Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TENTANG PENYAKIT ALZHAIMER

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Farmakoterapi III

Dosen Pengampu : apt. Fauziah, M.Sc.

Disusun Oleh :

1. Anita Eka Saputri (200105010)


2. Daniatul Umayyah (200105018)
3. Frisca Pramayssilla Saputri (200105032)
4. Laelita Cahya Valentine (200105050)
5. Muhammad Davin Firmansyah (200105056)
6. Nabila Fadiahayya (200105060)
7. Siti Mujaifatul Kifyah (200105070)
8. Usnul Hasanah (180105103)

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS KESEHATAN

2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Salam serta shalawat tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan nabi
besar Muhammad SAW, seorang nabi yang telah membawa kita dari jaman
kegelapan menuju jaman yang terang benerang seperti yang kita rasakan sekarang
ini.
Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada dosen yang telah ikut serta
dalam pembuatan makalah yang menjelaskan megenai ”Penyakit Alzheimer”
makalah ini kami buat untuk memperdalam ilmu kita tentang Faramkoterapi 3.
Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan,
hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang kami
miliki, namun demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami dengan
menyediakan sumber informasi, memberikan masukan pemikiran, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini
diwaktu yang akan datang, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan
orang banyak.

Purwokerto, 11 Maret 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................................2
1.3. Tujuan..................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

2.1. Definisi Alzheimer...............................................................................................................3


2.2. Etiologi Alzheimer...............................................................................................................3
2.3. Patofisiologi Alzheimer.......................................................................................................3
2.4. Gambaran Klinis Alzheimer................................................................................................4
2.5. Diagnosis Alzheimer............................................................................................................5
2.6. Tujuan Terapi Alzheimer.....................................................................................................6
2.7. Farmakoterapi Alzheimer....................................................................................................8
2.8. Evaluasi Kasus...................................................................................................................11

BAB III PENUTUP.................................................................................................................15

3.1. Kesimpulan........................................................................................................................15
3.2. Saran..................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

LAMPIRAN.............................................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sekitar 50 juta orang di seluruh dunia menderita demensia. Sekitar dua pertiga
memiliki penyakit Alzheimer (AD) , gangguan neurodegeneratif ireversibel yang
melibatkan penurunan memori dan fungsi eksekutif, dan perubahan kepribadian.
Dinamai setelah Alois Alzheimer yang pertama kali mencirikan AD pada tahun 1906.
AD menyebabkan hilangnya sinaps dan atrofi neuron terutama di seluruh
hippocampus dan korteks serebral. Ini ditandai dengan plak amiloid dan
neurofibrillary tau tangles (NFTs), kumpulan protein yang salah lipatan, di seluruh
otak. Faktor genetika dan lingkungan diyakini berperan dalam AD. Meskipun ada
sejumlah kecil kasus karena mutasi genetik dominan , sebagian besar kasus AD
bersifat sporadis dan tidak memiliki penyebab genetik tunggal (WHO GUIDELINES,
2019)
Faktor risiko lingkungan dan metabolik seperti diabetes, penyakit
serebrovaskular, pola makan yang buruk, cedera kepala, dan stres terkait dengan
peningkatan risiko demensia. Hipotesis terkemuka tentang bagaimana AD dimulai
dan berkembang, hipotesis amiloid, meskipun diterima secara luas, menyisakan
banyak pertanyaan. Secara khusus masih belum jelas “apa target obat terbaik?” dan
"apa yang ada di hulu dari peningkatan amiloid-β (Aβ) dalam kasus sporadis?" Kami
masih kekurangan pemahaman mendasar tentang bagaimana AD membuahkan hasil,
dan terapi untuk membantu individu melawan penyakit. AD adalah penyakit kronis
yang bermanifestasi sebagai hilangnya ingatan, bahasa, kognisi dan keterampilan
memecahkan masalah, perubahan perilaku dan akhirnya kematian. Sementara tanda-
tanda utamanya adalah kehilangan ingatan dan disfungsi eksekutif, seringkali
didahului oleh perubahan bahasa dan penglihatan. Selain itu, tidak semua jenis
memori sama-sama terpengaruh. Orang dengan AD memiliki memori episodik,
semantik, dan kerja yang sangat rusak, namun memori jangka panjang, seperti
memori prosedural, cenderung tetap utuh. Secara klinis, AD diklasifikasikan menjadi
tujuh tahap. Pasien sering meninggal 3-10 tahun setelah timbulnya gejala dengan
komplikasi yang timbul dari imobilitas, seperti pneumonia atau pembekuan darah
(Organisation World Health, 2017)

1
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Alzheimer?
2. Bagaimana etiologi dari Alzheimer?
3. Bagaimana patofisiologi dari Alzheimer?
4. Bagaimana gambaran klinis dari Alzheimer?
5. Bagaimana diagnosis dari Alzheimer?
6. Bagaimana tujuan terapi dari Alzheimer?
7. Bagaimana farmakoterapi dari Alzheimer?
8. Berikan contoh evaluasi dan pembahasannya!
1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat diperoleh tujuan
sebagai berikut:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Alzheimer.
2. Mengetahui etiologi dari Alzheimer.
3. Mengetahui patofisiologi dari Alzheimer.
4. Mengetahui gambaran klinis dari Alzheimer.
5. Mengetahui diagnosis dari Alzheimer.
6. Mengetahui tujuan terapi dari Alzheimer.
7. Mengetahui farmakoterapi dari Alzheimer.
8. Memberikan contoh evaluasi dan pembahasan

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Penyakit alzheimer merupakan penyakit bersifat ireversibel yang mengenai otak
secara bertahap dan perlahan menghancurkan memori dan keterampilan berpikir
rasional untuk dapat melakukan tugas yang paling sederhana. Penyakit alzheimer yang
paling sering adalah demensia yang ditandai dengan hilangnya fungsi kognitif, berpikir,
mengingat, menalar dan kemampuan perilaku untuk melakukan aktivitas atau kegiatan
dasar sehingga dapat mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang. Sebagian besar
kasus alzheimer terjadi setelah usia 60 tahun dan hampir 3% kasus pada pria dan wanita
terjadi pada usia 65 – 74 tahun. (Edward et al., 2020)
Penderita alzheimer secara khas akan menunjukkan gejala gangguan memori
dan kemampuan pengambilan keputusan serta masalah lainnya seperti perilaku dan
kemampuan verbal mereka. Masalah lainnya yang dihadapi oleh penderita alzheimer
antara lain jatuh, kehilangan martabat dan rasa hormat, pelecehan, penelantaran serta
eksploitasi. (Edward et al., 2020)

2.2. Etiologi
Etiologi penyakit Alzheimer sampai sekarang belum diketahui pasti; diduga akibat
berbagai penyebab antara lain proses penuaan, pengaruh zat toksik seperti aluminium,
logam berat, hiper – dan/ atau hipotiroid, diabetes, autoimun, dan proses inflamasi
berupa penumpukan protein amiloid beta (Aβ). (Tan ZS et al, 2008)
Selain itu, radikal bebas, trauma kapitis serta stres, dan depresi berat berkepanjangan
juga diduga menjadi stimulus terjadinya penyakit ini. (McEwen, 2008)
Kelainan genetik menyangkut kelainan kromosom sering dikaitkan dengan penyebab
AD. Varian E4 gen apolipoprotein (ApoE) pada kromosom 19 telah diidentifikasi
sebagai gen kerentanan terhadap penyakit Alzheimer onset lambat, yang cenderung
menurunkan usia saat onset penyakit. Namun, secara umum patogenesis langsung AD
masih belum dapat ditemukan. Didapatkan bahwa pasien dengan onset umur yang lebih
tua memiliki prognosis lebih baik dibanding dengan yang onsetnya pada usia muda.
(Karen S, 2019)

2.3. Patofisiologi

3
Patofisiologi AD terkait dengan cedera dan kematian neuron, dimulai di daerah
otak hippocampus yang melibatkan ingatan dan pembelajaran, maka atrofi
mempengaruhi seluruh otak Beta Amyloid, yang juga ditulis Aβ, adalah peptida pendek
yang merupakan produk samping proteolitik abnormal dari protein prekursor amyloid
protein transmembran (APP), yang fungsinya tidak jelas namun dianggap terlibat dalam
perkembangan neuron. Monomer beta amyloid larut dan mengandung short region dari
beta sheet yang memiliki konsentrasi cukup tinggi, mereka mengalami perubahan untuk
membentuk struktur tersier kaya akan beta sheet yang kemudian digabungkan
membentuk fibril amiloid. Endapan fibril ini berada di luar neuron dalam formasi padat
yang dikenal sebagai plak neuritis, dan kemudian membentuk amyloid angiopathy atau
congophilic angiopathie. Pada kelompok Alzheimer abnormal agregasi dari protein tau,
protein yang terkait mikrotubulus yang diekspresikan dalam neuron juga diamati. Protein
Tau berfungsi untuk menstabilkan mikrotubulus di sitoskeleton sel. Seperti kebanyakan
protein terkait mikrotubulus, tau biasanya diatur oleh fosforilasi. Pada pasien AD,
hiperfolforilasi tau P-tau terakumulasi sebagai filamen heliks berpasangan yang
kemudian beragregasi menjadi massa di dalam badan sel saraf yang dikenal sebagai
neurofibrillary tangles dan sebagai neuron distrofi yang terkait dengan plak amyloid
(Hidayatul & Sinuraya, 2016)

2.4. Gambaran Klinis


Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit
Alzheimer, setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit Alzheimer:
Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau).
Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi, insomnia, inkontinensia,
delusi, halusinasi, verbal katastrofik, emosional, gangguan seksual, dan
penurunan berat badan.
Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien, terutama pada penyakit tahap
lanjut, seperti peningkatan tonus otot, mioklonus, dan gangguan melangkah.
Kejang pada penyakit yang lanjut.
Pemeriksaan CT normal untuk usianya. (Bahan Ajar 1 Penyakit Alzheimer,
2013).

Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi tidak


cocok adalah:

4
Onset yang mendadak dan apolectic.
Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, gangguan sensorik, defisit
lapang pandang, dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit.
Kejang atau gangguan melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan
penyakit. (Bahan Ajar 1 Penyakit Alzheimer, 2013).

2.5. Diagnosis
Diagnosis Penyakit Alzheimer Meskipun tidak terdapat pemeriksaan yang secara spesifik
untuk mengonfirmasi penyakit Alzheimer, dokter akan menilai berdasarkan gejala dan
beberapa tes yang dapat menguatkan diagnosis. Beberapa di antaranya adalah:
a. Pemeriksaan fisik dan neurologis
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan kesehatan neurologis secara
keseluruhan dengan menguji refleks, nada dan kekuatan otot, kemampuan untuk
bangkit dari kursi dan berjalan dengan melintasi ruangan, indera penglihatan dan
pendengaran, koordinasi dan keseimbangan.
b. Tes laboratorium
Tes darah dapat membantu menyingkirkan penyebab potensial kehilangan memori
dan kebingungan lainnya, seperti gangguan tiroid atau kekurangan vitamin.
c. Status mental dan pengujian neuropsikologis
Dokter melakukan tes status mental singkat untuk menilai memori dan keterampilan
berpikir.
d. Pencitraan otak
Gambar otak digunakan untuk menunjukkan kelainan yang terlihat terkait dengan
kondisi selain penyakit Alzheimer, seperti stroke, trauma atau tumor yang dapat
menyebabkan perubahan kognitif yang serupa dengan gejala demensia. Teknologi
pencitraan otak meliputi teknologi MRI, CT scan, PET, dan cairan serebrospinal.
 Pencitraan resonansi magnetik (MRI) MRI menggunakan gelombang radio dan
medan magnet yang kuat untuk menghasilkan gambar otak yang terperinci. MRI
digunakan untuk menyingkirkan kondisi lain yang mungkin menyebabkan atau
menambah gejala kognitif. Selain itu, MRI juga dapat digunakan untuk 19
menilai apakah penyusutan di daerah otak yang terlibat dalam penyakit
Alzheimer telah terjadi.

5
 Komputerisasi Tomografi (CT) CT scan menghasilkan gambar cross-sectional
(irisan) dari otak. Saat ini digunakan terutama untuk menyingkirkan tumor,
stroke dan cedera kepala.
 Positron Emission Tomography (PET) Selama pemindaian PET, pelacak
radioaktif tingkat rendah akan disuntikkan ke pembuluh darah. Pelacak
merupakan bentuk khusus glukosa (gula) yang menunjukkan aktivitas
keseluruhan di berbagai wilayah otak. Ini bisa menunjukkan bagian otak mana
yang tidak berfungsi dengan baik. Teknik PET baru mampu mendeteksi tingkat
plak otak (amyloid) dan tangles (tau), dua kelainan ciri yang terkait dengan
Alzheimer. Namun, teknik PET baru ini umumnya ditemukan dalam pengaturan
penelitian atau dalam uji klinis.
 Cairan serebrospinal Dalam keadaan khusus seperti demensia progresif cepat
atau onset demensia yang sangat muda, pemeriksaan cairan serebrospinal dapat
dilakukan. Cairan tulang belakang dapat diuji untuk melihat biomarker yang
menunjukkan kemungkinan penyakit Alzheimer.

2.6. Tujuan Terapi


Terapi yang dapat diberikan bagi pasien Alzheimer adalah melalui terapi
farmakologis dengan penggunaan obat-obatan dan terapi non-farmakologis. Terapi
farmakologis dilakukan untuk mempertahankan fungsi kognitif, perilaku dan gejala
kejiwaan, sedangkan terapi non-farmakologis dilakukan dengan berbagai macam
program kegiatan yang dapat diberikan, antara lain terapi relaksasi dan latihan fisik
untuk menyehatkan kerja otak, serta senam otak.

A. Terapi Farmakologis
Terapi dengan menggunakan obat-obatan untuk memperlambat atau menghentikan
suatu penyakit atau mengobati gejalanya. Efektivitas dari terapi obat-obatan ini berbeda
dari satu orang dengan orang lain. Terapi dengan menggunakan obat-obatan ini memiliki
manfaat yaitu:
 Mengurangi progresifitas penyakit
 Memberi rasa tenang;
 Mengurangi perubahan emosi;
 Memperlambat atau menghentikan kerusakan neuron.

6
Obat-obatan yang diberikan mampu meredakan gejala dengan cara meningkatkan
kadar zat kimia otak dan membantu gejala memori dan perubahan kognitif lainnya. Jenis
obat yang digunakan untuk mengobati gejala kognitif, yaitu:

a. Inhibitor kolinesterase
Inhibitor kolinesterase ini bekerja memperbaiki gejala neuropsikiatri,
seperti agitasi atau depresi, dengan meningkatkan tingkat komunikasi sel-ke-
sel dengan menyediakan neurotransmitter (asetilkolin) yang terkuras di otak
oleh penyakit Alzheimer. Inhibitor kolinesterase yang diresepkan oleh dokter
biasanya mencakup donepezil (Aricept), galantamine (Razadyne) dan
rivastigmine (Exelon).
b. Memantine (Namenda)
Terkadang dikombinasi dengan inhibitor kolinesterase dan bekerja di
jaringan komunikasi sel otak yang lain. Obat ini mampu memperlambat
perkembangan gejala dengan penyakit Alzheimer sedang sampai parah.
c. Obat anti-depresan
Digunakan untuk membantu mengendalikan gejala perilaku yang
terkait dengan penyakit Alzheimer, tetapi penggunaan beberapa obat
seharusnya digunakan secara hati-hati. Seperti beberapa obat tidur umum -
zolpidem (Ambien), eszopiclone (Lunesta) dan lainnya - dapat meningkatkan
kebingungan dan risiko jatuh. d. Obat anti-kecemasan Clonazepam (Klonopin)
dan Lorazepam (Ativan) dapat meringankan gejala agitasi, tetapi dapat
meningkatkan risiko jatuh, kebingungan dan pusing.

B. Terapi non-Farmakologis
Cara terapi yang menggunakan pendekatan selain obat-obatan yang memiliki
tujuan mengurangi gejala perilaku seperti depresi, apatis, mengembara, gangguan
tidur berupa program kegiatan. Terapi ini terdiri dari stimulasi kognitif, terapi
relaksasi dan terapi perilaku kognitif.
 Stimulasi Kognitif Bertujuan untuk meningkatkan daya ingat,
kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan dalam memecahkan
masalah. Manfaat Terapi Stimulasi Kognitif (TSK) terbukti setara
dengan obat-obatan anti demensia dalam meningkatkan fungsi kognitif
dan kualitas hidup.

7
 Terapi Relaksasi dan Terapi Perilaku Kognitif Bertujuan untuk
mengurangi halusinasi, delusi, kecemasan, atau depresi yang dialami
oleh penderita. Terapi Relaksasi dapat mengurangi gejala stres dan
membantu seseorang untuk menikmati kualitas hidup yang lebih baik.
Kegiatan yang dapat merelaksasi mencakup kegiatan kreatif seperti
berolahraga dan kegiatan yang melibatkan lingkungan, lingkungan
keluarga dan masyarakat serta lingkungan alam. Lingkungan alam
yang aman dan nyaman untuk wadah kegiatan relaksasi pasien.
(Spector, et al., 2001; 2003; 2006; 2010; & Streater, 2012).

2.7. Farmakoterapi
Penyakit Alzheimer hingga saat ini memang belum dapat disembuhkan, selain itu
belum adanya obat-obatan yang memiliki keefektivan hasil bagi pasien Alzheimer.
Obatobatan tersebut hanya mengurangi progresifitas penyakit Alzheimer sehingga hanya
memberikan rasa tenang bagi pasien, sehingga mengurangi perubahan emosi dan
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari (Alzheimer’s Association, 2021).
Terapi yang dapat diberikan untuk pasien Alzheimer yaitu terapi farmakologis
dengan penggunaan obat-obatan dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis pada
pasien Alzheimer difokuskan pada tiga domain: mempertahankan fungsi kognitif,
perilaku dan gejala kejiwaan. Sedangkan terapi non farmakologi dilakukan untuk
mempertahankan fungsi kognitif yang masih ada dengan berbagai macam program
kegiatan yang dapat diberikan, antara lain terapi relaksasi dan latihan fisik untuk
menyehatkan kerja otak, serta senam otak (Alzheimer’s Association, 2021).
 Terapi non-farmakologis
Merupakan cara terapi menggunakan pendekatan selain obat-obatan. Terapi non-
farmakologis sering digunakan dengan tujuan mempertahankan atau meningkatkan
fungsi kognitif, kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, atau kualitas hidup
secara keseluruhan. Mereka juga dapat digunakan dengan tujuan mengurangi gejala
perilaku seperti depresi, apatis, mengembara, gangguan tidur. Terapi non-farmakologis
diperlukan untuk lebih mengevaluasi efektivitas mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Prinsip-prinsip dasar dalam pengobatan pasien dengan Alzheimer meliputi kegiatan yang
mencakup mengenai kegiatan dan lingkungan pasien rehabilitasi. Lingkungan yang
dimaksud adalah lingkungan keluarga dan masyarakat serta lingkungan alam. Dalam

8
konteks kegiatan pada pasien meliputi kegiatan kreatif seperti olahraga, kegiatan
keseharian secara konsisten. Dalam konteks lingkungan yang mencakup keluarga dan
masyarakat adalah menggunakan pendekatan halus pada pasien, berempati pada pasien,
serta dalam konteks lingkungan alam adalah memberikan lingkungan yang aman dan
nyaman (Pedoman Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia, 2015).
 Terapi farmakologis
Belum ada pengobatan spesifik untuk penyakit Alzheimer. Pengobatan secara
simtomatik, sosial, terapi psikiatri dan dukungan keluarga menjadi pilihan terapi yang
digunakan saat ini. Acetylcholinesterase inhibitors atau N-methyl-D-aspartate (NMDA)
inhibitor (Memantin) dapat meningkatkan fungsi kognitif pada penyakit Alzheimer
stadium awal (Yosenia, 2018).
1) Cholinesterase inhibitor
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan
kadar asetilkolin. Cholinesterase inhibitor telah diakui untuk pengobatan penyakit
Alzheimer ringan sampai sedang yang juga dijadikan standar perawatan untuk pasien
dengan penyakit Alzheimer. Kerja farmakologis dari donepezil, rivastigmine, dan
galantamine adalah menghambat cholinesterase, dengan menghasilkan peningkatan
kadar asetilkolin di otak. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan
anti kolinesterase. Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia
selama pemberian berlangsung. 4 jenis cholinesterase inhibitor yang paling sering
digunakan adalah:
a. Donepezil (merk dagang ARICEPT®) disetujui untuk pengobatan semua tahap
penyakit Alzheimer.
b. Galantamine (merk dagang RAZADYNE®) disetujui untuk tahap ringan sampai
sedang.
c. Rivastigmine (merk dagang EXELON®) untuk tahap ringan sampai sedang.
d. Tacrine (merk dagang COGNEX®) merupakan cholinesterase inhibitor pertama yang
disetujui untuk digunakan sejak tahun 1993, namun sudah jarang digunakan saat ini
karena faktor resiko efek sampingnya, salah satunya adalah kerusakan hati.
Pemberian dosis dari ketiga cholinesterase inhibitor yang umum digunakan adalah
sebagai berikut:

9
a. Donepezil dimulai dengan dosis 5 mg per hari, kemudian dosis ditingkatkan menjadi
10 mg per hari setelah 1 bulan.
b. Dosis rivastigmine ditingkatkan dari 1,5 mg dua kali sehari sampai 3 mg dua kali
sehari, kemudian menjadi 4,5 mg dua kali sehari, dan untuk maksimal dosis 6 mg dua
kali sehari.
c. Galantamine dimulai dengan dosis 4 mg dua kali sehari. Pertama-tama, dosis
ditingkatkan menjadi 8 mg dua kali sehari dan akhirnya sampai 12 mg dua kali
sehari. Seperti rivastigmine, waktu yang lebih lama antara peningkatan dosis
berhubungan dengan penurunan efek samping. Pengobatan sehari-hari dengan
donepezil memberikan hasil yang efektif dalam kisaran dosis 5 sampai 10 mg;
Rivastigmine, dalam kisaran 6 sampai 12 mg; serta galantamine, dalam kisaran dari
16 sampai 24 mg. (Bahan Ajar 1 Penyakit Alzheimer, 2013).
2) Memantine
Memantine merupakan obat yang telah diakui oleh Food and Drug Administration
(FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer sedang sampai berat. Dosis awal untuk
penggunaan memantine adalah 5 mg per hari, kemudian dosis ditingkatkan berdasarkan
penelitian, hingga 10 mg dua kali sehari. Memantine tampaknya bekerja dengan cara
memblok saluran N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang berlebihan. Memantine yang
dikombinasikan dengan cholinesterase inhibitor maupun yang tidak, tampaknya dapat
memperlambat kerusakan kognitif pada pasien dengan penyakit Alzheimer yang moderat
(Bahan Ajar 1 Penyakit Alzheimer, 2013).
3) Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan
thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Pemberian thiamin hydrochloride dengan dosis 3 gram per hari selama 3 bulan per oral,
menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognitif dibandingkan placebo selama
periode yang sama (Bahan Ajar 1 Penyakit Alzheimer, 2013).
4) Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terhadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi)
dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg per hari selama 4 minggu akan
memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya
diberikan trisiklik anti depresan (Amityptiline 25-100 mg/ hari) (Bahan Ajar 1 Penyakit
Alzheimer, 2013).

10
5) Acetyl L-Carnitine (ALC)
Mengapa suatu substrat endogen yang disintesis di dalam mitokondria dengan
bantuan enzim ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat
meningkatkan aktivitas asetilkolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis
1-2 gram per hari secara per oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa
dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif (Nisa &
Lisiswanti, 2016).
6) Antioksidan
Pada pasien dengan penyakit Alzheimer sedang sampai berat, penggunaan antioksidan
selegiline, αtokoferol (vitamin E), atau keduanya, memperlambat proses kematian.
Karena vitamin E memiliki potensi yang rendah untuk toksisitas dari selegiline, dan juga
lebih murah, dosis yang digunakan dalam penelitian untuk diberikan kepada pasien AD
adalah 1000 IU dua kali sehari. Namun, efek yang menguntungkan dari vitamin E tetap
kontroversial. dan sebagian peneliti tidak lagi memberikan dalam dosis tinggi karena
ternyata memiliki potensi dalam menimbulkan komplikasi kardiovaskular.

2.8. Evaluasi Kasus


A. Kasus
Pasien Tn. H 69 tahun, sudah kehilangan kemampuan untuk mengingat sesuatu
hamper 9 tahun, berdasarkan hasil anamnesa dokter dan pemeriksaan penunjang
terkait, pasien didiagnisa mengalami Alzheimer tahap 3 berupa pasien kesulitan
mengingat kata yang tepat dalam percakapan, sulit mengingat, dan kehilangan
kemampuan untuk berbicara serta mengalami penurunan fungsi kognitif (pasien
susah mengingat sesuatu). Pasien memiliki Riwayat hipertensi, dokter meresepkan
obat lisinopril 10 mg 1 x sehari, untuk terapi hipertensi pasien dan donepezil 10 mg
1x sehari dan ekstrak gingko biloba 1 x sehari.
B. Penyesuaian kasus
 Subjektif
Nama : Tuan H
Usia : 69 Tahun
Keluhan utama : Gangguan atau penurunan fungsi kognitif cemas
Diagnose : Alzheimer tahap 3
RPD : Hipertensi

11
Terapi : Donepezil 10 mg 1 x sehari
Ekstrak Gingko biloba 1 x sehari
Lisinopril 10 mg 1 x sehari
 Objek
Deskripsi umum: pasien kesulitan mengingat kata yang tepat dalam percakapan,
sulit mengingat, dan kehilangan kemampuan untuk berbicara serta mengalami
penurunan fungsi kognitif
C. Assesment
Pasien kesulitan mengingat kata yang tepat dalam percakapan, sulit mengingat, dan
kehilangan kemampuan untuk berbicara merupakan ciri dari Alzheimer tahap 3,
pasien juga mengalami penurunan fungsi kognitif yaitu pasien susah mengingat
sesuatu.

12
D. SOAP

No Pemilihan DRP Keterangan Resolution Monitoring


Obat
1. Donepezil Dosis obat Donepezil Dimulai dengan Donepezil spesifik dan
10mg Dosis berlebihan merupakan dosis 5mg/hari reversible menghambat
1x sehari (overdose) enzim inhibitor untuk dosis awal asetilkoniterase sehingga
Untuk berdasarkan pengobatan dapat meningkatkan kadar
alzheimer pembentukan Alzheimer, asetilkolin di otak. Terapi
Tahap 3 suatu kompleks setelah 4 minggu ini digunakan untuk
stabil dengan dapat diterapi mengatasi gejala gangguan
asetilkoniterase, 10mg/hari kognitif, anxiety dan atau
yang dihidrolisa menunda progresifitas
dalam beberpa penyakit.
menit Dipantau pemakaian
donepezil pada dosis
5mg/hari selama 4 minggu
pertama. Jika tidak
berespon baik dosis
dinaikan menjadi
10mg/hari, dan jika pasien
masih tidak responsif
terhadap donepezil dapat
diganti rivastigmine.
NB: rivastigmine lebih
efektif disbanding
donepezil tetapi atas
pertimbangan efek samping
obat, maka untuk
pengobatan awal
Alzheimer menggunakan
donepezil.
Efek samping obat: efek
samping ringan, gangguan
lambung-usus (mual,
muntah, diare, anoreksia,
dyspepsia, kontipasi),
kejang otot, dan tidak bisa
tidur.
2. Ekstrak Pemilihan Berapa referensi Diganti dengan Efektifitas : antioksidan
Gingk Biloba obat kurang menyatakan vitamin E meningkatkan fungsi
dosis tepat (obat bahwa Gingko sebagai terapi kognitif. Vitamin E
1xsehari kurang Biloba kurang antioksidan mendukung kerja dari
untuk efektif) memberikan dengan dosis donepezil pada penyakit
Alzheimer efek yang tinggi 2000 Alzheimer dan
tahap 3 signifikan IU/hari memperlambat
terhadap perkembangan penyakit
perbikan fungsi Alzheimer.
kognitif. Efek Samping Obat:

13
Sedangkan dapat menyebabkan mual,
vitamin E lebih diare, keram perut, pusing,
efektif untuk tetapi jarang terjadi.
pemeliharaan
fungsi kognitif.
3. Lisinopril Pemilihan Lisinopril Pengobatan Efektifitas: sebagai ACE
dosis 10mg obat telat bekerja sebagai dapat dilanjutkan inhibitor yang menurunkan
1xsehari tepat ACE inhibitor dengan dosis tekanan darah dengan
untuk dengan dosis 10mg 1xsehari. mengurangi resistensi
hipertensi awal 2,5 Asumsi: pasien vascular parifer tanpa
mg/hari dan telah lama meningkatkan curah
dosis mengkonsumsi jantung, kecepatan atau
pemeliharaan lisinopril sebagai kontraktilitas.
10-20 mg/hari antihipertensi. Efek samping obat: dapat
menyebabkan batuk, kulit
merah, demam, perubahan
rasa, hipertensi dan
hiperkalemia.

14
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan pikiran dan
kecerdasan seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual
dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial
sehari-hari. Menurut dr.Samino, SpS (K), Ketua Umum AsosiasiAlzheimer Indonesia
(AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya proses degenerasi sel-sel neuron otak di
area temporo-parietal dan frontalis.Demensia Alzheimer juga merupakan penyakit
pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-sel otak. Penyebab yang pasti belum
diketahui. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiridari degenerasi neuronal,
kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif
dengan penurunan daya ingat secara progresif. Kejanggalan awal biasanya dirasakan
oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu
barang. Cara pencegahan penyakit alzheimer yaitu dengan tetap menerapkan gaya
hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi
alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung antioksidan yang
berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga
kebugaran mental dengan tetapaktif membaca dan memperkaya diridengan berbagai
pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer.

3.2. Saran
Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
menambah wawasan pengetahuann lebih dalam tentang penyakit alzheimer. Penulis
menyadari bahwa makalah diatas masih banyak sekali kesalahan-kesalahan dan jauh
dari kata sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk makalah diatas agar lebih baik lagi dalam mengerjakan maklah
selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Edward, R., Abdelalim, A. M., Ashour, A. S., Afifi, L., & Al-Athwari, A. (2020). A study of
diffusion tensor imaging of median nerve in diabetic peripheral neuropathy. Egyptian
Journal of Neurology, Psychiatry and Neurosurgery, 56(1).
https://doi.org/10.1186/s41983-020-00172-5

Hidayatul, N., & Sinuraya, R. K. (2016). Biomarker miRNA-146a sebagai Deteksi Dini yang
Efektif untuk Alzheimer. Farmaka, 15(2), 159–177.

Organisation World Health. (2017). Global action plan on the public health response to
dementia 2017 - 2025. Geneva: World Health Organization, 52.
http://www.who.int/mental_health/neurology/dementia/action_plan_2017_2025/en/

WHO GUIDELINES. (2019). Risk reduction of cognitive decline and dementia: WHO
guidelines. In Who. https://www.who.int/publications/i/item/9789241550543

Tobinick E, Gross H, Weinberger A, Cohen H. TNF-alpha modulation for treatment of


alzheimer's disease: A 6-month pilot study. Medscape Gen Medicine 2006; 8: 25.

Tan ZS, Beiser AS, Vasan RS, Roubenoff R, Dinarello CA, Harris TB, et al. Inflammatory
markers and the risk of Alzheimer disease: the Framingham Study. Neurology 2008;
70:1222-3.

McEwen BS. Effects of adverse experiences for brain structure and function. Biol Psychiatry
2000; 48: 721-31.

Karen S, Tim W, Karoline K, Oliver S, Tim S, Zuzana W. Rate of cognitive decline in


Alzheimer’s disease stratified by age. J Alzheimer's Dis. 2019; 69: 1153-60

16
LAMPIRAN

Pertanyaan :
1. Apakah penyakit alzheimer bisa menyerang remaja? (Anisa Kautsar
Firdaus_200105008)
2. Bagaimana cara untuk mengurangi risiko terserang penyakit Alzheimer? (Muhammad
Maulana_200105058)
3. Perbedaan cara kerja klonazepam dan lorazepam dalam meringankan gejala agitasi?
(Indi Agus Riani_200105044)
4. Bagaimana mekanisme kerja ginkobiloba untuk terapi Alzeimer? (Tuti
Endarwati_200105074)

Jawaban :

1. Bisa, Besar kemungkinan orang tua mewariskan penyakit alzheimer kepada anaknya
adalah 50 persen. Inilah yang menyebabkan seseorang bisa mengalami alzheimer
meski berada di rentang usia muda. Alzheimer yang terjadi di usia muda juga bisa
disebabkan oleh mutasi pada salah satu, yang berpotensi diturunkan ke anggota
keluarga lainnya.
2. Cara untuk mengurangi risiko terserang penyakit Alzheimer yaitu sebagai berikut :
a) Perbaiki gaya hidup menjadi lebih sehat, kurangi stres, rajin-rajin berolahraga,
jaga makan agar selalu bergizi dan penuh nutrisi, serta beristirahat dengan
kualitas baik dan dalam jumlah yang cukup.
b) Hindari merokok, konsumsi diet ala Mediterania yang kaya buah dan sayuran
segar, biji-bijian, kacang dan serat, serta kaya Omega 3. Hindari makanan
yang terlalu manis dan penuh gula, kurangi konsumsi alkohol. Ini semua dapat
menurunkan risiko seseorang terkena demensia.
3. Perbedaan cara kerja klonazepam dan lorazepam yaitu :
a) Klonazepam bekerja pada system saraf pusat dengan cara memperlambat atau
menekan system saraf. Rivotril atau klonazepam memiliki fungsi sebagai anti
kejang dan anti cemas sehingga klonazepam sering digunakan untuk beberapa
jenis kejang, serang panik, dan cemas.
b) Lorazepam adalah golongan benzodiazepine dengan mekanisme kerja cepat
dan termasuk dalam agonis GABA (Gamma Amino Butyric Acid) yang

17
berfungsi untuk mengurangi kecemasan, penurunan koordinasi dan tonus otot,
dan antikonvulsan (Nugroho, 2018).
4. Mekanisme kerja ginkgo biloba yaitu meningkatkan sirkulasi darah, yang mungkin
membantu otak, mata, telinga, dan kaki berfungsi lebih baik. Ginkgo biloba dapat
bertindak sebagai antioksidan untuk memperlambat penyakit Alzheimer dan
mengganggu perubahan di otak yang dapat menyebabkan masalah dengan pemikiran.

18

Anda mungkin juga menyukai