OLEH
KELOMPOK : XI (Sebelas)
ASISTEN : 1. RAHMAT PANIGORO S.Farm
2. FRITH LIBERTO
3. ANGGITA PRASETYA NINGRUM
“BOTANI FARMASI”
OLEH
KELOMPOK : XI (Sebelas)
Mengetahui
ASISTEN PENDAMPING
Kelompok XI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................... 1
1.2 TUJUAN PKL ................................................................................ 2
1.3 MANFAAT PKL ............................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DASAR TEORI .............................................................................. 3
2.2 URAIAN TANAMAN ................................................................... 7
2.3 URAIAN BAHAN13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 URAIAN LOKASI PKL............................................................... 13
3.2 ALAT DAN BAHAN ................................................................... 13
3.3 CARA KERJA ..................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL........................................................................................... 21
4.2 PEMBAHASAN ........................................................................... 21
BAB V PENUTUP
5.1 KESIMPULAN ............................................................................ 24
5.2 SARAN ......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 25
LAMPIRAN ....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan PKL
Tujuan diselenggarakannya Praktek Kerja Lapangan ini yaitu :
1. Untuk mengetahui jenis dan manfaat tanaman yang dapat diolah sebagai
obat.
2. Untuk mengetahui cara mengolah atau membuat herbarium.
1.3 Manfaat PKL
Manfaat yang bisa diambil dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini yaitu:
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis tanaman serta manfaatnya
dalam pengobatan.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara pengolahan serta pembuatan
herbarium.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
disertakan ujung batang, daun, bunga dan buah, sedang tumbuhan berbentuk
herba disertakan seluruh habitus. Herbarium kering digunakan untuk spesimen
yang mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar, sedangkan
herbarium basah digunakan untuk spesimen yang berair dan lembek, misalnya
buah (Setyawan dkk, 2004).
Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam
praktekpembuatan herbarium. Spesimen herbarium yang baik harus mem
berikan informasi terbaik mengenai tumbuhan tersebut kepada para peneliti.
Dengan kata lain, suatu koleksi tumbuhan harus mempunyai seluruh bagian
tumbuhan dan harus ada keterangan yang memberikan seluruh informasi yang
tidak nampak spesimen herbarium (Aththorick dan Siregar, 2006)
Herbarium merupakan suatu bukti autentik perjalanan dunia tumbuh-
tumbuhan selain berfungsi sebagai acuan identifikasi untuk mengenal suatu jenis
pohon. Istilah Herbarium adalah pengawetan specimen tumbuhan dengan
berbagai cara.untuk kepentingan koleksi dan ilmu pengetahuan. Koleksi specimen
herbarium biasanya disimpan pada suatu tempat yang diberi perlakuan khusus
pula yang dikenal dengan laboratorium herbarium. Para ahli-ahli botani
menyimpan koleksi herbarium mereka pada pusat-pusat herbarium di masing-
masing Negara. Di Indonesia pusat herbarium terbesar terdapat di Herbarium
Bogoriense Bidang Botani, Puslit Biologi-LIPI berada di wilayah Cibinong Jawa
Barat. Laboratorium ini menyimpan lebih dari 2 juta koleksi herbarium yang
berasal dari berbagai wilayah di seluruh Indonesia dan dari berbagai Negara di
dunia. (Balai Diklat Kehutanan Makassar, 2011).
Cyrtococcum acrescens adalah rumput tahunan menjalar yang tumbuh
pada tanah yang tidak terlalu lembab, sering terdapat pada tempat-tempat
ternaung, penyebarannya meliputi 0-1300 m dpl, berbunga sepanjang tahun.
Merupakan gulma yang dominan, dijumpai pada areal TBM maupun TM, karena
toleransinya terhadap suasana ternaung. Gulma ini dipandang tidak berbahaya
dalam persaingan dengan tanaman budidaya. Tumbuhan
ini bermanfaat sebagai pelindung permukaan tanah terutama pada lokasi
yang curam (Nasution, 1986).
4
Menurut Stacey (2004), herbarium digolongkan atas dua yaitu herbarium
kering dan herbarium basah.
1. Herbarium kering
Herbarium kering adalah awetan yang dibuat dengan cara
pengeringan, namun masih tetap terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga
masih bisa diamati dan di jadikan perbandingan. Zat yang di gunakan
dalam proses ini, formalin 4% atau alkohol 70%.
2. Herbarium basah
Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi yang
sudah didentifikasi dan di tanam bukan lagi pada habitat aslinya.
Spesiesmen tumbuhan yang telah diawetkan disimpan dalam suatu larutan
yang di buat dari komponen macam zat dengan komposisi yang berbeda-
beda adapun zat yang di gunakan pada herbarium basah diantaranya
akuades, formalin 4% asam cuka 40% terusi alkohol 50% dan gliserin 10%.
Menurut Djarwaningsih (2002), hal yang perlu diperhatikan pada saat
proses pembuatan herbarium yaitu:
1. Tahap pengumpulan
Pengumpulan tanaman dilakukan dengan melakukan eksplorasi di
lapangan. Selanjutnya masukan tumbuhan yang diperoleh kedalam
vasculum, atau dimasukan saja kedalam halaman sebuah buku yang tebal.
Ambilah terutama dari bagian tumbuhan yang berbunga dan berbuah.
Bagian dari tumbuhan yang besar sedikitnya panjangnya 30-40 cm dan
sedikitnya harus ada satu daun dan satu inflorescencia yang lengkap, kecuali
kalau bagiannya yang khusus masih terlalu besar. Lihatlah bagian tumbuhan
yang berada dibawah tanah. Serta mencatat hal-hal yang penting dan
kekhususan seperti: warna, bau, bagian dalam tanah, tinggi tempat dari
permukaan laut, tempat, banyaknya tanaman tersebut.
2. Tahap pengeringan
Tumbuhan diatur diatas kertas kasar dan kering, yang tidak mengkilat,
misalkan kertas Koran. Letakan diantara beberapa halaman yang dobel dan
sertakan dalam setiap jenis catatan yang dibuat untuk tanaman tersebut. Juga
5
biasanya digunakan etiket gantung yang diikatkan pada bahan tumbuh-
tumbuhan, yang nomornya adalah berhubungan dengan buku catatan
lapangan. Tumbuh-tumbuhan yang berdaging tebal, direndam beberapa
detik dalam air yang mendidih. Lalu tekanlah secara perlahan-lahan.
Gantilah untuk beberapa hari kertas pengering tersebut. Ditempat yang
kelembabannya sangat tinggi, dapat dijemur dibawah sinar mata hari atau
didekatkan di dekat api (diutamakan dari arang). Tanaman dikatakan kering
kalau dirasakan tidak dingin lagi dan juga terasa kaku. Diusahakan bahwa
seluruh sample terus-menerus dalam keadaan kering. Makin cepat mereka
mengering, maka makin baik warna itu dapat dipertahankan.
3. Tahap Pengawetan
Tanaman yang dikeringkan selalu bersifat hygroscopis, akan mudah
sekali terserang jamur. Oleh karena itu, penyimpanan herbarium di tempat
kering dan jemurlah koleksi tersebut dibawah sinar matahari. Ddan dapat
di taburi zat bubukan belerang, naphtaline atau yang lebih baik dapat
digunakan paradichloorbenzol. Kedua zat yang terakhir ini menguap
langsung dan terus-menerus.
4. Tahap pembuatan
Tempel herbarium. Tempelkan nama pada kertas dengan kertas label.
Tuliskan diatas kertas herbarium data mengenai tanggal, tempat ditemukan,
tempat mereka tumbuh, nama penemu, catatan khusus, nama familia dan
nama spesies (Djarwaningsih, 2002).
Adapun manfaat dan kegunaan herbarium menurut Sama (2009)
diantaranya, herbarium sangat pentingsebagai kelengkapan koleksi untuk
kepentingan penelitian dan identifikasi.Hal ini memungkinkan karena
pendokumentasian tanaman dengan cara diawetkan dapat bertahan lebih
lama.Kegunaan herbarium lainnya yaitu sebagai berikut:
- Material peraga pelajaran botani
- Material penelitian
- Alat pembantu identifikasi tanaman
- Material pertukaran antar herbarium di seluruh dunia
6
- Bukti keanekaragaman
- Spesimen acuan untuk publikasi spesies baru
7
2. Kandungan Kimia
Tanaman pepaya mempunyai kandungan kimia yang berbeda-
beda pada buah, daun, akar, maupun biji. Pada buah terkandung asam
butanorat, metil butanoat, benzilglukosinolat, linalool, papain, asam
alfa linoleat, alfa filandren, alfa terpinen, gamma terpinen, 4-terpineol,
dan terpinolen. Pada daun terkandung alkaloid dehidrokarpain,
pesedokarpain, flavonol, benzilglukosinolat, papain, dan tanin. (Duke,
1983).
3. Manfaat
Tanaman pepaya ini mempunyai banyak sekali manfaat dan
kegunaan dan telah digunakan secara tradisional untuk arthiris dan
reumatik di Indonesia dan Haiti; Asma dan infeksi pernapasan di
Mauritius, Meksiko, dan Filipina; kanker di Australia dan Meksiko;
konstipasi dan laksatif di Honduras, Panama, dan Trinidad;
meningkatkan produksi susu di Indinesia dan Malaysia; tumot(uterus)
di Ghana, Indocina, dan Nigeria; serta penyakit sifilis di daerah Afrika.
Enzim yang terdapat dlam pepaya yaitu enzim papain yang telah
banyak diteliti manfaatnya. Dalam industri, papain mempunyai banyak
kegunaan antara lain dalam proses penggumpalan susu (rennet), proses
penguraian protein, pembuatan bir, mengempukkan daging, proses
ekstraksi minyak hati ikan tuna, dan membersihkan sutra dan wol
sebelum pewarnaan (Duke, 1983).
8
1. Morfologi
Daun jambu biji tergolong daun tidak lengkap karena hanya
terdiri dari tangkai (Petiolus) dan helaian daun (Lamina) saja yang
disebut daun bertangkai. Dilihat dari letak bagian terlebarnya pada
daunnya bagian terlebar daun jambu biji (Psidium guajava) berada
ditengah-tengah dan memiliki bagian jorong karena perbandingan
panjang : lebarnya adalah 1,5-2 : 1 (13-15:5,6-6 cm). Daun jambu biji
(Psisium guajava) memiliki tulang daun yang menyirip yang mana daun
ini memiliki 1 ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan
merupakan terusan tangkai daun dari ibu tulang ke samping, keluar
tulang-tulang cabang, sehingga susunannya mengingatkan kita pada
susunan sirip ikan. Jambu biji memiliki ujung daun yang tumpul, pada
umumnya warna daun bagian atas tampak lebih hijau jika dibandingkan
sisi bawah daun. Tangkai daun berbentuk selindris dan tidak menebal
pada bagian tangkainya.jika dibandingkan sisi bawah daun. Tangkai daun
berbentuk selindris dan tidak menebal pada bagian tangkainya.
2. Kandungan Kimia
Daun jambu biji memiliki kandungan flavonoid yang sangat
tinggi, terutama quercetin. Senyawa tersebut bermanfaat sebagai
antibakteri, kandungan pada daun Jambu biji lainnya seperti saponin,
minyak atsiri,tanin, anti mutagenic, flavonoid, dan alkaloid.
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon
yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Quercetin adalah zat sejenis
flavonoid yang ditemukan dalam buah-buahan, sayuran, daun dan biji-
bijian. Hal ini juga dapat digunakan sebagai bahan dalam suplemen,
minuman atau makanan. Saponin adalah jenis glikosida yang banyak
ditemukan dalam tumbuhan.Saponin memiliki karakteristik berupa
buih.Sehingga ketika direaksikan dengan air dan dikocok maka akan
terbentukbuih yang dapat bertahan lama.Minyak atsiriadalah kelompok
besarminyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun
mudahmenguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri
9
merupakanbahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk
pengobatan)alami.Taninmerupakan substansi yang tersebar luas dalam
tanamandandigunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam
bentukoksidasi,Taninjuga sebagai sumber asam pada
buah.Alkaloidadalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
kebanyakan heterosiklik dan terdapat didunia tumbuhan (tetapi ini tidak
mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan).
3. Manfaat
Daun jambu biji ternyata memiliki khasiat tersendiri bagi tubuh
kita,baik untuk kesehatan ataupun untuk obat penyakit tertentu.
Dalampenelitian yang telah dilakukan ternyata daunjambu biji
memilikikandungan yang banyak bermanfaat bagi tubuh kita.
Diantaranya, antiinflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik.
Pada umumnya daun jambu biji(Psidium guajava L.)digunakan untuk
pengobatan seperti diare akut dan kronis,perut kembung pada bayi
dananak, kadar kolesterol darah meninggi, sering buang air kecil,
luka,sariawan, larutan kumur atau sakit gigi dandemam berdarah.
Berdasarkan hasil penelitian, telah berhasil diisolasikan suatu
zatflavonoiddari daun jambu biji yang dapat memperlambat penggandaan
(replika) Human Immunodeficiency Virus (HIV) penyebab penyakit
AIDS. Zat ini bekerja dengan cara menghambat pengeluaran enzim
reservedtransriptase yang dapat mengubah RNA virus menjadi DNA di
dalam tubuh manusia.
2.2.3 Klasifikasi Pandan (Pandanus)
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Monocotyledonae
Ordo : Pandanales Gambar 2.2.3
Familia : Pandanaceae Pandanus Amaryllifolius
Genus : Pandanus
Species : Pandanus amaryllifolius,Roxb.
10
1. Morfologi
Pandan wangi adalah jenis tanaman monokotil dari famili
Pandanaceae. Daunnya merupakan komponen penting dalam tradisi
masakan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di
beberapa daerah, tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara lain:
Pandan Rampe, Pandan Wangi (Jawa); Seuke Bangu, Pandan Jau,
Pandan Bebau, Pandan Rempai (Sumatera); Pondang, Pondan, Ponda,
Pondago (Sulawesi); Kelamoni, Haomoni, Kekermoni, Ormon Foni,
Pondak, Pondaki, Pudaka (Maluku); Pandan Arrum (Bali), Bonak
(NusaTenggara). Pandanus umumnya merupakan pohon atau semak yang
tegak, tinggi 3–7 meter, bercabang, kadang-kadang batang berduri,
dengan akar tunjang sekitar pangkal batang. Daun umumnya besar,
panjang 1–3 m, lebar 8–12cm; ujung daun segitiga lancip-lancip; tepi
daun dan ibu tulang daun bagian bawah berduri, tekstur daun berlilin,
berwarna hijau muda–hijau tua. Buah letaknya terminal atau lateral,
soliter atau berbentuk bulir atau malai yang besar (Rahayu SE dan S
Handayani, 2008).
2. Kandungan Kimia
Pandan wangi memiliki aroma yang khas pada daunnya.
Komponen aroma dasar dari daun pandan wangi itu berasal dari senyawa
kimia 2-acety l-1-pyrroline (ACPY) yang terdapat juga pada tanaman
jasmin, hanya saja konsentrasi ACPY pada pandan wangi lebih tinggi
dibandingkan dengan jasmin (Cheetangdee dan Sinee, 2006). Pandan
wangi memiliki senyawa metabolik sekunder yang merupakan suatu
senyawa kimia pertahanan yang dihasilkan oleh tumbuhan di dalam
jaringan tumbuhannya, senyawa tersebut bersifat toksik dan berfungsi
sebagai alat perlindungan diri dari gangguan pesaingnya (hama) pandan
juga memiliki kandungan tannin, glikosida, dan alkaloid (Mardalena,
2009) Memiliki aroma yang khas, daun pandan juga kerap digunakan
agar makanan atau minuman memiliki aroma yang alami.
11
3. Manfaat
Manfaat daun pandan yang pertama adalah kemampuannya
menurunkan kadar gula darah. Sebuah penelitian mengungkapkan
bahwa ekstrak daun pandan mampu menurunkan kadar gula darah
postprandial. Tak hanya itu, ekstrak daun pandan juga mampu
meningkatkan produksi insulin pada sel pankreas. Hal ini tentu akan
mencegah datangnya diabetes.
Meningkatkan nafsu makan juga menjadi salah satu khasiat dan
pandan. Dengan menambahkan aroma pandan pada makanan, hal itu
dapat merangsang nafsu makan dan rasa lapar Anda. Pada akhirnya, daun
pandan juga memiliki khasiat khusus yang dapat meningkatkan nafsu
makan.
Manfaat daun pandan adalah bisa mengatasi keracunan. Caranya,
Anda bisa membuat teh yang dibuat dari dari daun pandan sebagai
pertolongan pertama. Kandungan daun pandan dipercaya mampu
mendetoksifikasi racun yang ada pada tubuh, khususnya pada organ
hati. Hal ini membantu mengeluarkan racun dan zat tidak sehat dari hati
dan tubuh Anda.
12
BAB III
METODEOLOGI PENELITIAN
13
Lampiran
Skema Kerja 1
14
Lampiran 2
a. Pembuatan sasak
1. Bambu
Sasak
2. Tripleks
Diambil tripleks yang cocok untuk dibuat sasak
Sasak
15
b. Pembuatan Herbarium Basah
Diambil sampel yang cocok untuk dijadikan herbarium
Herbarium Basah
16
c. Pembuatan herbarium kering
Herbarium Kering
17
Lampiran 3
NO NAMA ALAT GAMBAR FUNGSI
1 Botol Selai Sebagai tempat
penyimpanan
sampel
2 Cutter
3 Gunting
4 Loyang
18
b. Bahan
NO NAMA BAHAN GAMBAR FUNGSI
1 Aquades
3 Bambu
4 Kapas Digunakan
sebagai bahan
untuk
membersihkan
sampel dengan
alkohol
5 Kardus Seabagai bahan
untuk
diletakannya
sampel sebelum
diletakkan di
dalam sasak
6 Koran Sebagai bahan
untuk melapisi
hebarium dalam
19
proses
pengawetan
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1Herbarium
Gambar 4.1
Herbarium
4.2 Pembahasan
4.2.1 Herbarium Kering
Menurut Steenis (2003), herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan
Herbarium
tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metode tertentu dan
dilengkapi dengan data-data mengenai tumbuhan tersebut. Cara pembuatan
herbarium diawali dengan proses panen, dimana waktu panen yang sangat tepat
pada pukul 09.00-11.00 yaitu pada saat tumbuhan berfotosintesis. Menurut
Onrizal (2005), diambil pada pukul 09.00-11.00 karena saat berfotosintesis
tumbuhan sedang aktif dalam mengubah zat-zat karbon menjadi bahan organik
serta diasimilasikan didalam tubuh tumbuhan, hal ini menyebabkan tumbuhan
yang diambil saat fotosintesis akan mempengaruhi hasil herbarium yang akan
dibuat. Setelah itu proses selanjutnya yaitu penyiapan alat seperti botol semprot,
cutter, gunting, loyang dan selotip, serta bahan berupa air, alkohol 70%, bambu,
kardus, koran, kapas, lakban hitam dan tanaman herba. Dalam pembuatan
herbarium juga menggunakan sasak, dimana sasak yang digunakan terbuat dari
bambu. Menurut Stacey (2004), bambu mempunyai bentuk yang sangat baik
dalam pembuatan sasak, bambu yang mempunyai bentuk lingkaran jika dipotong-
21
potong dengan ukuran sasak yaitu 2 x 60 cm akan memberi bentuk bagian luar
maupun bagian dalam bambu yang baik dalam proses pengepresan herbarium.
Sasak dibuat berongga agar udara yang masuk dapat mencegah terjadinya
kelembapan pada herbarium dan mencegah munculnya jamur yang dapat merusak
herbarium.
Setelah itu dilakukan proses sortasi basah. Menurut Onrizal (2005), tujuan
dari sortasi basah ini yaitu untuk memisahkan bagian-bagian yang tidak
diperlukan dari tanaman tersebut. Setelah disortasi basah dilakukan pencucian
sampel dengan air yang mengalir, ini sesuai dengan pendapat Dapundu (2015),
tujuan sampel dicuci dengan air yang mengalir agar kotoran dan debu yang
menempel pada tanaman tersebut dapat terbawa mengalir bersama air. Setelah
dicuci dengan air yang mengalir selanjutnya sampel dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan. Setelah sampel kering, kemudian diolesi dengan alkohol 70%.
Hal ini dilakukan karena alkohol 70% memiliki kadar yang sesuai untuk
membunuh bakteri. Dan juga alkohol 70% lebih efektif dibanding 95% Setelah
diolesi alkohol, sampel ditata diatas kertas koran, kertas koran memiliki tekstur
yang sangat baik dalam penyerapan air sehingga pemilihan kertas koran sangat
tepat dalam pembuatan herbarium, hal ini sesuai dengan Tjitrosoepomo (2009).
Karena bahan-bahan herbarium merupakan objek studi, maka dalam penempelan
harus diperhatikan, agar bahan yang ditempelkan dapat diamati dari berbagai
sudut. Selanjutnya sampel yang diletakkan diatas koran diberi potongan kertas
kecil pada ujung-ujung sampel dengan menggunakan lem perekat. Hal ini
bertujuan agar bisa menahan sampel.
Setelah seluruh sampel ditempel diatas kertas koran, koran-koran tersebut
ditempel diatas sasak yang sudah dilapisi dengan kardus terlebih dahulu. Setelah
itu sasak tersebut disatukan dengan sasak yang satunya lagi, kemudian ujung-
ujung sasak diikat di pojok-pojoknya dan diberi lakban untuk menimbulkan
pengepresan pada bahan-bahan tumbuhan yang ditempatkan diantara sasak
tersebut dan untuk mencegah pengerutan bagian tanaman terutama daun
(Tjitrosoepomo, 2009).
22
Setelah pengepresan selesai proses selanjutnya adalah penyimpanan.
Menurut Tjitrosoepomo (2009), bahan-bahan yang telah diawetkan melalui
pengeringan sebelum atau setelah ditempel pada kertas herbarium atau
dimasukkan di dalam amplop atau wadah lain untuk disimpan, dan disimpan pada
suhu ruangan 80-150C. biasanya mendapat perlakuan tambahan yang bertujuan
untuk mencegah gangguan serangga atau jamur selama disimpan. Tanaman yang
sudah kering dipindahkan dalam bingkai dan diberi keterangan pada setiap bagian
tumbuhan untuk mempermudah penyelidikan data tumbuhan, kegunaan tumbuhan
dan karakteristik tumbuhan. Selanjutnya herbarium diberi label yang memuat
nomor urut, nama kolektor, data taksonomi, nama spesies, tempat pengambilan
bahan, habitat, yang ditempel bagian bawah kiri kertas.
Metode lain yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pengawetan basah.
Menurut Onrizal (2005), setelah material herbarium diberi label gantung dan
dirapihkan, kemudian dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Satu lipatan
kertas koran untuk satu spesimen. Selanjutnya, lipatan kertas koran berisi material
herbarium tersebut ditumpuk satu diatas lainnya.
Tebal tumpukkan disesuaikan dengan daya muat kantong plastik (40 × 60)
yang akan digunakan. Tumpukkan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik
dan disiram alcohol 70% atau spiritus hingga seluruh bagian tumbuhan tersiram
secara merata. Kemudian kantong plastik ditutup rapat dengan isolatip atau hekter
supaya alcohol atau spiritus tidak menguap keluar dari kantong plastik.
23
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
Terdapat banyak jenis tanaman sebagai bahan alami yang dapat diolah
sebagai obat, seperti tanaman pandan (Pandanus), Jambu biji (Justicia
gendarussa), Pepaya (Carica papaya), Dari semua tanaman tersebut
mempunyai manfaat yang berbeda-beda, tergantung pada kandungan zat
tanaman tersebut.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Asisten
Saran kami yaitu ketika dalam praktek kerja lapangan sebaiknya
asisten memantau terus menerus para praktikan dan pada saat proses
pengambilan sampel dengan mengikuti tahap-tahap yang sudah ditentukan.
Karena jika tidak mengikuti prosedur yang ditentukan maka hasil yang
didapatkan setelah praktikum tidak akan maksimal, baik dari segi fisik
herbarium tersebut.
5.2.2 Untuk Jurusan
Kami sebagai praktikan mengharapkan agar pihak jurusan dalam
pelaksanaan kegiatan PKL untuk saling bekerja sama dengan orang tua
memberitahukan mengenai pelaksanaan PKL karena biasanya kendala
yang kami hadapi dalam mengikuti PKL adalah izin dari orang tua.
5.2.3 Untuk Praktikan
24
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha, Setiawan. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 5. Jakarta: PT Pustaka
Bunda.
Didik Gunawan danSri Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam. Bogor: Penebar
Swadaya.
Ivorra MD, Paya M, Villar A. 1989. A Review of Natural Product and Plants as
Potensial Antidiabetic Drugs. Journal of Ethnopharmacology.
Duke, J. A., 1983. Handbook of Energy Crops. NewCROPS web site, Purdue
University
25
Onrizal. 2005. Teknik Pembuatan Herbarium. Sumatera Utara : Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
26
27