Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang Ahli Psikiatri
dan Neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita
berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui
kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak
koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan
simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan
degenerasi neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai
populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Di lain pihak akan
menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga akan
semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurology karena orang tua tersebut yang
tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau
sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya penyakit degeneratife otak, tumor,
multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi yang merupakan penyebab utama
demensia.
Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala
menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Definisi demensia menurut unit
Neurobehavior pada Boston Veterans Administration Medikal Center (BVAMC) adalah
kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling
sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori,visuospasial,emosi
dan kognisi.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer dan kedua oleh
cerebrovaskuler. Diperkirakan penderita demensia terutama penderita Alzheimer pada abad
terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemic
seperti di Amerika dengan insiden demensia 187 populasi/100.000/tahun dan penderita
alzeimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima.
Penyakit alzeimer atau demensia senil dari tipe Alzheimer merupakan penyakit kronik,
progresif dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori,
kognitif dan kemampuan untuk merawat diri. Penyakit ini merupakan satu penyakit yang
paling ditakutkan pada masa modern, karena penyakit ini paling merupakan bencana besar
yang terjadi pada pasien dan keluarganya, dimana pengalaman pasien yang mengalaminya
merupakan akhir yang ada habisnya sampai kematian tiba.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari Alzheimer ?
1.2.2 Bagaimana sejarah dan epidemiologi dari Alzheimer itu ?
1.2.3 Apa saja klasifikasi dari Alzheimer ?
1.2.4 Bagaimana etiologi dari Alzheimer ?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dari Alzheimer ?
1.2.6 Bagaimana manifestasi klinis dari Alzheimer ?
1.2.7 Apa saja komplikasi yang terjadi pada Alzheimer ?
1.2.8 Bagaimana cara mencegah penyakit Alzheimer ?
1.2.9 Apa saja pemeriksaan diagnostic pada penyakit Alzheimer ?
1.2.10 Bagaimana penatalaksanaan penyakit Alzheimer ?
1.2.11 Bagaimana Asuhan Kep pada penyakit Alzheimer ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dan maksud dari Alzheimer
1.3.2 Untuk mengetahui sejarah dan epidemiologi Alzheimer
1.3.3 Untuk mengetahui klasifikasi Alzheimer
1.3.4 Untuk mengetahui etiologiAlzheimer
1.3.5 Untuk mengetahui patofisiologi Alzheimer
1.3.6 Untuk mengetahui manifestasi klinis Alzheimer
1.3.7 Untuk mengetahui apa saja komplikasi Alzheimer
1.3.8 Untuk mengetahui dan memahami bagaimana cara pencegahan Alzheimer
1.3.9 Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostic pada penyakit Alzheimer
1.3.10 Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan penyakit Alzheimer
1.3.11 Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Kep pada penyakit Alzheimer

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
2.1.1Alzhaimer
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif
otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri.
(Suddart, & Brunner, 2002 ). Alzheimer  merupakan penyakit degeneratif yang ditandai
dengan penurunan daya ingat,intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan,
pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan
kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008).
Alzheimer merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak
dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan
menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Keperawatan Medikal
Bedah : jilid 1 hal 1003). Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan
menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas.
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau
demensia senil jenis Alzheimer (SDAT). Penyakit ini menyebabkan sedikitnya 50 % semua
demensia yang diderita lansia (Lamy,1992). Kondisi ini merupakan penyakit neurologis
degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba-tiba dan ditandai dengan penurunan
bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku dan efek. Dengan meningkatnya populasi
lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak.(Brunner
& Suddarth, 2002).
Penyakit Alzheimer adalah penyakit pada syaraf yang sifatnya irreversible akibat
penyakit ini berupa kerusakan ingatan, penilaian, pengambilan keputusan, orientasi fisik
secara keselurahan dan pada cara berbicara. Diagnosa yang didasarkan pada ilmu syaraf akan
penyebab kepikunan hanya dapat dilakukan dengan cara otopsi. Tanda-tanda umum yang
muncul berupa hilangnya neuron, pikun, cairan ektraseluler yang mengandung peptida β
amyloid dan kusutnya neurofibril serta terjadinya hiperfosforilasi dari mikrotubular protein
tau. Amyloid pada senile plaques adalah hasil dari potongan-potongan protein yang lebih
besar, prekursor protein β-amyloid, tiga seri enzim protease yaitu α-,β- dan γ-sekretase. γ-
sekretase secara khas muncul dan bertanggung jawab dalam pembentukan peptida β-amyloid
-Aβ42- yaitu 42 gugus asam amino yang memiliki arti patogenetik penting karena berupa
serat toksik yang tak larut dan terakumulasi dalam bentuk senile plaques berupa massa
serabut amyloid pada korteks celebral yang diisolasi dari pasien Alzheimer.
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang
menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Dementia
adalah sindrom mental yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual secara
menyeluruh  yang mencakup gangguan mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak
demikian juga dengan perubahan tingkah laku, tetapi tidak disebabkan oleh kesadaran yang

3
berkabut, depresi atau gangguan fungsional mental lainnya. Alzheimer merupakan penyakit
dementia primer yang tersering.

GambarPerbedaaan neuron antara orang normal dengan Alzheimer


Demensia merupakan hilangnya ingatan yang bisa timbul bersama dengan gejala
gangguan perilaku maupun psikologis pada seseorang (Ikawati, 2009). Gambaran paling awal
berupa hilangnya ingatan mengenai peristiwa yang baru berlangsung. Terganggunya
intelektual seseorang dengan Demensia secara signifikan mempengaruhi aktivitas normal dan
hubungan. Mereka juga kehilangan kemampuan untuk mengontrol emosi dan memecahkan
sebuah masalah, sehingga bukan tidak mungkin mereka mengalami perubahan kepribadian
dan tingkah laku.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50- 60%) dan
kedua oleh cerebrovaskuler (20%) (Japardi, 2002). Penyakit Alzheimer adalah penyakit
degeneratif otak dan penyebab paling umum dari demensia. Hal ini ditandai dengan
penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah dan keterampilan kognitif lainnya yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Penurunan ini
terjadi karena sel-sel saraf (neuron) di bagian otak yang terlibat dalam fungsi kognitif telah
rusak dan tidak lagi berfungsi normal.
Pada penyakit Alzheimer, kerusakan saraf akhirnya mempengaruhi bagian otak yang
memungkinkan seseorang untuk melaksanakan fungsi tubuh dasar seperti berjalan dan
menelan (Alzheimer’s Association, 2015).Pada akhirnya penderita dapat mengalami
kematian setelah beberapa tahun karena kemampuan motoriknya sudah tidak berfungsi.

4
Pada penyakit Alzheimer, kerusakan saraf akhirnya mempengaruhi bagian otak yang
memungkinkan seseorang untuk melaksanakan fungsi tubuh dasar seperti berjalan dan
menelan (Alzheimer’s Association, 2015).Pada akhirnya penderita dapat mengalami
kematian setelah beberapa tahun karena kemampuan motoriknya sudah tidak berfungsi.
Penyakit Alzheimer (gangguan mental organic bukan akibat zat), dimensia
tipeAlzheimer (DAT) adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama pada sel yang
terletak pada dasar dari otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral dan
hipokampus. Penyakit alzheimer atau biasa disebut AD adalah penyakit yang bersifat
degeneratif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta
mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku.

2.1.2Lansia
Lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita,
yamg masih aktif beraktifitas yang bekerja maupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari
nafkah sendiri hingga bergantung pada orang lain untuk menghidupi drinya sendiri (nugroho,
2006). Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan
dari dalam dan luar tubuh.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah
yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua
(Nugroho, 2006).
Keperawatan Gerontik adalah Suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada
ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang
holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.

2.2 Sejarah dan Epidemiologi


Pada jaman Romawi dari kata Latin sebenarnya, kata demens tidak memiliki arti konotasi
yang spesifik. Yang pertama kali menggunakan kata demensia adalah seorang enclyopedist
yang bernama Celcus di dalam publikasinya De re medicine sekitar AD 30 yang mengartikan
demens sebagai istilah gila. Seabad kemudian seorang tabib dari Cappodocian yang bernama
Areteus menggunakan istilah senile dementia pada seorang pasien tua yang berkelakuan
seperti anak kecil. Kemudian pada awal abad ke 19 seorang psikiater Prancis yang bernama
Pinel menghubungkan terminologi demensia dengan perubahan mental yang progresif pada
pasien yang mirip idiot (Sjahrir,1999)
Sampai abad ke 19 istilah demensia dianggap sebagai masa terminal dari penyakit
kejiwaan yang membawa kematian. Baru pada awal abad ke 20, yaitu tahun 1907 Alzheimer
mempublikasikan suatu kasus yang berjudul “A Unique Illnes involving cerebral cortex”
pada pasien wanita umur 55 tahun. Kemudian kasus itu ditabalkan sebagai penyakit
Alzheimer. Pasien ini masih relatif muda dan secara progresif bertahap mengalami gejala
seperti psikosis dan demensia kemudian meninggal 4-5 tahun setelah onset serangan pertama.

5
Pada otopsi ditemukan 1/3 dari bagian neuron kortek menghilang dari neuron yang tinggal
menggembung berisi gumpalan fiber dalam sitoplasmanya. Alzheimer menduga adanya
perubahan kimiawi di dalam neurofibril. Alzheimer lah yang pertama kali menemukan dan
menamakan neurofibrillary tangles (NT) dimana NT bersamaan dengan senile plaque (SP)
dianggap sebagai penanda diagnostik Alzheimer Disease. (Sjahrir,1999)
Proses penuaan tidak dapat dihambat, baik penuaan otak maupun fisik. Otak akan atropi,
sel pyramidal neuron di neokortek dan hipokampus akan mengkerut, pengurangan dendrit
dan sinaps. Seiring dengan itu maka gerakan dan reaksi akan melambat, akan tetapi kaum tua
masih dapat lari ataupun bermain tenis secukupnya. Ingatan akan kata berkurang tetapi
memori, semantik, pengetahuan, dan vocabulary tidaklah akan menurun (Sjahrir,1999)
Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi berhubungan
erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita penyakit ini. Bagi individu
berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi
lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden
kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden
alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun.

2.3 Klasifikasi
Menurut Kerusakan Struktur Otak
a. Tipe Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami kematian sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya
(Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori,
kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-
60% penderita demensia disebabkan karena penyakit Alzheimer.

Demensia ini ditandai dengan gejala :


1. Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif
2. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan
fungsi eksekutif
3. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru
4. Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan)
5. Kehilangan inisiatif

Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya deteorisasi


intelektual:
a. Stadium I (amnesia)
a. Berlangsung 2-4 tahun
b. Amnesia menonjol
c. Perubahan emosi ringan
d. Memori jangka panjang baik
e. Keluarga biasanya tidak terganggu

6
b. Stadium II (bingung)
a. Berlangsung 2 – 10 tahun
b. Episode psikotik
c. Agresif
d. Salah mengenali keluarga
c. Stadium III (Akhir)
a. Setelah 6 - 12 tahun
b. Memori dan intelektual lebih terganggu
c. Membisu dan gangguan berjalan
d. Inkontinensia urin
b. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak dan
setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi
darah otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai demensia vaskular.
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1. Peningkatan reflek tendon dalam
2. Kelainan gaya berjalan
3. Kelemahan anggota

Menurut Umur:
a. Demensia senilis ( usia >65tahun)
b. Demensia prasenilis (usia <65tahun)

Menurut Perjalanan Penyakit :


a. Reversibel (mengalami perbaikan)
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit.B, Defisiensi,
Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya cairan
serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
1. Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
2. Inkontinensia urin.
3. Demensia.

Menurut Korelasi Gejala Klinik dengan Patologi-Anatomisnya


1. Anterior : Frontal premotor cortex
Perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi lambat.
2. Posterior: Lobus parietal dan temporal
Gangguan kognitif : memori dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif baik.
3. Subkortikal: Apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak.
4. Kortikal : Gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.

7
Kategori Alzheimer dapat dibagi menjadi:
1. Predementia: Pada Alzheimer tingkat ini terjadi gangguan kognitif ringan, defisit
memori, serta apatis, apatis.
2. Demensia onset awal : Pada Alzheimer tingkat ini terjadi gangguan bahasa,
kosakata, bahasa oral & tulisan, gangguan persepsi, gangguan gerakan, terlihat
bodoh, kurang inisiatif untuk melakukan aktivitas.
3. Dementia moderat
Pada Alzheimer tingkat ini terjadi deteriorasi progresif, tidak mampu membaca &
menulis, gangguan long-term memory, subtitusi penggunaan kata (parafasia),
misidentifikasi, labil, mudah marah, delusi, Inkontinen system urinaria.
4. Dementia tahap lanjut (advanced)
Pada Alzheimer tingkat ini terjadi tidak dapat mengurus diri secara mandiri,
kehilangan kemampuan verbal total, agresif, apatis ekstrim, deteriorasi massa otot
& mobilitas, kehilangan kemampuan untuk makan.

2.4 Etiologi
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal kelainan
yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada system enzim,
atau pada metabolism.
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya : Penyakit degenerasi spino
-serebelar. a) Sub akut leuko-eselfalitis sklerotik fan bogaert dan b) Khores
Hungtington.
3. Sindrome demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan
ini diantranya : a) Penyakit cerrebro kardioavaskuler dan
b) Penyakit Alzheimer. (Nugraho 2009).

Usia dan riwayat keluarga adalah faktor resiko yang sudah terbukti untuk penyakit
alzheimer. Bila anggota keluarga paling tidak satu famili lain ada yang menderita penyakit
ini, maka diklasifikasikan sebagai “familial”. Komponen familial yang nonspesifik meliputi
pencetus lingkungan dan diterminan genetik.Penyakit alzheimer yang timbul tanpa diketahui
ada riwayat familial disebut “sporadik”.(Brunner & Suddarth, 2002).
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi
heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal,
kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif
dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau
asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler,
kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein
abnormal yang non spesifik.Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut
terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron.Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh

8
adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi
radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik.Penyakit
alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-
genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus
factor genetika.
Di tahun 1987, kromosom 21 pertama kali diketahui mempunyai implikasi pada beberapa
keluarga dengan penyakit alzheimer familial awitan-dini (FAD). Penyakit alzheimer mulai
pada usia 50 tahun. Tapi kebanyakan orang dengan AD, mulai menderita pada usia di atas 65
tahun. (Brunner & Suddarth, 2002).

Penyakit Alzheimer dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:


1. Faktor genetic
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan
melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga
penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol normal.Pemeriksaan genetika DNA pada penderita
alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21
diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan
lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai
kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles
(NFT), senile plaque dan penurunan marker kolinergik pada jaringan otaknya yang
menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian
penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote
dan 50% adalah dizygote.Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan
dalam penyaki alzheimer.Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya
ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa
kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.
2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer
yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi
reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang
bersipat lambat, kronik dan remisi.Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-
Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa
tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
a. Manifestasi klinik yang sama
b. Tidak adanya respon imun yang spesifik
c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
d. Timbulnya gejala mioklonus
e. Adanya gambaran spongioform
3. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor
lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc.Aluminium merupakan
neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan Neurofibrillary

9
Tangles (NFT) dan Senile Plaque (SPINALIS).Hal tersebut diatas belum dapat
dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi
neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih.Pada penderita alzheimer, juga
ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan
patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan
menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium
akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma
energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis
60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti
penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan
haptoglobuli.Terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer
dengan penderita tiroid.Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang
sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan
trauma kepala.Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia
pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
6. Faktor neurotransmitter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai
peranan yang sangat penting sepert:
a. Asetilkolin
Penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter dengan cara biopsi
sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan
penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin
serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik
kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus
basalis, hipokampus.Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan
yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya pada penyakit
alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan
cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamin pada orang
normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat
mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer.
b. Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada jaringan
otak penderita alzheimer.Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang
merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi
dengan defisit kortikal noradrenergik.Hasil biopsi dan otopsi jaringan otak
penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik
neokorteks. Konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem
penderita alzheimer.
c. Dopamin
Pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak
adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer.Hasil ini

10
masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi regio
hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
d. Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil
acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan juga didapatkan
pada nukleus basalis dari meynert.Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus
sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan
pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal.Perubahan
kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi
oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.
e. MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas
normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin,
norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi
terutama dopamin.Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada
hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal
danmenurun pada nukleus basalis dari meynert.
f. Usia
Faktor risiko terbesar untuk penyakit Alzheimer adalah usia. Kebanyakan orang
dengan penyakit Alzheimer didiagnosis pada usia 65 tahun atau lebih tua. Orang
muda kurang dari 65 tahun juga dapat terkena penyakit ini, meskipun hal ini jauh
lebih jarang. Sementara usia adalah faktor risiko terbesar.
g. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluarga yang memiliki orangtua, saudara atau saudari
dengan Alzheimer lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit daripada
mereka yang tidak memiliki kerabat dengan Alzheimer's. Faktor keturunan
(genetika), bersama faktor lingkungan dan gaya hidup, atau keduanya dapat
menjadi penyebabnya.
h. Pendidikan atau Pekerjaan
Beberapa ilmuwan percaya faktor lain dapat berkontribusi atau menjelaskan
peningkatan risiko demensia di antara mereka dengan pendidikan yang rendah. Hal
ini cenderung memiliki pekerjaan yang kurang melatih rangsangan otak. Selain itu,
pencapaian pendidikan yang lebih rendah dapat mencerminkan status sosial
ekonomi rendah, yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami
gizi buruk dan mengurangi kemampuan seseorang untuk membayar biaya
perawatan kesehatan atau mendapatkan perawatan yang disarankan.
i. Traumatic Brain Injury (TBI)
Trauma Cedera Otak sedang dan berat meningkatkan risiko perkembangan
penyakit Alzheimer. Trauma Cedera Otak adalah gangguan fungsi otak yang
normal yang disebabkan oleh pukulan atau tersentak ke kepala atau penetrasi
tengkorak oleh benda asing, juga dapat didefinisikan sebagai cedera kepala yang
mengakibatkan hilangnya kesadaran. Trauma Cedera Otak dikaitkan dengan dua
kali risiko mengembangkan Alzheimer dan demensia lainnya dibandingkan dengan
tidak ada cedera kepala.

11
2.5 Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada
penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang
tidak berfungsi)dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu
protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara
primer padakorteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Secara maskroskopik,
perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuronkorteks dan hippocampus,
serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial.
Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada
neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada
AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan
sebagianbesar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai
penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan
merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi
abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak
dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk
ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya
system transportinternal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan
akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron
yang rusak menyebabkan Alzheimer. Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari
beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam
sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan
normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan
neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen
lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya
bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku,
padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan
lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga menggagu hubungan intraseluler dan
menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron
terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada
AD. Secara neurokimia kelainan pada otak.
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan
menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu
berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70
tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi yang
dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri. Penyakit degeneratif pada otak,
gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas
secara langsung maupun tak langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan
melalui mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah
neuron menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses konduksi
saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat,
daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi

12
dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal
atau subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis
dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).

2.6 Pathway

2.7 Manifestasi Klinis


Pada stadium awal Alzheimer, terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan
ringan.Terdapat kesulitan ringan dalam aktivitas pekerjaan dan social. Depresi dapat terjadi
pada saat ini. Pasien dapat kehilangan kemampuannya mengenali wajah, tempat, dan objek
yang sudah dikenalnya. Pasien juga sering mengulang-ulang cerita yang sama karena lupa
telah menceritakannya. Kemampuan berbicara memburuk sampai pembentukan suku kata
yang tidak masuk akal, agitasi, dan peningkatan aktivitas fisik. Nafsu makan pun bertambah
secara berlebihan. Terjadi pula disfagia dan inkontinensia. Pasien dapat menjadi depresif,
curiga, paranoid, dan kasar(perubahan kepribadian).

13
a. Gejala ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
Lebih sering bingung dan melupakan informasi yang baru dipelajari Disorientasi :
tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik
Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian, misalnya mudah tersinggung,
mudah menuduh ada yang mengambil barangnya, bahkan menuduh pasangannya
selingkuh.
b. Gejala sedang(lama penyakit 3-10 tahun)
1. Kesulitan dalam mengerjakan aktivitas hidup sehari-hari seperti makan dan mandi
2. Perubahan tingkah laku, misalnya sedíh dan emosi
3. Mengalami gangguan tidur
4. Keluyuran
5. Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk
dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama ingá
tidak mengenali wajah sama sekali, kemudian bertahap kepada orang-orang yang
cukup jarang ditemui)
c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
1. Sulit atau kehilangan kemampuan bicara
2. Sangat tergantung pada caregiver(pengasuh)
3. Perubahan perilaku : misalnya mudah curiga, depresi, atau mudah mengamuk
Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit alzheimer yaitu:

a. Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)


Memori    : ingatan terganggu
Kepribadian    : ketidakpedulian, lekas marah sesekali
Motor system  : normal
EEG         : normal
CT/MRI      : normal
PET         : hipometabolisme posterior bilateral

b. Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)


Memori : ingatan terakhir sangat terganggu
Kepribadian    : ketidakpedulian, lekas marah sesekali
Motor sistem   : gelisah, mondar-mandir
EEG        : latar belakang irama lambat
CT/MRI    : normal
PET        : hipometabolisme frontal dan parietal bilateral

c. Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)


Fungsi intelektual    : sangat memburuk
Motor sistem        : anggota tubuh kaku dan postur fleksi
EEG           : difus lambat
PET            : hipometabolisme frontal dan parietal

14
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4. Defisit neurologi dan fokal.
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10. Lupa meletakkan barang penting.
11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.
12. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
13. Tidak dapat makan dan menelan.
14. Inkontinensia urine
15. Dapat berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang.
16. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
17. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada.
18. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali.
19. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa
takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti
mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
20. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.

Pada stadium awal penyakit alzheeimer, terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan
ingatan ringan.Terdapat kesulitan ringan dalam aktivitas pekerjaan dan sosial, tapi pasien
masih memiliki fungsi kognitif yang memadai untuk menyembunyikan kehilangan yang
terjadi dan dapat berfungsi secara mandiri.Lupa dapat terjadi dalam berbagai kegiatan sehari-
hari. Pasien tersebut dapat kehilangan kemampuannya mengenali wajah, tempat, dan objek
yang sudah dikenalnya kehilangan suasana kekeluargaannya.
Percakapan berkembang menjadi sulit karena pasien lupa apa yang akan dikatakan atau
mungkin tidak dapat mengingat kata-kata. Pasien hanya mampu menterjemahkan kiasan
dalam bentuk yang kongkret saja. Misalnya, pada saat udara panas ia dapat saja menceburkan
diri kepancuran air di tengah kota dengan pakaian lengkap. Ia akan mengalami kesulitan
dalam pekerjain sehari-hari seperti mengoperasikan peralatan sederhana dan mengatur ulang.
Perubahan kepribadian biasanya negatif.Pasien dapat menjadi depresif, curiga, paranoid,
kasar, dan bahkan kejam.Pasien biasanya tidak mampu bergerak dan memerlukan perawatan
total.Terkadang pasien dapat mengenali keluarga atau pengasuh. Kematian dapat terjadi
akibat komplikasi seperti pneumonia, malnutrisi, atau dehidrasi.

15
2.8 Komplikasi
Kehilangan memori , gangguan penilaian dan perubahan kognitif lain dapat disebabkan
oleh Alzheimer. Seseorang dengan penyakit Alzheimer mungkin tidak dapat berkomunikasi.
Penyakit Alzheimer dapat berkembang menjadi tahap akhir , perubahan otak
mulaimempengaruhi fungsi fisik, seperti menelan , keseimbangan, dan kontrol usus dan
kandung kemih.Efek ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap masalah kesehatan
tambahan seperti :
1. Pneumonia dan infeksi lainnya . Kesulitan menelan dapat menyebabkan orang
dengan penyakit Alzheimer untuk menghirup ( aspirasi ) makanan atau cairan ke
saluran udara dan paru-paru mereka , yang dapat menyebabkan pneumonia .
Ketidakmampuan untuk mengontrol pengosongan kandung kemih ( urinary
incontinence) mungkin memerlukan penempatan tabung untuk mengeringkan dan
mengumpulkan urin ( kateter urin ) . Memiliki kateter meningkatkan risiko infeksi
saluran kemih , yang dapat menyebabkan lebih - serius , infeksi yang mengancam
jiwa.
2. Cedera karena jatuh . Orang dengan Alzheimer menjadi semakin rentan untuk jatuh .
Terjun dapat menyebabkan patah tulang . Selain itu, jatuh adalah penyebab umum
dari cedera kepala serius.

Komplikasi demensia menurut Kushariyadi (2010)


1). Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh yang terdiri dari;
a) Ulkus diabetikus; b) Infeksi saluran kencing dan c).Pneumonia.
2). Thromboemboli, infarkmiokardium: a).Kejang, b).Kontraktur sendi, c).
Kehilangan kemampuan untuk merawat diri, d).Malnutrisi dan dehidrasi akibat
nafsu makan dan kesulitan dan e). menggunakan peralatan.

2.9 Pencegahan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya
adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1) Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat
adiktif yang berlebihan
2) Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap
hari.
3) Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif, seperti Kegiatan
rohani & memperdalam ilmu agama.
4) Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat atau hobi
5) Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan
sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

16
2.9.1 Langkah-langkah Pencegahan dan Pengobatan
Berkat para ilmuan akhirnya alzheimer bisa dicegah dan diatasi. Bahkan sudah
banyak obat-obat yang beredar untuk penderita alzheimer ini. Berikut tips
mencegah dan mengatasi alzheimer :

1. Makan diet Mediterania


Para peneliti menemukan bahwa orang yang secara teratur mengkonsumsi
diet Mediterania 38 persen lebih rendah untuk terserang penyakit Alzheimer.
Sebuah diet Mediterania yang kaya dalam kacang-kacangan, lemak sehat
(dari salad dressing, alpukat), tomat, ikan, sayuran, sayuran berdaun gelap
dan dan buah-buahan. Diet Mediterania juga dikenal karena rendah daging
merah, daging organ, mentega dan susu tinggi lemak.
2. Berhenti merokok
Sebuah studi baru-baru ini dalam Archives of Internal Medicine menemukan
bahwa merokok secara langsung terkait dengan peningkatan dramatis dalam
demensia di kemudian hari. Studi ini menemukan bahwa mereka yang
dilaporkan merokok dua bungkus rokok sehari memiliki resiko 100% lebih
besar dari diagnosis demensia dibandingkan non-perokok.
3. Makan seledri dan paprika hijau
Peneliti dari Universitas Illinois di Urbana-Champaign melihat efek dari
luteolin pada otak tikus, menurut penelitian yang diterbitkan dalam
Proceedings of the National Academy of Sciences. Luteolin, yang ditemukan
dalam seledri dan paprika hijau, ditemukan untuk mengurangi radang otak
yang disebabkan oleh Alzheimer dan dapat mengurangi gejala kehilangan
memori.
4. Minum kopi
European Journal of Neurology menemukan bahwa mereka yang memiliki
asupan kafein meningkat memiliki risiko yang jauh lebih rendah
berkembangnya penyakit Alzheimer daripada mereka yang dengan sedikit
atau tidak mengkonsumsi kafein. Studi lain yang dipublikasikan dalam
Journal of Alzheimer’s Disease menemukan bahwa kadar kafein abnormal
secara signifikan menurukan protein yang terkait dengan penyakit Alzheimer
dan 50 persen pengurangan di tingkat amyloid beta, zat membentuk
gumpalan lengket plak dalam otak orang-orang dengan penyakit Alzheimer.
Ini berarti bahwa studi ini menemukan bahwa kafein dapat menjadi penting
dalam mencegah Alzheimer, tetapi sebenarnya dapat menjadi pengobatan
terapi bagi mereka yang sudah didiagnosis dengan penyakit. Hal ini
merupakan perkembangan besa, Ini juga merupakan alasan besar untuk
melanjutkan kebiasaan latte harian Anda.
5. Latihan (Olahraga)
Beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat olahraga pada orang dengan
penyakit Alzheimer. Journal of American Medical Associate menerbitkan
penelitian yang menemukan bahwa latihan olahraga untuk pasien dengan
penyakit Alzheimer tidak hanya meningkatkan kondisi fisik dan

17
memperpanjang mobilitas independen mereka. Mobilitas Independen penting
terutama bagi mereka dengan penyakit Alzheimer, karena salah satu gejala
Alzheimer yang sering tidak dibahas adalah kurangnya keseimbangan, jatuh
dan tersandung. Hal ini menyebabkan cedera dan kebutuhan untuk
pengawasan konstan pada pasien Alzheimer. Dengan menggabungkan 60
menit latihan pada hari-hari dalam seminggu, dan istirahat teratur, seseorang
dapat meningkatkan mobilitasnya.

Meskipun tidak ada obat untuk Alzheimer sampai saat ini, para peneliti tidak berhenti
bekerja keras untuk menemukan cara baru untuk mencegah, mengobati dan menyembuhkan
penyakit ini. Pengobatan untuk para penderita alzheimer yaitu dengan cara meminum obat
asetikolin nesterase yang berfungsi untuk menambah zat yang memperbesar daya ingat.
Selain itu pengobatan untuk penderita juga dengan melakukan terapi secara teratur. untuk
lebih memudahkan terapi yang teratur, akan lebih baik jika penderita (yang biasanya sudah
lanjut usia) di titipkan di panti agar perkembangannya bisa terkontrol dengan baik di
bandingkan di rumah sendiri. Banyak sekali orang yang menderita Alzheimer berperilaku
dalam cara yang agresif. Biasanya orang dengan penyakit Alzheimer menunjukkan perilaku
agresif jika ia merasa terhina, takut, atau frustasi karena mereka tidak dapat memahami orang
lain atau membuat sendiri dipahami.
Ketika seorang pasien Alzheimer secara lisan atau fisik agresif, dokter menggunakan
obat-obatan seperti antipsikotik risperidone atau olanzapine. Obat antipsikotik yang lebih tua
seperti Haloperidol tidak digunakan karena efek samping yang parah. Akan tetapi, Penelitian
telah menunjukkan bahwa pengobatan non-obat seperti kotak cahaya terang yang lebih baik
mengelola perilaku agresif dalam Alzheimer sebagai risiko keamanan obat antipsikotik lebih
besar dari pada manfaatnya.
Selain obat-obatan yang ilmiah seperti dikemukakan diatas, terdapat juga obat pencegahan
alami yang sering dipakai memasak orang Indonesia yaitu kunyit. Kunyit, selain menambah
nafsu makan, kunyit juga ternyata dapat mencegah kita dari penyakit alzheimer di masa tua
nanti.
Satu penelitian menunjukkan orang-orang yang mengonsumsi banyak kunyit, pada
hakekatnya jarang yang terkena Alzheimer. “Di negara-negara di mana orang-orangnya
mengonsumsi banyak (kunyit), kejadian penyakit Alzheimer sangat rendah. Di India dan Asia
Tenggara, penyakit itu jarang. Dan (di Amerika Serikat) itu sangat, sangat biasa,” kata Chris
Kilham seorang pemburu obat dalam wawancara dengan Fox News.Kilham menjelaskan
bahwa akar kunyit, yang juga dikenal dalam bentuk ekstrak yang disebut curcumin,
merupakan salah satu rempah-rempah yang berguna dalam mencegah munculnya Alzheimer
dan bahkan mengobatinya."Orang yang menderita penyakit Alzheimer memiliki plak yang
melekat di otak disebut "amyloid beta." Beberapa plak juga berkembang karena Alzheimer,
atau karena menjadi penyebab langsungnya. Tetapi, plak-plak itu secara langsung berkaitan
dengan proses degeneratif," jelas Kilham.
Penelitian menunjukkan bahwa kunyit benar-benar melenyapkan plak-plak ini, baik
saat plak itu mulai terbentuk dan bahkan selama tahap akhir dari perkembangan plak. Apa
yang ada dalam kunyit adalah sesuatu yang tampak untuk menghalangi perkembangan
penyakit Alzheimer dan benar-benar membantu mengurangi keberadaan plak dalam otak.

18
Dalam penelitian terhadap binatang, saat binatang benar-benar memiliki plak "amyloid beta"
dalam otak mereka dan mereka diberi akar kunyit, maka plak itu berkurang.

2.10 Pemeriksaan Diagnostik


1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.
Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar
1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus
temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh (Jerins, 1937). Kelainan- kelainan neuropatologi pada penyakit
alzheimer terdiri dari:
a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang
berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada
neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari
inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada
otak manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal,
supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
b. Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi
filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid
prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21.
Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks
piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks
somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada
jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan
penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque)
merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit
alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada
neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia
nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan
sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus
raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf
pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini
merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser
nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan
SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale, dan
insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus,
serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal,
gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis,
temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas

19
yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit
parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit
alzheimer.

2. Pemeriksaan Neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum
danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk
menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti
gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting
karena:
a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat diketahui
bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b.Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit selektif yang
diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri.
c.Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh
demensia karena berbagai penyebab. The Consortium to establish a Registry for
Alzheimer Disease (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian
neuropsikologis dengan mempergunakan alat batrey yang bermanifestasi gangguan
fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya terdiri dari:
 Verbal fluency animal category
 Modified boston naming test
 Mini mental state
 Word list memory
 Constructional praxis
 Word list recall
 Word list recognition
Test ini memakn waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control.

3. CT Scan dan MRI


Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini
berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain
alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran
ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit
ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark,
parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer.
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya
gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan
intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel
lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan
di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi
hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. Seab etal,
menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.

4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada

20
penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis
yang non spesifik.

5. PET (Positron Emission Tomography)


Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,
metabolism O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada
regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi
danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.

6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)


Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

7. Laboratorium Darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE,
fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang
dilakukan secara selektif.

2.11 Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C,
dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
A. Penatalaksanaan Medikamentosa
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk
pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer didapatkan
penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat
digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori
danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti menatakan bahwa
obatobatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang
normal dan penderita alzheimer.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan
penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%)
dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral,
menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo
selama periode yang sama.

3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki
fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000
mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin

21
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan
kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan
noradrenergic alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4
minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu
akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi
sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari).
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria
dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC
dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada
pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan
bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

B. Penatalaksanaan Non-Medikamentosa
1. Mendukung Fungsi Kognitif.
Karena kemampuan kognitif menurun, maka perawat harus memberikan
lingkungan yang mudah dikenali yang dapat membantu pasien mengintegrasikan
lingkungan sekitar dan aktifitasnya.
2. Peningkatan Keamanan Fisik
Untuk menghindari jatuh atau kecelakaan lain, semua sumber bahaya yang
jelas harus dihilangkan. Lampu tidur, lampu pemanggil, dan tempat tidur rendah
digunakan saat tidur. Lingkungan yang bebas bahaya memungiknkan pasien mandiri
secara maksimal dan memiliki rasa otonomi.
3. Mengurangi ansietas dan agitasi
Meskipun kehilangan kognitifnya parah,namun ada saat dimana pasien sadar
akan cepat menhilangkan kemampuannya. Pasien menjadi sangat membutuhksn
dukungan emosional yang dapat memperkuat citra diri yang positif.

4. Meningkatkan Komunikasinya
Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan
karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan mengorganisai dan
menyampaikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dipakai untuk
mengingatkan pasien dan sangat membantu pasien.
5. Meningkatkan kemandirian dalam Proses Perawatan diri
Upaya ditujukan untuk membantu pasien memelihara fungsi kemandirian
selama mungkin. Dianjurkan menyederhanakan aktifitas sehari-hari dengan menyusun
langkah-langkah singkat dan mudah dicapai sehingga pasien dapat merasakan
kepuasan diri.
6. Menyediakan Kebutuhan sosialisasi dan keintiman
Karena sosialisasi dengan teman lama dapat meyenagnkan maka pasien
didorong untuk melakukan kunjungan, saling berkirim surat, dan bertelepon.
Kunjungan sebaiknya singkat dan tidak menimbulkan stress. Sebaiknya hanya
menungunjungi satu sampai dua orang saja dalam sekali kunjungan.
7. Meningktkan nutrisi yang adekuat
Saat makan, keadaan harus tetap dijaga agar keadaan tidak menjadi
konfrontasional. Pasien lebih menyukai makanan yangsudah dikenal yang tampak

22
menggunakan selera makan dan tersa lezat. Untuk menghindari bermain dengan
makanan, makanan sebaiknya dihidangkan satu-satu.makanan sebaiknya dipotong
kecil-kecil agar tidak tersedak. Makanan sebaiknya disediakan dalam keadaan hangat.
8. Mendukung dan mendidik pemberi perawatan dalam keluarga.
Perawat harus peka terhadap masalah emosional yang dihadapi keluarga.
Dukungan dan edukasi pemberi perawatan merupakan komponen yang penting.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
Aktifitas istirahat
Gejala : Merasa lelah
Tanda : Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi : penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti
acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal
yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli
(merupakan factor predisposisi).

23
Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi
terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang,
penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah
dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang
dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk
melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa
membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin
menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang
( melipat membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan
barang, atau berjalan-jalan.
Eliminasi
Gejala : Dorongan berkemih
Tanda : Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
Makanan/cairan
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan
dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari
terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan
(mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak
semakin kurus (tahap lanjut).
Higene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang,
kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa
langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan
kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang
lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja,
makan,menggunakan alat makan.

Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif, dan atau
gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, diarea, pusing
atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan
kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah
laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi
( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat
penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung
secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang
( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan
kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau
percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti;
terpenggalpenggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan
untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik
halus ).
Kenyamanan

24
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka
bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh
personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang
muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degeneration neuron iriversibel
ditandai dengan tidak mampu mengintrepitasikan stimuli dan menilai realitas
dengan akurat, disorientasi, apatis, loss deep memory, dan kesulitan dalam
mengamodasikan ide/ perintah.
b. Hambatan interaksi social berhubungan dengan hambatan komunikasi sekunder
akibat penyakit mental kronis ditandai dengan afasia, rasa bermusuhan/menyerang
orang, kehilangan control social, dan perilaku tidak tepat.
c. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan iskemia lobus temporal atau
frontal sekunder akibat penyakit Alzheimer ditandai dengan afasia dan disfasia.
d. Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan deficit kognitif ditandai
dengan klien tampak kotor dan bau, klien tampak lemah, klien tampak kurus,
klien tampak pucat.
e. Risiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi memori.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Menyusun prioritas
1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan degeneration neuron iriversibel
ditandai dengan tidak mampu mengintrepitasikan stimuli dan menilai realitas
dengan akurat, disorientasi, apatis, loss deep memory, dan kesulitan dalam
mengakomodasikan ide/ perintah,.
2) Risiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi memori.
3) Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan deficit kognitif ditandai
dengan klien tampak kotor dan bau, klien tidak mampu untuk melakukan proses
perawatan diri, klien tampak lemah, klien tampak kurus, klien tampak pucat.
4) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan iskemia lobus temporal atau
frontal sekunder akibat penyakit Alzheimer ditandai dengan afasia dan disfasia.
5) Hambatan interaksi social berhubungan dengan hambatan komunikasi sekunder
akibat penyakit mental kronis ditandai dengan afasia, rasa bermusuhan/menyerang
orang, kehilangan control social, dan perilaku tidak tepat.

25
26
27
28
29
30
31
32
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif


otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri.
(Suddart, & Brunner, 2002 ). Alzheimer  merupakan penyakit degeneratif yang ditandai
dengan penurunan daya ingat,intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan,
pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan
kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008).
Alzheimer merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak
dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan
menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Keperawatan Medikal
Bedah : jilid 1 hal 1003). Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan
menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas.

33
DAFTAR PUSTAKA

https://drjockers.com/alzheimers-disease/
id.wikipedia.org/wiki/Alzheimer
http://cc.bingj.com/cache.aspx?q=alzheimer&d=5055640429331133&mkt=en-
ID&setlang=en-US&w=9xQU5uQTgF77Cl6sodC2pJIFXLc12sKt#1

34

Anda mungkin juga menyukai