Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

FARMAKOTERAPI PENYAKIT ALZEIMER

DISUSUN OLEH :

AZZAHRA MUHAREVA
F202303004

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,,,


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ‘’Farmakologi Penyakit Alzeimer’’ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul “Farmakoterapi Penyakit Alzheimer”.
Makalah ini berisikan tentang etiologi,epidemiologi,patofisiologi,terapi dan
mekanisme kerja obat Alzheimer. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua tentang etiologi,epidemiologi,patofisiologi,terapi dan
mekanisme kerja obat Alzheimer. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penyusun mengucapkan banyak terima kasih dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiiin .
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kendari, 10 November 2023

Penulis

2
BAB I
PENDAHAULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang
Ahli Psikiatri dan Neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia
mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan
intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya,
sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi dan
reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan
simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami
neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.

Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup


pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin
meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social
ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi
dengan seorang neurology karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan
mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai
anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya penyakit degeneratife otak,
tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi yang
merupakan penyebab utama demensia.

Isilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan


gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi
demensia menurut unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration
Medikal Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan
bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen
fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi.

Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer dan kedua


oleh cerebrovaskuler. Diperkirakan penderita demensia terutama penderita
Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga
akan mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden demensia

3
187 populasi/100.000/tahun dan penderita alzeimer 123/100.000/tahun serta
penyebab kematian keempat atau kelima

B. Tujuan
1. Tujuan instruksional Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer)
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Definisi
Alzheimer
b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Etiologi
Alzheimer
c. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Patofisiologi Alzheimer
d. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Manifestasi Klinis Alzheimer
e. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Penatalaksanaan Alzheimer
f. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Pemeriksaan Diagnostik Alzheimer
g. Mahasiswa mampu memahami konsep tentang Asuhan
Keperawatan Alzheimer

4
BAB II
ALZHEIMER

A. Pengertian

Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif


primer atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT). Penyakit ini menyebabkan
sedikitnya 50 % semua demensia yang diderita lansia (Lamy,1992). Kodisi ini
merupakan penyakit neurologis degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul
tiba-tiba dan ditandai dengan penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan
perilaku dan efek. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit
alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. (Brunner &
Suddarth, 2002).

Gambar 1: Perbedaaan neuron antara orang normal dengan Alzheimer


Penyakit Alzheimer adalah penyakit pada syaraf yang sifatnya irreversible
akibat penyakit ini berupa kerusakan ingatan, penilaian, pengambilan
keputusan, orientasi fisik secara keselurahan dan pada cara berbicara. Diagnosa
yang didasarkan pada ilmu syaraf akan penyebab kepikunan hanya dapat
dilakukan dengan cara otopsi. Tanda-tanda umum yang muncul berupa
hilangnya neuron, pikun, cairan ektraseluler yang mengandung peptida β
amyloid dan kusutnya neurofibril serta terjadinya hiperfosforilasi dari
mikrotubular protein tau. Amyloid pada senile plaques adalah hasil dari
potongan-potongan protein yang lebih besar, prekursor protein β-amyloid, tiga

5
seri enzim protease yaitu α-,β- dan γ-sekretase. γ-sekretase secara khas muncul
dan bertanggung jawab dalam pembentukan peptida β-amyloid -Aβ42- yaitu 42
gugus asam amino yang memiliki arti patogenetik penting karena berupa serat
toksik yang tak larut dan terakumulasi dalam bentuk senile plaques berupa
massa serabut amyloid pada korteks celebral yang diisolasi dari pasien
Alzheimer.
Dementia adalah sindrom mental yang ditandai dengan hilangnya
kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan
mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan
tingkah laku, tetapi tidak disebabkan oleh kesadaran yang berkabut, depresi atau
gangguan fungsional mental lainnya. Alzheimer merupakan penyakit dementia
primer yang tersering. Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat
degeneraif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada
neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku
(Price dan Wilson, 2006).

Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif


yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini
menyerang orang berusia 65 tahun keatas.

B. Etiologi

Usia dan riwayat keluarga adalah faktor resiko yang sudah terbukti untuk
penyakit alzheimer. Bila anggota keluarga paling tidak satu famili lain ada yang
menderita penyakit ini, maka diklasifikasikan sebagai “familial”. Komponen
familial yang nonspesifik meliputi pencetus lingkungan dan diterminan genetik.
Penyakit alzheimer yang timbul tanpa diketahui ada riwayat familial disebut
“sporadik”. (Brunner & Suddarth, 2002).

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang


telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi
flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer
terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang

6
mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara
progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium
intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau
terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer
adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.

Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan


dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami
degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler,
kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya
produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah
penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran
faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran
faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan
hanya sebagai pencetus factor genetika.

Di tahun 1987, kromosom 21 pertama kali diketahui mempunyai implikasi


pada beberapa keluarga dengan penyakit alzheimer familial awitan-dini (FAD).
Penyakit alzheimer mulai pada usia 50 tahun. Tapi kebanyakan orang dengan
AD, mulai menderita pada usia di atas 65 tahun. (Brunner & Suddarth, 2002).

Penyakit Alzheimer dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

1. Faktor genetic

Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini


diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis
pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita
demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal.
Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early
onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm,

7
sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada
kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai
kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat
neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan marker
kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan
histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit alzheimer
terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50%
adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan
dalam penyaki alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa
penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini
menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi
genetika pada alzheimer.

2. Faktor infeksi

Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga


penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata
diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan
infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi.
Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru,
diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut
mempunyai beberapa persamaan antara lain:

a. manifestasi klinik yang sama


b. Tidak adanya respon imun yang spesifik
c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
d. Timbulnya gejala mioklonus
e. Adanya gambaran spongioform

3. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit


alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc.
Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang

8
ditemukan Neurofibrillary Tangles (NFT) dan Senile Plaque (SPINALIS).
Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan
aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal
yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan
ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa
yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan
menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga
kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan
kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan
kematian neuron.

4. Faktor imunologis

60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum


protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti
trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Terdapat hubungan bermakna
dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid
Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan
pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.

5. Faktor trauma

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer


dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita
demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak
neurofibrillary tangles.

6. Faktor neurotransmiter

Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer


mempunyai peranan yang sangat penting seperti:

a. Asetilkolin

9
Penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter dengan cara
biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer
didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase,
asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa
asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik kolinergik ini
bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus
basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan
kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya
pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu
didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan
pemberian scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan
berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung
hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer.

b. Noradrenalin

Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun


pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal
lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada
korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik. Hasil
biopsi dan otopsi jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan
adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Konsentrasi
noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita
alzheimer.

c. Dopamin

Pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio hipothalamus,


dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada
penderita alzheimer. Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan
disebabkan karena potongan histopatologi regio hipothalamus setia
penelitian berbeda-beda.

d. Serotonin

10
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5
hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer.
Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert.
Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi,
pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada
posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal.
Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya
neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.

e. MAO (Monoamine Oksidase)

Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono


amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk
deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin,
sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita
alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan
frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal
danmenurun pada nukleus basalis dari meynert.

C. Patofisiologi

Faktor Predisposisi: Virus lambat, Proses Autoimun,


Keracunan aluminium dan genetik

Penurunan metabolisme dan aliran darah


11
di korteks parietalis superior

Degenarasi neuron kolinergik


Gambar 2: Pathway Alzheimer

Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang


dijumpai pada penyakit Alzheimer. Antara lain serabut neuron yang kusut
(massa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak senil atau neuritis (deposit
protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prekursor amiloid

12
[APP]. Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri
dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Perubahan serupa juga dijumpai
pada tonjolan kecil jaringan otak normal lansia. Sel utama yang terkena
penyakit ini adalah yang menggunakan neurotransmiter asetilkolin. Secara
biokimia, produksi asetilkolin yang dipengaruhi aktifitas enzim menurun.
Asetilkolin terutama terlihat dalam proses ingatan.

Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan


kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid
dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan
morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan
morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi
degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD
adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat
kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau
sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan
menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton
sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara
kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada
mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke
filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan
kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama
kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron
yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta)
yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel
neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada
keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam
pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen
oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi
gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel –
sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat,

13
matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh.
Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga
mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah
sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain
karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara
neurokimia kelainan pada otak.

Pada musim gugur tahun 1993, FDA mengesahkan obat alzheimer yang
pertama, Tacrine hydrocloride, untuk menanggani gejala penyakit alzheimer.
Obat ini akan memperkuat asetilkolin di otak dan telah dibuktikan dengan dua
percobaan klinis dengan hasil membaiknya ingatan pada penyakit alzheimer
ringan sampai sedang. Karena penggunaan obat ini dapat mengakibatkan
hepatotoxic, maka pemberiannya harus dimonitor (FDA Medical
Bulletin,1993).

D. Manifestasi Klinis

Pada stadium awal penyakit alzheeimer, terjadi keadaan mudah lupa dan
kehilangan ingatan ringan. Terdapat kesulitan ringan dalam aktivitas pekerjaan
dan sosial, tapi pasien masih memiliki fungsi kognitif yang memadai untuk
menyembunyikan kehilangan yang terjadi dan dapat berfungsi secara mandiri.
Lupa dapat terjadi dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Pasien tersebut dapat
kehilangan kemampuannya mengenali wajah, tempat, dan objek yang sudah
dikenalnya kehilangan suasana kekeluargaannya.

Percakapan berkembang menjadi sulit karena pasien lupa apa yang akan
dikatakan atau mungkin tidak dapat mengingat kata-kata. Pasien hanya mampu
menterjemahkan kiasan dalam bentuk yang kongkret saja. Misalnya, pada saat
udara panas ia dapat saja menceburkan diri kepancuran air di tengah kota
dengan pakaian lengkap. Ia akan mengalami kesulitan dalam pekerjain sehari-
hari seperti mengoperasikan peralatan sederhana dan mengatur ulang.

Perubahan kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat menjadi depresif,


curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam. Pasien biasanya tidak mampu
bergerak dan memerlukan perawatan total. Terkadang pasien dapat mengenali

14
keluarga atau pengasuh. Kematian dapat terjadi akibat komplikasi seperti
pneumonia, malnutrisi, atau dehidrasi.

E. Penatalaksanaan
1. Non Farmakodinamik

Intervensi oleh perawat ditujukan untuk membantu pasien memelihara


fungsi kognitif optimal, meningkatkan keselamatan fisik, menurunkan
ansietas dan agitasi, memperbaiki komunikasi dan meningkatkan
kemandirian dalam aktifitas asuhan-diri, memberikan kebutuhan sosialisasi
dan keintiman pasien, menjaga pemenuhan gizi yang memadai, mengatasi
gangguan pola tidur, dan mendukung serta mendidik pemberi perawatan
dalam keluarga.

a. Mendukung Fungsi Kognitif

Karena kemampuan kognitif pasien menurun, maka perawat harus


memberikan lingkungan yang kalem dan mudah dikenali yang
membantu pasien menginterpretasi lingkungan sekitar dan aktifitasnya.
Cara berbicara yang tenang, menyenangkan dan dengan memberikan
penjelasan jelas dan sederhana, ditambah dengan penggunaan alat bantu
dan isyarat ingatan akan membantu meminimalkan kebingungan dan
disorientasi serta memberikan rasa aman kepada pasien.

b. Peningkatan Keamanan Fisik

Lingkungan yang aman akan memungkinkan seseorang bergerak


sebebas mungkin dan menghilangkan kekhawatiran keluarga yang
mencemaskan mengenai keamanan. Untuk menghindari jatuh atau
kecelakaan lain, semua sumber bahaya yang jelas harus dihilangkan.
Lampu tidur, lampu pemanggil, dan tempat tidur rendah digunakan saat
tidur. Pasien harus mengenakan gelang atau kalung identitas untuk
berjaga-jaga seandainya ia terpisah dari pengasuhnya.

c. Mengurangi Ansietas dan Agitasi

15
Meskipun kehilangan kognitif cukup parah, namun ada saat di mana
pasien sadar akan cepat menghilangnya segala kemampuannya. Karena
rekreasi penting, paisen didorong untuk melakukan menikmati aktivitas
sederhana. Hobi dan aktivitas (berjalan-jalan, olahraga, bersosialisasi)
dapat memperbaiki kualitas hidup.

Lingkungan harus diusahakan sederhana, yang dikenal, dan bebas


kebisingan. Kegembiraan dan kelam pikir bisa sangat menjengkelkan
dan dapat mencetus keadaan kombatif, agitasi yang dikenal sebagai
reaksi katastropik (reaksi berlebihan terhadap stimulus yang
berlebihan). Selama reaksi tersebut, pasien akan berespons dengan cara
berteriak, menangis, atau menjadi kasar (menyerang secara fisik atau
verbal.

d. Meningkatkan Komunikasi

Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat


harus tetap tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi.
Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan
pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan
mengorganisasi dan mengekpresikan pikiran.

Kadang pasien dapat menunjuk suatu objek atau menggunakan


bahasa nonverbal untuk berkomunikasi. Rangsangan taktil seperti
pelukan atau tepukan pada tangan biasanya diterjemahkan sebagai tanda
afeksi, perhatian dan keamanan.

e. Meningkatkan Kemandirian dalam Aktivitas Perawatan-Diri

Perubahan patofisiologis pada korteks serebri mengakibatkan pasien


yang mengalami defisit perawatan diri mencapai kemandirian fisik.
Upaya ditjukan untuk membantu pasien memelihara fungsi kemandirian

16
selama mungkin. Memelihara martabat dan otonomi pribadi penting
bagi penderita Alzheimer. Dia harus didorong menentukan pilihan bila
diperlukan dan berpartisipasi dalam aktifitas perawatan diri sebanyak
mungkin.

f. Menyediakan Kebutuhan Sosialisasi dan Keintiman

Karena sosialisasi dengan teman lama dapat menyenangkan, maka


pasien didorong untuk melakukan kunjungan, bersurat, bertelepon.
Kunjungan sebaiknya singkat dan tidak menimbulkan stres. Sebaiknya
hanya mengunjungi satu atau dua orang saja dalam sekali kunjungan.
Penyakit Alzheimer tidak menghilangkan kebutuhan akan keintiman.
Pasien dan pasangannya bisa saja melakukan aktivitas seksual.
Pasangan harus didorong untuk berbicara mengenai setiap kekhawatiran
seksual, dan bimbingan seksual dapat dilakukan bila perlu.

g. Meningkatkan Nutrisi yang Adekuat

Saat makan bisa merupakan peristiwa sosial yang menyenangkan,


namun bisa juga merupakan saat yang menjengkelkan dan menganggu.
Saat makan harus dijaga dan kale, tanpa konfrontasi. Pasien lebih
menyukai makanan yang sudah dikenal yang tampak mengundang
selera makan dan terasa lezat. Untuk menghindari bermain dangan
makanan, makanan dihidangkan satu persatu. Makan sebaiknya
dipotong kecil-kecil supaya tidak tercekik. Makanan cair lebih mudah
ditelan bila diolah dengan gelatin. Makanan dan minuman panas harus
disajikan bila sudah hangat. Suhu makanan diperika untuk mencegah
terjadi luka bakar.

h. Meningkatkan Aktivitas dan Istirahat yang Seimbang

Kebanyakan pasien Alzheimer menunjukkan gangguan tidur dan


perilaku melamun. Perilaku tersebut terjadi bila pasien merasa bosan,
tidak bisa diam, agitasi atau disorientasi, terutama pada suasana baru
dan biasanya pada malam hari. Semua pasien Alzheimer harus

17
mengenakan suatu benyuk tanda pengenal yang mudah terlihat setiap
saat (gelang dan kalung). Meskipun pasien diperbolehkan berjalan di
sekitar lingkungan yang terlindung, namun pintu keluar harus ditutup.
Bila terjadi gangguan tidur dan pasien tidak bisa tidur maka dapat
dibantu dengan musik, susu hangat, atau garukan punggung dapat
membantu agar pasien relaks. Pada siang hari pasien harus diberi
kesempatan sebanyak mungkin untuk berpartisipasi dalam aktivitas olah
raga, karena pola aktivitas dan istirahat yang teratur akan memperbaiki
tidur malam. Jangan dibiarkan pasien tidur terlalu lama pada siang hari.

i. Mendukung dan Mendidik Pemberi Perawatan dalam Keluarga

Beban emosi ditanggung oleh keluarga pasien penyakit Alzheimer


sangat berat. Kesehatan fisik pasien biasanya masih baik dan penurunan
mental berlangsung secara bertahap. Karena diagnosanya tidak spesifik,
keluarga masih berharap bahwa diagnosanya keliru dan pasien akan
membaik kalau ia mau berusaha keras. Berbagai kebutuhan pemberi
perawatan dalam keluarga dapat ditujukan kepada Asosiasi Alzheimer
(dahulu dikenal sebagai ADRDA). Dengan penggunaan
perawatan,layanan yang bisa diberikan, pemberi perawatan dapat
meninggalkan rumah untuk beberapa saat sementara orang lain
melayani kebutuhan pasien.

Perawat harus peka terhadap masalah emosional yang dihadapi


keluarga. Dukungan dan edukasi pemberi perawatan merupakan
komponen yang penting. Keluarga dapat menghubungi Asosiasi
Alzheimer atau yang sama camnya yang memberikan kesempatan
bertemu orang lain dengan pengalaman serupa.

2. Farmakologi

Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena


penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan
suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga.

18
Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang
menguntungkan.

a. Inhibitor kolinesterase

Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor


untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita
alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah
penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang
bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat
memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan
memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
alzheimer.

b. Thiamin

Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer


didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu
2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan
kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin
hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral,
menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi
dibandingkan placebo selama periode yang sama.

c. Nootropik

Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat


memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan
binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak
menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.

d. Klonidin

19
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat
disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin
(catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan
dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang
kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif

e. Haloperiodol

Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis


(delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5
mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila
penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti
depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)

f. Acetyl L-Carnitine (ALC)

Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam


miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini
menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil
kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2
gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa
dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi
kognitif.

Penyakit alzheimer dapat dicegah sejak dini dengan mengosumsi kunyit


secara rutin. Kunyit merupakan herbal penguat daya ingat (anti-alzheimer),
salah satu tanaman obat yang berpeluang sebagai pengganti pengobatan
kimiawi yang dapat memperlambat datangnya penyakit pikun. Penyakit
alzheimer merupakan sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada manusia
usia lanjut, secara alamiah pikun biasa terjadi karena penurunan kondisi fisik
otak. Zat dalam kunyit yang berperan untuk ini adalan curcumin, dimana akan
mampu memepertahankan kualitas otak hingga usia lanjut. Namun konsumsi
kunyit yang terlalu berlebihan juga akan mampu memicu sakit perut, gangguan
hati serta ginjal. Jadi, kunyit ini dikonsumsi dalam jumlah sedang secara rutin
untuk mendapatkan efek terapi yang diinginkan.

20
Cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup
sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi
alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung
antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak
sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan
memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu
bentuk pencegahan penyakit alzheimer.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai


berikut:

1. Neuropatologi

Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi


neuropatologi. Secara umum didapatkan :

a. atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus


temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital,
korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
b. berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :

1) Neurofibrillary tangles (NFT)

Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen


abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas
NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.

2) Senile plaque (SP)

21
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve
ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler,
astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP
sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama
terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis,
dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks
somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga
terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan
dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan
senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita
penyakit alzheimer.

3) Degenerasi neuron

Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron


pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada
neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal
dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus
batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia
nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis
dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta
sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum
dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron
kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam
pengobatan penyakit alzheimer.

4) Perubahan vakuoler

Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan


dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara
bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan
pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah

22
ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus,
serebelum dan batang otak.

5) Lewy body

Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat


pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala.
Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital.
Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi
pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit
parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari
penyakit alzheimer.

2. Pemeriksaan Neuropsikologik

Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau


tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci
pola defisit yang terjadi.

Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang


ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan
memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa

Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik


yang penting karena :

a. Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat


diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan
yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit
selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan
gangguan psikiatri
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang
diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.

23
3. CT Scan dan MRI

Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat


kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer
antemortem.

CT Scan: Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia


lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi
kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan
gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi
dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental

MRI: peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler


(Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan
predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal,
gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi
hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer
dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari
hipokampus.

4. EEG

24
Gambar 3: gambaran EEG pasien Alzheimer

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis.


Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat
pada lobus frontalis yang non spesifik

5. PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :

a. Penurunan aliran darah


b. Metabolisme O2 dan adanya Glukosa didaerah serebral
6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit


kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara
rutin.

G. Asuhan Keperawatan

25
1. Pengkajian

Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer

a. Aktifitas istirahat

Gejala: Merasa lelah

Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur. -


Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/
mengikuti acara program televisi.

Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk


melakukan hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat
bermanfaat.

b. Sirkulasi

Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi,


episode emboli (merupakan factor predisposisi).

c. Integritas ego

Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan,


kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap
objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah
penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh
dan harga diri yang dirasakan.

Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak


mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka
buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain,
aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi
stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali
kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.

d. Eleminasi

26
Gejala: Dorongan berkemih

Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi


dengan diare.

e. Makanan/cairan

Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor


predisposisi) perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan
berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.

Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah,


menghindari/menolak makan (mungkin mencoba untuk
menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap
lanjut).

f. Hiygene

Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain

Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan


personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi
kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat
menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada
waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan
menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.

g. Neurosensori

Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama


perubahan kognitif, dan atau gambaran yang kabur, keluhan
hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala.
adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan,
mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh
orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau
bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit
serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung

27
secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang (
merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).

Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam


menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya
berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak
memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap (
kehilangan keterampilan motorik halus ).

h. Kenyamanan

Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin


menjadi factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma
kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).

Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang


lain

i. Interaksi social

Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial


sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah
pola tingkah laku yang muncul.

Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.

a. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum:

28
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami
penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik
dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital,
meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan

2) B1 (Breathing)

Gangguan fungsi pernafasan : Berkaitan dengan hipoventilasi


inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas.

a) Inspeksi

Di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk


batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan
penggunaan otot Bantu nafas.

b) Palpasi

Traktil premitus seimbang kanan dan kiri

c) Perkusi

Adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru

d) Auskultasi

bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi,


pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan
batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan
inaktivitas.

3) B2 (Blood)

29
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian
obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem
persarafan otonom.

4) B3 (Brain)

Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap


dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.

Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat


perubahan tingkah laku.

a) Pengkajian Tingkat Kesadaran:

Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung


pada perubahan status kognitif klien.

b) Pengkajian fungsi serebral:

Status mental : biasanya status mental klien mengalami


perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif,
penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.

c) Pengkajian Saraf kranial.

Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII:

Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak


ada kelaianan fungsi penciuman

Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami


perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya
klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman
penglihatan

Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya


kelainan pada saraf ini

30
Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada
saraf ini.

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal

Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi


berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah
regional

Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang


berhubungan dengan perubahan status kognitif

Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan


trapezius.

Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal

d) Pengkajian sistem Motorik

Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami


perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.

Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami


gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan
ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.

e) Pengkajian Refleks

Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami


kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri
dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya
berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan
hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke
belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.

31
f) Pengkajian Sistem sensorik

Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer


mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara
progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari
neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif
dan persepsi klien secara umum.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:

a. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori,


penurunan fungsi fisik
b. Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan
untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
c. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron
irreversible
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi,
transmisi, dan/atau integrasi.
e. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif,
keterbatasan fisik.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

32
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan pikiran dan
kecerdasan seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi
intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu
kegiatan sosial sehari-hari. Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum
Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya
proses degenerasi sel-sel neuron otak di area temporo-parietal dan frontalis.
Demensia Alzheimer juga merupakan penyakit pembunuh otak karena
mematikan fungsi sel-sel otak.

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang


telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi
virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel
filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer
terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara
progresif. Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka
sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang.

Cara pencegahan penyakit alzheimer yaitu dengan tetap menerapkan gaya


hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi
alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung
antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak
sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan
memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu
bentuk pencegahan penyakit alzheimer.

B. Saran

Kita tahu otak merupakan organ yang sangat kompleks. Dimana di otak
terdapat area-area yang mengatur fungsi tertentu. Untuk itu ada beberapa tips
yang bisa diikuti bila ada anggota keluarga ada yang menderita penyakit
alzheimer : Buat cacatan kecil, untuk membantu mengingat, Ciptakan suasana
yang menyenangkan, Hindari memaksa pasien untuk mengingat sesuatu atau
melakukan hal yang sulit karena akan membuat pasien cemas, Usahakan untuk

33
berkomunikasi lebih sering, Buatlah lingkunganyang aman, Ajarkan pasien
berjalan-jalan pada waktu siang hari, Bergaya hidup sehat, Mengkonsumsi
sayur.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC

34
Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan kepererawatan klien dengan gangguan
sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. Jakarta: EGC

Biologi Molekuler. 2009. Penyakit alzheimer dan parkinson:


http://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/09/penyakit-alzheimer-dan-
parkinson1.pdf, diunduh tanggal 21 oktober 2012, pukul 14.47 WIB

Dewi, R. 2012. Askep Alzheimer:


http://rimadewihijabers.blogspot.com/2012/03/askep-alzheimer.html
diunduh tanggal 21 okt 2012, pukul 20.35 WIB

Japardi, I. 2002. Penyakit alzheimer:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1996/1/bedah-
iskandar%20japardi38.pdf, diunduh pada tanggal 11 oktober 2012, pukul
15.45 WIB

35

Anda mungkin juga menyukai