang dibuat dengan cara pengeringan, namun
tetap terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati dan di jadikan
perbandingan (Stacey, 2004).
Herbarium yang baik selalu disertai identitas, pengumpul (nama pengumpul
atau kolektor dan nomor koleksi). Serta dilengkapi keterangan lokasi asal material
dan keterangan tumbuhan tersebut untuk kepentingan penelitian dan identifikasi
(Onrizal, 2005).
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, maka diadakanlah Praktek Kerja
Lapangan “BOTANI” untuk mengetahui jenis-jenis dan kandungan bahan obat
yang ada disetiap tanaman, serta manfaatnya dalam bidang pengobatan

1
1.2 Tujuan PKL
Tujuan diselenggarakannya Praktek Kerja Lapangan ini yaitu :
1. Untuk mengetahui jenis dan manfaat tanaman yang dapat diolah sebagai
obat.
2. Untuk mengetahui cara mengolah atau membuat herbarium.
1.3 Manfaat PKL
Manfaat yang bisa diambil dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini yaitu:
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis tanaman serta manfaatnya
dalam pengobatan.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara pengolahan serta pembuatan
herbarium.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


2.2.1 Herbarium
Herbarium berasal dari kata “hortus dan botanicus”, artinya kebun botani
yang dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi
spesimen yang telah dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistem klasifikasi
(Onrizal, 2005).
Menurut Steenis (2003), herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan
tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metode tertentu dan
dilengkapi dengan data-data mengenai tumbuhan tersebut.
Herbarium merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh Turnefor
(1700) untuk tumbuhan obat yang dikeringkan sebagai koleksi. Luca Ghini (1490-
1550) seorang Professor Botani di Universitas Bologna, Italia adalah orang
pertama yang mengeringkan tumbuhan di bawah tekanan dan melekatkannya di
atas kertas serta mencatatnya sebagai koleksi ilmiah (Arber, 1938). Pada awalnya
banyak spesimen herbarium disimpan di dalam buku sebagai koleksi pribadi tetapi
pada abad ke-17 Ramadhanil dan Gradstein – Herbarium Celebense 39 praktek ini
telah berkembang dan menyebar di Eropa (Ramadhanil, 2003).
Untuk koleksi objek perlu diperhatikan kelengkapan organ tubuhnya,
pengawetan dan penyimpanannya. Koleksi objek harus memperhatikan pula
kelestarian objek tersebut. Perlu ada pembatasan pengambilan objek. Salah
satunya dengan cara pembuatan awetan. Pengawetan dapat dilakukan terhadap
objek tumbuhan maupun hewan. Pengawetan dapat dengan cara basah ataupun
kering. Cara dan bahan pengawet nya bervariasi, tergantung sifat objeknya. Untuk
organ tumbuhan yang berdaging seperti buah, biasanya dilakukan dengan awetan
basah. Sedang untuk daun, batang dan akarnya, umumnya dengan awetan kering
berupa herbarium (Suyitno, 2004).
Herbarium dibuat dari spesimen yang telah dewasa, tidak terserang hama,
penyakit atau kerusakan fisik lain. Tumbuhan berhabitus pohon dan semak

3
disertakan ujung batang, daun, bunga dan buah, sedang tumbuhan berbentuk
herba disertakan seluruh habitus. Herbarium kering digunakan untuk spesimen
yang mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar, sedangkan
herbarium basah digunakan untuk spesimen yang berair dan lembek, misalnya
buah (Setyawan dkk, 2004).
Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam
praktekpembuatan herbarium. Spesimen herbarium yang baik harus mem
berikan informasi terbaik mengenai tumbuhan tersebut kepada para peneliti.
Dengan kata lain, suatu koleksi tumbuhan harus mempunyai seluruh bagian
tumbuhan dan harus ada keterangan yang memberikan seluruh informasi yang
tidak nampak spesimen herbarium (Aththorick dan Siregar, 2006)
Herbarium merupakan suatu bukti autentik perjalanan dunia tumbuh-
tumbuhan selain berfungsi sebagai acuan identifikasi untuk mengenal suatu jenis
pohon. Istilah Herbarium adalah pengawetan specimen tumbuhan dengan
berbagai cara.untuk kepentingan koleksi dan ilmu pengetahuan. Koleksi specimen
herbarium biasanya disimpan pada suatu tempat yang diberi perlakuan khusus
pula yang dikenal dengan laboratorium herbarium. Para ahli-ahli botani
menyimpan koleksi herbarium mereka pada pusat-pusat herbarium di masing-
masing Negara. Di Indonesia pusat herbarium terbesar terdapat di Herbarium
Bogoriense Bidang Botani, Puslit Biologi-LIPI berada di wilayah Cibinong Jawa
Barat. Laboratorium ini menyimpan lebih dari 2 juta koleksi herbarium yang
berasal dari berbagai wilayah di seluruh Indonesia dan dari berbagai Negara di
dunia. (Balai Diklat Kehutanan Makassar, 2011).
Cyrtococcum acrescens adalah rumput tahunan menjalar yang tumbuh
pada tanah yang tidak terlalu lembab, sering terdapat pada tempat-tempat
ternaung, penyebarannya meliputi 0-1300 m dpl, berbunga sepanjang tahun.
Merupakan gulma yang dominan, dijumpai pada areal TBM maupun TM, karena
toleransinya terhadap suasana ternaung. Gulma ini dipandang tidak berbahaya
dalam persaingan dengan tanaman budidaya. Tumbuhan
ini bermanfaat sebagai pelindung permukaan tanah terutama pada lokasi
yang curam (Nasution, 1986).

4
Menurut Stacey (2004), herbarium digolongkan atas dua yaitu herbarium
kering dan herbarium basah.
1. Herbarium kering
Herbarium kering adalah awetan yang dibuat dengan cara
pengeringan, namun masih tetap terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga
masih bisa diamati dan di jadikan perbandingan. Zat yang di gunakan
dalam proses ini, formalin 4% atau alkohol 70%.
2. Herbarium basah
Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi yang
sudah didentifikasi dan di tanam bukan lagi pada habitat aslinya.
Spesiesmen tumbuhan yang telah diawetkan disimpan dalam suatu larutan
yang di buat dari komponen macam zat dengan komposisi yang berbeda-
beda adapun zat yang di gunakan pada herbarium basah diantaranya
akuades, formalin 4% asam cuka 40% terusi alkohol 50% dan gliserin 10%.
Menurut Djarwaningsih (2002), hal yang perlu diperhatikan pada saat
proses pembuatan herbarium yaitu:
1. Tahap pengumpulan
Pengumpulan tanaman dilakukan dengan melakukan eksplorasi di
lapangan. Selanjutnya masukan tumbuhan yang diperoleh kedalam
vasculum, atau dimasukan saja kedalam halaman sebuah buku yang tebal.
Ambilah terutama dari bagian tumbuhan yang berbunga dan berbuah.
Bagian dari tumbuhan yang besar sedikitnya panjangnya 30-40 cm dan
sedikitnya harus ada satu daun dan satu inflorescencia yang lengkap, kecuali
kalau bagiannya yang khusus masih terlalu besar. Lihatlah bagian tumbuhan
yang berada dibawah tanah. Serta mencatat hal-hal yang penting dan
kekhususan seperti: warna, bau, bagian dalam tanah, tinggi tempat dari
permukaan laut, tempat, banyaknya tanaman tersebut.
2. Tahap pengeringan
Tumbuhan diatur diatas kertas kasar dan kering, yang tidak mengkilat,
misalkan kertas Koran. Letakan diantara beberapa halaman yang dobel dan
sertakan dalam setiap jenis catatan yang dibuat untuk tanaman tersebut. Juga

5
biasanya digunakan etiket gantung yang diikatkan pada bahan tumbuh-
tumbuhan, yang nomornya adalah berhubungan dengan buku catatan
lapangan. Tumbuh-tumbuhan yang berdaging tebal, direndam beberapa
detik dalam air yang mendidih. Lalu tekanlah secara perlahan-lahan.
Gantilah untuk beberapa hari kertas pengering tersebut. Ditempat yang
kelembabannya sangat tinggi, dapat dijemur dibawah sinar mata hari atau
didekatkan di dekat api (diutamakan dari arang). Tanaman dikatakan kering
kalau dirasakan tidak dingin lagi dan juga terasa kaku. Diusahakan bahwa
seluruh sample terus-menerus dalam keadaan kering. Makin cepat mereka
mengering, maka makin baik warna itu dapat dipertahankan.
3. Tahap Pengawetan
Tanaman yang dikeringkan selalu bersifat hygroscopis, akan mudah
sekali terserang jamur. Oleh karena itu, penyimpanan herbarium di tempat
kering dan jemurlah koleksi tersebut dibawah sinar matahari. Ddan dapat
di taburi zat bubukan belerang, naphtaline atau yang lebih baik dapat
digunakan paradichloorbenzol. Kedua zat yang terakhir ini menguap
langsung dan terus-menerus.
4. Tahap pembuatan
Tempel herbarium. Tempelkan nama pada kertas dengan kertas label.
Tuliskan diatas kertas herbarium data mengenai tanggal, tempat ditemukan,
tempat mereka tumbuh, nama penemu, catatan khusus, nama familia dan
nama spesies (Djarwaningsih, 2002).
Adapun manfaat dan kegunaan herbarium menurut Sama (2009)
diantaranya, herbarium sangat pentingsebagai kelengkapan koleksi untuk
kepentingan penelitian dan identifikasi.Hal ini memungkinkan karena
pendokumentasian tanaman dengan cara diawetkan dapat bertahan lebih
lama.Kegunaan herbarium lainnya yaitu sebagai berikut:
- Material peraga pelajaran botani
- Material penelitian
- Alat pembantu identifikasi tanaman
- Material pertukaran antar herbarium di seluruh dunia

6
- Bukti keanekaragaman
- Spesimen acuan untuk publikasi spesies baru

2.2 Uraian Tanaman


2.2.1 Klasifikasi Pepaya (Carica papayaL.)
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Cystales/Parietales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica Gambar 2.2.1
Carica papaya L.
Spesies : Carica papaya L.
1. Morfologi
Carica papaya L. Adalah semak berbentuk pohon dengan batang
yang lurus dan bulat. Bagian atas bercabang atau tidak, sebelah dalam
berupa spons dan berongga, sebelah luar banyak tanda bekas daun.
Tinggi pohon 2,5-10 m, tangkai daun bulat atau bulat telur, bertulang
daun menjari, ujung runcing garis tengah 25-75 cm, sebelah atas
berwarna hijau tua, sebelah bawah hijau agak muda daun licin dan
suram, pada tiap tiga lingkaran batang terdapat 8 daun. Bunga hampir
selalu berkelamin satu atau berumah dua, tetapi kebanyakn dengan
beberapa bunga berkelamin dua pada karangan bunga yang jantan.
Bunga jantan pada tandan yang serupa malai dan bertangkai panjang,
berkelopak sangat kecil, mahkota berbentuk terompet berwarna putih
kekuningan, dengan tepi yang bertaju lima dan tabung yang panjang,
langsing, taju berputar dalam kuncup, kepala sari bertangkai pendek,
dan duduk bunga betina kebanyakan berdiri sendiri, daun mahkota
lepas dan hampir lepas, putih kekuningan, bakal buah beruncing satu,
kepala putik lima duduk. Buah buni bulat telur memanjang, biji banyak,
dibungkus oleh selaput yang berisicairan, didalamnya berduri. Berasal
dari Amerika, ditanam sebagai buah (Van Steenis, 1992).

7
2. Kandungan Kimia
Tanaman pepaya mempunyai kandungan kimia yang berbeda-
beda pada buah, daun, akar, maupun biji. Pada buah terkandung asam
butanorat, metil butanoat, benzilglukosinolat, linalool, papain, asam
alfa linoleat, alfa filandren, alfa terpinen, gamma terpinen, 4-terpineol,
dan terpinolen. Pada daun terkandung alkaloid dehidrokarpain,
pesedokarpain, flavonol, benzilglukosinolat, papain, dan tanin. (Duke,
1983).
3. Manfaat
Tanaman pepaya ini mempunyai banyak sekali manfaat dan
kegunaan dan telah digunakan secara tradisional untuk arthiris dan
reumatik di Indonesia dan Haiti; Asma dan infeksi pernapasan di
Mauritius, Meksiko, dan Filipina; kanker di Australia dan Meksiko;
konstipasi dan laksatif di Honduras, Panama, dan Trinidad;
meningkatkan produksi susu di Indinesia dan Malaysia; tumot(uterus)
di Ghana, Indocina, dan Nigeria; serta penyakit sifilis di daerah Afrika.
Enzim yang terdapat dlam pepaya yaitu enzim papain yang telah
banyak diteliti manfaatnya. Dalam industri, papain mempunyai banyak
kegunaan antara lain dalam proses penggumpalan susu (rennet), proses
penguraian protein, pembuatan bir, mengempukkan daging, proses
ekstraksi minyak hati ikan tuna, dan membersihkan sutra dan wol
sebelum pewarnaan (Duke, 1983).

2.2.2 Klasifikasi Jambu Biji ( Psidium guajava )


Kingdom :Plantae
Divisi :Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium Gambar 2.2.2
Spesies : Psidium guajava Psidium guajava

8
1. Morfologi
Daun jambu biji tergolong daun tidak lengkap karena hanya
terdiri dari tangkai (Petiolus) dan helaian daun (Lamina) saja yang
disebut daun bertangkai. Dilihat dari letak bagian terlebarnya pada
daunnya bagian terlebar daun jambu biji (Psidium guajava) berada
ditengah-tengah dan memiliki bagian jorong karena perbandingan
panjang : lebarnya adalah 1,5-2 : 1 (13-15:5,6-6 cm). Daun jambu biji
(Psisium guajava) memiliki tulang daun yang menyirip yang mana daun
ini memiliki 1 ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan
merupakan terusan tangkai daun dari ibu tulang ke samping, keluar
tulang-tulang cabang, sehingga susunannya mengingatkan kita pada
susunan sirip ikan. Jambu biji memiliki ujung daun yang tumpul, pada
umumnya warna daun bagian atas tampak lebih hijau jika dibandingkan
sisi bawah daun. Tangkai daun berbentuk selindris dan tidak menebal
pada bagian tangkainya.jika dibandingkan sisi bawah daun. Tangkai daun
berbentuk selindris dan tidak menebal pada bagian tangkainya.
2. Kandungan Kimia
Daun jambu biji memiliki kandungan flavonoid yang sangat
tinggi, terutama quercetin. Senyawa tersebut bermanfaat sebagai
antibakteri, kandungan pada daun Jambu biji lainnya seperti saponin,
minyak atsiri,tanin, anti mutagenic, flavonoid, dan alkaloid.
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon
yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Quercetin adalah zat sejenis
flavonoid yang ditemukan dalam buah-buahan, sayuran, daun dan biji-
bijian. Hal ini juga dapat digunakan sebagai bahan dalam suplemen,
minuman atau makanan. Saponin adalah jenis glikosida yang banyak
ditemukan dalam tumbuhan.Saponin memiliki karakteristik berupa
buih.Sehingga ketika direaksikan dengan air dan dikocok maka akan
terbentukbuih yang dapat bertahan lama.Minyak atsiriadalah kelompok
besarminyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun
mudahmenguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri

9
merupakanbahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk
pengobatan)alami.Taninmerupakan substansi yang tersebar luas dalam
tanamandandigunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam
bentukoksidasi,Taninjuga sebagai sumber asam pada
buah.Alkaloidadalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
kebanyakan heterosiklik dan terdapat didunia tumbuhan (tetapi ini tidak
mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan).
3. Manfaat
Daun jambu biji ternyata memiliki khasiat tersendiri bagi tubuh
kita,baik untuk kesehatan ataupun untuk obat penyakit tertentu.
Dalampenelitian yang telah dilakukan ternyata daunjambu biji
memilikikandungan yang banyak bermanfaat bagi tubuh kita.
Diantaranya, antiinflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik.
Pada umumnya daun jambu biji(Psidium guajava L.)digunakan untuk
pengobatan seperti diare akut dan kronis,perut kembung pada bayi
dananak, kadar kolesterol darah meninggi, sering buang air kecil,
luka,sariawan, larutan kumur atau sakit gigi dandemam berdarah.
Berdasarkan hasil penelitian, telah berhasil diisolasikan suatu
zatflavonoiddari daun jambu biji yang dapat memperlambat penggandaan
(replika) Human Immunodeficiency Virus (HIV) penyebab penyakit
AIDS. Zat ini bekerja dengan cara menghambat pengeluaran enzim
reservedtransriptase yang dapat mengubah RNA virus menjadi DNA di
dalam tubuh manusia.
2.2.3 Klasifikasi Pandan (Pandanus)
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Monocotyledonae
Ordo : Pandanales Gambar 2.2.3
Familia : Pandanaceae Pandanus Amaryllifolius
Genus : Pandanus
Species : Pandanus amaryllifolius,Roxb.

10
1. Morfologi
Pandan wangi adalah jenis tanaman monokotil dari famili
Pandanaceae. Daunnya merupakan komponen penting dalam tradisi
masakan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di
beberapa daerah, tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara lain:
Pandan Rampe, Pandan Wangi (Jawa); Seuke Bangu, Pandan Jau,
Pandan Bebau, Pandan Rempai (Sumatera); Pondang, Pondan, Ponda,
Pondago (Sulawesi); Kelamoni, Haomoni, Kekermoni, Ormon Foni,
Pondak, Pondaki, Pudaka (Maluku); Pandan Arrum (Bali), Bonak
(NusaTenggara). Pandanus umumnya merupakan pohon atau semak yang
tegak, tinggi 3–7 meter, bercabang, kadang-kadang batang berduri,
dengan akar tunjang sekitar pangkal batang. Daun umumnya besar,
panjang 1–3 m, lebar 8–12cm; ujung daun segitiga lancip-lancip; tepi
daun dan ibu tulang daun bagian bawah berduri, tekstur daun berlilin,
berwarna hijau muda–hijau tua. Buah letaknya terminal atau lateral,
soliter atau berbentuk bulir atau malai yang besar (Rahayu SE dan S
Handayani, 2008).
2. Kandungan Kimia
Pandan wangi memiliki aroma yang khas pada daunnya.
Komponen aroma dasar dari daun pandan wangi itu berasal dari senyawa
kimia 2-acety l-1-pyrroline (ACPY) yang terdapat juga pada tanaman
jasmin, hanya saja konsentrasi ACPY pada pandan wangi lebih tinggi
dibandingkan dengan jasmin (Cheetangdee dan Sinee, 2006). Pandan
wangi memiliki senyawa metabolik sekunder yang merupakan suatu
senyawa kimia pertahanan yang dihasilkan oleh tumbuhan di dalam
jaringan tumbuhannya, senyawa tersebut bersifat toksik dan berfungsi
sebagai alat perlindungan diri dari gangguan pesaingnya (hama) pandan
juga memiliki kandungan tannin, glikosida, dan alkaloid (Mardalena,
2009) Memiliki aroma yang khas, daun pandan juga kerap digunakan
agar makanan atau minuman memiliki aroma yang alami.

11
3. Manfaat
Manfaat daun pandan yang pertama adalah kemampuannya
menurunkan kadar gula darah. Sebuah penelitian mengungkapkan
bahwa ekstrak daun pandan mampu menurunkan kadar gula darah
postprandial. Tak hanya itu, ekstrak daun pandan juga mampu
meningkatkan produksi insulin pada sel pankreas. Hal ini tentu akan
mencegah datangnya diabetes.
Meningkatkan nafsu makan juga menjadi salah satu khasiat dan
pandan. Dengan menambahkan aroma pandan pada makanan, hal itu
dapat merangsang nafsu makan dan rasa lapar Anda. Pada akhirnya, daun
pandan juga memiliki khasiat khusus yang dapat meningkatkan nafsu
makan.
Manfaat daun pandan adalah bisa mengatasi keracunan. Caranya,
Anda bisa membuat teh yang dibuat dari dari daun pandan sebagai
pertolongan pertama. Kandungan daun pandan dipercaya mampu
mendetoksifikasi racun yang ada pada tubuh, khususnya pada organ
hati. Hal ini membantu mengeluarkan racun dan zat tidak sehat dari hati
dan tubuh Anda.

12
BAB III
METODEOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL


3.1.1 Waktu pelaksanaan dimulai;
 Hari pertama Praktik Kerja Lapangan (PKL) herbarium kering pada
minggu, 01 september 2019
 Hari kedua Praktik Kerja Lapangan (PKL) herbarium basah pada
minggu, 08 september 2019
3.1.2 Tempat pelaksanan Kampus 3 Fakultas Olahraga dan Kesehatan
(FOK) Universitas Negeri Gorontalo Jl. Andalas Tanggikiki, Kec.
Sipatana kota Gorontalo.
3.2 Uraian Bahan
Alat yang digunakan pada pembuatan herbarium meliputi : botol selai
kaca, cutter, gunting, Loyang, dan selotip.
Sedangkan bahan yang digunakan pada pembuatan herbarium
meliputi : air, alcohol 70%, bambu, kapas, kardus, koran, lakban hitam,
dan tali rafia.

13
Lampiran
Skema Kerja 1

Dibuat sasak bambu Tanaman dicuci lalu Tanaman dioleskan


kemudian diikat diletakan diatas koran menggunakan alkohol 70%
menggunakan tali

Disusun tanaman menjadi Diempel tanaman pada


Dilakukan langkah akhir
buku diatas sasak koran
yaitu pengepresan

Dilakukan langkah akar


yaitu pengepresan

14
Lampiran 2
a. Pembuatan sasak
1. Bambu

Diambil bambu yang cocok untuk dibuat sasak

Dipotong dengan ukuran 60x2 cm


sebanyak 48 buah
Dilakukan sisi menggunakan 16
bilah bambu dan dirangkai seperti
anyaman lalu diikat menggunakan
tali

Sasak

2. Tripleks
Diambil tripleks yang cocok untuk dibuat sasak

Diambil tripleks dan dipotong


dengan ukuran 60x60 cm
sebanyak 3 buah
Diambil 1 buah tripleks yang
telah dipotong lalu dilubangi
dibagian tengah dengan ukuran
30x30 cm

Sasak

15
b. Pembuatan Herbarium Basah
Diambil sampel yang cocok untuk dijadikan herbarium

Dilakukan sortasi basah

Dilakukan pencucian sampel


dengan air yang mengalir

Dilakukan pengeringan sampel


dengan cara diangin-anginkan

Dilakukan sortasi kering

Sampel di ikat dengan batu


menggunakan benang putih putih
agar sampel tidak tenggelam saat
dilarutkan

Diletakan di dalam botol yang


telah diisi dengan campuran
larutan formalin

Herbarium Basah

16
c. Pembuatan herbarium kering

Diambil tripleks yang cocok untuk dibuat sasak

Dilakukan sortasi basah


Dilakukan pencucian sampel dengan
air yang mengalir
Dilakukan pengeringan sampel
dengan cara diangin-anginkan.
Dilakukan sortasi kering
Diletakan sampel diatas kardus yang
sudah diberi alas kertas koran
Sampel diletakkan pada sasak dengan
potongan tampak depan dan belakang
Ditutup dengan tumpukan kertas
koran hingga 3 – 4 lapis
Ditutup dengan kardus yang telah
dibungkus
Sampel yang telah ditata rapi
diletakkan dalam sasak
Sampel yang telah ditutup dengan
sasak kemudian di press
menggunakan lakban hitam agar tidak
dimasuki udara

Herbarium Kering

17
Lampiran 3
NO NAMA ALAT GAMBAR FUNGSI
1 Botol Selai Sebagai tempat
penyimpanan
sampel

2 Cutter

3 Gunting

4 Loyang

5 Selotip Digunakan untuk


merekatkan koran
pada kardus

18
b. Bahan
NO NAMA BAHAN GAMBAR FUNGSI
1 Aquades

2 Alkohol 70% Sebagai


antiseptik dan
disinfektin

3 Bambu

4 Kapas Digunakan
sebagai bahan
untuk
membersihkan
sampel dengan
alkohol
5 Kardus Seabagai bahan
untuk
diletakannya
sampel sebelum
diletakkan di
dalam sasak
6 Koran Sebagai bahan
untuk melapisi
hebarium dalam

19
proses
pengawetan

7 Lakban Hitam Untuk


merekatkan
koran pada
kardus dan juga
menutup sisi-sisi
dari herbarium
agar tidak masuk
udara
8 Tali Rafia Untuk
mempererat
anyaman bambu
agar tidak mudah
terlepas

20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1Herbarium

Gambar 4.1
Herbarium

4.2 Pembahasan
4.2.1 Herbarium Kering
Menurut Steenis (2003), herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan
Herbarium
tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metode tertentu dan
dilengkapi dengan data-data mengenai tumbuhan tersebut. Cara pembuatan
herbarium diawali dengan proses panen, dimana waktu panen yang sangat tepat
pada pukul 09.00-11.00 yaitu pada saat tumbuhan berfotosintesis. Menurut
Onrizal (2005), diambil pada pukul 09.00-11.00 karena saat berfotosintesis
tumbuhan sedang aktif dalam mengubah zat-zat karbon menjadi bahan organik
serta diasimilasikan didalam tubuh tumbuhan, hal ini menyebabkan tumbuhan
yang diambil saat fotosintesis akan mempengaruhi hasil herbarium yang akan
dibuat. Setelah itu proses selanjutnya yaitu penyiapan alat seperti botol semprot,
cutter, gunting, loyang dan selotip, serta bahan berupa air, alkohol 70%, bambu,
kardus, koran, kapas, lakban hitam dan tanaman herba. Dalam pembuatan
herbarium juga menggunakan sasak, dimana sasak yang digunakan terbuat dari
bambu. Menurut Stacey (2004), bambu mempunyai bentuk yang sangat baik
dalam pembuatan sasak, bambu yang mempunyai bentuk lingkaran jika dipotong-

21
potong dengan ukuran sasak yaitu 2 x 60 cm akan memberi bentuk bagian luar
maupun bagian dalam bambu yang baik dalam proses pengepresan herbarium.
Sasak dibuat berongga agar udara yang masuk dapat mencegah terjadinya
kelembapan pada herbarium dan mencegah munculnya jamur yang dapat merusak
herbarium.
Setelah itu dilakukan proses sortasi basah. Menurut Onrizal (2005), tujuan
dari sortasi basah ini yaitu untuk memisahkan bagian-bagian yang tidak
diperlukan dari tanaman tersebut. Setelah disortasi basah dilakukan pencucian
sampel dengan air yang mengalir, ini sesuai dengan pendapat Dapundu (2015),
tujuan sampel dicuci dengan air yang mengalir agar kotoran dan debu yang
menempel pada tanaman tersebut dapat terbawa mengalir bersama air. Setelah
dicuci dengan air yang mengalir selanjutnya sampel dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan. Setelah sampel kering, kemudian diolesi dengan alkohol 70%.
Hal ini dilakukan karena alkohol 70% memiliki kadar yang sesuai untuk
membunuh bakteri. Dan juga alkohol 70% lebih efektif dibanding 95% Setelah
diolesi alkohol, sampel ditata diatas kertas koran, kertas koran memiliki tekstur
yang sangat baik dalam penyerapan air sehingga pemilihan kertas koran sangat
tepat dalam pembuatan herbarium, hal ini sesuai dengan Tjitrosoepomo (2009).
Karena bahan-bahan herbarium merupakan objek studi, maka dalam penempelan
harus diperhatikan, agar bahan yang ditempelkan dapat diamati dari berbagai
sudut. Selanjutnya sampel yang diletakkan diatas koran diberi potongan kertas
kecil pada ujung-ujung sampel dengan menggunakan lem perekat. Hal ini
bertujuan agar bisa menahan sampel.
Setelah seluruh sampel ditempel diatas kertas koran, koran-koran tersebut
ditempel diatas sasak yang sudah dilapisi dengan kardus terlebih dahulu. Setelah
itu sasak tersebut disatukan dengan sasak yang satunya lagi, kemudian ujung-
ujung sasak diikat di pojok-pojoknya dan diberi lakban untuk menimbulkan
pengepresan pada bahan-bahan tumbuhan yang ditempatkan diantara sasak
tersebut dan untuk mencegah pengerutan bagian tanaman terutama daun
(Tjitrosoepomo, 2009).

22
Setelah pengepresan selesai proses selanjutnya adalah penyimpanan.
Menurut Tjitrosoepomo (2009), bahan-bahan yang telah diawetkan melalui
pengeringan sebelum atau setelah ditempel pada kertas herbarium atau
dimasukkan di dalam amplop atau wadah lain untuk disimpan, dan disimpan pada
suhu ruangan 80-150C. biasanya mendapat perlakuan tambahan yang bertujuan
untuk mencegah gangguan serangga atau jamur selama disimpan. Tanaman yang
sudah kering dipindahkan dalam bingkai dan diberi keterangan pada setiap bagian
tumbuhan untuk mempermudah penyelidikan data tumbuhan, kegunaan tumbuhan
dan karakteristik tumbuhan. Selanjutnya herbarium diberi label yang memuat
nomor urut, nama kolektor, data taksonomi, nama spesies, tempat pengambilan
bahan, habitat, yang ditempel bagian bawah kiri kertas.
Metode lain yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pengawetan basah.
Menurut Onrizal (2005), setelah material herbarium diberi label gantung dan
dirapihkan, kemudian dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Satu lipatan
kertas koran untuk satu spesimen. Selanjutnya, lipatan kertas koran berisi material
herbarium tersebut ditumpuk satu diatas lainnya.
Tebal tumpukkan disesuaikan dengan daya muat kantong plastik (40 × 60)
yang akan digunakan. Tumpukkan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik
dan disiram alcohol 70% atau spiritus hingga seluruh bagian tumbuhan tersiram
secara merata. Kemudian kantong plastik ditutup rapat dengan isolatip atau hekter
supaya alcohol atau spiritus tidak menguap keluar dari kantong plastik.

23
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
Terdapat banyak jenis tanaman sebagai bahan alami yang dapat diolah
sebagai obat, seperti tanaman pandan (Pandanus), Jambu biji (Justicia
gendarussa), Pepaya (Carica papaya), Dari semua tanaman tersebut
mempunyai manfaat yang berbeda-beda, tergantung pada kandungan zat
tanaman tersebut.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Asisten
Saran kami yaitu ketika dalam praktek kerja lapangan sebaiknya
asisten memantau terus menerus para praktikan dan pada saat proses
pengambilan sampel dengan mengikuti tahap-tahap yang sudah ditentukan.
Karena jika tidak mengikuti prosedur yang ditentukan maka hasil yang
didapatkan setelah praktikum tidak akan maksimal, baik dari segi fisik
herbarium tersebut.
5.2.2 Untuk Jurusan
Kami sebagai praktikan mengharapkan agar pihak jurusan dalam
pelaksanaan kegiatan PKL untuk saling bekerja sama dengan orang tua
memberitahukan mengenai pelaksanaan PKL karena biasanya kendala
yang kami hadapi dalam mengikuti PKL adalah izin dari orang tua.
5.2.3 Untuk Praktikan

24
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha, Setiawan. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 5. Jakarta: PT Pustaka
Bunda.

Didik Gunawan danSri Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam. Bogor: Penebar
Swadaya.

Djarwaningsih, Tutie dkk. 2002. Panduan Pengolahan dan Pengelolaan Material


Herbarium Serta Pengendalian Hama Terpadu di Herbarium Bogoriense.
Bogor : CV. Media Aksara

Hara M, Akasaka K, Akinaga S, Okabe M, Nakano H, Gomez R, Wood D, Uh


M, Tamanoi F. 1993. Identification of Ras farnesyltransferase inhibitors
by microbial screening. Proc Natl Acad Sci USA.

Ivorra MD, Paya M, Villar A. 1989. A Review of Natural Product and Plants as
Potensial Antidiabetic Drugs. Journal of Ethnopharmacology.

Duke, J. A., 1983. Handbook of Energy Crops. NewCROPS web site, Purdue
University

Hapsoh., Rahmawati. 2008. Modul Agronomi: Budidaya Tanaman Obat-Obatan.


Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Kiso, Y., Y. Suzuki, N. Watanabe, Y. Oshima and H. Hikino. 1983. Anti


hepatotoxic Principles of Curcuma longa Rhizomes. Planta Medica.
Lansky, E. P., Paavilainen, H. M. Paw;us, A. D., and Newman, R. A. 2008. Ficus
spp. (fig) : Ethnobotany and Potential as Anti Cancer and Anti
Inflammatory agents. Journal of Ethnopharmacology.
Martawijaya A, dkk. 2005 Atlas Kayu Indonesia jilid I. Bogor : Badan Penelitian
dan Pengembangan Departemen kehutanan.

Mulyana, D., Asmarahman, C. dan Fahmi, I. 2010. Bertanam Jabon. Jakarta :


AgroMedia Pustaka.

25
Onrizal. 2005. Teknik Pembuatan Herbarium. Sumatera Utara : Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pandiangan, M, Nainggolan,N. 2006. Peningkatan Kandungan Katarantin Pada


Kultur Kalus Catharantus roseus dengan Pemberian Naphtalene Acetic
Acid. Jurnal Hayati vol 13

Sama, Surya. 2009. Pengaweatan Tanaman dan Pengawetan Hewan. Bandung :


UPI.

Sherifat, Aboabal., Akinsola, Akandel., and Guido, Flamini. 2013. Chemical


Constituents, Toxicity, and Anti Microbial Activities of the Essential Oil
from the Leafes of Tectona grandis. Nigeria : University of Ibadan.

Sri Wahyuni. 2014. Pengaruh Lama Waktu Infeksi Agrobacterium rhizogenes


Strain LB1510 Terhadap Induksi Akar Rambut Eksplan Daun Gandarussa.
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya.
Stacey, Robyn and Ashley Hay. 2004. Herbarium. NewYork : Cambridge
University Press.

Steenis, C.G.G.J.Van. 1975. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta : Pradnya


Paramitha.

Steenis,C.G.G.J. Van 1992. Flora, Penerjemah : M. Soeryowinoto,dkk.Cetakan 5.


Jakarta : Pradnya Paramita

Steenis, C.G.G.J.Van. 2003. FloraCetakan 9. Jakarta : Pradnya Paramitha.

Sudarsono, Agus P, Didik G, dkk. 1996. Tumbuhan Obat. Yogyakarta :


Universitas Gadjah Mada Press.

26
27

Anda mungkin juga menyukai